Vous êtes sur la page 1sur 26

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT AISYIYAH

KUDUS
NOMOR : 653/PER/RSI-SA/I/2014
TENTANG
PANDUAN DNR (DO NOT RESUCITATE)
RUMAH SAKIT AISYIYAH KUDUS

Tindakan Nama Jabatan Tandatangan Tanggal

Ka Bid Pelayanan
Disiapkan Dr. Guntur Aryo Puntodewo 10 Januari 2014
Medis

Diperiksa Dr. Hendra Octavianto Wakil Direktur Medis 13 Januari 2014

Disetujui Dr. H. Hilal Ariadi, M. Kes Direktur Utama 16 Januari 2014

1
Bismillaahirrahmaanirrohiim

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT AISYIYAH


NOMOR : 653/PER/RS-A/I/2014
TENTAN
G
PANDUAN DO NO RESUCITATE
(DNR) RUMAH SAKIT AISYIYAH

DIREKTUR RUMAH SAKIT AISYIYAH

MENIMBANG 1. bahwa untuk memenuhi kebutuhan pelayanan observasi, perawatan


: dan terapi pasien yang menderita penyakit yang
2. Bahwa rumah sakit perlu menjawab tantangan dan tuntutan
masyarakat terhadap peningkatan pelayanan secara bertahap melalui
upaya program peningkatan mutu pelayanan rumah sakit. Bahwa
3. rumah sakit harus memenuhi elemen-elemen yang
dipersyaratkan dalam standar Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien.
4. Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas perlu ketetapan Direksi
tentang Panduan Do Not Resucitate (DNR) di RS Aisyiyah Kudus.

MENGINGAT 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2009 tentang


: Praktik Kedokteran
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/Menkes/SK/XII/2012 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan HIGH Care Unit (HCU)
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga
Kesehatan
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1333/MENKES/SK/XII/2012 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan
Kedokteran

2
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang
Rekam Medis
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran
10. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.07.06/III/2371/2009 tentang Ijin Penyelenggaraan Rumah Sakit
Aisyiyah
11. Surat Keputusan Pengurus Badan Yayasan Badan Wakaf Aisyiyah
Nomor 68/SK/YBWSA/V/2013 tentang Pengesahan Struktur
Organisasi Rumah Sakit Aisyiyah.
12. Surat Keputusan Pengurus Yayasan Badan Wakaf Aisyiyah
Nomor: 090/SK/YBWSA/XII/2009 tentang Pengangkatan Direksi
Rumah Sakit Aisyiyah Masa Bakti 2009-2013

MEMUTUSKA

N : MENETAPKAN :
KESATU : Panduan Do Not Resucitate (DNR) Rumah Sakit Aisyiyah
sebagaimana
tercantum dalam lampiran keputusan ini.
KEDUA : Peninjauan ulang mengenai isi dari kebijakan ini akan dilakukan 2
(dua)
tahun setelah tanggal kebijakan ini disetujui.
KETIGA : Apabila hasilpeninjauan mensyaratkan adanyaperbaikan maka akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di : Kudus
Tanggal : 13 Rabiul Awal 1435H
15 Januari 2014M

RUMAH SAKIT AISYIYAH KUDUS

Dr. H. Hilal Ariadi, M. Kes


Direktur Utama
TEMBUSAN Yth :
1. Manajer Keperawatan
2. Kepala Instalasi HCU
3. Arsip

3
LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
AISYIYAH
NOMOR : 653 /PER/RS-A/I/2014
TANGGAL : 15 JANUARI 2014

BAB I
DEFINISI

A. Pengertian

Do-not-attempt-resuscitation atau DNAR adalah suatu perintah yang


memberitahukan tenaga medis untuk tidak melakukan RJP. Hal ini berarti bahwa
dokter, perawat, dan tenaga emergensi medis tidak akan melakukan usaha RJP
emergensi bila pernapasan maupun jantung pasien berhenti
Resusitasi Jantung Paru atau RJP adalah suatu prosedur medis yang
digunakan untuk mengembalikan fungsi jantung (sirkulasi) dan pernapasan
spontan pasien bila seorang pasien mengalami kegagalan jantung maupun
pernapasan. RJP melibatkan ventilasi paru (resusitasi mulut ke mulut atau mulut
ke hidung) dan kompresi dinding dada untuk mempertahankan perfusi ke jaringan
organ vital selama dilakukan upaya-upaya untuk mengembalikan respirasi dan
ritme jantung yang spontan. RJP lanjut melibatkan DC shock, insersi tube untuk
membuka jalan napas, injeksi obat-obatan ke jantung dan untuk kasus-kasus
ekstrim pijat jantung langsung (melibatkan operasi bedah toraks).
Perintah DNAR untuk pasien harus tertulis baik di catatan medis pasien
maupun di catatan yang dibawa pasien sehari-hari, di rumah sakit atau
keperawatan, atau untuk pasien di rumah. Perintah DNAR di rumah sakit
memberitahukan kepada staf medis untuk tidak berusaha menghidupkan pasien
kembali sekalipun terjadi henti jantung. Bila kasusnya terjadi di rumah, maka
perintah DNAR berarti bahwa staf medis dan tenaga emergensi tidak boleh
melakukan usaha resusitasi maupun mentransfer pasien ke rumah sakit untuk
RJP.

B. Tujuan
Untuk menyediakan suatu proses di mana pasien bisa memilih prosedur yang
nyaman dalam hal bantuan hidup oleh tenaga medis emergensi dalam kasus henti
jantung atau henti napas.

4
BAB II
RUANG LINGKUP

Panduan DNAR ini digunakan terhadap pasien-pasien yang menjalani perawatan di


RS Aisyiyah Kudus dengan indikasi dilakukannya tindakan DNAR.
A. Resusitasi Jantung Paru Tidak dilakukan bagi Pasien
Resusitasi Jantung Paru atau RJP sebaiknya tidak dilakukan pada kondisi berikut:
1. RJP dinilai tidak dapat mengembalikan fungsi jantung dan pernafasan pasien.

2. Pasien dewasa yang kompeten secara mental dan memiliki kapasitas untuk
mengambil keputusan menolak untuk dilakukan RJP.
3. Terdapat alasan yang valid, kuat dan dapat diterima mengenai pengambilan
keputusan untuk tidak dilakukan RJP.

4. Terdapat instruksi DNAR sebelumnya secara valid, lengkap dan alasan kuat.
5. Pasien berada pada fase terminal penyakitnya dimana tindakan RJP tidak
dapat menunda fase terminal pasien dan tidak memberikan keuntungan
terapeutik (risiko bahaya melebihi keuntungannya).

Contoh : henti jantung/nafas yang dialami oleh pasien merupakan kejadian


alamiah akibat penyakit terminal yang diderita. Pada kasus ini RJP mungkin
dapat mengembalikan fungsi jantung paru pasien secara sementara tetapi
kondisi keseluruhan pasien dapat memburuk dan terjadi henti jantung/nafas
kembali, yang merupakan bagian proses alamiah dan tidak dapat terhindarkan
dari prose’s sekarat atau kematian pasien. Melakukan RJP pada kasus ini akan
membahayakan atau merugikan pasien dan bertolak belakang dengan etika
kedokteran ( prinsip Do No Harm)
B. Pertimbanngan Tindakan DNAR
Tindakan DNAR dapat dipertimbangkan pada kondisi sebagai berikut:
1. Pasien berada pada fase terminal penyakitnya atau kerugian atau penderitaan
yang dirasakan pasien saat menjalani terapi melebihi keuntungan
dilakukannya terapi.

2. Pasien yang kompeten secara mental dan memiliki kapasitas untuk


mengambil keputusan menolak atau dilakukan usaha RJP

3. RJP bertentangan dengan keputusan awal yang dibuat oleh pasien yang
bersifat valid dan matang mengenai
5 penolakan semua tindakan untuk
mempertahankan hdup pasien.
BAB III
TATALAKSANA

Dokter, perawat maupun tim kegawatdaruratan medis akan melakukan usaha


RJP pada semua pasien yang ditemukan henti jantung atau nafas kecuali jika pasien
tersebut memiliki instruksi DNAR yang valid.

A. Penatalaksanaan DNAR
a. Secara hukum, yang berwenang untuk membuat keputusan DNAR adalah:
1. Pasien dewasa yang kompeten secara mental.
2. Wali sah pasien (jika pasien tidak kompeten secara mental). Misalnya:
pada pasien anak dengan usia kurang dari 18 tahun wali sahnya adalah
orang tua pasien.
3. DPJP yang bertindak dengan mempertimbangkan tundakan terbaik untuk
pasien (jika belum ada keputusan DNAR awal oleh pasien atau wali
sahnya).
b. Sedangkan yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan instruksi DNAR
adalah DPJP.
c. Sebelum pengambilan keputusan DNAR, DPJP harus melakukan poses
assesmen terhadap pasien tersebut. Melakukan assesmen mengenai tidak
adanya pernafasan dan atau denyut jantung.
d. Kemudian DPJP menyampaikan informasi selengkap-lengkapnya mengenai
kondisi dan penyakit pasien, prosedur dan hasil yang mungkin
terjadi,termasuk informasi tentang RJP dan DNAR. Informasi disampaikan
kepada pasien dan atau keluarga pasien. Pastikan bahwa semua keluarga
pasien mengetahui tentang instruksi DNAR tersebut.
e. DPJP berdiskusi dengan pasien dan atau keluarga pasien tentang pengambilan
keputusan DNAR.
1. Diskusi dapat juga dilakukan oleh dokter jaga dan atau perawat yang
bertugas, kemudian hasil diskusi tersebut dilaporkan kepada DPJP.
2. Jika pasien tidak kompeten secara mental, diskusi dapat dilakukan dengan
orang tua atau wali sah dari pasien dengan mempertimbangkan kondisi
dan keinginan pasien.
3. Jika tidak terdapat orang tua/wali yang sah, maka keputusan diambil oleh
DPJP.
4. Jika ditemukan hambatan dalam komunikasi, misalnya pada pasien asing
atau luar negri dan populasi etnis minoritas dimana terdapat kesulitan
pemahaman bahasa, maka diperlukan penerjemah yang kompeten.
5. Pada pasien anak (usia<18tahun)
6 pertimbangkan kondisi emosional dan
tumbuh kembang anak.
6. Beberapa kondisi dimana perlu dilakukan diskusi dengan pasien, yaitu:
1) Pasien yang kompeten secara mental yang menyatakan bahwa
mereka ingin mendiskusikan tindakan DNAR dengan dokternya.
2) Usaha RJP dianggap memiliki hsrspsn untuk berhasil, tetapi dapat
mengakibatkan kualitas yang buruk bagi pasien.
3) Hal yang mendasari keputusan DNAR adalah ada tidaknya
keuntungan dalam hal medis. Diskusi harus ditekankan untuk
membuat pasien dan atau keluarga pasien menyadari, memahami dan
menerima kondisi penyakitnya setelah menerima hasil keputusan
yang sudah didiskusikan. Diskusi juga membahas mengenai
manajemen paliatif dan prognosis secara keseluruhan.
7. Beberapa kondisi dimana TIDAK perlu dilakukan diskusi dengan pasien,
yaitu:
1) Jika RJP dinsnggsp tidak ada gunanya.
2) Diskusi berpengaruh buruk terhadap kesehatan pasien, misalnya
pasien menjadi depresi.
3) Pasien yang kompeten secra mental menyatakan bahwa mereka tidak
ingin mendiskusikan hal tersebut.
4) Pasien mengalami deteorisasi, misalnya pasien berada dalam kondisi
sekarat/terminal dan penyakinya.
5) Pasien dinilai tidak memiliki kapasitas yang adekuat untuk
mengambil keputusan.
f. Jika terdapat perbedaan pendapat antara DPJP dengan pasien mengenai
instruksi DNAR, DPJP dan tim medis harus menghargai keinginan pasien
(pasien yang kompeten secara mental).
g. Pada pasien yang tidak kompeten secara mental, misal pada pasien anak jika
masih belum ditemukan kesepakatan antara DPJP dan orang tua atau wali sah
dari pasien, maka dilakukan proses peninjauan ulang (review) oleh DPJP
untuk menentukan apakah DNAR perlu atau tidak, seperti tercantum berikut:
1. DPJP beserta tim medis melakukan konfirmasi bahwa terdapat
kesepakatan diantara anggota timnya mengenai keputusan DNAR pada
pasien.
2. Meminta pendapat dokter lain (second opinion) mengenai RJP pada
pasien ini bersifat non terapeutik/membahayakan.
3. Jika second opinion ini mendukung keputusan DNAR, maka DPJP
menyampaikan hasil second opinion tersebut kepada orang tua/wali sah
pasien.
4. Jika orang tua/wali sah pasien tidak setuju dengan keputusan DNAR,
maka DPJP harus menghargai keinginan orang tua/wali sah pasien

7
h. Pada pasien yang tidak kompeten secara mental tetapi tidak ada orang
tua/wali sah pasien dan atau keluarga pasien, maka DPJP menginstruksikan
DNAR berdasarkan dua hal berikut:
1. Instruksi pasien sebelumnya.
2. Keputusan dua orang dokter bahwa RJP tidak akan memberikan hasil
yang tidak efektif.
i. Jika pengambilan keputusan DNAR sudah didiskusikan, pasien/wali sah
pasien dan atau keluarga pasien memahami dan mnyetujui keputusan DNAR
terhadap pasien tersebut, maka DPJP menulis instruksi DNAR di formulir
DNAR dalam rekam medis, dengan catatan kenapa DNAR dilakukan, kondisi
spesifik lain yang menyebabkan keterbatasan intervensi, hasil diskusi dengan
pasien dan/atau keluarga pasien. DNAR verbal tidak diperbolehkan.
j. Instruksi pembatasan terapi harus mencantumkan instruksi mengenai
intervensi kegawatdaruratan spesifik yang mungkin dibutuhkan, termasuk
penggunaan agen vasopresor, ventilasi mekanis, produk darah, atau antibiotik.
Instruksi DNAR harus menyebutkan secara spesifik intervensi mana yang
ditunda. Instruksi
DNAR tidak serta merta mencakup intervensi lain seperti pemberian cairan
parenteral, nutrisi, oksigen, analgesik, sedasi, antiaritmia, atau vasopresor,
kecuali intervensi ini masuk dalam instruksi DNAR tersebut. Beberapa pasien
mungkin memilih untuk diterapi dengan defibrilasi dan kompresi dada tetapi
tidak bersedia di intubasi dan ventilasi mekanis. Instruksi DNAR tidak
membawa implikasi pada terapi lain, dan aspek lain dari rencana terapi harus
didokumentasikan secara terpisah dan dikomunikasikan kepada tenaga medis
yang lain.
k. Kemudian perawat memasang identifikasi alert DNAR pada gelang
identifikasi pasien sesuai panduan pemasangan identifikasi alert DNAR.
l. Pada situasi emergensi: tatalaksana emergensi tidak boleh tertunda hanya
karena mencari ada tidaknya instruksi DNAR pasien jika tidak terdapat
indikasi jelas bahwa instruksi tersebut ada.
m. Keputusan DNAR harus dikomunikasikan kepada semua orang yang terlibat:
dokter, perawat, dan para pemberi asuhan yang lain. Jika dilakukan transfer,
maka tim transfer termasuk petugas ambulans harus mengetahui akan
instruksi DNAR ini. Keputusan DNAR harus diberitahukan saat pergantuan
petugas/pengoperan pasien ke petugas/unit lainnya.

B. KEPUTUSAN DINI (DAHULU DIKENAL DENGAN ISTILAH SURAT


WASIAT)
1. Keputusan dini/awal adalah keputusan yang diambil oleh pasien tentang
penolakan tindakan penyelamatan hidup (DNAR) jika suatu saat dirinya
mengalami henti nafas dan/atau henti jantung, keputusan ini diambil pada saat
kondisi pasien belum mengalami henti nafas dan/atau henti jantung.
2. Pasien diperbolehkan untuk mengambil keputusan diri akan penolakan
tindakan penyelamatan hidup dengan memenuhi beberapa persyaratan di
bawah ini: 8
a. Usia pasien harus >18 tahun.
b. Pasien harus kompeten dan memiliki kapasitas yang baik secara mental
untuk mengambil keputusan.
c. Keputusan ini harus tertulis, yang berarti harus ditulis sendiri oleh pasien
atau keluarga/kerabat yang dipercaya oleh pasien, dan harus dicatat di
rekam medis.
d. Harus ditandatangani oleh dua orang, yaitu:
1. Penulis/pembuat keputusan atau oleh orang lain atas nama pasien
sambil diarahkan oleh pasien (jika pasien tidak mampu
menandatanganinya sendiri).
2. Satu orang lain sebagai saksi
e. Harus diverifikasi oleh pernyataan spesifik yang dilakukan oleh pembuat
keputusan, dapat dituliskan di dokumen lain/terpisah yang menyatakan
bahwa keputusan dini ini diaplikasikan untuk tindakan/penanganan
spesifik, bahkan jika terdapat risiko kematian.
f. Pernyataan keputusan dini di dokumen terpisah juga harus
ditandatangani dan disaksikan oleh dua orang (salah satunya pasien).
3. Diskusi antara dokter dengan keluarga pasien mengenai keputusan dini/awal
harus atas seijin pasien.
4. Jika terdapat situasi dimana pasien kehilangan kompetensinya untuk
mengambil keputusan tetapi telah membuat “keputusan dini DNAR”
sebelumnya yang valid, keputusan ini haruslah tetap dihargai.
5. Dokter dapat tidak mengindahkan keputusan dini yang dibuat oleh pasien,
jika terdapat hal-hal berikut ini:
a. Pasien telah melakukan hal-hal yang tidak konsisten terhadap keputusan
dini/awal yang dibuat, yang mempengaruhi validitas keputusan tersebuut
(misalnya: pasien pindah agama).
b. Terdapat situasi yang tidak diantisipasi oleh pasien dan situasi tersebut
dapat mempengaruhi keputusan pasien (misalnya: perkembangan terkini
dalam tatalaksana pasien yang secara drastic mengubah prospek kondisi
tertentu pasien).
c. Situasi/kondisi yang ada tidak jelas dan tidak dapat diprediksi.
d. Terdapat perdebatan/perselisihan mengenai validitas keputusan dini/awal
dan kasus tersebut telah dibawa ke pengadilan.
6. Jika terdapat keraguan terhadap apa yang pasien inginkan/maksudkan, DPJP
harus bertindak sesuai dengan kepentingan/hal terbaik untuk pasien.

C. KEPUTUSAN DNAR PADA PASIEN DEWASA PERI-OPERATIF


1. Berdasarkan hal-hal berikut ini, maka diperlukan peninjauan ulang keputusan
DNAR sebelum melakukan prosedur anestesi dan pembedahan:
a. Tindakan pembedahan dan anestesi turut berkontribusi dalam perubahan
kondisi medis pasien dengan keputusan DNAR, diakrenakan adanya
perubahan fisiologis yang dapat meningkatkan risiko pasien.
b. Tindakan anestesi sendiri (baik regional ataupun umum), akan
menimbulkan instabilitas kardiopulmoner yang akan membutuhkan
dukungan/penanganan medis. Etiologi dari kejadian henti jantung selama
9
anestesi berbeda secara signifikan dengan situasi di luar ruang operasi
sehingga perlu dilakukan peninjauan ulang mengenai instruksi DNAR
c. Pemberian anestesi sendiri melibatkan beberapa prosedur yang dapat
dianggap sebagai salah satu bagian dari usaha resusitasi, misalnya
pemasangan kateter intravena, pemberian cairan dan obat-obatan
intravena, dan manajemen jalan napas dan ventilasi pasien.
d. Angka keberhasilan RJP di kamar operasi lebih tinggi secara signifikan
disbanding di ruang rawat inap.
2. Pasien dengan keputusan DNAR yang mungkin memerlukan prosedur
pembedahan harus dikonsultasikan kepada dokter spesialis bedah dan dokter
spesialis anestesi.
3. Fase pre-operatif
a. Dokter spesialis bedah dan dokter spesialis anestesi melakukan asesmen
sebagai berikut:
1) Kondisi medis pasien, termasuk status mental dan kompetensi
pasien.
2) Intervensi pembedahan yang dilakukan
3) Riwayat keputusan DNAR sebelumnya, termasuk:
 Durasi/batas waktu berlakunya keputusan tersebut
 Siapa yang bertanggungjawab menetapkan keputusan tersebut
 Alas an keputusan tersebut dibuat
4) Keputusan pertama yang dibuat adalah mengenai apakah pasien ini
perlu menjalani anestesi dan pembedahan (pertimbangkan dari sudut
pandang pasien, keluarga, dokter spesialis bedah, dan dokter spesialis
anestesi.
5) Jika pembedahan dianggap perlu, tentukan batasan-batasan tindakan
resusitasi apa saja yang dapat dilakukan di fase peri-operatif.
b. Kemudian dokter spesialis bedah dan dokter spesialis anestesi
melakukan peninjauan ulang keputusan DNAR. Tujuan peninjauan ulang
ini adalah untuk memperoleh kesepakatan mengenai penanganan apa
saja yang akan boleh dilakukan selama prosedur anestesi dan
pembedahan.
 Terdapat 3 pilihan keputusan setelah dilakukan peninjauan ulang
terhadap keputusan DNAR sebelumnya, yaitu:
1) Pilihan pertama : keputusan DNAR dibatalkan untuk sementara,
maksudnya jika pasien mengalami henti jantung dan/atau napas
selama menjalani anestesi dan pembedahan, maka dilakukan
RJP. Untuk selanjutnya keputusan ini ditinjau ulang kembali
saat pasien keluar dari ruang pemulihan.
2) Pilihan kedua : resusitasi terbatas yaitu spesifik terhadap
prosedur. Pasien dilakukan usaha resusitasi sepenuhnya kecuali
prosedur spesifik, yairu kompresi dada, kardioversi.
3) Pilihan ketiga : resusitasi terbatas yaitu spesifik terhadap tujuan.
Pasien dilakukan usaha resusitasi hanya jika efek samping yang
terjadi dianggap bersifat sementara dan reversible, berdasarkan
pertimbangan dokter spesialis bedah dan dokter spesialis
anestesi.
1
0
c. Hasil peninjauan ulang beserta pilihannya didiskusikan dengan DPJP.
Kemudian didiskusikan dengan pasien atau wali sah pasien dan/atau
keluarga pasien.
d. jika setelah diskusi masih belum terdapat kesepakatan mengenai pilihan
DNAR mana yang akan digunakan, maka pemegang keputusan tetaplah
diberikan kepada pasien atau wali sah pasien.
e. Pilihan yang telah disepakati harus docatat di rekam medis pasien.
f. Lakukan prosedur anestesi dan pebedahan segera setelah keputusan
dibuat dengan memperhatikan kondisi medis pasien.
g. Beberapa kondisi medis yang membutuhkan anestesi utnuk intervensi
operatif pada pasien dengan keputusan DNAR adalah:
1) Alat Bantu asupan nutrisi (misalnya : feeding tube)
2) Pembedahan segera untuk kondisi yang tidak berhubungan dengan
penyakit kronis pasien (misalnya : apendisitis akut)
3) Pembedahan segera untuk kondisi yang berhubungan dengan
penyakit kronis pasien tetapi tidak dianggap sebagai suatu bagian dan
prose’s terminal penyakitnya (misalnya : ileus obstruktif)
4) Prosedur untuk mengurangi nyeri (misalnya : operasi fraktur kolum
femur)
5) Prosedur untuk menyediakan akses vaskular
4. Fase intra-operatif
a. Pilihan keputusan berdasarkan peninjauan ulang tersebut harus
dikomunikasikan kepada semua petugas medis yang terlibat dalam
perawatan pasien di dalam kamar operasi, termasuk informasi bahwa
pilihan yang diambil diaplikasikan selama pasien berada di kamar operasi
dan ruang pemulihan.
b. Jika dilakukan pemberian premedikasi, haruslah berhati-hati utnuk
menghindari terjadinya perubahan status fisiologis pasien sebelum
ditransfer ke kamar operasi.
c. Dokter spesialis bedah dan dokter spesialis anestesi yang terlibat dalam
konsultasi pre-operatif harus hadir selama prosedur pembedahan
berlangsung.
5. Fase pasca-operatif
a. Pilihan keputusan berdasarkan peninjauan ulang tersebut harus
dikomunikasikan kepada semua petugas yang terlibat dalam perawatan
pasien di ruang pemulihan, termasuk informasi bahwa pilihan yang
diambil diaplikasikan selama pasien berada di ruang pemulihan.
b. Pilihan ini akan tetap berlaku hingga pasien dipulangkan atau dipindahkan
dari ruang pemulihan.
c. Jika pasien dipulangkan atau dipindahkan ke ruang rawat inap atau ruang
perawatan intensif maka pasien tersebut dilakukan asesmen ulang dan
peninjauan ulang terhadap pilihan keputusan tersebut.
d. Pada kasus tertentu, keputusan DNAR dapat diperpanjang batas waktunya
hingga pasien telah ditransfer ke ruang rawap inap pasca operasi.
Misalnya : jika penggunaan infus epidural/alat analgesik akan tetap
dipakai oleh pasien pasca-operasi.
e. Harus ada audit rutin mengenai manajemen pasien dengan keputusan
DNAR yang dijadwalkan untuk 1 menjalani operasi.
1
6. Pada situasi emergensi
a. Tidak selalu ada cukup waktu utnuk melakukan peninjauan ulang
mengenai keputusan DNAR sebelum melakukan anestesi dan
pembedahan.
b. Akan tetapi harus tetap dilakukan usaha untuk mengklarifikai adanya
keputusan DNAR dini/awal yang telah dibuat sebelumnya (jika
memungkinkan).

D. PENINJAUAN ULANG MENGENAI INSTRUKSI DNAR


1. Keputusan mengenai DNAR ini harus ditinjau ulang secara teratur dan rutin,
terutama jika terjadi perubahan apapun terhadap kondisi dan keinginan
pasien, termasuk juga jika pasien tersebut akan dilakukan prosedur anestesi
dan pembedahan.
2. Frekuensi peninjauan ukang ini harus ditentukan oleh DPJP.
3. Biasanya peninjauan ulang ini dilakukan setiap 7 hari sekali, tetapi dapat juga
dilakukan setiap hari pada kasus-kasus tertentu.
4. Peninjauan ulang ini dipengaruhi oleh diagnosis pasien, potensi perbaikan
kondisi, dan respon pasien terhadap terapi/pengobatan.

E. PEMBATALAN INSTRUKSI DNAR


1. Jika instruksi DNAR tidak lagi berlaku, bagian pembatalan formulir DNAR
harus dilengkapi/diisi. Dituliskan tanggal dan ditandatangani oleh DPJP.
2. Pembatalan ini harus dengan jelas dicatat di rekam medis pasien.
3. Identifikasi alert DNAR harus dilepas dari gelang identifikasi pasien.

F. TRANSFER PASIEN DENGAN INSTRUKSI DNAR


1. Jika pasien ditransfer ke rumah sakit lain dengan instruksi DNAR, DPJP
melakukan asesmen ulang dan mengambil keputusan berdasarkan informasi
yang didapat saat itu mengenai: “Apakah instruksi DNAR masih berlaku atau
tidak?”. Sebelum asesmen ulang tersebut dilakukan pasien masih dianggap
sebagai DNAR.
2. Jika pasien ditransfer ke pelayanan primer lain dengan instruksi DNAR,
dokter umum di layanan primer tersebut bertanggungjawab melakukan
asesmen ulang dan pengambilan keputusan harus dikomunikasikan dengan
semua petugas yang terlibat dalam perawatan pasien. Sebelum asesmen ulang
tersebut dilakukan, pasien masih dianggap DNAR.
3. Saat melakukan transfer pasien, formulir DNAR harus tetap disertakan dalam
rekam medis pasien. Formulir DNAR ini tidak boleh difotokopi.

1
2
G. INSTRUKSI DNAR PADA PASIEN DI LUAR RUMAH SAKIT
1. Pada situasi kasus emergensi yang terjadi di luar rumah sakit, usaha RJP
memiliki angka keberhasilan yang lebih rendah pada pasien dengan usia
sangat lanjut atau memiliki penyakit berat/terminal.
2. Saat ini, banyak pasien-pasien dengan kondisi tersebut memilih untuk
meninggal dengan tenang dan tidak ingin menjalani intervensi yang agresif,
seperti RJP. Banyak juga pasien yang memilih dirawat di rumah samapai
akhir usianya.
3. RJP ditijukan kepada semua pasien yang mengalami henti jantung dan/atau
henti napas, kecuali pasien telah ditemukan meninggal sebelumnya dengan
tanda-tanda kematian yang jelas atau pasien memiliki instruksi tertulis DNAR
yang valid dan ditandatangani oleh dokter.

H. PANDUAN PEMASANGAN IDENTIFIKASI ALERT DNAR PADA


PASIEN DENGAN INSTRUKSI DNAR
1. Pemasangan identifikasi alert pada pasien dengan intruksi DNAR adalah
pemasangan tanda berwarna ungu pada gelang identifikasi pasien sebagai
penanda bahwa pasien tersebut memiliki instruksi DNAR yang valid.
2. Identifikasi alert ini harus telah disetujui oleh direksi, resmi, mudah dikenali,
dan khusus/khas, dipasang pada gelang identifikasi pasien.
3. Identifikasi alert ini harus dikenali oleh dokter, perawata, petugas kesehatan
yang lain, termasuk juga tim kegawatdaruratan medis. Dan harus dihargai dan
ditaati oleh tim kegawatdaruratan medis dengan atau tanpa adanya formulir
instruksi DNAR tertulis.
4. Sebelum pemasangan identifikasi alert harus disertai penjelasan tentang
maksud dan tujuan pemasangan tersebut kepada pasien atau wali sah dan/atau
keluarga pasien.
5. Jika instruksi DNAR dibatalkan maka identifikasi alert tersebut harus
dilepas.

1
3
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Formulir instruksi DNAR adalah formulir yang berisi tentang instruksi dokter
(DPJP) dimana tenaga medis dan tim kegawatdaruratan medis tidak boleh
melakukan resusitasi (RJP) bila pasien tersebut mengalami henti napas (tidak ada
pernapasan spontan) atau mengalami henti jantung (tidak ada denyut nadi).
Formulir ini juga menginstruksikan kepada tenaga medis dan tim
kegawatdaruratan medis untuk tetap melakukan intervensi atau pengobatan atau
tata laksana lainnya sebelum terjadi henti napas atau henti jantung.
2. Formulir DNAR berisi tentang:
a. Identitas pasien : nama lengkap pasien, tempat dan tanggal lahir pasien
b. Pernyataan dan Instruksi Dokter (tandai salah satu):
1) Usaha komprehensif untk mencegah henti napas dan/atau henti jantung
TANPA melakukan intubasi. Jika terjadi henti napsd atau henti jantung
TIDAK melakukan RJP (DO NOT ATTEMPT RESUSCITATION)
2) Usaha suportif sebelum terjadi henti napas atau henti jantung yang
meliputi pembukaan jalan napas secara non invasif, pemberian oksigen,
mengontrol perdarahan, memposisikan pasien dengan nyaman, bidai,
obat-obatan anti nyeri. TIDAK melakukan RJP bila henti napas atau henti
jantung.
c. Hasil diskusi tentang instruksi DNAR dan inform consent diperoleh dari:
1. Pasien sendiri
2. Wali yang sah atas pasien (termasuk yang ditunjuk pengadilan)
3. Anggota keluarga pasien
Jika tidak dimungkinkan, maka dokter memberika perintah DNAR berdasarkan
pada:
1) Instruksi pasien sebelumnya
2) Keputusan dua orang dokter bawha RJP akan memberikan hasil yang
tidak efektif
d. Identitas dokter, meliputi : nama lengkap dokter, jabatan, nomor telepon yang
bisa dihubungi, tanda tangan dokter.
e. Tanggal dan jam menyatakan instruksi DNAR
3. Formulir ini dinyatakan valid jika terisi lengkap dan ditandatangani oleh Dokter
Penanggung Jawab Pasien (DPJP) dan disertei inform consent yang terisi lengkap
dan ditandatangani oleh pasien atau waliu sah pasien dan saksi. Formulir DNAR
disimpan di rekam medis pasien.
4. Selain formulir DNAR tersebut, dalam Catatan Perkembangan Pasien
Terintegrasi (CPPT) dicatat alasan diputuskannya tindakan DNAR, hasil diskusi
dengan pasien/wali sah dan/atau keluarga mengenai keputusan untuk tidak
melakukan resusitasi.

1
4
DAFTAR PUSTAKA

 American Heart Association. (2010). Giudelines for Cardiopulmonary and


Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care.
 BBC_ Ethic Guide. Do Not Attempt Resuscitation.
http:/www.bbc.co.uk.ethics/euthanasia/overview/DNAR.shtml
 California Emergency Medical Service Authority. Do Not Attempt
Resuscitation (DNAR) & Physician Orders for Life-Sustaining Treatment
(POLST). http:/www.emsa.ca.gov/Forms
 NHS Wirral. Do Not Attempt Resuscitation Policy (DNAR) for Adults only.
http:/www.wirral.nhs.uk.document.uploads/Policies general
GP4%20DNARPolicy092010-27142011.pdf
 Medical Society of New Jersey (MSNJ). (1994). Guidelines for Physicians-
Concerning Do Not Attempt Resuscitation (DNAR) Orders For Patients
Located Outside of a Hospital Or Long Term care Nursing Facility.
http:/www.state.nj.us/health/ems/documents/physicanpolicy.pdf
 Resuscitation Council(UK). (2009). Recommended Standards for Recording
“Do not Attempt Resuscitation” (DNAR) decisions.
http:/www.resus.org.uk/pages/dnarrstd.htm

1
5
1
6
1
7
1
8
1
9
2
0
2
1
2
2
2
3
2
4
2
5
2
6

Vous aimerez peut-être aussi