Vous êtes sur la page 1sur 25

KONSEP MEDIS

A. DEFINISI
Halusinasi dapat didefenisikan sebagai terganggunya persepsi sensori

seseorang, dimana tidak terdapat stimulus, (Marawis, 2014).

Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai

dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupan suara,

penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan. Pasien seakan stimulus yang

sebenarnya tidak ada, (Stuart, 2014).

Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang

nyata artinya klien menginterpretasikan sesuatu yang tidak nyata tanpa

stimulus/rangsangan dari luar, (Azizah, 2016).

B. TANDA DAN GEJALA


Menurut Stuart (2014), tanda dan gejala halusinasi penting perlu diketahui oleh
perawat agar dapat menetapkan masalah halusinasi antara lain:
1. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada.
2. Pasien merasa ada suara padahal tidak ada stimulus suara .
3. Melihat bayangan orang atau sesuatu yang menakutkan padahal tidak ada
bayangan tersebut.
4. Membaui bau- bauan padahal orang lain tidak merasakan sensasi serupa
5. Merasakan mengecap sesuatu padahal tidak sedang makan apapun.
6. Merasakan sensasi rabaaan padahal tidak ada apapun dalam permukaan kulit
C. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Menurut Marawis (2014), Factor predisposisi yang menyebabkan halusinasi
adalah :
a. Faktor Perkembangan; Tugas perkembangan klien terganggu misalnya
rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak
mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih
rentan terhadap stress.

1
b. Faktor Sosiokultural; Seseorang yang merasa tidak diterima
lingkungannnya sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak
percaya pada lingkungannya.
c. Faktor Biokimia; Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan
jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam
tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia. Sepetri Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP) Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan hiperaktifasinya neurotransmitter otak.
Misalnya terjadi ketidakseimbangan acetylcholine dan dopamine.
d. Faktor Psikologis; Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab
mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusaan yang tepat
demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesat dan lari dari
alam nyata menuju alam khayal.
e. Faktor genetic dan pola asuh; Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat
yang di asuh oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.
Hasil studi menujukkan bahwa factor keluarga menunjukkan hubungan
yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan
tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian,
tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat membedakan keadaan
nyata dan tidak nyata. Masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat
keberadaan seorang individu sebagai makhluk atas dasar unsur-unsur bio-
psiko-sosio-spritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu :
a. Dimensi Fisik; Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang
lama.
b. Dimensi Emosional; Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem
yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari
haslusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak

2
sanggung lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut
klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c. Dimensi Intelektual; Dalam dimensi Intelektual ini menerapkan bahwa
individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi
ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk
melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien
dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
d. Dimensi Sosial; Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase
awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi
dialam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam
dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan system kontrol oleh individu tersebut,
sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman terhadap dirinya atau
orang lain maka cenderung akan mengikuti perintah itu. Oleh karena itu,
aspek penting dalam melakukan intervensi keperawatan klien dengan
mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman
interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak
menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan
halusinasi tidak berlangsung.
e. Dimensi Spritual; Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan
kahampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan
jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Klien sering tidur
larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun klien merasa hampa
dan tidak jelas tujuan hidupnya.
3. Proses Terjadinya Halusinasi
a. Teori Psikodinamika
Proses terjadinya halusinasi dapat disebabkan oleh fungsi biologi ,
antara lain dopamine dan neurotransmitter yang berlebihan , fungsi
psikologis seperti keturunan.Respon metabolic terhadap stress yang
mengakibatkan pelepasan zat halusinogen pada system limbik otak, atau
terganggunya keseimbangan neurotransmitter di otak. Proses terjadinya

3
halusinasi secara teori psikodinamika berfaktor atau mengarah pada factor
prediposisi yaitu dimana proses gangguan sensori persepsi disebabkan
oleh masa perkembangan yang terganggu misalnya rendah control dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi hilangnya percaya diri, dan lebih rentan terhadap stress.
Seseorang yang tidak diterima lingkungannya sejak sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya
yang dimana hal ini ini mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
gangguan jiwa, adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka
dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti buffofenon dan dimetytranferase. Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan teraktifitasnya neurotransmitter otak.
Sehingga tipe kepribadian yang lemah bisa menyebabkan terjadinya
gangguan sensori persepsi.
b. Teori Psikoanalisa
Halusinasi merupakan pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari
luar yang di tekan yang kemungkinan mengancam untuk timbulnya
halusinas
D. PATHOFISIOGRAF

Isolasi Sosial

Ketidakmampuan mengidentifikasi dan


menginterpretasikan stimulus berdasarkan
informasi yang di terima melalui panca indera

Gangguan presepsi sensori halusinasi

4
E. RENTAN RESPON
Rentan respon neurobiologist
Respon Adaptif Respon Psikososial Respon Maladaptif

Pikiran logis Kadang – kadang proses Waham


pikiran terganggu

Persepsi akurat Ilusi Halusinasi

Emosi konsisten Emosi berlebihan Kerusakan proses


dengan pengalaman emosi

Perilaku cocok Perilaku yang tidak biasa Perilaku tidak


terorganisasi
Hubungan social Menarik diri Isolasi sosial
harmonis

Keterangan Gambar :
a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal
jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut.
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli
4) Perilaku cocok individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah
masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya umum yang
belaku.
5) Perilaku sosial/ hubungan sosial harmonis adalah sikap dan tingkah laku
yang masih dalam batas kewajaran.
b. Respon Psikologis meliputi :
1) Proses piker terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
2) Illusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan
yang benar-benar terjadi (Objek nyata) karena rangsangan panca indera.

5
3) Emosiberlebihan atau berkurang yaitu menisfatasi perasaan atau afek keluar
berlebihan atau kurang.
4) Perilaku yang tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran .
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain.
c. Respon Maladaptif
Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun
respon maladaptif meliputi :
1) Kelainan Pikiran/Waham adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan
dengan kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal
yang tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
yang negatif mengancam.
F. FASE-FASE HALUSINASI
Menurut Azizah (2016) ada 4(empat) Tahapan/ Fase-fase halusinasi yaitu :
1. Fase I : Sleep Disorder
Adalah halusinasi tahap awal seseorang sebelum muncul halusinasi.
a. Karakteristik
Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut
diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa
sulit karena berbagai stressor terakumulasi dan support system yang
kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Contohnya misalnya :
kekasih hamil, terlibat narkoba, dihianiti kekasih, PHK ditempat kerja,
penyakit, utang, dll.

6
b. Perilaku Klien
Klien susah tidur dan berlangsung terus menerus sehingga terbiasa
menghayal, dan menganggap menghayal awal sebagai pemecah masalah.
2. Fase II : Comforting Moderate level of anxiety
Pada fase ini halusinasi secara umum mulai diterima sebagai sesuatu yang lami
a. Karakteristik
Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas,
kesepian, perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba memusatkan pemikiran
pada timbulnya kecemasan. Klien beranggapan bahwa pengalaman pikiran
dan sensorinya dapat ia control bila kecemasannya diatur, dalam tahap ini
ada kecenderungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya.
b. Perilaku Klien
1) Tersenyum, tertawa yang tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa suara
3) Pergerakan mata yang cepat
4) Respon verbal yang lambat
5) Diam, dipenuhi rasa yang mengasyikan
3. Fase III : Condemning Severe level of Anxiety
Pada fase ini secara umum halusinasi sering mendatangi klien.
a. Karakteristik
Pengalaman sensori klien menjadi sering dating dan mengalami bias. Klien
mulai merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya
menjaga jarak antara dirinya dengan obyek yang dipersepsikan klien mulai
menarik diri dari orang dengan intensitas waktu yang lama.
b. Perilaku Klien
1) Meningkatkan tanda-tanda system saraf otonom akibat ansietas (Nadi,
RR, TD) meningkat
2) Penyempitan kemampuan untuk konsentrasi
3) Asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi dan realita

7
4. Fase IV : Controlling Severe level of Anxiety
Pada fase ini fungsi sensorimenjadi tidak relevan dengan kenyataan.
a. Karakteristik
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensory abnormal yang dating.
Klien dapat mer\asakan kesepian bila halusinasi berakhir. Dari sinilah
dimulai fase ga\ngguan Psychotic.
b. Perilaku Klien\
1) Lebih cenderung mengikuti petunjuk halus\inasinya
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain\
3) Rentang perhatian hanya dalam beberapa menit atau detik
4) Gejala fisik, ansietas berat, berkeringat, tremor, tidak mampu
mengikuti petunjuk
5. Fase V : Conquering Panic level of Anxiety
Pada fase ini klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya.
a. Karakteristik
Pengalaman sensori terganggu, klien mulai merasa terancam dengan
datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman
atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat
berlangsung selama minimal 4 jam atau seharian bila klien tidak
mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat.
b. Perilaku Klien
1) Perilaku terror akibat panic
2) Potensi suicide atau hocide
3) Aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti kekerasan, agitasi,
menarik diri, katatonia
4) Tidak mampu merespon > 1 orang.
G. JENIS – JENIS HALUSINASI
Ada beberapa jenis halusinas menurut Azizah, (2016) yaitu;
1. Halusinasi Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara
tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang
mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar

8
perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat
membahayakan.
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan atau
mesin, barang, kejadian alamiah dan music dalam keadaan sadar tanpa
adanya rangsangan apapun. Hakusinasi pendengaran adalah mendengar suara
atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara
mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi.
2. Halusinasi Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,
gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
3. Halusinasi Penghidung
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering
akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
4. Halusinasi Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses sehingga
sering meludah dan muntah.
5. Halusinasi Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.
Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain, dan
merasa ada serangga dipermukan kulit.
6. Halusinasi Viseral
Yaitu badannya dianggap berubah bentuk dan tidak normal seperti
biasanya seperti Merasakan fungsi dari bagian tubuhnya yang sedang
berproses atau sedang berlangsung seperti klien merasakan aliran darah yang
terjadi dalam tubuhnya, jika secara normal manusia tidak bisa merasakan
proses aliran darah yang terjadi dalam tubuh manusia, contoh lainnya klien
merasakan proses pembentukan urine dalam tubuhnya.
7. Kinestetik
Merasakan pergerakan di tubuhnya sementara jika di lihat pada kondisi
nyata klien tersebut tidak bergerak, contoh ketika pasien mengatakan bahwa
tubuhnya sedang melayang laying di atas bumi.

9
8. Halusinasi Histerik
Timbul pada nerosa histerik karena konflik emosional.
9. Halusinasi Hipnogogik
Terdapat adakalanya pada orang yang normal, tepat sebelum tertidur
persepsi sensori bekerja salah. Persepsi sensori yang salah yang terjadi pada
saat tertidur , biasanya di anggap fenomena yang tidak patologis.
10. Hipnopompik
Seperti halusinasi hipnogogik tetapi terjadi tepat sebelum terbangun
dari tidurnya. Selain itu adapula impian yang halusinatorik dalam impian
normal.
11. Halusinasi Perintah
Halusinasi perintah isinya menyuruh klien untuk melakukan sesuatu
seperti membunuh dirinya, mencabut tanaman, dan lain-lain.
H. PERILAKU HALUSINASI
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,ketakutan,
rasa tidak aman,gelisah,bingung,perilaku memuat diri, kurang pengetahuan,tidak
mampu mengambil,tidak membedakan yang nyata dan yang tidak nyata. Klien
yang mengalami halusinasi sering kecewa karena mendapatkan respon negatif
ketika mencoba menceritakan halusinasinya. Pengalaman halusinasi menjadi
masalah untuk dibicarakan dengan orang lain. Perilaku klien yang mengalami
halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya.
1. Mekanisme Koping
Biasanya klien dengan halusinasi cenderung berperilaku maladaptif, seperti
menciderai diri sendiri dan orang lain di sekitarnya. Malas beraktivitas,
perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung
jawab kepada orang lain, mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal.
2. Penatalaksanaan Medis
Halusinsi termasuk kedalam kelompok penyakit skizofrenia maka jenis
penatalaksanaan medis yang biasa di lakukan adalah:
a. Psikofarmako

10
Psikofarmako adalah terapi dengan menggunakan obat,tujuannya untuk
mengurangi/menghilangkan gejala gangguan jiwa.Berdasarkan khasiat obat
yang tergolong dalam pengobatan psikofarmako antara lain:
 Clorpomazine (CPZ) adalah obat yang termasuk golongan antipsikotik
fenotiazina yang bekerja dengan menstabilkan senyawa alami otak. Obat
ini dapat digunakan untuk menangani berbagai gangguan mental, seperti
skizofrenia dan gangguan psikosis yang lainnya, perilaku agresif yang
membahayakan pasien atau orang lain, kecemasan dan kegelisahan yang
parah, serta autisme pada anak-anak.
a) Aturan pakai
Aturan pakai : 3 x 100 mg/ hari
b) Indikasi :
Untuk menangani berbagai gangguan mental, seperti skizofrenia dan
gangguan psikosis yang lainnya, perilaku agresif yang membahayakan
pasien atau orang lain, kecemasan dan kegelisahan yang parah, serta
autisme pada anak-anak.
c) Efek samping
Yang dapat terjadi pada pemakaian CPZ meliputi efek sedasi, pusing,
pingsan, hipotensi orthostatik, palpitasi, takikardi, sindroma pada
mulut, kemerahan pada mukosa, vesikel lidah kotor, gigi tanggal,
pandangan kabur, konstipasi, retensi urine, ejakulasi tertahan. CPZ
juga menyebabkan efek samping ekstra pyramidal yang meliputai
parkinsonisme, dystonia, diskinesia. Gangguan hormonal dapat terjadi
yaitu menstruasi tidak teratur, gynecomastia, penurunan libido,
peningkatan nafsu makan, berat badan meningkat, edema, glikosuria,
hiperglikemia atau hipoglikemia. Reaksi hipersensitif pada beberapa
orang menimbulkan efek/ gejala-gejala jaundice, gatal-gatal pada
kulit, ptechiae dermatitis, fotosensitis, dan reaksi anafilaksit.
 Haloperidol adalah obat golongan anti psikotik yang berfungsi untuk
meredakan gejala skizofrenia dan masalah perilaku, atau emosional, serta
masalah kejiwaan lainnya. Haloperidol untuk mengatasi skizofrenia
biasanya akan diberikan untuk jangka waktu panjang, kecuali ada efek
yang merugikan atau berlawanan. Sedangkan jika untuk meredakan

11
gangguan kecemasan atau agitation, haloperidol hanya dikonsumsi hingga
gejala mereda.

a) Aturan Pakai :
Aturan Pakai : 3 x 5 mg/ hari
b) Indikasi :
Meredakan gejala skizofrenia dan masalah perilaku, atau emosional,
serta masalah kejiwaan lainnya.
c) Efek samping
Haloperidol serupa dengan efek samping CPZ. Perbedaannya terletak
pada efek samping hipothensiorthostatik lebih ringan, sedang efek
samping reaksi ekstra lebih berat. Efek samping pada SSP meliputi
parkinsonisme, gelisah, akatisia, hiperefleksi, tortikolis, dan tardive
diskinesia. Efek otonomi dapat terjadi ; mulut kering (atau
hipersalivasi). Konstipasi (atau diare ), reaksi urine deaporesi (dosis
berlebihan ). Pada darah ; leukopenia, leukositosis, enemia. Pada
saluran napas ; laringospasme, bronkhospasme, peningkatan
kedalaman napas, brokopneumonia, depresi pernafasan. Pada
endokrin ; menstruasi tidak teratur, payudara nyeri, gynecomastia,
impotensi. Pada kulit ; kemerahan, fotosintesis, rambut rontok, lain-
lain ; anoreksia, mual, muntah, jaundice, penurunan, kadar kolesterol
darah.
 Trihexyphenidil (THP) adalah obat yang sering dipakai sebagai penyerta
pemberian obat anti psikotik jenis fenotiazin dan butirofenon karena
khasiatnya merelaksasi otot polos dan anti spasmodik
a) Aturan Pakai :
Aturan pakai : 3 x 2 mg/ hari
b) Indikasi :
Merelaksasi otot polos dan anti spasmodik
c) Efek Samping
Efek samping yang umum terjadi ; mulut kering, pusing, pandangan
kabur, midrasis, fotofobia, mual, nervous, konstipasi, mengantuk,
retensi urine. Pada SSP dapat terjadi ; bingung, gitasi, delirium,

12
manifestasi psikotik, euphoria. Reaksi hipersensitif ; Glaucoma
parotitis.

A. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a) Pengkajian data focus
1) Persepsi Sensori
 Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa
yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk
bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa
yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika
halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh
jika halusinasi perabaan.
 Waktu munculnya halusinasi
Dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan halusinasi muncul :
apakah pagi hari, sore hari atau malam hari. Informasi ini sangat
penting untuk menentukan bilamana perlu perhatian saat klien
mengalami halusinasi.
 Frekuensi halusinasi
Dikaji dengan menanyakan kepada klien seberapa sering klien
mengalami halusinasi : apakah terus menerus, kadang-kadang,
jarang atau sudah tidak muncul lagi.
 Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum
halusinasi muncul : Apakah ketika klien sendiri atau setelah
terjadinya kejadian tertentu. Selain itu perawat juga bias
mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya
halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
 Respon klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi
klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat
mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa

13
mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya
terhadap halusinasinya.
2) Pembicaraan : Klien dengan halusinasi cemderung suka bicara sendiri,
tidak focus ketika diajak berbicara, dan yang dibicarakan sering tidak
masuk akal.
3) Aktivitas Motorik : Klien dengan halusinasi tampak gelisah, tegang,
agitasi, sering menutup telinga, sering menunjuk kerah tertentu,
menggaruk-garuk permukaan kulit, sering meludah, sering menutup
hidung.
4) Afek emosi : Labil. Pada klien dengan halusinasi tingkat emosi lebih
tinggi dan cenderung berperilaku agresif.
5) Tingkat kesadaran : pada klien dengan halusinasi sering mengalami
Apatis atau acuh tak acuh.
2. Masalah keperawatan yang mungkin muncul
a. Gangguan sensori persepsi : halusinasi
b. Isolasi sosial : Menarik diri
c. Resiko Perilaku Kekerasan

3. Analisa data

NO DATA MASALAH

1. 1. Data Subjektif Gangguan sensori persepsi


 Klien mengatakan sering halusinasi : pendengaran
mendengar suara suara aneh
di sekitarnya.
2. Data Objektif
 Klien nampak sering mondar
mandir .
 Klien sering menutup telinga
 Klien nampak sering
berbicara sendiri.
 Klien sering berbicara tidak

14
jelas

2. 1. Data subjektif Gangguan sensori persepsi


 Klien mengatakan sering halusinasi :penglihatan
melihat sesuatu
2. Data objektif
 Klien nampak focus melihat
sesuatu
 Klien nampak sering
menunjuk sesuatu pada arah
tertentu
 Klien nampak sering
menutup mata dengan
tangan
 Ekspresi wajah sering
menunjukkan ketakutan.
3. 1. Data subjektif Gangguan sensori persepsi
 Klien mengatakan sering halusinasi penghidu
mencium sesuatu bau yang
khas dan busuk .
2. Data objektif
 Klien nampak sering
menutup hidungnya
4. 1. Data subjektif Gangguan sensori persepsi
 Klien mengatakan sering halusinasi: pengecapan
mengecap rasa tidak enak
pada mulutnya
2. Data objektif
 Klien nampak sering
mengecap pada mulutnya
 Klien nampak sering
meludah dan muntah

15
5. 1. Data subjektif Gangguan sensori persepsi
 Klien mengatakan badannya halusinasi perabaan
sering terasa seperti di
setrum.
 Klien mengatakan
merasakan sesuatu pada
permukaaan kulitnya
 Klien mengatakan badannya
seperti di tusuk tusuk dengan
jarum
 Klien mengatakan tubuhnya
sering di hinggapi serangga
2. Data objektif
 Badan klien nampak sering
bergetar
 Klien nampak tegang
 Klien nampak sering
mengusap badannya.
 Klien nampak sering
menggaruk garuk tubuhnya
6. 1. Data subjektif Gangguan sensori persepsi
 Klien mengatakan dapat halusinasi viseeral
merasakan pergerakan
makanan dalam ususnya
2. Data objektif
 Klien sering diam
 Klien sering bicara tidak
jelas
 Klien nampak gelisah.
7. 1. Data subjektif Gangguan sensori persepsi
 Klien mengatakan badannya halusinasi kinestetik
terasa seperti bergerak

16
sendiri pada saat berdiri.
 Klien mengatakan badannya
terasa melayang diatas bumi.
 Klien mengatakan badannya
terasa diam dan kaku saat
tubuhnya ingin di gerakkan
 Klien mengatakan merasa
anggota tubuhnya akan
terlepas dari tubuhnya
2. Data objektif
 Sikap tubuh klien nampak
kaku.
 Klien nampak sulit
mengikuti perintah
8. 1. Data subjektif Gangguan sensori persepsi
 Klien mengatakan ada halusinasi perintah
seseorang yang
menyuruhnya melakukan
sesuatu seperti : memukul,
membunuh, dan merusak
barang
2. Data objektif
 Klien nampak bingung
 Perilaku agitasi
 Klien nampak tidak mampu
mengenal orang , waktu dan
tempat.
 Tingkah laku klien nampak
agresif

17
9. 1. Data subjektif Gangguan sensori persepsi
 Klien mengatakan halusinasi histerik
membenci seseorang atau
sesuatu benda
2. Data objektif
 Klien nampak tegang
 Afek emosi labil
 Klien sering berteriak-
berteriak keras
10. 1. Data subjektif Gangguan sensori persepsi
 Klien merasa melihat dan halusinasi hipnogogik
berbicara pada seseorang
ketika akan tidur.
2. Data objektif .
 Nampak bibir klien
bergerak tanpa suara
11. 1. Data subjektif Gangguan sensori persepsi
 Klien mengatakan masih halusinasi hipnopompik
bermimpi
2. Data objektif
 Klien nampak bingung
kurang konsentrasi
 Pembicaraan tidak jelas
 Disorientasi

4. Pohon masalah
Effect Resiko perilaku kekerasan

Core Problem Gangguan Persepsi Sensori :


Halusinasi
Cause
Isolasi Sosial

18
5. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori :halusinasi
6. Intervensi
INTERVENSI HALUSINASI
NO SP I P SP I K
1. Identifikasi halusinasi : isi, frekuensi, 1. Diskusikan masalah yang dirasakan
waktu terjadinya, factor pencetus, dalam merawat klien
respon saat halusinasi.
2. Jelaskan cara mengontrol halusinasi : 2. Jelaskan pengertian tanda, gejala proses
yaitu dengan cara menghardik terjadinya halusinasi
halusinasi.
3. Latih cara mengontrol halusinasi 3. Latih cara menghardik halusinasi
dengan menghardik.
4. Menganjurkan klien memasukkan cara 4. Ajarkan klien sesuai jadwal dan
menghardik halusinasi dalam kegiatan memberi pujian
harian.

NO SP II P SP II K
1. Evaluasi kegiatan menghardikdan beri 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
pujian. merawat/ melatih pasien dalam
menghardik dan beri pujian
2. Latih cara mengontrol halusinasi 2. Jelaskan cara memberikan obat kepada
dengan minum obat : dengan prinsip 6 keluarga dengan prinsip 6 benar
benar yaitu : (Jelaskan jenis, guna,
dosis, frekuensi, cara, kontinuitas
minum obat)
3. Masukan pada jadwal kegiatan untuk 3. Latih cara memberikan / membimbing
latihan menghardik dan minum obat minum obat
4. Anjurkan pasien sesuai jadwal dan
memberi pujian

19
NO SP III P SP III K
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
dan minum obat dan beri pujian. merawat/ melatih klien menghardik
dan memberikan obat dan beri pujian.
2. Latihan cara mengontrol halusinasi 2. Jelaskan cara bercakap-cakap dan
dengan bercakap-cakap saat terjadi melakukan kegiatan untuk mengontrol
halusinasi. halusinasi
3. Masukan pada jadwal kegiatan untuk 3. Latih dan sediakan waktu untuk
latihan menghardik, minum obat dan bercakap-cakap dengan klien terutama
bercakap-cakap. saat halusinasi
4. Anjurkan membantu klien sesuai
jadwal berikutnya.

NO SP IV P SP IV K
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
minum obat, dan bercakap-cakap, beri merawat / melatih klien menghardik,
pujian. memberikan obat, bercakap-cakap dan
beri pujian.

2. Latih cara mengontrol halusinasi 2. Anjurkan membantu klien sesuai


dalam jadwal dan berikan pujian
melakukan kegiatan harian.

3. Memasukakan pada jadwal kegiatan 3. Jelaskan follow up ke Puskesmas, RSJ,


untuk latihan menghardik, minum tanda kambuh dan rujukan
obat, bercakap-cakap dan kegiatan 4. Anjurkan membantu klien sesuai

20
harian. jadwal dan berikan pujian

NO SP V P SP V K
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik, 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
obat, becakap-cakap, kegiatan harian, merawat / melatih klien menghardik,
berikan pujian. memberikan obat, bercakap-cakap,
melakukan kegiatan harian dan follow
up, beri pujian
2. Latih kegiatan harian 2. Nilai kemampuan keluarga merawat
klien
3. Nilai kemampuan yang telah mandiri 3. Nilai kemampuan keluarga melakukan
4. Nilai apakah halusinasi terkontrol kontrol ke RSJ/ Puskesmas

7. Implementasi
Implementasi adalah melakukan tindakan sesuai dengan rencana , masalah dan
kondisi klien yang bersangkutan . sebelum melakukan tindakan keperawatan yang
sudah di rencanakan perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan
keperawatan masih di butuhkan dan sesuai dengan kondisi klien saat ini. Selai itu
perawat juga harus menilai kondisi dirinya, apakah sudah mempunyai kemampuan
interpersonal, intelektual, dan tekhnikal sesuai dengan tindakan yang akan di
laksanakan , dinilai kembali apakah aman bagi klien, setelah semua tidak ada
hambatan, maka tindakan keperawatan boleh di laksanakan. Setelah itu kontrak
dengan klien dan menjelaskan apa yang akan di lakukan serta mendokumentasikan
semua tindakan yang telah dilakukan beserta respon klien setelah dilakukan
tindakan keperawatan, hubungan saling percaya antara perawat dengan klien
merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.

21
SP 1 Pasien :
Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara mengontrol
halusinasi, dengan cara : Menghardik halusinasi
SP 2 Pasien :
Melatih Pasien mengontrol halusinasi dengan cara : : minum obat secara teratur
dengan prinsip 6 benar yaitu : Jenis, guna, dosis, frekuensi, cara dan kontinuitas
minum obat.
SP 3 Pasien :
Melatih Pasien mengontrol halusinasi dengan cara : bercakap-cakap dengan orang
lain
SP 4 Pasien :
Melatih Pasien mengontrol halusinasi dengan cara: melakukan aktivitas terjadwal

SP 5 Pasien
Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara : latih kegiatan harian
SP 1 Keluarga
Pendidikan Kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami
pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara-cara merawat pasien halusinasi
SP 2 Keluarga
Melatih Keluarga kegiatan untuk mengontrol halusinasi
SP 3 Keluarga
Menganjurkan keluarga membantu pasien sesuai jadwal
SP 4 Keluarga
Menilai kemampuan keluarga dalam merawat pasien
SP 5 Keluarga
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga
8. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan dan dilakukan harus terus - menerus
untuk menilai agar efek dari tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunskan pendekatan SOAP menjadi pola
piker

S : Respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

22
dilaksanakan
O : Respon objektif klien terhadap keperawatan yang telah dilaksanakan
A : Aanalisa terhadap data subjektif objektif untuk mengumpulkan apakah
masalah masih ada atau sudah teratasi atau muncul masalah baru
P : Perencanaan tindakan lanjut berdasarkan hasil analisa respon klien

9. Hasil yang diharapkan


a. Klien dapat mengenal halusinasi
b. Klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
c. Klien mampu bercakap-cakap dengan orang lain untuk mengontrol halusinasi
d. Klien mampu mengontrol dengan cara melakukan patuh minum obat
e. Klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas
terjadwal.
10. Pendokumentasian keperawatan
No Implementasi Evaluasi
1.  Tanda dan gejala S : klien mengatakan sering mendengar
a. Klien mengatakan sering suara – suara / berbisik bisik di
mendengar suara –suara/ bisikan telinganya.
di telinganya. O :-Klien nampak sering menutup telinga
b. Klien nampak sering berbicara -klien nampak sering berbicara sendiri
sendiri -Klien sering mondar mandir
c. Klien sering gelisah -klien sering gelisah
d. Klien sering mondar – mandir A : Halusinasi pendengaran ( + )
 Tindak lanjut P : Latihan cara menghardik halusinasi
 Strategi pelaksanaan 1 pasien sebanyak minimal 4 kali/ setiap ada
(SP 1P) waktu luang klien dengan tahapan
Membantu pasien mengenal tindakan meliputi :
halusinasi, menjelaskan cara – cara 1. Jelaskan cara menghardik
mengontrol halusinasi , mengajarkan halusinasi
pasien mengontrol halusinasi dengan 2. Peragakan cara menghardik
cara pertama : menghardik halusinasi 3. Minta klien memperagakan ulang

23
 Rencana tindak lanjut SP 2 P 4. Pantau penerapan cara ini dan beri
penguatann perilaku klien
5. Masukkan dalam jadwal kegiatan
sehari hari.

11. Terapi Aktivitas kelompok yang sesuai


Menurut (Azizah Lilik, 2016), terapi aktivitas yang cocok adalah terapi aktivitas
kelompokm stimulasi persepsi (TAKSP) mengontrol halusinasi, dengan terapi
tersebut klien yang mengalami halusinasi dapat mengontrol halusinasinya.
Aktivitas digunakan untuk memberikan stimulasi perasaan melalui gerakan tubuh,
ekspresi muka, ucapan. TAK Stimulasi Persepsi membantu klien yang mengalami
kemunduran orientasi dalam upaya memotivasi proses pikir serta mengurangi
perilaku maladapatif. TAKSP mengontrol halusinasi dibagi menjadi 5 sesi, yaitu :
1) Sesi I : Klien mengenal Halusinasi
2) Sesi II : Mengontrol Halusinasi dengan cara menghardik
3) Sesi III : Mengontrol Halusinasi dengan cara minum obat secara teratur
4) Sesi IV : Mengontrol Halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain saat halusinasi
5) Sesi V : Mengontrol Halusinasi dengan cara melakukan aktivitas terjadwal

DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nur Arif &Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Askep Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda Nic Noc Edisi 2.Jogjakarta : Media Action.
Lilik M, Azizah, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa -Teori dan Aplikasi
Praktik Klinik. Yokyakarta : Indomedia Pustaka
Maramis w.f. 2014. Catatan Ilmu Keperawatan Jiwa.Surabaya : Erlangga

24
Stuart g.w. 2014. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta : EGC

25

Vous aimerez peut-être aussi