Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
KELOMPOK 5 (B)
Anggota Kelompok :
0
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penyusun panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga akhirnya kami dapat
menyelesaikan makalah discovery learning ini sesuai dengan tenggang waktu
yang telah di berikan.
Pada akhirnya kami mengakui bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kami mohon kritik dan saran yang sifatnya
membangun.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Hemofilia adalah penyakit genetik/turunan, merupakan suatu
bentuk kelainan perdarahan yang diturunkan dari orang tua kepada
anaknya dimana protein yang diperlukan untuk pembekuan darah tidak
ada atau jumlahnya sangat sedikit. Penyakit ini ditandai dengan sulitnya
darah untuk membeku secara normal. Apabila penyakit ini tidak
ditanggulangi dengan baik maka akan menyebabkan kelumpuhan,
kerusakan pada persendian hingga cacat dan kematian dini akibat
perdarahan yang berlebihan. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan
spontan yang berat dan kelainan sendi yang nyeri dan menahun.
Hemofilia termasuk penyakit yang tidak populer dan tidak mudah
didiagnosis. Karena itulah para penderita hemofilia diharapkan
mengenakan gelang atau kalung penanda hemofilia dan selalu membawa
keterangan medis dirinya. Hal ini terkait dengan penanganan medis, jika
penderita hemofilia terpaksa harus menjalani perawatan di rumah sakit
atau mengalami kecelakaan. Yang paling penting, penderita hemofilia
tidak boleh mendapat suntikan kedalam otot karena bisa menimbulkan
luka atau pendarahan, Hemofilia memiliki dua tipe, yakni tipe A dan B.
Hemofilia A terjadi akibat kekurangan faktor antihemofilia atau faktor
VIII. Sedangkan hemofilia B muncul karena kekurangan faktor IX.
Penyakit ini diturunkan orang tua kepada seorang anak melalui
kromosom X yang tidak muncul. Saat wanita membawa gen hemofilia,
mereka tidak terkena penyakit itu. Jika ayah menderita hemofilia tetapi
sang ibu tidak punya gen itu, maka anak laki-laki mereka tidak akan
menderita hemofilia, tetapi anak perempuan akan memiliki gen itu. Jika
seorang ibu adalah pembawa dan sang ayah tidak, maka anak laki-laki
akan berisiko terkena hemofilia sebesar 50 persen, dan anak perempuan
berpeluang jadi pembawa gen sebesar 50 persen. (www penyakit
hemofilia pada anak.com)
Darah pada seorang penyakit hemofilia tidak dapat menbeku dengan
sendirinya.secara normal.proses pembekuan darah pada seorang penderita
hemofilia tidak secepat dan sebanyak orang lain yang normal ia akan lebih
banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan darahnya.
Penderita hemofilia kebanyakan mengalami gangguan perdarahan di
bawah kulit,seperti luka memar jika sedikit mengalami benturan ,atau luka
memar timbul dengan sendirinya jika penderita telah melakukan aktifitas
yang berat,pembengkakan pada persendiaan seperti lutut, pergelangan kaki
atau siku tangan.
3
II. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini diantaranya :
1. Apakah definisi hemophilia ?
2. Apa etiologi dari hemophilia ?
3. Bagaimana manifestasi dari hemophilia ?
4. Bagaimana patofisiologi hemophilia ?
5. Apa pemeriksaan penujang dari hemophilia ?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari hemophilia ?
7. Apa saja komplikasi yang terjadi pada pasien dengan hemophilia ?
8. Bagaimana Asuhan keperawatan dari pasien hemophilia ?
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Hemophilia
Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah congenital karena anak
kekurangan factor pembekuan VIII (Hemofilia A) atau factor IX (Hemofilia B).
B. Etiologi Hemophilia
Proses pembekuan darah membutuhkan unsur-unsur dalam darah,
seperti platelet dan protein plasma darah. Di dalam kasus hemofilia, terdapat
mutasi gen yang menyebabkan tubuh kekurangan faktor pembekuan tertentu
dalam darah. Penyebab hemofilia A adalah mutasi gen yang terjadi pada faktor
pembekuan VIISedangkan hemofilia B disebabkan oleh mutasi yang terjadi pada
faktor pembekuan IX (9) dalam darah. Mutasi gen pada hemofilia A dan B terjadi
pada kromoson X dan bisa diturunkan dari ayah, ibu, atau kedua orang tua.
Sebagian besar wanita dapat menjadi pembawa gen abnormal ini dan
menurunkannya pada anaknya, tanpa dirinya sendiri mengalami gejala hemofilia.
Sedangkan pria dengan gen abnormal ini cenderung akan menderita penyakit
hemofilia. Di sisi lain, mutasi gen ini juga dapat terjadi secara spontan pada
penderita hemofilia yang tidak memiliki riwayat keluarga penderita hemofilia.
5
C. Manifestasi Klinis Hemophilia
Manifestasi klinis hemofilia yang tersering adalah perdarahan
terutama pada sendi lutut, siku, bahu, dan pergelangan kaki (hamartrosis) yang
dapat terjadi secara akut, yang ditandai dengan nyeri dan bengkak serta
keterbatasan gerak sendi. Apabila tidak diobati secara adekuat dapat menjadi
kronik dan walaupun ditangani dengan baik tetap menyebabkan artritis kronik
yang dapat berupa kerusakan sendi permanen, disebut dengan artropati hemofilia.
Gejala yang paling sering terjadi pada hemofilia ialah perdarahan, baik
yang terjadi di dalam tubuh (internal bleeding) maupun yang terjadi di luar tubuh
(external bleeding). Internal bleeding yang terjadi dapat berupa: hyphema,
hematemesis, he-matoma, perdarahan intrakranial, hematuria, melena, dan
hemartrosis. Terdapatnya external bleeding dapat bermanifestasi sebagai
perdarahan masif dari mulut ketika ada gigi yang tanggal atau pada ekstraksi gigi;
perdarahan masif ketika terjadi luka kecil; dan perdarahan dari hidung tanpa sebab
yang jelas.
D. Patofisiologi Hemophilia
Hemofilia adalah penyakit kelainan koagulasi darah congenital
karena anak kekurangan faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau faktor IX
(hemofilia B, atau penyakit Christmas). Penyakit kongenital ini diturunkan oleh
gen resesif terkait-X dari pihak ibu. F VIII dam F IX adalah protein plasma yang
merupakan komponen yang yang diperlukan untuk pembekuan darah; faktor-
faktor tersebut diperlukan untuk pembentukan bekuan fibrin pada tempat cidera
vascular (Cecily Lynn Betz, 2009) Proses hemostasis tergantung pada faktor
koagulasi, trombosit dan pembuluh darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari
respons pembuluh darah, adesi trombosit, agregasi trombosit, pembentukan
bekuan darah, stabilisasi bekuan darah, pembatasan bekuan darah pada tempat
cedera oleh regulasi antikoagulan, dan pemulihan aliran darah melalui proses
6
fibrinolisis dan penyembuhan pembuluh darah. Cedera pada pembuluh darah akan
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan terpaparnya darah terhadap
matriks subendotelial. Faktor von Willebrand (vWF) akan teraktifasi dan diikuti
adesi trombosit. Setelah proses ini, adenosine, diphosphatase, tromboxane A2 dan
protein lain trombosit dilepaskan granul yang berada di dalam trombosit dan
menyebabkan agregasi trombosit dan perekrutan trombosit lebih lanjut. Cedera
pada pembuluh darah juga melepaskan tissue faktor dan mengubah permukaan
pembuluh darah, sehingga memulai kaskade pembekuan darah dan menghasilkan
fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan trombosit ini akan distabilkan oleh faktor
XIII.
Kaskade pembekuan darah klasik diajukan oleh Davie dan Ratnoff pada
tahun 1950an dapat dilihat pada Gambar 1. Kaskade ini menggambarkan jalur
intrinsik dan ekstrinsik pembentukan thrombin. Meskipun memiliki beberapa
kelemahan, kaskade ini masih dipakai untuk menerangkan uji koagulasi yang
lazim dipakai dalam praktek sehari-hari.
Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh mutasi pada gen F8 dan F9. Gen
F8 terletak di bagian lengan panjang kromosom X di regio Xq28, sedangkan gen
F9 terletak di regio Xq27.2,14 Terdapat lebih dari 2500 jenis mutasi yang dapat
terjadi, namun inversi 22 dari gen F8 merupakan mutasi yang paling banyak
ditemukan yaitu sekitar 50% penderita hemofilia A yang berat. Mutasi gen F8
dan F9 ini diturunkan secara x-linked resesif sehingga anak laki-laki atau kaum
pria dari pihak ibu yang menderita kelainan ini. Pada sepertiga kasus mutasi
7
spontan dapat terjadi sehingga tidak dijumpai adanya riwayat keluarga penderita
hemofilia pada kasus demikian.
8
a. Tes untuk menilai pembentukan hemostatic plug, seperti: hitung
trombosit, apusan darah tepi, bleeding time, tes torniquet (Rumple-Leede).
b. Tes untuk menilai pembentukan trombin terdiri atas tes PT
(Prothrombin Time) dan aPTT (Activated Partial Thromboplastin Test).
c. Tes untuk menilai reaksi trombin-fibrinogen terdiri atas thrombin time
dan stabilitas bekuan dalam saline fisiologik dan 5 M urea.
2. Mixing test
Mixing test bertujuan untuk Membedakan defisiensi faktor koagulasi
dengan adanya inhibitor, metodenya adalah Dilakukan dengan mencampur
plasma pasien dengan plasma normal dengan perbandingan 1:1, kemudian
diinkubasi. Interpretasinya APTT memanjang inhibitor faktor VIII
koreksi APTT defisiensi atau tidak menyingkirkan inhibitor apabila klinis
sesuai.
3. Differential APTT
Prinsip : Reagent APTT akan beraksi dengan faktor VIII dan faktor IX
pada suhu 37º C pada Waterbath dan menghasilkan pembekuan plasma
berupa benang fibrin.
Tujuan : Untuk menguji fungsi thrombosit dan faktor VIII dan faktor IX
(hemofilia)
4. Test Campuran:
Pada hemofilia A test aPTT menjadi normal setelah tambahan plasma
normal yang telah di-adsorpsi BaSO4. aPTT tidak menjadi normal setelah
tambahan plasma lama atau plasma pasien hemofilia A. Interpretasi Hasil
Pemeriksaan aPTT Bila masa prothrombin memberi hasil normal dan
aPTT memanjang memberi kesan ; adanya defisiensi (kurang dari 25%)
dari aktivitas satu atau lebih dari satu faktor koagulasi plasma untuk jalur
intrinsik (F XII, FXI, F IX dan F VIII). Dengan demikian jelaslah bahwa
defisiensi ringan seperti pada hemofilia A yang ringan dan penyakit von
Willebrand yang ringan tak dapat dideteksi dengan aPTT.
Bila aPTT pada pasien dengan perdarahan yang berulang-ulang lebih dari
34 detik perlu dilakukan pemeriksaan assay kuantitatif terhadap F VIII, IX
dan XII dan bila perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap inhibitor
yang bersirkulasi.
5. Uji Assay
Uji Assay uji fungsional terhadap faktor VIII dan Faktor IX yang
memastikan diagnosa.
6. Tes genotype
9
Tes genotipe untuk deteksicarrier berdasarkan analisis identifikasi mutasi
secara langsung.
7. Diagnosis antenatal
Diagnosis antenatal sebenarnya dapat dilakukan pada ibu hamil dengan
risiko. Pemeriksaan aktivitas F VIII dan kadar antigen F VIII dalam darah
janin pada trimester kedua membantu menentukan status janin terhadap
kerentanan hemofilia A. Tes antinatal juga bisa dilakukan terhadap sel dari
vilus / cairan amniotik. Hasil kariotipe 48-72 jam melalui biakan limfosit
menggunakan teknik aspirasi berpadu ultrasonografi telah digunakan
untuk mengambil sampel jaringan janin selain darah
8. Amniosentesis
Amniosentesis akan mendiagnosis hemophilia pada waktu prenatal.
F. Penatalaksanaan Hemophilia
1. Terapi Suportif
a. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan
b. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar
aktivitas faktor pembekuan sekitar 30-50%
c. Lakukan Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE) pada lokasi
perdarahan untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi.
d. Kortikosteroid, untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis
akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis
e. Analgetik, diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat,
hindari analgetik yang mengganggu agregasi trombosit
f. Rehabilitasi medik, sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara
komprehensif dan holistic dalam sebuah tim karena keterlambatan
pengelolaan akan menyebabkan kecacatan dan ketidakmampuan baik
fisik, okupasi maupun psikososial dan edukasi. Rehabilitasi medic
10
atritis hemofilia meliputi : latihan pasif/aktif, terapi dingin dan panas,
penggunaan ortosis, terapi psikososial dan terapi rekreasi serta
edukasi.
2. Terapi Pengganti Faktor Pembekuan
Dilakukan dengan memberikan F VIII atau F IX baik rekombinan,
kosentrat maupun komponen darah yang mengandung cukup
banyak factor pembekuan tersebut. Hal ini berfungsi untuk
profilaktif/untuk mengatasi episode perdarahan. Jumlah yang
diberikan bergantung pada factor yang kurang.
3. Terapi lainnya
a. Pemberian DDAVP (desmopresin) pada pasien dengan hemofili A
ringan sampai sedang. DDAVP meningkatkan pelepasan factor VIII.
b. Pemberian prednisone 0.5-1 mg/kg/bb/hari selama 5-7 hari mencegah
terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (atrosis) yang mengganggu
aktivitas harian serta menurunkan kualitas hidup pasien Hemofilia
(Aru et al, 2010)
c. Transfusi periodik dari plasma beku segar (PBS)
d. Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM
e. Membersihkan mulut sebagai upaya pencegahan
f. Bidai dan alat orthopedic bagi pasien yang mengalami perdarahan
otak dan sendi (Hadayani, Wiwik, 2008)
1. Inhibitor
Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang dilihatnya
sebagai benda asing yang masuk . Hal ini berarti segera setelah
konsentrat faktor diberikan tubuh akan melawan dan akan
menghilangkannya. Pada penderita hemofilia dengan inhibitor
terhadap konsentrat faktor, reaksi penolakan mulai terjadi segera
setelah darah diinfuskan. Ini berarti konsentrat faktor dihancurkan
sebelum ia dapat menghentikan pedarahan. Ini merupakan
komplikasi hemofilia yang serius, karena konsentrat faktor tidak
11
lagi efektif. Pengobatan untuk perdarahan tidak berhasil. Penderita
hemofilia dengan inhibitor mempunyai risiko untuk menjadi cacat
akibat perdarahan dalam sendi dan mereka dapat meninggal akibat
perdarahan organ dalam yang berat.
2. Kerusakan sendi
Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh
perdarahan berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi.
Kerusakan yang menetap dapat disebabkan oleh satu kali
perdarahan yang berat (hemarthrosis). Namun secara normal,
kerusakan merupakan akibat dari perdarahan berulang ulang pada
sendi yang sama selama beberapa tahun. Makin sering perdarahan
dan makin banyak perdarahan makin besar kerusakan. Kerusakan
sendi ini sering disebut artropati hemofilia. Kerusakan sendi pada
hemofilia mirip dengan kerusakan sendi pada orang normal dengan
radang sendi atau artritis. Ini terjadi pada 2 tempat yaitu pada
sinovium dan rawan sendi.
3. Infeksi yang ditularkan oleh darah
Komplikasi hemofilia yang paling serius adalah infeksi yang
ditularkan oleh darah. Di seluruh dunia banyak penderita hemofilia
yang tertular HIV, hepatitis B dan hepatitis C. Mereka terkena
infeksi ini dari plasma, cryopresipitat dan khususnya dari
konsentrat factor yang dianggap akan membuat hidup mereka
normal. Hepatitis B masih dapat ditularkan melalui produk darah
tertentu. Vaksin terhadap hepatitis B dianjurkan untuk semua orang
yang rutin menerima produk darah. Walaupun jarang terjadi,
hepatitis A dapat ditularkan melalui produk darah. Oleh karena itu,
dianjurkan vaksinasi terhadap hepatitis A untuk orang yang
menerima produk darah. Ini penting untuk orang yang telah
terinfeksi hepatitis A, karena dapat menjadi berat dan bahkan fatal
pada orang yang telah terinfeksi hepatitis C. Tidak ada vaksin
untuk hepatitis C. (Handayani. 2008)
12
Klasifikasi Hemophilia
13
Sedang 1% – 5% dari jumlah Penderita hemofilia sedang lebih jarang
normalnya mengalami perdarahan dibandingkan
hemofilia berat. Perdarahan kadang
terjadi akibat aktivitas tubuh yang
terlalu berat, seperti olahraga yang
berlebihan.
A. Pengkajian
a. Biodata Klien
Terjadi pada semua umur biasanya anak laki-laki dan
wanita sebagai carier.
b. Keluhan Utama
Perdarahan lama (pada sirkumsisi)
Epitaksis
Memar, khususnya pada ekstremitas bawah ketika anak mulai
berjalan dan terbentur pada sesuatu.
Bengkak yang nyeri, sendi terasa hangat akibat perdarahan
jaringan lunak dan hemoragi pada sendi
Pada hemofilia C biasanya perdarahan spontan
Perdarahan sistem GI track dan SSP
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah klien mengalami salah satu atau beberapa dari
keluhan utama
14
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah dulu klien mengalami perdarahan yang tidak henti-
hentinya serta apakah klien mempunyai penyakit menular
atau menurun.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien ada yang menderita hemofili pada laki-laki
atau carrier pada wanita.
f. Kaji Tingkat Pertumbuhan Anak
Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak terlewati
dengan sempurna
g. ADL (Activity Daily Life
Pola Nutrisi : anoreksia, menghindari anak tidak terlewati
dengan sempurna
Pola Eliminasi : hematuria, feses hitam
Pola personal hygiene : kurangnya kemampuan untuk
melakukan aktivitas perawatan dini.
Pola aktivitas : kelemahan dan adanya pengawasan ketat dalam
beraktivitas
Pola istirahat : tidur terganggu karena nyeri
h. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: kelemahan
Berat Badan: menurun
Wajah : wajah mengekspresikan nyeri
Mulut : mukosa mulut kering, perdarahan mukosa mulut
Hidung : epitaksis
Thorak/ dada : adanya tarikan intercostanalis dan bagaimana suara paru
Suara jantung pekak
Adanya kardiomegali
Abdomen adanya hepatomegali
Anus dan genetalia
Eliminasi urin menurun
Eliminasi alvi feses hitam
15
Ekstremitas: hemartrosis memar khususnya pada ekstremitas bawah
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnose keperawatan:
16
b. Menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman
dalam rentang normal
Intervensi:
a. Kaji frekuensi dan irama napas, suara paru dan waktu timbulnya sesak.
b. Susun jadwal bermain dan istirahat bersama orang tua
c. Beri posisi semifowler pada saat anak berbaring
d. Kolaborasi pemantauan Analisa Gas Darah (AGD)
Tujuan:
Intervensi:
Tujuan:
Intervensi:
17
a. Motivasi orang tua ntuk mengekspresikan perasaannya sehubungan
dengan anaknya
b. Diskusikan dengan orang tua tentang rencana pengobatan
c. Berikan informasi yang jelas dan akurat
Intervensi:
a. Monitor tinggi dan berat badan setiap hari dengan timbangan yang sama
dan waktu yang sama dan didokumentasikan dalam bentuk grafik
b. Bantu memenuhi nutrisi px (mis: membantu menyuapi makanan)
c. Ijinkan anak untuk sering beristirahat dan hindarkan gangguan pada saat
tidur
d. Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama terhadap
sosialisasi seperti anak yang lain.
Tujuan:
Intervensi:
18
a. Kaji toleransi klien terhadap aktifitas dengan menggunakan parameter :
nadi 20 kali per menit, TD, Dypsnea, berkeringat, pusing
b. Anjurkan klien untuk melakukan permainan dan aktivitas yang ringan
c. Melatih klien agar dapat beradaptasi dan mentoleransi terhadap
aktifitasnya
d. Bantu klien untuk memilih aktifitas sesuai usia, kondisi dan kemampuan
e. Berikan periode istirahat setelah melakukan aktifitas
f. Kolaborasi dengan ahli terapis u/ pemberian terapi aktifitas
Tujuan:
Intervensi:
a. Ajarkan untuk melakukan latihan rentang gerak aktif pada anggota gerak
yang sehat
b. Lakukan latihan rentang gerak pasif pada anggota gerak yang sakit
c. Kolaborasi / konsultasi dengan ahli terapi fisik / okupasi, spesialisasi,
rehabilitas
19
BAB III
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
1. Hemofilia adalah kelainan perdarahan yang diturunkan yang disebabkan
adanya kekurangan faktor pembekuan. hemofilia A timbul jika ada defek
gen yang menyebabkan kurangnya faktor pembekuan VIII (FVII)
sedangkan hemofilia B disebabkan kurangnya faktor pembekuan IX (FIX).
2. Gejala yang mudah dikenali adalah bila terjadi luka yang menyebabkan
sobeknya kulit permukaan tubuh, maka darah akan terus mengalir dan
memerlukan waktu berhari-hari untuk membeku. Bila luka terjadi di
bawah kulit karena terbentur
3. Pengobatannya berupa pemberian tambahan faktor pembekuan darah atau
terapi pengganti.
2.2 Saran
1. Bagi mereka yang memiliki gejala-gejala tersebut, disarankan segera
melakukan tes darah untuk mendapat kepastian penyakit dan
pengobatannya
2. Mengonsumsi makanan sehat dengan gizi seimbang.
3. Rutin berolahraga, tapi pilih yang bermanfaat untuk menguatkan otot dan
melindungi persendian. Anak Anda boleh berenang, jalan kaki, atau
bersepeda santai. Jangan memilihkan olahraga keras dan penuh benturan.
20
21
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily L. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatrik E/3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Dorland. 2015. Illustrated Medical Dictionary 29th edition. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Cecily. L Betz. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Alih bahasa Jan
Tambayong. EGC: Jakarta.
Muscari, Mary E.. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik, E/3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ovedoff, David.2002.Kapita Selekta Kedokteran.Binarupa Aksara.Jakarta
22