Vous êtes sur la page 1sur 13

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah
sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit
yaitu : keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas
kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak
terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green
productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan
“bisnis” rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit. Ke lima
aspek keselamatan tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap rumah
sakit. Namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada
pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan,
dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit.

Harus diakui, pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk


menyelamatkan pasien sesuai dengan yang diucapkan Hipocrates kira-kira 2400 tahun
yang lalu yaitu primum, non nocere (first, do no ham). Namun diakui dengan semakin
berkembangnya ilmu dan teknologi pelayanan kesehatan - khususnya di rumah sakit -
menjadi semakin kompleks dan berpotensi terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan –
KTD (adverse event) apabila tidak dilakukan dengan hati-hati.

Di rumah sakit terdapat ratusan macam obat, ratusan tes dan prosedur, banyak
alat dengan teknologinya, bermacam jenis tenaga profesi dan non profesi yang siap
memberikan pelayanan pasien 24 jam terus menerus. Keberagaman dan kerutinan
pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan terjadinya
KTD.

Pada tahun 2000 Institute of Medicine di Amerika Serikat menerbitkan laporan


yang mengagetkan banyak pihak: ‘TO ERR IS HUMAN”, Building a Safer Health
System. Laporan itu mengemukakan penelitian di rumah sakit di Utah dan Colorado
serta New York. Di Utah dan Colorado ditemukan KTD (adverse event) sebesar 2,9
%, dimana 6,6 % diantaranya meninggal. Sedangkan di New York KTD adalah
sebesar 3,7 % dengan angka kematian 13,6 %. Angka kematian akibat KTD pada
pasien rawat inap diseluruh Amerika yang berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar
44.000-98.000 per tahun. Publikasi WHO pada tahun 2004, mengumpulkan angka-
angka penelitian rumah sakit di berbagai negara : Amerika, Inggris, Denmark, dan
Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2-16,6 %. Dengan data-data tersebut,
berbagai negara segera melakukan penelitian dan mengembangkan Sistem
Keselamatan Pasien.

Di Indonesia data tentang KTD apalagi Kejadian Nyaris Cedera (near miss)
masih langka, namun dilain pihak terjadi peningkatan tuduhan “mal praktek”, yang
belum tentu sesuai dengan pembuktian akhir. Dalam rangka meningkatkan
keselamatan pasien di rumah sakit maka Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia (Persi) telah mengambil inisiatif membentuk Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KKP-RS). Komite tersebut telah aktif melaksanakan langkah-langkah
persiapan pelaksanaan keselamatan pasien rumah sakit dengan mengembangkan
laboratorium program keselamatan pasien rumah sakit.

Mengingat keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan masyarakat dan


berdasarkan atas latar belakang itulah maka pelaksanaan program keselamatan pasien
di RSUD Kertosono perlu dilakukan. Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan
RSUD Kertosono terutama didalam melaksanakan keselamatan pasien sangat
diperlukan suatu pedoman yang jelas sehingga angka kejadian KTD dapat dicegah
sedini mungkin.

I.2. Tujuan

I.2.1. Tujuan Umum

 Sebagai Pedoman bagi manajemen RSUD Wakai untuk dapat melaksanakan program
keselamatan pasien dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

I.2.2. Tujuan Khusus

1. Sebagai acuan yang jelas bagi manajemen RSUD Wakai didalam mengambil
keputusan terhadap keselamatan pasien.
2. Sebagai acuan bagi para dokter untuk dapat meningkatkan keselamatan pasien.
3. Terlaksananya program keselamatan pasien secara sistematis dan terarah.
I.3. Manfaat Pedoman Keselamatan Pasien

1. Dapat meningkatkan mutu pelayananan yang bekualitas dan citra yang baik bagi
RSUD Wakai
2. Agar seluruh personil rumah sakit memahami tentang tanggung jawab dan rasa
nilai kemanusian terhadap keselamatan pasien di RSUD Wakai
3. Dapat meningkatkan kepercayaan antara dokter dan pasien terhadap tindakan
yang akan dilakukan
4. Mengurangi terjadinya KTD di rumah sakit.
BAB II
STANDAR KESELAMATAN PASIEN

Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu ditangani segera di
Rumah Sakit Umum Daerah Wakai, maka diperlukan standar keselamatan pasien RSUD
Wakai yang merupakan acuan bagi seluruh petugas di RSUD Wakai dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Standar keselamatan pasien wajib diterapkan di RSUD Wakai dan penilaiannya dilakukan
dengan menggunakan instrumen akreditasi. Standar keselamatan pasien terdiri dari 7 (tujuh)
standar, yaitu :

 Hak pasien.
 Mendidik pasien dan keluarga.
 Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.
 Penggunaan metoda metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien.
 Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.
 Mendidik staf tentang keselamatan pasien.
 Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

II.1. Standar I (Hak Pasien)


Standar:

 Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang


rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
Kriteria :

1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.


2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan.
3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan
benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden.

II.2. Standar II (Mendidik Pasien dan Keluarga)

Standar :

 Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendidik pasien dan keluarganya tentang


kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria :

Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang
merupakan partner dalam proses pelayanan. Oleh karena itu, di RSUD Wakai harus ada
sistem dan mekanisme dalam pemberian edukasi pasien dan keluarga tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut, diharapkan pasien
dan keluarga pasien dapat :

1. Memberikan informasi yang benar, lengkap dan jujur.


2. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
4. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan fasilitas pelayanan kesehatan.
6. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
7. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

II.3. Standar III (Keselamatan Pasien Dalam Kesinambungan Pelayanan)

Standar :

 RSUD Wakai menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan dan


menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.

Kriteria :

1. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari pasien masuk,


pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujuka dan
saat pasien keluar dari RSUD Wakai.
2. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap
pelayanan trasnsisi antar unit pelayanan dapat berjalan dengan baik dan lancar.
3. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk
memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial,
konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat
tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.
II.4. Standar IV (Penggunaan Metoda Metoda Peningkatan Kinerja Untuk Melakukan
Evaluasi dan Program Peningkatan Keselamatan Pasien)

Standar :

 RSUD Wakai harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan melakukan evaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta
keselamatan pasien.

Kriteria :

1. Setiap fasilitasi pelayanan kesehatan harus melakukan proses perancangan (desain)


yang baik, mengacu pada visi, misi dan tujuan fasilitas pelayanan kesehatan,
kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis
yang sehat dan faktor-faktor lain yang berpotensi resiko bagi pasien sesuai dengan
“Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien”.
2. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan pengumpulan data kinerja yang
antara lain terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen resiko, utilisasi,
mutu pelayanan, keuangan.
3. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan
semua insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus resiko
tinggi.
4. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menggunakan semua data dan informasi
hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan
keselamatan pasien terjamin.

II.5. Standar V (Peran Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Keselamatan Pasien)

Standar :

 Pimpinan RSUD Wakai mendorong dan menjamin implementasi program


keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien.”
 Pimpinan RSUD Wakai menjamin berlangsungnya program proaktif untuk
identifikasi resiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi
insiden.
 Pimpinan RSUD Wakai mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi
antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan
pasien.
 Pimpinan RSUD Wakai mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan serta meningkatkan
keselamatan pasien.
 Pimpinan RSUD Wakai mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien.

Kriteria :

1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.


2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi resiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden. Insiden meliputi Kondisi Potensial Cidera (KPC), Kejadian
Nyaris Cidera (KNC), Kejadian Tidak Cidera (KTC), Kejadian Tidak Diharapkan
(KTD), dan kejadian Sentinel yang merupakan suatu KTD yang mengakibatkan
kematian, cidera permanen, atau cidera berat yang temporer dan membutuhkan
intervensi untuk mempertahankan kehidupan, baik fisik maupun psikis, yang tidak
terkait dengan perjalanan penyakit atau keadaan pasien.
3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari fasilitas
pelayanan kesehatan terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan
pasien.
4. Tersedia prosedur “Cepat Tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien
yang terkena musibah, membatasi resiko pada orang lain dan penyampaian informasi
yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden
termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang analisis akar masalah
KNC dan Kejadian Sentinel pada saat program keselamatan pasien mulai
dilaksanakan.
6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden atau kegiatan proaktif
untuk memperkecil resiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan
dengan kejadian sentinel.
7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan di dalam fasilitas pelayanan kesehatan dengan pendekatan antar
disiplin.
8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan
perbaikan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan perbaikan keselamatan pasien,
termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
9. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif
untuk mengevaluasi efektifitas perbaikan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan
keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.

II.6. Standar VI (Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien)

Standar :

 RSUD Wakai memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
 RSUD Wakai menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisipliner dalam pelayanan pasien.

Kriteria :

1. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus memiliki program pendidikan, pelatihan


dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan
tugasnya masing-masing.
2. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus mengintegrasikan topik keselamatan
pasien dalam setiap kegiatan in-service training dan memberi pedoman yang jelas
tentang pelaporan insiden.
3. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan pelatihan tentang
kerjasama kelompok (team work) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
II.7. Standar VII (Komunikasi Sebagai Kunci Bagi Staff Untuk Mencapai Keselamatan
Pasien)

Standar :

 RSUD Wakai merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi


keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.
 Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

Kriteria :

1. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen


untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan
keselamatan pasien.
2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada.
BAB III

SASARAN KESELAMATAN PASIEN NASIONAL (SKPN)

Tujuan dari Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) adalah untuk menggiatkan perbaikan-
perbaikan tertentu dalam hal keselamatan pasien. Dasar SK adalah bahwa untuk menyediakan
perawatan kesehatan yang aman dan berkualitas tinggi diperlukan desain sistem yang baik.

III.1. Sasaran I (Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar)

Tujuan :

1. Dengan cara yang dapat dipercaya/reliable mengidentifikasi pasien sebagai individu


yang dimaksudkan untuk mendapatkan pelayanan atau pengobatan
2. Untuk mencocokkan pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.

Kegiatan yang dilakukan :

1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan


nomor kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis.
4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.
5. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada
semua situasi dan lokasi.

III.2. Sasaran II (Meningkatkan Komunikasi Efektif)

Komunikasi yang efektif, tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan yang dapat dipahami oleh
resipien/penerima, akan mengurangi kesalahan dan menghasilkan peningkatan keselamatan
pasien. Komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai media, baik secara elektronik, lisan
ataupun tertulis.
Komunikasi yang paling mudah mengalami kesalahan adalah :

 Perintah yang diberikan secara lisan dan yang diberikan melalui telepon.
 Pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis.

Kegiatan yang dilakukan :

1. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan secara
lengkap oleh penerima perintah.
2. Perintah lisan dan melalui telepon atau hasik pemeriksaan secara lengkap dibacakan
kembali oleh penerima perintah.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi perintah.
4. Kebijakan dan prosedur mendukung praktek yang konsisten dalam melakukan
verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan melaui telepon.

III.3. Sasaran III (Meningkatkan Keamanan Obat-Obatan yang Harus Diwaspadai)

Obat-obat yang perlu diwaspadai (high alert medications) adalah obat yang presentasinya
tinggi dalam menyebabkan terjadinya kesalahan/error dan atau kejadian sentinel, obat yang
beresiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome), demikian
pula obat-obatan yang tampak mirip NORUM (nama obat, rupa dan ucapan mirip) atau
LASA (Look Alike Sound Alike).

Kegiatan yang dilakukan :

1. Pembuatan kebijakan dan/atau prosedur yang memuat proses identifikasi, lokasi,


pemberian label, dan penyimpanan obat yang perlu diwaspadai.
2. Melakukan implementasi dari kebijakan dan/atau prosedur yang telah ditetapkan.
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan
secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja di
area tersebut.
4. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien harus diberi label yang
jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted area).
III.4. Sasaran IV (Memastikan Lokasi Pembedahan yang Benar, Prosedur yang Benar,
Pembedahan Pada Pasien yang Benar)

Salah lokasi, salah prosedur, salah pasien operasi, adalah kejadian yang fatal dan mungkin
terjadi di semua fasilitas pelayanan kesehatan. Kesalahan dapat terjadi akibat komunikasi
yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan
pasien di dalam lokasi penandaan (site marking) dan tidak ada prosedur untuk melakukan
verifikasi lokasi operasi. Selain itu kesalahan dapat juga terjadi akibat assesmen pasien yang
tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis yang tidak adekuat, budaya yang tidak
mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan
dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting) dan pemakaian singkatan merupakan
faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi.

Kebijakan yang dibuat harus berdasarkan praktik berbasis bukti, seperti yang diuraikan dalam
Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commision’s
Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi harus melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang dapat
segera dikenali. Maksud dan tujuan dari verifikasi praoperatif tersebut adalah :

 Melakukan verifikasi lokasi, prosedur dan pasien yang benar.


 Memastikan bahwa semua dokumen, foto (images) dan hasil pemeriksaan yang
relevan tersedia, diberi label dengan baik dan dipampang.
 Melakukan verifikasi keberadaan peralatan khusus dan/atau implan-implan yang
dibutuhkan.

Kegiatan yang dilaksanakan :

1. Menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk melakukan verifikasi saat pre-
operasi tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien serta semua dokumen dan
peralatan yang diperlukan tersedia, tepat dan fungsional.
2. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat semua prosedur sebelum insisi /
timeout tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan.
3. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung keseragaman proses untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien, termasuk prosedur medis
dan tindakan pengobatan gigi/dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.
III.5. Sasaran V (Mengurangi Resiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan)

Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan dalam pemberian layanan


kesehatan di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan. Infeksi pada umumnya dijumpai dalam
berbagai kasus diantaranya infeksi saluran kemih terkait pemakaian kateter, infeksi aliran
darah (blood stream infections) dan pneumonia yang sering kali berhubungan dengan
penggunaan ventilasi mekanis.

Kegiatan yang dilakukan :

1. RSUD Wakai mengadopsi pedoman hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah
diterima secara global dari WHO Patient Safety.
2. RSUD Wakai menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3. Kebijakan dan/atau prosedur yang telah dibuat dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan secara berkelanjutan resiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

III.6. Sasaran VI (Mengurangi Resiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh)

Vous aimerez peut-être aussi