Vous êtes sur la page 1sur 13

TUGAS KOMUNITAS II

ASPEK SPIRITUAL PADA LANJUT USIA

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2 :

1. Minarti Panjukang (S16166)


2. Mita Puspitaningrum (S16167)
3. Muhammad Alfauzi P (S16168)
4. Nanda Yusril Rizal M (S16169)
5. Niluh Putu Erikawati (S16170)
6. Novita Juniati (S16172)
7. Okta Fiyanti (S16173)
8. Puput Istu Widodo (S16174)
9. Putri Tiara Elsaby (S16175)
10. Retno Wulandari (S16176)
11. Rizka Ardania S (S16178)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2018
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Daftar Isi..............................................................................................................i
Kata Pengantar ....................................................................................................ii
BAB I : Pendahuluan
A. Latar Belakang ......................................................................................
B. Tujuan ..................................................................................................
BAB II : Pembahasan
A. Pengertian Spiritualitas .........................................................................2
B. Karakteristik Spiritual ...........................................................................2
C. Faktor yang memepengaruhi spiritualitas .............................................2
D. Peran dan Proses Keperawatan dalam Spiritualitas ..............................3
E. Koping lansia pada loss, grieving, dying, death ...................................8
BAB III : Penutup
A. Kesimpulan .............................................................................................9
B. Saran .......................................................................................................9

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah swt. yang
telahmelimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Aspek Spiritual Pada Lanjut Usia”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan
Komunitas II.
Selama proses penyusunan makalah ini penyusun tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak yang berupa bimbingan, saran dan petunjuk baik berupa moril,
spiritual maupun materi yang berharga dalam mengatasi hambatan yang
ditemukan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Ibu Ns. Maula Mar’atus Solikhah, M.Kep yang telah
memberikan bimbingan dan dorongan dalam penyusunan makalah ini sekaligus
sebagai dosen pengampu Mata Kuliah Keperawatan Komunitas II.
Semoga Allah swt. membalas baik budi dari semua pihak yang telah
berpartisipasi membantu penyusun dalam membuat makalah ini. Penyusun
menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu penyusun
mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun untuk perbaikan
penyusunan selanjutnya.
Penyusun berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua. Aamiin…
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Surakarta, 29 November 2018
Penyusun

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang
yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur
pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya.
Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang
disebut Aging Process atau proses penuaan.
Sebagai seorang manusia, lasia juga memiliki beberapa peran dan
fungsi seperti sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk Tuhan.
Berdasarkan hakikat tersebut, maka keperawatan memandang manusia
sebagai mahluk yang holistik yang terdiri atas aspek fisiologis, psikologis,
sosiologis, kultural dan spiritual.
Tidak terpenuhinya kebutuhan manusia pada salah satu diantara
dimensi di atas akan menyebabkan ketidaksejahteraan atau keadaan tidak
sehat. Kondisi tersebut dapat dipahami mengingat dimensi fisik, psikologis,
sosial, spiritual, dan kultural merupakan satu kesatuan yang saling
berhubungan. Tiap bagian dari lansia tersebut tidaklah akan mencapai
kesejahteraan tanpa keseluruhan bagian tersebut sejahtera.
Kesadaran akan pemahaman tersebut melahirkan keyakinan dalam
keperawatan bahwa pemberian asuhan keperawatan hendaknya bersifat
komprehensif atau holistik, yang tidak saja memenuhi kebutuhan fisik,
psikologis, sosial, dan kultural tetapi juga kebutuhan spiritual klien.
Sehingga, pada nantinya klien akan dapat merasakan kesejahteraan yang tidak
hanya terfokus pada fisik maupun psikologis saja, tetapi juga kesejateraan
dalam aspek spiritual.
Kesejahteraan spiritual adalah suatu faktor yang terintegrasi dalam
diri seorang lansia secara keseluruhan, yang ditandai oleh makna dan
harapan. Spiritualitas memiliki dimensi yang luas dalam kehidupan lansia
sehingga dibutuhkan pemahaman yang baik dari seorang perawat sehingga
mereka dapat mengaplikasikannya dalam pemberian asuhan keperawatan
kepada klien
.
B. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Spiritualitas pada lansia
2. Mengetahui Karakteristik Spiritual pada lansia
3. Mengetahui Faktor yang memepengaruhi spiritualitas pada lansia
4. Mengetahui Peran dan Proses Keperawatan dalam Spiritualitas pada
lansia
5. Mengetahui Koping lansia pada pada Loss, Grieving, Dying, Death

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Spiritualitas
Spiritual merupakan aspek yang di dalamnya mencakup aspek-aspek
yang lain, yaitu fisik, psikologi dan sosial. Spiritualitas merupakan hubungan
yang memiliki dua dimensi, yaitu antara dirinya, orang lain dan
lingkungannya, serta dirinya dengan Tuhannya (Hamid, 2009).

Spiritualitas merupakan hubungan yang memiliki dimensi-dimensi


yang berupaya menjaga keharmonisan dan keselarasan dengan dunia luar,
menghadapi stres emosional, penyakit fisik dan kematian (Hamid, 2009).
Spiritualitas lansia yang sehat dapat membantu lansia dalam menjalani
kehidupan dan mempersiapkan dirinya dalam menghadapi kematian.

B. Karakteristik Spiritual
Adapun karakteristik spiritualitas menurut Hamid (2009) meliputi :
1. Hubungan dengan diri sendiri (kekuatan dalam atau self-reliance)
meliputi: pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya)
dan sikap (percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan/masa
depan, ketenangan pikiran, harmoni atau keselarasan dengan diri sendiri.
2. Hubungan dengan alam (harmoni) meliputi: mengetahui tentang
tanaman, pohon, margasatwa, iklim dan berkomunikasi dengan alam
(bertanam, berjalan kaki), mengabadikan dan melindungi alam.
3. Hubungan dengan orang lain (harmonis atau suportif) meliputi: berbagi
waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik, mengasuh anak,
orang tua dan orang sakit, serta meyakini kehidupan dan kematian
(mengunjungi, melayat dll), dikatakan tidak harmonis apabila: konflik
dengan orang lain, resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan
friksi.
4. Hubungan dengan ketuhanan (agamais atau tidak agamais) meliputi:
sembahyang atau berdoa atau meditasi, perlengkapan keagamaan dan
bersatu dengan alam (Hamid, 2009)

C. Faktor yang memepengaruhi spiritualitas


Menurut Taylor, Craven dan Hirnle (Hamid,2009). Faktor penting yang
dapat mempengaruhi Spiritual seseorang adalah:
1. Tahap perkembangan
Spiritual berhubungan dengan kekuasaan non material, seseorang
harus memiliki beberapa kemampuan berfikir abstrak sebelum mulai
mengerti spiritual dan menggali suatu hubungan dengan yang Maha
Kuasa. Hal ini bukan berarti bahwa Spiritual tidak memiliki makna bagi
seseorang.
2. Peranan keluarga penting dalam perkembangan Spiritual individu.
Tidak begitu banyak yang diajarkan keluarga tentang Tuhan dan
agama, tapi individu belajar tentang Tuhan, kehidupan dan diri sendiri

2
dari tingkah laku keluarganya. Oleh karena itu keluarga merupakan
lingkungan terdekat dan dunia pertama dimana individu mempunyai
pandangan, pengalaman tehadap dunia yang diwarnai oleh pengalaman
dengan keluarganya.
3. Latar belakang etnik dan budaya
Sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik
dan sosial budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi
agama dan spiritual keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan
kegiatan agama, termasuk nilai moral dari hubungan keluarga dan peran
serta dalam berbagai bentuk kegiatan keagamaan.
4. Pengalaman hidup sebelumnya
Pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif dapat
mempengaruhi Spiritual sesorang dan sebaliknya juga dipengaruhi oleh
bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual pengalaman tersebut.
Peristiwa dalam kehidupan seseorang dianggap sebagai suatu cobaan
yang diberikan Tuhan kepada manusia menguji imannya.
5. Krisis dan perubahan
Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalam spiritual
seseorang. Krisis sering dialami ketika seseorang menghadadapi
penyakit, penderitaan, zproses penuaan, kehilangan dan bahkan
kematian, khususnya pada pasien dengan penyakit terminal atau dengan
prognosis yang buruk. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang
dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual yang bersifat fiskal
dan emosional.
6. Terpisah dari ikatan spiritual
Menderita sakit terutama yang bersifat akut, sering kali membuat
individu merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan sistem
dukungan sosial. Kebiasaan hidup sehari-hari juga berubah, antara lain
tidak dapat menghadiri acara resmi, mengikuti kegiatan keagamaan atau
tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman dekat yang bisa
memberikandukungan setiap saat diinginkan.
7. Isu moral terkait dengan terapi
Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai
cara Tuhan untuk menunjukan kebesaran-Nya, walaupun ada juga agama
yang menolak intervensi pengobatan.

D. Peran dan Proses Keperawatan dalam Spiritualitas


Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokad pasien,
pendidik, koordinator, kolaborator, konsultan, dan peneliti yang dapat
digambarkan sebagai berikut (Hidayat, 2008):
1. Peran Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan
perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan keadaan dasar
manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan
dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan
diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan

3
yang sesuai dengan kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi
tingkat perkembangannya.
2. Peran Sebagai Advokat Klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga
dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan
atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas
tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien, juga dapat berperan
mempertahankan dan melindungi hak-hak pasian yang meliputi hak atas
pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak
atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk
menerima ganti rugi akibat kelalaian.
3. Peran Edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan
tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit, bahkan tindakan yang
diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah
mendapatkan pendidikan kesehatan.
4. Peran Koordinator
Peran ini dilaksakan dengan mengarahkan, merencanakan, serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga
pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan
kebutuhan klien.
5. Peran Kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalaui
tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fiisoterapis, ahli gizi dan lain-lain
dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang
diperlukan termasuk diskusi, atau bertukar pendapat dalam bentuk
pelayanan selanjutnya.
6. Peran Konsultan
Peran perawat sebagai konsultan adalah sebagai tempat konsultasi
terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan.
Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang
tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
7. Peran Pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan
perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai
dengan metode pemberian pelayanan keperawatan. Peran perawat dalam
pemenuhan kebutuhan spiritual pasien merupakan bagian dari peran dan
fungsi perawat dalam pemberian asuhan keperawatan. Untuk itu
diperlukan sebuah metode ilmiah untuk menyelesaikan masalah
keperawatan, yang dilakukan secara sitematis yaitu dengan pendekatan
proses keperawatan yang diawali dari pengkajian data, penetapan
diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

4
Berikut ini akan diuraikan mengenai proses keperawatan pada
aspek spiritual (Hamid, 2008):
a. Pengkajian
Ketepatan waktu pengkajian merupakan hal yang penting
yaitu dilakukan setelah pengkajian aspek psikososial pasien.
Pengkajian aspek spiritual memerlukan hubungan interpersonal yang
baik dengan pasien. Oleh karena itu pengkajian sebaiknya dilakukan
setelah perawat dapat membentuk hubungan yang baik dengan
pasien atau dengan orang terdekat dengan pasien, atau perawat telah
merasa nyaman untuk membicarakannya. Pengkajian yang perlu
dilakukan meliputi:
1) Pengkajian data subjektif
Pedoman pengkajian yang disusun oleh Stoll (dalam
Kozier, 2005) mencakup :
a) konsep tentang ketuhanan,
b) sumber kekuatan dan harapan,
c) praktik agama dan ritual, dan
d) hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan.
2) Pengkajian data objektif
Pengkajian data objektif dilakukan melalui pengkajian
klinik yang meliputi pengkajian afek dan sikap, perilaku,
verbalisasi, hubungan interpersonal dan lingkungan. Pengkajian
data objektif terutama dilakukan melalui observasi, Pengkajian
tersebut meliputi:
a) Afek dan sikap
Apakah pasien tampak kesepian, depresi, marah, cemas,
agitasi, apatis atau preokupasi?
b) Perilaku
Apakah pasien tampak berdoa sebelum makan, membaca
kitab suci atau buku keagamaan? dan apakah pasien
seringkali mengeluh, tidak dapat tidur, bermimpi buruk dan
berbagai bentuk gangguan tidur lainnya, serta bercanda
yang tidak sesuai atau mengekspresikan kemarahannya
terhadap agama?
c) Verbalisasi
Apakah pasien menyebut Tuhan, doa, rumah ibadah atau
topik keagamaan lainnya?, apakah pasien pernah minta
dikunjungi oleh pemuka agama? dan apakah pasien
mengekspresikan rasa takutnya terhadap kematian?
d) Hubungan interpersonal
Siapa pengunjung pasien? bagaimana pasien berespon
terhadap pengunjung? apakah pemuka agama datang
mengunjungi pasien? Dan bagaimana pasien berhubungan
dengan pasien yang lain dan juga dengan perawat?
e) Lingkungan

5
Apakah pasien membawa kitab suci atau perlengkapan
ibadah lainnya? apakah pasien menerima kiriman tanda
simpati dari unsur keagamaan dan apakah pasien memakai
tanda keagamaan (misalnya memakai jilbab?).

b. Diagnosa Keperawatan
Distress spiritual berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
klien dalam melaksanakan alternatif ibadah sholat dalam keadaan
sakit ditandai dengan klien merasa lemah dan tidak berdaya dalam
melakukan ibadah sholat.
Tujuan : Kebutuhan spiritual dapat terpenuhi yaitu dapat melakukan
sholat dalam keadaan sakit
c. Perencanaan
1) Kaji tingkat pengetahuan klien mengenai ibadah sholat sholat
2) Ajarkan pada klien cara sholat dalam keadaan berbaring
3) Ajarkan tata cara tayamum
4) Ajarkan kepada klien untuk berzikir
5) Datangkan seorang ahli agama
d. Implementasi
Pada tahap implementasi, perawat menerapkan rencana
intervensi dengan melakukan prinsip-prinsip kegiatan asuhan
keperawatan sebagai berikut :
1) Mengkaji tingkat pengetahuan klien mengenai ibadah sholat
sholat
2) Mengajarkan pada klien cara sholat dalam keadaan berbaring
3) Mengajarkan tata cara tayamum
4) Mengajarkan kepada klien untuk berzikir
5) Mendatangkan seorang ahli agama
e. Evaluasi
Untuk mengetahui apakah pasien telah mencapai kriteria hasil
yang ditetapkan pada fase perencanaan, perawat perlu
mengumpulkan data terkait dengan pencapaian tujuan asuhan
keperawatan. Tujuan asuhan keperawatan tercapai apabila secara
umum pasien :
1) Mampu beristirahat dengan tenang,
2) Mengekspresikan rasa damai berhubungan dengan Tuhan,
3) Menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka dengan
pemuka agama,
4) Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan
keberadaannya, dan
5) Menunjukkan afek positif, tanpa rasa bersalah dan kecemasan.

E. Koping Lansia Pada Loss, Grieving, Dying, Death


1. Loss/Kehilangan

6
Kehilangan pribadi adalah segala kehilangan signifikan yang
membutuhkan adaptasi melalui proses berduka. Kehilangan terjadi ketika
sesuatu atau seseorang tidak dapat lagi ditemui, diraba, didengar,
diketahui atau dialami. Tipe dari kehilangan mempengaruhi tingkat
distress. Reaksi kehilangan, ditandai dada merasa tertekan, bernafas
pendek dan rasa tercekik. Respon Loss/Kehilangan :
a. Fase Denial (Penyangkalan)
Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan yang
ada.Selalu ada verbalisasi “itu tidak mungkin”, “saya tidak percaya
itu terjadi” yang tercantum dalam otaknya. Terjadi perubahan fisik
seperti letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak
jantung cepat, menangis, gelisah.
b. Fase Anger (Kemarahan)
Mulai sadar akan kenyataan. Marah diproyeksikan pada orang lain.
Terjadi reaksi fisik seperti muka merah, nadi cepat, gelisah, sudah
tidur, tangan mengepal. Berperilaku agresif.
c. Fase Bargaining (Tawar Menawar)
Adanya tawar menawar seperti verbalisasi “kenapa harus terjadi pada
saya?“ dinetralkan menjadi “seandainya saya berhati-hati, pasti tidak
terjadi pada saya”. Maksud disini adalah adanya suatu mekanisme
pertahanan diri untuk tidak menyalahkan diri sendiri.
d. Fase Depression (Depresi)
Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
Gejala yang timbul adalah menolak makan, susah tidur, letih,
dorongan libido menurun.
e. Fase Acceptance (Penerimaan)
Pikiran pada objek yang hilang berkurang. Verbalisasi ”apa yang
dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh?” dan juga “yah, akhirnya
saya harus operasi”.

2. Berduka/Grieving
Duka cita bermakna kesedihan yang mendalam disebabkan karena
kehilangan seseorang yang dicintainya (misal kematian). Menurut
Cowles dan Rodgers (2008), duka cita dapat digambarkan sebagai
berikut : Duka cita dilihat sebagai suatu keadaan yang dinamis dan selalu
berubah-ubah. Duka cita tidak berbanding lurus dengan keadaan emosi,
pikiran maupun perilaku seseorang.
Duka cita adalah suatu proses yang ditandai dengan beberapa
tahapan atau bagian dari aktivitas untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu
menolak (denial), marah (anger), tawar-menawar (bargaining), depresi
(depression), menerima (acceptance)
Respon dukacita dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Dukacita Adaptif
Duka cita adaptif termasuk proses berkabung, koping, interaksi,
perencanaan, dan pengenalan psikososial.

7
b. Duka cita Terselubung
Duka cita terselubung terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan
yang tidak atau tidak dapat dikenali, rasa berkabung yang luas,atau
didukung secara sosial.
3. Menjelang ajal/dying
Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan yang merupakan
proses menuju akhir. Lahir, menjelang ajal dan kematian bersifat
universal.Adapun lingkungan menjelang ajal seseorang adalah :
a. Rumah sakit perawatan akut
b. Perawatan jangka panjang
c. Hospice
d. Perawatan di rumah
Respon dalam hal ini adalah rasa takut, cemas untuk menghadapi
kenyataan yang ada.
4. Kematian/death
Kematian adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang
vital, akhir dari kehidupan. Kematian adalah realitas yang sering terjadi
dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat
berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan
dukacita. Respon lansia dalam hal ini adalah :
a. Tahap Pengingkaran/penyangkalan : biasanya orang tersebut akan
tetap mencari informasi tambahan mengenai apa yang terjadi.
Respon fisik yang terjadi akan lemah, letih, pucat, mual, diare
gangguan pernafasan, detak jantung cepat, cemas dan seringkali
menangis.
b. Tahap marah : muka merah, denyut nadi mningkat, susah tidur,
tangan ,engepal, dan seterusnya.
c. Tahap tawar-menawar : terjadinya penundaan kesadaran atas
kenyataan yang terjadi atau tidak yakin dengan apa yang terjadi.
d. Tahap depresi : sikap menarik diri, kadang-kadang tidak mau bicara
dan menyatakan keputusasaan.
e. Tahap penerimaan : pikiran yang selalu berpusat pada objek yang
hilang akan mulai berkurang atau hilang.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Spiritualitas sering digunakan secara sinonim dengan agama atau
religiositas tetapi secara aktual dapat dibedakan dari hal tersebut. Spiritualitas
berhubungan dengan keyakinan internal seseorang dan pengalaman pribadi
dengan tuhan, sedangkan agama hanya satu cara untuk mengepresikan aspek
dari dalam keyakinan pribadi seseorang. Agama atau religiositas lebih
berhubungan dengan ibadah, praktik komunitas, dan perilaku eksternal.
Kebutuhan spiritual dapat dipenuhi dengan tindakan-tindakan keagamaan
seperti berdoa atau pengakuan dosa, tetapi banyak dari kebutuhan-kebutuhan
tersebut yang dipenuhi hanya dengan hubungan antar-manusia.

B. Saran
Percaya pada kehiupan atau masa depan ketenangan pikiran, serta
keselarasan dengan diri sendiri. Kekuatan yang timbul dari diri seseorang
mebantunya menyadari makna dan tujuan hidupnya, diantaranya memandang
pengalaman hidupnya sebagai sebagai pengalaman yang positif, kepuasan
hidup, optimis terhadap masa depan, dan tujuan hidup yang semakin jelas.

9
DAFTAR PUSTAKA

Hamid, AY. 2008. Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa Teori dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

Stanley, Mickey dan Patricia. 2008. Buku ajar keperwatan gerontik. edisi II.
Jakarta: EGC.

Young & Koopsen. 2009. Spritualitas, Kesehatan dan Penyembuhan. Medan:


Bina Media Perintis.

10

Vous aimerez peut-être aussi