Vous êtes sur la page 1sur 15

REFERAT

ILMU PENYAKIT DALAM

CHRONIC KIDNEY DISEASE

(CKD)

Pembimbing :

Dr. Doddy Widjanarko, Sp.PD

Penyusun :

Arika Kamalia (2017.04.200.200)

Rona Indira Sari (2016.05.201.54)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH

RSUD. DR. M. SOEWANDHIE

2018

1
DAFTAR ISI

BAB I ......................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ....................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 3
BAB II ........................................................................................................ 4
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 4
2.1 Definisi ................................................................................................................... 4
2.2 Epidemiologi ......................................................................................................... 5
2.3 Etiologi ................................................................................................................... 6
2.4 Patofisiologi .......................................................................................................... 7
2.5 Kriteria Diagnosa ................................................................................................. 8
2.6 Penatalaksanaan (IPD, 2014) ............................................................................ 9
2.7 Komplikasi........................................................................................................... 13
(Robert. 2008)............................................................................................................ 13
2.8 Prevensi ............................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 15

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
(IPD, 2014)

Ginjal berfungsi sebagai penyaring darah yang menyaring produk limbah dan
mempertahankan kandungan darah berharga lainnya seperti protein. Jika penyaring ini
rusak, awalnya bisa menjadi "bocor," dan zat seperti protein dapat merembes dari darah
ke urin. Pada tahap selanjutnya, penyaring ini perlahan-lahan ditutup dan kehilangan
kemampuannya untuk menyaring. Ketika gangguan ginjal berlangsung selama lebih dari
3 bulan disebut sebagai penyakit ginjal kronis. Proses ini akhirnya menghasilkan
penurunan produksi urin dan gagal ginjal, dengan penumpukan produk limbah di dalam
darah dan jaringan tubuh. Salah satu penyebab tersering untuk gagal ginjal di Amerika
Serikat adalah diabetes.(Aria A, 2016)

CKD dikaitkan dengan adanya komplikasi yang serius, termasuk peningkatan


insiden penyakit kardiovaskular, hiperlipidemia, anemia dan penyakit tulang metabolik.
(Robert dkk, 2009)

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Definisi CKD menurut NKF-K/DOQI adalah
1. Kerusakan ginjal selama ≥ 3 bulan
Yang dimaksud terdapat kerusakan ginjal adalah bila dijumpai kelainan
struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan GFR, dengan salah satu
manifestasi:
- Kelainan patologi
- Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan komposisi darah atau
urine, atau kelainan radiologi.
2. GFR ≤ 60 ml/men/1,73m2 ≥ 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
GFR ≤ 60 ml/men/1,73m2 ≥ 3 bulan diklasifikasikan sebagai CKD tanpa
memperhatikan ada atau tidak adanya kerusakan ginjal oleh karena pada tingkat
GFR tersebut atau lebih rendah, ginjal telah kehilangan fungsinya ≥ 50% dan
sudah terdapat komplikasi. Disisi lain adanya kerusakan ginjal tanpa
memperhatikan tingkat GFR juga diklasifikasikan sebagai CKD. Pada sebagian
besar kasus, biopsi ginjal jarang dilakukan, sehingga kerusakan ginjal didasarkan
pada adanya beberapa petanda seperti proteinuria, kelainan sedimen (hematuria,
pyuria dengan cast), kelainan darah yang patognomonik untuk kelainan ginjal
seperti sindroma tubuler (misalnya asidosis tubuler ganjal, diabetes insipidus
nefrogenik), serta adanya gambaran radiologi yang abnormal, misalnya
hidronefrosis. Ada kemungkinan GFR tetap normal atau meningkat, tetapi sudah
terdapat kerusakan ginjal sehingga mempunyai resiko tinggi untuk mengalami 2
keadaan utama akibat CKD, yaitu hilangnya fungsi ginjal dan terjadinya penyakit
kardiovakular. (IPD, 2014)

Tabel 1. Stadium penyakit ginjal kronik

4
Dalam klasifikasi tersebut, pengertian GGT menjadi CKD stadium 5 dengan
GFR dibawah 15 ml/men/1,73 m2 atau sudah menjalani dialisis.
2.2 Epidemiologi
Insiden:
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insiden penyakit
ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini
meningkat sekitar 8 % tiap tahunnya.2 26 juta penduduk dewasa Amerika
menderita CKD dan jutaan lainya memiliki resiko tinggi untuk terjadi CKD.7 Di
Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru
gagal ginjal pertahunnya. Dinegara-negara berkembang lainnya, insiden ini
diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun. (IPD, 2014)
Prevalensi:
Berdasarkan stadium penyakit ginjal kronik, prevalensinya adalah sebagai
berikut:
• stage 1, 3.1%;
• stage 2, 4.1%;
• stage 3, 7.6%;
• stage 4; and 5, 0.5%.
Ada lebih dari 500.000 orang telah menjalani dialisis atau yang telah
menerima transplantasi ginjal. Prevalensi penyakit ginjal kronis meningkat
sebesar 16% dari dekade sebelumnya. Meningkatnya insiden diabetes melitus,
hipertensi, obesitas, dan populasi yang menua telah memberikan kontribusi
untuk peningkatan penyakit ginjal. Penyakit ginjal kronis yang lebih menonjol
terjadi antara individu-individu di atas 60 tahun (39,4%). (Melody H, 2010)

5
2.3 Etiologi
Penyebab CKD diberbagai Negara hampir sama, akan tetapi akan berbeda dalam
perbandingan persentasenya. (Pranawa, M. 2007) CKD pada umumnya dapat
disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:
Tabel 2 Penyebab umum CKD

- Diabetik nefropati
- Hipertensif nefrosklerosisa
- Glomerulonefritis
- Renovakular disesase (iskemik nefropati)
- Penyakit polikistik ginjal
- Refluk nefropati dan penyakit ginjal kongenital lainnya
- Intersisial nefritis, termasuk nefropati analgesic
- Nefropati uang berhubungan dengan HIV
- Transplant allograft failure (“chronic rejection”)
: Harrison’s Manual of Medicine 17th Edition, International Edition
Klasifikasi dari jenis penyakit ginjal didasarkan pada patologi dan etiologinya.
Penyakit ginjal diabetik sebenarnya merupakan penyakit glomerular, tetapi berdasarkan
NKF K/DOQI diklasifikasikan secara tersendiri oleh karena diabetes mellitus (DM)
merupakan penyebab terbanyak GGT di Amerika Srikat. Sejumlah penyakit, termasuk
penyakit glomerular lainnya, vascular, tubulointerstisiel serta penyakit kistik
dikelompokkan dalam penyakit ginjal non diabetik. Kelompok lainnya adalah penyakit
ginjal transplantasi, dimana progresi penyakit dipengaruhi oleh faktor imunologi maupun
non imunologi.

6
Table 3 Klasifikasi CKD atas dasar Diagnosis Etiologis (IPD, 2014)
Penyakit Tipe mayor (contoh)

Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal - Penyakit glomerular (penyakit otoimun, infeksi


non diabetes sistemik, obat, neoplasia),
- Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah
besar, hipertensi, mikroangiopati),
- Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik,
batu, obstruksi, keracunan obat),
- Penyakt kistik (ginjal polikstik)
Penyakit - Rejeksi kronik,
pada transplantasi - Keracunan obat (siklosporin/takrolimus),
- Penyakit recurrent (glomerular),
- Transplant glomerulopathy

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses
yang terjadi kurang lebih sama. Ginjal mempunyai kemampuan untuk
beradaptasi, pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural
dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya
kompensasi, yang di perantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan
growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, kemudian terjadi proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.
Adanya peningkatan aktivitas aksis reninangiotensin-aldosteron intrarenal,
ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan
progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-
aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming
growth factor β (TGF-β) Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap
terjadinya progresifitas Penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,

7
hiperglikemi, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya
sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulo intersitial.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, gejala klinis yang serius
belum muncul, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada
keadaan dimana basal LGF masih normal atau malah meningkat. Kemudian
secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif,
yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai
pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan, tapi sudah
terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar
30%, mulai terjadi keluhan pada penderita antara lain penderita merasakan
letih dan tidak bertenaga, susah berkonsentrasi, nafsu makan menurun dan
penurunan berat badan, susah tidur, kram otot pada malam hari, bengkak pada
kaki dan pergelangan kaki pada malam hari, kulit gatal dan kering, sering
kencing terutama pada malam hari. Pada LFG di bawah 30% pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia,
peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium,
pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Selain itu pasien juga mudah
terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran cerna, maupun
infeksi saluran nafas. Sampai pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan
komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti
ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal.
Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal. (IPD,
2014)

2.5 Kriteria Diagnosa


 Gambaran Klinis
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus eritomatous
sistemik (LES), dan lain sebagainya
b. sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,
payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium,
kalium, khlorida).
 Gambaran Laboratoris
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai penyakit yang mendasarinya

8
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan
untuk memperkirakan keruusakan fungsi ginjal
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper
atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik
d. Kelainan urinalisis meliputi, proteinuria, hematuri, leukosituria, cast,
isostenuria.
 Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis Penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, dan dikhawatirkan toksik terhadap ginjal yang
sudah mengalami kerusakan.
c. Pieografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi d. Ultrasonografi ginjal
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi
 Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan
ukuran ginjal yang masih mendekati normal. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui etiologi, menerapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil
terapi yang diberikan. Pada keadaan ukuran ginjal yang mengecil (contracted
kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik,
gangguan pembekuan darah, gagal napas, dan obesitas tidak boleh dilakukan
pemeriksaan biopsi.(IPD, 2104)

2.6 Penatalaksanaan (IPD, 2014)


Prinsip penatalaksanaan CKD meliputi:
 Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
 Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
 Memperlambat perburukan (progression) fungsi ginjal
 Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
 Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
 Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

9
Tabel 4 Rencana Tatalaksana CKD Sesuai dengan Derajatnya (IPD, 2014)
erajat GFR (ml/men/1,73m2) Rencana Tatalaksana

1 ≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,


evaluasi perburukan fungsi ginjal,
memperkecil resiko kardiovaskular

2 60-89 Menghambat perburukan fungsi ginjal

3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi

4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal

5 < 15 Terapi pengganti ginjal

1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya


Waktu yang tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG. Bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi
terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG untuk
mngetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien.
3. Memperlambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi
glomerulus. Cara untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus adalah :
o Pembatasan asupan protein
Karena kelebihan protein tidak dapat disimpan didalam tubuh tetapi di pecah
menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama dieksresikan melalui
ginjal selain itu makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen, posfat,
sulfat, dan ion anorganik lainnya juga dieksresikan melalui ginjal. Oleh karena
itu, pemberian diet tinggi protein pada penderita gagal ginjal kronik akan

10
mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lainnya dan
mengakibatkan sindrom uremia. Pembatasan asupan protein juga berkaitan
dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal
dari sumber yang sama dan untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.
Berikut ini batasan protein yang dapat diberikan sesuai dengan tingkat GFR
pasien : (IPD, 2014)
Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik
LGF ml/menit Asupan protein Fosfat g/kg/hari
g/kg/hari
>60 Tidak dianjurkan Tidak dibatasi
25-60 0,6 – 0,8/kg/hari < 10 g
5-25 0,6 – 0,8/kg/hari < 10 g
< 60 (sind. Nefrotik) 0,8/kg/hari <9g

o Terapi farmakologi
Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat antihipertensi
(ACE inhibitor) disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko
kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat perburukan
kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerular dan hipertrofi
glomerulus
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Dengan cara pengendalian DM, pengendalian hipertensi, pengedalian
dislipidemia, pengedalian anemia, pengedalian hiperfosfatemia dan terapi
terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit.
5. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi
o Anemia
Evaluasi terhadap anemia dimulai saaat kadar hemoglobin < 10 g% atau
hematokrit < 30% meliputi evaluasi terhadap status besi ( kadar besi
serum/serum iron, kapasitas ikat besi total/ total iron binding capacity, feritin
serum), mencari sumber perdarahan morfologi eritrosit, kemungkinan adanya
hemolisis,dll. Pemberian eritropoitin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan.
Sasaran hemoglobin adalah 11 – 12 g/dl.

11
o Osteodistrofi renal
Penatalaksaan osteodistrofi renal dapat dilakukan melalui :
i. Mengatasi hiperfosfatemia
 Pembatasan asupan fosfat 600 – 800 mg/hari
 Pemberian pengikat fosfat, seperti garam, kalsium, alluminium
hidroksida, garam magnesium. Diberikan secara oral untuk
menghambat absorpsi fosfat yang berasal dari makanan. Garam
kalsium yang banyak dipakai adalah kalsium karbonat (CaCO3) dan
calcium acetate
 Pemberian bahan kalsium mimetik, yang dapat menghambat
reseptor Ca pada kelenjar paratiroid, dengan nama sevelamer
hidrokhlorida.
ii. Pemberian kalsitriol
Pemakaian dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah normal dan
kadar hormon paratiroid (PTH) > 2,5 kali normal karena dapat
meningkatkan absorpsi fosfat dan kalium di saluran cerna sehingga
mengakibatkan penumpukan garam calcium carbonate di jaringan yang
disebut kalsifikasi metastatik, disamping itu juga dapat mengakibatkan
penekanan yang berlebihan terhadap kelenjar paratiroid.
iii. Pembatasan cairan dan elektrolit
Pembatasan asupan cairan untuk mencegah terjadinya edema dan
kompikasi kardiovaskular sangat perlu dilakukan. Maka air yang masuk
dianjurkan 500 – 800 ml ditambah jumlah urin. Elektrolit yang harus diawasi
asupannya adalah kalium dan natrium. Pembatasan kalium dilakukan
karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh
karena itu, pemberian obat – obat yang mengandung kalium dan makanan
yang tinggi kalium (seperti buah dan sayuran) harus dibatasi. Kadar kalium
darah dianjurkan 3,5 – 5,5 mEq/lt. Pembatasan natrium dimaksudkan untuk
mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium yang
diberikan, disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan derajat edema
yang terjadi.

12
6. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal
Dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG < 15 ml/mnt.
Berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal. (IPD, 2014)

2.7 Komplikasi
(Robert. 2008)

13
2.8 Prevensi
Untuk pasien dengan diabetes, disarankan untuk mengontrol kadar gula darah.
Mengukur hemoglobin A1c untuk melacak kadar gula darah rata-rata selama 3 bulan
dan disarankan 4 kali setahun.
Untuk pasien dengan tekanan darah tinggi, disarankan nilai tekanan darah di
bawah 120/80 mm Hg. Obat tekanan darah tinggi diberikan terutama yang
melindungi ginjal dan mengurangi kehilangan protein dalam urin.
Berhenti merokok sangat penting dan terbukti bermanfaat. lakukan Diet sehat
yang kaya sayuran dan buah-buahan dan rendah lemak jenuh atau hewani.
Penggunaan minyak zaitun atau minyak canola sebagai pengganti mentega, lemak
babi, serta memilih daging atau ikan tanpa lemak.
Selain itu, diet rendah garam, rendah fosfat menggunakan bumbu bebas
garam dan membatasi makanan seperti camilan asin atau makanan olahan atau
kalengan. Latihan fisik secara teratur 5 hari dalam seminggu selama setidaknya 30
menit dengan menjaga berat badan yang sehat adalah langkah-langkah lain untuk
menumbuhkan kesehatan ginjal. (Aria A, 2016)

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Aria A. Razmaria, MD, Msc. 2016. Chronic Kidney Disease Volume


315. JAMA: National Kidney Disease Education Program, American
Kidney Fund, National Kidney Foundation.
Www.Cdc.Gov/Diabetes/Programs/Initiatives/Kidney.Html

2. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Et All. Harrison’s


Manual Of Medicine 17th Edition, International Edition. The Mcgraw Hill
Companies. New York. 2009. P.794-798

3. Melody H.2010. Chronic Kidney Disease (Serial Online) Last


Update Mar/21/2010. [Cited Jun/30/2010,16.30]. Available From: URL:
Http://Www.Emedicinehealth.Com

4. Pranawa, M.Yagiantoro, Chandra I. Djoko S. Nunuk M. M.Thatha,


Dkk. Penyakit Ginjal Kronis, Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK
UNAIR RSU Dr. Soetomo Surabaya. Airlangga University Press, Surabaya.
2007. Hal 221-229

5. Setiati, Siti. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Ke 6.


Jakarta: Interna Publishing.

6. Thomas,Et Al. 2009. Chronic Kidney Desease And Its


Complication. Department Of Medicine: Prime Care

7. Thomas, Robert. 2008. Chronic Kidney Disease And Its


Complications. Elsevier Saunders: Prime Care.
Primarycare.Theclinics.Com

15

Vous aimerez peut-être aussi