Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Demam tifoid sendiri akan sangat berbahaya jika tidak segara ditangani
secara baik dan benar, bahkan menyebabkan kematian. Menurut data WHO
(World Health Organisation) memperkirakan angka insidensi di seluruh dunia
sekitar 17 juta jiwa per tahun, angka kematian akibat demam tifoid mencapai
600.000 dan 70% nya terjadi di Asia. Di India, demam tifoid diperkirakan
menyebabkan 21,6 juta penyakit dan 216.500 kematian secara global, dan
demam paratifoid sedang diperkirakan terjadi sekitar 5,4 juta penyakit pada
tahun 2000 (Dutta et al, 2014). Di Malaysia, kejadian tahunan demam tifoid
mencapai 10,2-17,9 kasus per 100.000 penduduk yang terjadi antara tahun
1978 sampai 1990 (Ja’afar et al, 2011).
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang asuhan keperawatan pada pasien
demam thypoid di Ruang Anak Rumah Sakit Dr.Soepraoen Malang.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mendapatkan gambaran tentang pengkajian keperawatan pada
pasien Demam Thypoid dengan masalah hipertermi di Ruang Anak
Rumah Sakit RSUD Dr. R. Soedarsono Kota Pasuruan
b. Untuk mendapatkan gambaran tentang diagnosis keperawatan pada
pasien Demam Thypoid dengan masalah hipertermi di Ruang Anak
Rumah Sakit RSUD Dr. R. Soedarsono Kota Pasuruan
c. Untuk mendapatkan gambaran tentang peencanaan keperawatan pada
pasien Demam Thypoid dengan masalah hipertermi di Ruang Anak
Rumah Sakit RSUD Dr. R. Soedarsono Kota Pasuruan
d. Untuk mendapatkan gambaran tentang implementasi keperawatan pada
pasien Demam Thypoid dengan masalah hipertermi di Ruang Anak
Rumah Sakit RSUD Dr. R. Soedarsono Kota Pasuruan
e. Melakukan evaluasi pada pasien Demam Thypoid dengan masalah
hipertermi di Ruang Anak Rumah Sakit RSUD Dr. R. Soedarsono Kota
Pasuruan
f. Melakukan dokumentasi keperawatan pada pasien Demam Thypoid
dengan masalah hipertermi di Ruang Anak Rumah Sakit RSUD Dr. R.
Soedarsono Kota Pasuruan
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
a. Sebagai penambah informasi bagaimana asuhan keperawatan pada pasien
demam thypoid dengan masalah hipertermi di Ruang Anak Rumah Sakit
RSUD Dr. R. Soedarsono Kota Pasuruan
2.1.2 Etiologi
Penyebab utama dari penyakit demam thipoid adalah salmonella
enterica yang dapat hidup di lingkungan yang kering tetapi peka terhadap
klorinisasi dan plepasteurisasi. Salmonella paratypi adalah kuman
penyebab penyakit demam paratifoid. Sedangkan yang dinamakan
salmonella schotmulleri dahulu disebabkan sebagai penyebab demam
paratifoid C (Ranuh 2013, h. 181).
Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 %
dan salmonella parathypi (S. Parathypi Adan B serta C). Bakteri ini
berbentuk batang, gram negatif, mempunyai flagela, dapat hidup dalam
air, sampah dan debu. Namun bakteri ini dapat mati dengan pemanasan
suhu 600 selama 15-20 menit. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, pasien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1.Gejala pada anak : inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari
4.Ruam muncul pada hari ke 7-10 hari dan bertahan selama 2-3 hari
8.Batuk
9.Epiktaksis
14.Dapat timbul gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai
penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermia
4. Kultur
Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
2.1.6 Penatalaksanaan
2.2 Hipertermi
2.2.1 Pengertian
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan
dengan ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun
mengurangi produksi panas. Hipertermi terjadi karena adanya
ketidakmampuan mekanisme kehilangan panas untuk mengimbangi
produksi panas yang berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh.
Hipertermi tidak berbahaya jika dibawah 39C. Selain adanya tanda klinis,
penentuan hipertermi juga didasarkan pada pembacaan suhu pada waktu
yang berbeda dalam satu hari dan dibandingkan dengan nilai normal
individu tersebut (Potter & Perry,2010).
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
(NANDA International 2009- 2011).
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
hipertermia adalah keadaan dimana suhu tubuh meningkat diatas rentang
normal dan tubuh tidak mampu untuk menghilangkan panas atau
mengurangi produksi panas. Rentang normal suhu tubuh anak berkisar
antara 36,5 – 37,5 °C.
2.2.3 Etiologi
Menurut Sari Pediatri (2008) tiga penyebab terbanyak demam pada
anak yaitu penyakit infeksi (60%-70%), penyakit kolagen-vaskular, dan
keganasan. Walaupun infeksi virus sangat jarang menjadi penyebab
demam berkepanjangan, tetapi 20% penyebab adalah infeksi virus.
Sebagian besar penyebab demam pada anak terjadi akibat perubahan titik
pengaturan hipotalamus yang disebabkan adanya pirogen seperti bakteri
atau virus yang dapat meningkatkan suhu tubuh. Terkadang demam juga
disebabkan oleh adanya bentuk hipersensitivitas terhadap obat (Potter &
Perry, 2010).
1. Konvulsi
Suatu kondisi medis saat otot tubuh mengalami fluktuasi kontraksi dan
peregangan dengan sangat cepat sehingga menyebabkan gerakan yang
tidak terkendali seperti kejang.
2. Kulit
kemerah-merahan Tanda pada hipertermia seperti kulit kemerah-merahan
disebabkan karena adanya vasodilatasi pembuluh darah.
3. Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
Hal ini berhubungan dengan adanya produksi panas yang berlebih,
kehilangan panas berlebihan, produksi panas minimal, kehilangan panas
minimal, atau kombinasi antara keduanya.
4. Kejang
Kejang terjadi karena adanya peningkatan temperatur yang tinggi
sehingga otot tubuh mengalami fluktuasi kontraksi dan peregangan
dengan sangat cepat sehingga menyebabkan gerakan yang tidak
terkendali seperti kejang.
5. Takikardia
Takikardia merupakan tanda-tanda dini dari gangguan atau ancaman
syok, pernapasan yang memburuk, atau nyeri (Wong, 2008).
6. Takipnea
Takipnea merupakan tanda-tanda dini dari gangguan atau ancaman syok,
pernapasan yang memburuk, atau nyeri.
7. Kulit terasa hangat
Fase dingin pada hipertermia akan hilang jika titik pengaturan
hipotalamus baru telah tercapai. Dan selama fase plateau, dingin akan
hilang dan anak akan merasa hangat. Hal ini juga terjadi karena adanya
vasodilatasi pembuluh darah sehingga kulit menjadi hangat.
Fase – fase terjadinya hipertermi :
Fase I : awal
1. Peningkatan denyut jantung .
2. Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan .
3. Menggigil akibat tegangan dan kontraksi obat .
4. Kulit pucat dan dingin karena vasokonstriksi .
5. Merasakan sensasi dingin .
6. Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokonstriksi .
7. Rambut kulit berdiri .
8. Pengeluaran keringat berlebih .
9. Peningkatan suhu tubuh .
Fase II : proses demam
1. Proses menggigil lenyap .
2. Kulit terasa hangat / panas .
3. Merasa tidak panas / dingin .
4. Peningkatan nadi & laju pernapasan .
5. Peningkatan rasa haus .
6. Dehidrasi ringan sampai berat .
7. Mengantuk , delirium / kejang akibat iritasi sel saraf .
8. Lesi mulut herpetik .
9. Kehilangan nafsu makan .
10. Kelemahan , keletihan dan nyeri ringan pada otot akibat
katabolisme protein
Fase III : pemulihan
1. Kulit tampak merah dan hangat .
2. Berkeringat .
3. Menggigil ringan .
4. Kemungkinan mengalami dehidrasi .
Menurut Asmadi (2008) sistem pengatur suhu tubuh terdiri atas tiga
bagian yaitu reseptor yang terdapat pada kulit dan bagian tubuh lainnya,
integrator didalam hipotalamus, dan efektor sistem yang mengatur
produksi panas dengan kehilangan panas.Reseptor sensori yang paling
banyak terdapat pada kulit. Kulit mempunyai lebih banyak reseptor untuk
dingin dan hangat dibanding reseptor yang terdapat pada organ tubuh lain
seperti lidah, saluran pernafasan, maupun organ visera lainnya. Bila kulit
menjadi dingin melebihi suhu tubuh, maka ada 14 tiga proses yang
dilakukan untuk meningkatkan suhu tubuh. Ketiga proses tersebut yaitu
menggigil untuk meningkatkan produksi panas, berkeringat untuk
menghalangi kehilangan panas, dan vasokontriksi untuk menurunkan
kehilangan panas.
Hipotalamus integrator sebagai pusat pengaturan suhu inti berada di
preoptik area hipotalamus.Bila sensitif reseptor panas di hipotalamus
dirangsang, efektor sistem mengirim sinyal yang memprakarsai
pengeluaran keringat dan vasodilatasi perifer. Hal tersebut dimaksudkan
untuk menurunkan suhu, seperti menurunkan produksi panas dan
meningkatkan kehilangan panas. Sinyal dari sensitif reseptor dingin di
hipotalamus memprakarsai efektor untuk vasokontriksi, menggigil, serta
melepaskan epineprin yang meningkatkan metabolisme sel dan produksi
panas. Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan produksi panas
dan menurunkan kehilangan panas.
Efektor sistem yang lain adalah sistem saraf somatis. Bila sistem ini
dirangsang, maka seseorang secara sadar membuat penilaian yang cocok,
misalnya menambah baju sebagai respons terhadap dingin, atau
mendekati kipas angin bila kepanasan (Asmadi,2008).
2.2.8 Penatalaksanaan
Perawat sangat berperan penting untuk mengatasi hipertermia.
Tindakan mengatasi atau menurunkan suhu ini mencakup intervensi
farmakologi dan nonfarmakologi. Untuk terapi farmakologi obat
antipiretik yang digunakan untuk mengatasi demam antara lain
asetaminofen, aspirin, dan obat-obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID).
Asetaminofen merupakan obat pilihan, aspirin tidak diberikan pada anak-
anak karena terdapat hubungan antara penggunaan aspirin pada anak-
anak dengan virus influenza atau cacar air dan sindroma Reye.
Penggunaan ibuprofen disetujui untuk menurunkan demam pada anak
yang 16 berusia minimal 6 bulan.Dosis dihitung berdasarkan suhu awal,
5 mg/kg BB untuk suhu kurang dari 39,1⁰C atau 10 mg/kg BB untuk
suhu lebih dari39⁰C.Durasi penurunan demam umumnya 6 – 8 jam.
Dosis dapat diberikan setiap 4 jam tetapi tidak lebih dari 5 kali dalam 24
jam. Suhu tubuh secara normal menurun pada malam hari, 3 – 4 dosis
dalam 24 jam biasanya cukup untuk mengendalikan demam. Suhu diukur
kembali 30 menit setelah antipiretik diberikan untuk mengkaji efeknya
(Wong, 2008).
Strategi nonfarmakologis terdiri dari mempertahankan intake
cairan yang adekuat untuk mencegah dehidrasi.Intake cairan pada anak
yang mengalami demam ditingkatkan sedikitnya 30 – 50 ml cairan per
jam (misalnya air putih, jus buah, dan cairan tanpa kafein lainnya).
Intervensi lainnya adalah memakai pakaian yang berwarna cerah,
melepas jaket atau tidak menggunakan baju yang tebal, dan mengatur
suhu ruangan yang sesuai (25,6⁰C). Dalam mengatasi hipertermia juga
bisa dengan melakukan kompres (Setiawati,2009).
2.3.1 Pengertian
Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan
praktik keperawatan langsung pada klien di berbagai tatanan pelayanan
kesehatan yang pelaksanaannya berdasarkan kaidah profesi
keperawatan dan merupakan inti praktik keperawatan (Ali, 2009).
2.2.2 Pengkajian Keperawatan
Menurut Nursalam, Susilaningrum & Utami (2008) adalah sebagai
berikut:
a. Identitas klien
b. Keluhan utama
Perasan tidak enak badan , lesu, nyeri kepala, pusing, dan kurang
bersemangat serta nafsu makan berkurang (terutama selama masa
inkubas
c. Suhu tubuh
pada kasus yang khas, demam berlangsung selama 3minggu,
bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali. Sselama minggu
pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik ntiap harinya, biasanya
menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari. Pada
minggu kedua,pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu
ketiga,suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir
minggu ketiga.
d. Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun berapa dalam,yaitu
apatis sampai samnolen. Jarang terjadi sopor, koma, atau gelisah (kecuali
bila penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).
Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainya. Pada
penanggung dan anggota gerak terdapat reseole, yaitu bintik-bintik
kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang ditemukan
dalam minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan pula
bradikardi dan epitaksis pada anak besar.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Mulut
Terdapat nafas yang berbautidak sedap serta bibir kering dan pecah-
pecah, lidah tertutup selaput putih, sementara ujung dan tepinya berwarna
kemerahan,dan jarang di sertai tremor.
2) Abdomen
Dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismuas), bisa terjadi
konstipasi atau mungkin diare atau normal
3) Hati dan limfe
Membesar disertai nyeri pada perabaan
f. Pemeriksaan laboratorium
1) pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leokopenia,
limfositosis, relatif pada permukaan sakit
2) darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal
3) biakan empedu hasil salmonella typhi dapat ditemukan dalam darah
pasien pada minggu pertama sakit, selanjutnya lebih sering ditemukan
dalam feces dan urine
4) pemeriksaan widal
Untukmembuat diagnisis, pemeriksaan yang diperlukan ialah titer zat anti
terhadap antigen 0, titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukan
kenaikan yang progresif.
2.2.3 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa yang biasanya muncul pada demam tifoid menurut
(Nursalam, Susilaningrum & Utami) 2008, hal. 154-155) adalah sebagai
berikut
a. hipertermi berhubungn dengan proses inflamasi salmonella typhi.
1) Batasan Karakteristik: Konvulsi, kulit kemerahan, peningkatan suhu
tubuh diatas kisaran normal, kejang, takikardi, kulit teraba hangat.
3) Tujuan : suhu tubuh kembali normal.
4) Kriteria Hasil :
a) pasien mempertahankan suhu tubuh normal yaitu 36ºC - 37ºC dan
bebas dari demam.
b) Nadi dan RR dalam rentan normal
c) Tidak perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Intervensi:
1) pantau suhu tubuh pasien tiap 3 jam sekali
Rasional: suhu tubuh 38ºC-40ºC menunjukan proses penyakit infeksi
akut .
2) beri kompres hangat
rasional: kompres dengan air hangat akan menurunkan demam
3) anjurkan kepada ibu klien agar klien memakai pakaian tipis dan
menyerap keringat
Rasional : memberi rasa nyaman, pakaian tipis membantu mengurangi
penguapan tubuh
4) Beri banyak minum
Rasional: membantu memelihara kebutuhan cairan dan menurunkan
dehidrasi
5) Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik dan antibiotik
Rasional : antipiretik untuk mengurangi demam, antibiotik untuk
membunuh kuman infeksi.
Intervensi :
1) Monitor tanda-tanda vital
Rasional : mengetahui suhu, nadi dan pernafasan
2) Kaji pemasukan dan pengeluaran cairan
Rasional: mengontrol keseimbangan cairan
3) Kaji status dehidrasi
Rasional : mengetahui drajat status dehidrasi
4) Beri banyak minum
Rasional:membantu memelihara kebutuhab cairan dan menurunkan
resiko dehidrasi.
5) Timbang popok / pembalut jika diperlukan
Rasional : membantu mengetahui berat urine didalam popok.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan malabsorbsi nutrien.
1.) Batas karakteristik: Kram abdomen, nyeri abdomen, menghindari
makanan, berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal, kurang
makanan, kurang minat pada makanan, penurunan berat badan dengan
asupan makanan adekuat, Membran mukosa pucat, ketidakmampuan
memakan makan
2.) Tujuan : tidak terjadi gangguan nutrisi
3.) Kriteria hasil:
a) Nafsu makan maningkat
b) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
c) berat badan klien meningkat
d) tidak ada tanda-tanda malnutrisi
e) tidak terjadi penurunan berat badan
Intervensi :
1) Kaji status anak
Rasional : mengetahui langkah pemenuhan nutrisi
2) Anjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik
porsi kecil tapi sering
Rasional : meningkatkan jumlah masukan dan mengurangi mual dan
muntah
3) Pertahankan kebersihan tubuh anak
Rasional : menghilangkan rasa tidak enak pada mulut atau lidah dan
dapat nafsu makan
4) Beri makan lunak
Rasional : mencukupi kebutuhan nutrisi tanpa memberi beban yang
tinggi pada usus.
5) Jelaskan pada keluarga pentingnya intake nutrisi yang adekuat
Rasional : memberikan motivasi pada keluarga untuk memberikan
makanan sesuai kebutuhan.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
1.) Batasan karakteristik: Respon tekanan darah abnormal terhadap
aktivitas, respon frekwensi jantung abnormal terhadap aktivitas,
ketidaknyamanan beraktivitas, menyatakan merasakan letih, menyatakan
merasa lemah
2.) Tujuan : dapat beraktivitas secara mandiri
3.) Kriteria hasil :
a) Berparsipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi, dan RR
b) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLS) secara mandiri
c) Tanda-tanda vital normal
d) Level kelemahan
e) Nampu berpindah: denganatau tanpa bantuan alat
f) Status respirasi: pertukaran gas dan ventilasi adekuat
Intervensi :
a) Kaji toleransi terhadap aktivitas
Rasional: menunjukan respon fisiologis pasien terhadap aktivitas
b) Kaji kesiapan meningkatkan aktivitas
Rasional : stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan
tingkat aktivitas individual
c) Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan menggunakan kursi
mandi, menyikat gigi atau rambut
Rasional : teknik penggunaan energi menurunkan penggunaan energi
d) Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memiliki periode aktivitas
Rasional : seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan
aktivitas dan mencegah kelemahan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.3 Partisipasi
a. Tahap awal
1. Peneliti mengurus surat pengantar di Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Malang prodi D-III Keperawatan Lawang
2. Peneliti menyerahkan surat kepada Direktur Rumah Sakit RSUD Dr. R.
Soedarsono Kota Pasuruan
3. Setelah mendapat izin, peneliti melakukan studi pendahuluan di Rumah
Sakit RSUD Dr. R. Soedarsono Kota Pasuruan pada tanggal 15 Januari
2019
b. Tahap pelaksanaan
1. Menentukan subjek penelitian sesuai kriteria inklusi yang ditetapkan
melalui dokumen subjek dan wawancara terstruktur dengan klien.
2. Setelah mendapatkan subjek sesuai kriteria inklusi, peneliti memberikan
penjelasan kepada subjek peneliti