Vous êtes sur la page 1sur 23

Amien Selalutersenyum

Hidup Tidak Semudah yang kita Bayangkan dan Tidak Sesulit yang kita pikirkan

Minggu, 21 April 2013

ASKEP POST PARTUM BLUES

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia dalam kehidupannya tidak pernah terlepas dari berbagai permasalahan, baik yang tergolong
sederhana sampai yang kompleks. Semua itu membutuhkan kesiapan mental untuk menghadapinya.
Pada kenyataannya terdapat gangguan mental yang sangat mengganggu dalam hidup manusia, yang
salah satunya adalah depresi. Gangguan mental emosional ini bisa terjadi pada siapa saja, kapan saja,
dari kelompok mana saja, dan pada segala rentang usia. Bagi penderita depresi ini selalu dibayangi
ketakutan, kengerian, ketidakbahagiaan serta kebencian pada mereka sendiri.

Ibu yang baru saja mengalami proses reproduksi sangat membutuhkan dukungan psikologis dari orang-
orang terdekatnya. Kurangnya dukungan dari orang-orang terdekat dapat menyebabkan penurunan
psikologis yang akan menyebabkan ibu menjadi depresi.

Depresi biasanya terjadi saat stress yang dialami oleh seseorang tidak kunjung reda, dan depresi yang
dialami berkorelasi dengan kejadian dramatis yang baru saja terjadi atau menimpa seseorang. Penyebab
depresi bisa dilihat dari faktor biologis (seperti misalnya karena sakit, pengaruh hormonal, depresi pasca-
melahirkan, penurunan berat yang drastis) dan faktor psikososial (misalnya konflik individual atau
interpersonal, masalah eksistensi, masalah kepribadian, masalah keluarga).

Penyebab depresi dari faktor biologis salah satunya adalah depresi pasca-melahirkan. Iskandar (2007)
menerangkan bahwa depresi postpartum terjadi karena kurangnya dukungan terhadap penyesuaian
yang dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktifitas dan peran barunya sebagai ibu setelah
melahirkan. Depresi Postpartum merupakan problem psikis sesudah melahirkan seperti kemunculan
kecemasan, labilitas perasaan dan depresi pada ibu.

Perubahan hormon dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga dapat dianggap pemicu depresi ini.
Diperkirakan sekitar 50-70% ibu melahirkan menunjukkan gejala-gejala awal kemunculan depresi
postpartum, walau demikian gejala tersebut dapat hilang secara perlahan karena proses adaptasi dan
dukungan keluarga yang tepat.
Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat mendiagnosa secara langsung depresi
postpartum. Secara medis, dokter menyimpulkan beberapa simtom yang tampak dapat disimpulkan
sebagai gangguan depresi postpartum bila memenuhi kriteria gejala yang ada.

Angka kejadian depresi postpartum di Asia cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85% (Iskandar,
2007), sedangkan di Indonesia angka kejadian depresi postpartum antara 50-70% dari wanita pasca
persalinan (Hidayat, 2007).

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui depresi yang terjadi pada ibu postpartum dan untuk mengetahui cara penerapan
asuhan keperawatan pada ibu dengan depresi postpartum.

2. Tujuan Khusus

· Untuk mengetahui Pengertian depresi postpartum

· Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi depresi postpartum.

· Untuk mengetahui gejala-gejala depresi postpartum

· Untuk mengetahui cara penanggulangan depresi postpartum.

· Mampu menjelaskan mengenai konsep proses keperawatan.

C. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian depresi post partum

2. Bagaimana gejala-gejala depresi postpartum

3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi depresi post partum

4. Bagaimana penanggulangan depresi postpartum

5. Bagaimana konsep kperawatan pada kliendepresi postpartum


BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Hadi (2004), menyatakan secara sederhana dapat dikatakan bahwa depresi adalah suatu pengalaman
yang menyakitkan, suatu perasaan tidak ada harapan lagi.

Kartono (2002), menyatakan bahwa depresi adalah keadaan patah hati atau putus asa yang disertai
dengan melemahnya kepekaan terhadap stimulus tertentu, pengurangan aktivitas fisik maupun mental
dan kesulitan dalam berpikir, Lebih lanjut Kartono menjelaskan bahwa gangguan depresi disertai
kecemasan , kegelisahan dan keresahan, perasaan bersalah, perasaan menurunnya martabat diri atau
kecenderungan bunuh diri.

Trisna (Hadi, 2004), menyimpulkan bahwa depresi adalah suatu perasaan sendu atau sedih yang
biasanya disertai dengan diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh. Mulai dari perasaan murung sedikit
sampai pada keadaan tidak berdaya. Individu yakin tidak melakukan apa pun untuk mengubahnya dan
merasa bahwa respon apa pun yang dilakukan tidak akan berpengaruh pada hasil yang muncul.

Gangguan–gangguan psikologis yang muncul akan mengurangi kebahagiaan yang dirasakan, dan sedikit
banyak mempengaruhi hubungan anak dan ibu dikemudian hari. Hal ini bisa muncul dalam durasi yang
sangat singkat atau berupa serangan yang sangat berat selama berbulan–bulan atau bertahun – tahun
lamanya

Menurut Duffet-Smith (1995), depresi pascasalin bisa berkaitan dengan terjadinya akumulasi stres. Ada
stres yang tidak dapat dihindari, seperti operasi. Depresi adalah pengalaman yang negatif ketika semua
persoalan tamapak tidak terpecahkan. Persoalan juga tidak akan terpecahkan dengan berpikir lebih
positif, tetapi sikap itu akan membuat depresi lebih dapat dikendalikan. Masih menurut Duffet-Smith,
faktor kunci dalam depresi pasca persalinan adalah kecapaian yang menjadi kelelahan total. Kepercayaan
diri ibu dapat luntur jika ibu merasa tidak mampu menanganinya dan menjadi frustasi karena kelemahan
fisiknya.

Monks dkk (1988), menyatakan bahwa depresi postpartum merupakan problem psikis sesudah
melahirkan seperti labilitas afek, kecemasan dan depresi pada ibu yang dapat berlangsung berbulan –
bulan. Sloane dan Bennedict (1997) menyatakan bahwa depresi postpartum biasanya terjadi pada 4 hari
pertama masa setelah melahirkan dan berlangsung terus 1 – 2 minggu.

Lewellyn–Jones (1994), menyatakan bahwa wanita yang didiagnosa secara klinis pada masa postpartum
mengalami depresi dalam 3 bulan pertama setelah melahirkan. Wanita yang menderita depresi
postpartum adalah mereka yang secara sosial dan emosional merasa terasingkan atau mudah tegang
dalam setiap kejadian hidupnya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi postpartum adalah gangguan emosional
pasca persalinan yang bervariasi, terjadi pada 10 hari pertama masa setelah melahirkan dan berlangsung
terus – menerus sampai 6 bulan bahkan sampai satu tahun.

Gangguan postpartum yang paling berat disebut psikosis postpartum atau melankolia. Diantara 2
keadaan ekstrem tersebut terdapat kedaan yang relatif mempunyai tingkat keparahan sedang yang
disebut neurosa depresi atau depresi postpartum.

B. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEPRESI POSTPARTUM

Cycde (Regina dkk, 2001) mengemukakan bahwa depresi postpartum tidak berbeda secara mencolok
dengan gangguan mental atau gangguan emosional. Suasana sekitar kehamilan dan kelahiran dapat
dikatakan bukan penyebab tapi pencetus timbulnya gangguan emosional.

Nadesul (1992), penyebab nyata terjadinya gangguan pasca melahirkan adalah adanya
ketidakseimbangan hormonal ibu, yang merupakan efek sampingan kehamilan dan persalinan.

Sarafino (Yanita dan Zamralita, 2001), faktor lain yang dianggap sebagai penyebab munculnya gejala ini
adalah masa lalu ibu tersebut, yang mungkin mengalami penolakan dari orang tuanya atau orang tua
yang overprotective, kecemasan yang tinggi terhadap perpisahan, dan ketidakpuasaan dalam
pernikahan. Perempuan yang memiliki sejarah masalah emosional rentan terhadap gejala depresi ini,
kepribadian dan variable sikap selama masa kehamilan seperti kecemasan, kekerasan dan kontrol
eksternal berhubungan dengan munculnya gejala depresi.

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Llewellyn–Jones (1994), karakteristik wanita yang berisiko
mengalami depresi postpartum adalah : wanita yang mempunyai sejarah pernah mengalami depresi,
wanita yang berasal dari keluarga yang kurang harmonis, wanita yang kurang mendapatkan dukungan
dari suami atau orang–orang terdekatnya selama hamil dan setelah melahirkan, wanita yang jarang
berkonsultasi dengan dokter selama masa kehamilannya misalnya kurang komunikasi dan informasi,
wanita yang mengalami komplikasi selama kehamilan.

Pitt (Regina dkk, 2001), mengemukakan 4 faktor penyebeb depresi postpartum sebagai berikut :

a. Faktor konstitusional.

Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas adalah riwayat obstetri pasien yang meliputi
riwayat hamil sampai bersalin serta apakah ada komplikasi dari kehamilan dan persalinan sebelumnya
dan terjadi lebih banyak pada wanita primipara. Wanita primipara lebih umum menderita blues karena
setelah melahirkan wanita primipara berada dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya memikirkan diri
sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan menjadi bingung sementara bayinya harus
tetap dirawat.

b. Faktor fisik.

Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya gangguan mental selama 2 minggu pertama
menunjukkan bahwa faktor fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan faktor penting.
Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan dan periode laten selama dua hari diantara
kelahiran dan munculnya gejala. Perubahan ini sangat berpengaruh pada keseimbangan. Kadang
progesteron naik dan estrogen yang menurun secara cepat setelah melahirkan merupakan faktor
penyebab yang sudah pasti.

c. Faktor psikologis.

Peralihan yang cepat dari keadaan “dua dalam satu” pada akhir kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu
dan anak bergantung pada penyesuaian psikologis individu. Klaus dan Kennel (Regina dkk, 2001),
mengindikasikan pentingnya cinta dalam menanggulangi masa peralihan ini untuk memulai hubungan
baik antara ibu dan anak.

d. Faktor sosial.

Paykel (Regina dkk, 2001) mengemukakan bahwa pemukiman yang tidak memadai lebih sering
menimbulkan depresi pada ibu – ibu, selain kurangnya dukungan dalam perkawinan.

Menurut Kruckman (Yanita dan zamralita, 2001), menyatakan terjadinya depresi pascasalin dipengaruhi
oleh faktor :

1. Biologis.
Faktor biologis dijelaskan bahwa depresi postpartum sebagai akibat kadar hormon seperti estrogen,
progesteron dan prolaktin yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam masa nifas atau mungkin
perubahan hormon tersebut terlalu cepat atau terlalum lambat.

2. Karakteristik ibu, yang meliputi :

a. Faktor umur.

Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi seseorang perempuan untuk melahirkan
pada usia antara 20–30 tahun, dan hal ini mendukung masalah periode yang optimal bagi perawatan
bayi oleh seorang ibu. Faktor usia perempuan yang bersangkutan saat kehamilan dan persalinan
seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu.

b. Faktor pengalaman.

Beberapa penelitian diantaranya adalah pnelitian yang dilakukan oleh Paykel dan Inwood (Regina dkk,
2001) mengatakan bahwa depresi pascasalin ini lebih banyak ditemukan pada perempuan primipara,
mengingat bahwa peran seorang ibu dan segala yang berkaitan dengan bayinya merupakan situasi yang
sama sekali baru bagi dirinya dan dapat menimbulkan stres. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Le
Masters yang melibatkan suami istri muda dari kelas sosial menengah mengajukan hipotesis bahwa 83%
dari mereka mengalami krisis setelah kelahiran bayi pertama.

c. Faktor pendidikan.

Perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan social dan konflik peran, antara tuntutan
sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan aktivitasnya diluar rumah,
dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anak–anak mereka (Kartono, 1992).

d. Faktor selama proses persalinan.

Hal ini mencakup lamanya persalinan, serta intervensi medis yang digunakan selama proses persalinan.
Diduga semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan pada saat persalinan, maka akan semakin besar pula
trauma psikis yang muncul dan kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan menghadapi depresi
pascasalin.

e. Faktor dukungan sosial.

Banyaknya kerabat yang membantu pada saat kehamilan, persalinan dan pascasalin, beban seorang ibu
karena kehamilannya sedikit banyak berkurang.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab depresi postpartum adalah faktor
konstitusional, faktor fisik yang terjadi karena adanya ketidakseimbangan hormonal, faktor psikologi,
faktor sosial dan karakteristik ibu.

F. GEJALA-GEJALA DEPRESI POSTPARTUM


Depresi merupakan gangguan yang betul–betul dipertimbangkan sebagai psikopatologi yang paling
sering mendahului bunuh diri, sehingga tidak jarang berakhir dengan kematian. Gejala depresi seringkali
timbul bersamaan dengan gejala kecemasan. Manifestasi dari kedua gangguan ini lebih lanjut sering
timbul sebagai keluhan umum seperti : sukar tidur, merasa bersalah, kelelahan, sukar konsentrasi, hingga
pikiran mau bunuh diri.

Menurut Vandenberg (dalam Cunningham dkk, 1995), menyatakan bahwa keluhan dan gejala depresi
postpartum tidak berbeda dengan yang terdapat pada kelainan depresi lainnya. Hal yang terutama
mengkhawatirkan adalah pikiran – pikiran ingin bunuh diri, waham–waham paranoid dan ancaman
kekerasan terhadap anak–anaknya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ling dan Duff (2001), bahwa gejala depresi postpartum yang dialami
60 % wanita hampir sama dengan gejala depresi pada umumnya.

Tetapi dibandingkan dengan gangguan depresi yang umum, depresi postpartum mempunyai karakteristik
yang spesifik antara lain :

a. Mimpi buruk.

Biasanya terjadi sewaktu tidur REM. Karena mimpi – mimpi yang menakutkan, individu itu sering
terbangun sehingga dapat mengakibatkan insomnia.

b. Insomnia.

Biasanya timbul sebagai gejala suatu gangguan lain yang mendasarinya seperti kecemasan dan depresi
atau gangguan emosi lain yang terjadi dalam hidup manusia.

c. Phobia.

Rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang tidak dapat dihilangkan atau
ditekan oleh pasien, biarpun diketahuinya bahwa hal itu irasional adanya. Ibu yang melahirkan dengan
bedah Caesar sering merasakan kembali dan mengingat kelahiran yang dijalaninya. Ibu yang menjalani
bedah Caesar akan merasakan emosi yang bermacam–macam. Keadaan ini dimulai dengan perasaan
syok dan tidak percaya terhadap apa yang telah terjadi. Wanita yang pernah mengalami bedah Caesar
akan melahirkan dengan bedah Caesar pula untuk kehamilan berikutnya. Hal ini bisa membuat rasa takut
terhadap peralatan peralatan operasi dan jarum (Duffet-Smith, 1995).

d. Kecemasan.

Ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang
tidak menyenangkan, tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahuinya.

e. Meningkatnya sensitivitas.
Periode pasca kelahiran meliputi banyak sekali penyesuaian diri dan pembiasaan diri. Bayi harus diurus,
ibu harus pulih kembali dari persalinan anak, ibu harus belajar bagaimana merawat bayi, ibu perlu
belajar merasa puas atau bahagia terhadap dirinya sendiri sebagai seorang ibu. Kurangnya pengalaman
atau kurangnya rasa percaya diri dengan bayi yang lahir, atau waktu dan tuntutan yang ekstensif akan
meningkatkan sensitivitas ibu (Santrock, 2002).

f. Perubahan mood.

Menurut Sloane dan Bennedict (1997), menyatakan bahwa depresi postpartum muncul dengan gejala
sebagai berikut : kurang nafsu makan, sedih – murung, perasaan tidak berharga, mudah marah,
kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri,
anhedonia, menyalahkan diri, lemah dalam kehendak, tidak mempunyai harapan untuk masa depan,
tidak mau berhubungan dengan orang lain. Di sisi lain kadang ibu jengkel dan sulit untuk mencintai
bayinya yang tidak mau tidur dan menangis terus serta mengotori kain yang baru diganti. Hal ini
menimbulkan kecemasan dan perasaan bersalah pada diri ibu walau jarang ditemui ibu yang benar–
benar memusuhi bayinya.

Menurut Nevid dkk (1997), depresi postpartum sering disertai gangguan nafsu makan dan gangguan
tidur, rendahnya harga diri dan kesulitan untuk mempertahankan konsentrasi atau perhatian.

Kriteria diagnosis spesifik depresi postpartum tidak dimasukkan di dalam DSM-IV, dimana tidak terdapat
informasi yang adekuat untuk membuat diagnosis spesifik. Diagnosis dapat dibuat jika depresi terjadi
dalam hubungan temporal dengan kelahiran anak dengan onset episode dalam 4 minggu pasca
persalinan.

Menurut DSM IV, simptom–simptom yang biasanya muncul pada episode postpartum antara lain
perubahan mood, labilitas mood dan sikap yang berlebihan terhadap bayi. Wanita yang menderita
depresi postpartum sering mengalami kecemasan yang sangat hebat dan sering panik. Meskipun belum
ada kriteria diagnosis spesifik dalam DSM-IV, secara karakteristik penderita depresi postpartum mulai
mengeluh kelelahan, perubahan mood, memiliki episode kesedihan, kecurigaan dan kebingungan serta
tidak mau berhubungan dengan orang lain.

Selain itu, penderita depresi postpartum memiliki perasaan tidak ingin merawat bayinya, tidak mencintai
bayinya, ingin menyakiti bayi atau dirinya sendiri atau keduanya.

Gejala depresi pascasalin ini memang lebih ringan dibandingkan dengan psikosis pascasalin. Meskipun
demikian, kelainan–kelainan tersebut memiliki potensi untuk menimbulkan kesulitan atau masalah bagi
ibu yang mengalaminya (Kruckman dalam Yanita dan Zamralita, 2001).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gejala–gejala depresi postpartum antara lain adalah
trauma terhadap intervensi medis yang dialami, kelelahan, perubahan mood, gangguan nafsu makan,
gangguan tidur, tidak mau berhubungan dengan orang lain, tidak mencintai bayinya, ingin menyakiti bayi
atau dirinya sendiri atau keduanya.
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

Pengenalan gejala mood merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh perawat perinatal. Rencana
keperawatan harus merefleksikan respons perilaku yang diharapkan dari gangguan tertentu. Rencan
individu didasarkan pada karakteristik wanita dan keadaannya yang spesifik. Suami atau pasangan wanita
tersebut juga dapat mengalami gangguan emosional akibat perilaku wanita tersebut.

Pengkajian pada pasien post partum blues menurut Bobak ( 2004 ) dapat dilakukan pada pasien dalam
beradaptasi menjadi orang tua baru. Pengkajiannya meliputi ;

a. Identitas klien.

Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain-lain

b. Keluhan Utama

Mudah marah, cemas, melukai diri

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada Ibu dengan depresi postpartum biasanya terjadi kurang nafsu makan, sedih – murung, mudah
marah, kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi,
melukai diri

2) Riwayat Kesehatan Dahulu

Berhubungan dengan kejadian pada persalinan masa lalu serta kesehatan pasien

3) Riwayat kesehatan keluarga

Berhubungan dengan dukungan keluarga terhadap keadaan pasien

d. Riwayat Persalinan
Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses kelahiran itu sendiri dan melihat
kembali perilaku mereka saat hamil dalam upaya retrospeksi diri (Konrad, 1987). Selama hamil, ibu dan
pasangannya mungkin telah membuat suatu rencana tertentu tentang kelahiran anak mereka, hal-hal
yang mencakup kelahiran pervagina dan beberapa intervensi medis. Apabila pengalaman mereka dalam
persalinan sangat berbeda dari yang diharapkan (misalnya ; induksi, anestesi epidural, kelahiran sesar),
orang tua bisa merasa kecewa karena tidak bisa mencapai yang telah direncanakan sebelumnya.

Apa yang dirasakan orang tua tentang pengalaman melahirkan sudah pasti akan mempengaruhi adaptasi
mereka untuk menjadi orang tua.

e. Citra Diri Ibu

Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan seksualitas ibu. Bagaimana perasaan
ibu baru tentang diri dan tubuhnya selama masa nifas dapat mempengaruhi perilaku dan adaptasinya
dalam menjadi orang tua. Konsep diri dan citra tubuh ibu juga dapat mempengaruhi seksualitasnya.
Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan penyesuaian perilaku seksual setelah melahirkan seringkali
menimbulkan kekhawatiran pada orang tua baru. Ibu yang baru melahirkan bisa merasa enggan untuk
memulai hubungan seksual karena takut merasa nyeri atau takut bahwa hubungan seksual akan
mengganggu penyembuhan jaringan perineum.

f. Interaksi Orang Tua-Bayi

Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi interaksi orang tua dengan bayi
baru. Respon orang tua terhadap kelahiran anak meliputi perilaku adaptif dan perilaku maladatif. Baik
ibu maupun ayah menunjukkan kedua jenis perilaku maupun saat ini kebanyakan riset hanya berfokus
pada ibu. Banyak orang tua baru mengalami kesulitan untuk menjadi orang tua sampai akhirnya
keterampilan mereka membaik. Kualitas keibuan atau kebapaan pada perilaku orang tua membantu
perawatan dan perlindungan anak. Tanda-tanda yang menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini,
terlihat segera setelah ibu melahirkan, saat orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir dan melanjutkan
proses untuk menegakkan hubungan mereka.

g. Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif

Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang tua terhadap kebutuhan bayinya
yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan mereka, respon social yang tidak matur, dan
ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukkan perilaku yang adaptif ketika mereka merasakan suka cita
karena kehadiran bayinya dan karena tugas-tugas yang diselesaikan untuk dan bersama anaknya, saat
mereka memahami yang dikatakan bayinya melalui ekspresi emosi yang diperlihatkan bayi dan yang
kemudian menenangkan bayinya, dan ketika mereka dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasa
tingkat kelelahan bayi. Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orang tua tidak sesuai dengan
kebutuhan bayinya. Mereka tidak dapat merasakan kesenangan dari kontak fisik dengan anak mereka.
Bayi-bayi ini cenderung akan dapat diperlakukan kasar. Orang tua tidak merasa tertarik untuk melihat
anaknya. Tugas merawat anak seperti memandikan atau mengganti pakaian, dipandang sebagai sesuatu
yang menyebalkan. Orang tua tidak mampu membedakan cara berespon terhadap tanda yang
disampaikan oleh bayi, seperti rasa lapar, lelah keinginan untuk berbicara dan kebutuhan untuk dipeluk
dan melakukan kontak mata. Tampaknya sukar bagi mereka untuk menerima anaknya sebagai anak yang
sehat dan gembira.

h. Struktur dan Fungsi Keluarga

Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum blues ialah melihat komposisi dan
fungsi keluarga. Penyesuaian seorang wanita terhadap perannya sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh
hubungannya dengan pasangannya, ibunya dengan keluarga lain, dan anak-anak lain. Perawat dapat
membantu meringankan tugas ibu baru yang akan pulang dengan mengkaji kemungkinan konflik yang
bisa terjadi diantara anggota keluarga dan membantu ibu merencanakan strategi untuk mengatasi
masalah tersebut sebelum keluar dari rumah sakit

i. Perubahan Mood.

Kurang nafsu makan, sedih – murung, perasaan tidak berharga, mudah marah, kelelahan, insomnia,
anorexia, merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri, anhedonia,
menyalahkan diri, lemah dalam kehendak, tidak mempunyai harapan untuk masa depan, tidak mau
berhubungan dengan orang lain. Di sisi lain kadang ibu jengkel dan sulit untuk mencintai bayinya yang
tidak mau tidur dan menangis terus serta mengotori kain yang baru diganti. Hal ini menimbulkan
kecemasan dan perasaan bersalah pada diri ibu walau jarang ditemui ibu yang benar–benar memusuhi
bayinya.

II. DIAGNOSA

1. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan stress kelahiran, konsep diri negative, system
pendukung, yang tidak adekuat

Batasan Karakteristik:

o Gangguan tidur

o Penyalahgunaan bahan kimia

o Penurunan penggunaan dukungan sosial

o Konsentrasi yang buruk

o Kelelahan

o Problem solving tidak adekuat

o Mengeluhkan ketidakmampuan koping atau ketidakmampuan untuk meminta bantuan

o Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan dasar


o Perilaku merusak terhadap diri atau orang lain

o Ketidakmampuan memnuhi harapan peran

o Tingkat kesakitan/penyakit yang tinggi

o Perubahan dalam pola komunikasi

o Menggunakan bentuk koping yang meghalangi/mengganggu perilaku adaptif

o Kurangnya perilaku yang bertujuan langsung/resolusi masalah, termasuk ketidakmampuan untuk


merawat, dan kesulitan mengorganisasikan informasi

2. Kecemasan berhubungan dengan stress psikologi

Batasan karakteristik :

a. Perilaku

· Penurunan produktivitas

· Gelisah

· Insomnia

· Resah

b. Afektif

· Kesedihan yang mendalam

· Takut

· Gugup

· Mudah tersinggung

· Nyeri hebat

· Ketakutan

· Distres

· Khawatir

· Cemas

c. Fisiologi

· Goyah
· Peningkatan respirasi (simpatis)

· Peningkatan keringat

· Wajah tegang

· Anoreksia (simpatis)

· Kelelahan (parasimpatis)

· Gugup (simpatis)

· Mual (parasimapatis)

· Pusing (parasimpatis)

d. Kognitif

· Bingung

· Kerusakan perhatian

· Ketakutan terhadap hal yang tidak jelas

· Sulit berkonsentrasi

3. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan depresi berat

Batasan Karakteristik :

· Mengungkapka /menunjukan ketidakmampuan untuk menerima atau mengkomunikasikan rasa


kepuasan, rasa memiliki, menyayangi, ketertarikan atau membagi pengalaman

· Mengungkapkan / menunjukan ketidaknyamanan dalam situasi sosial

· Menunjukkan penggunaan perilaku interaksi social tidak berhasil

· Keluarga melaporkan perubahan gaya hidup atau pola interaksi

4. Kerusakan pola tidur berhubungan dengan kelelahan, kekhawatiran financial.

Batasan karakteristik :

· Terbangun dalam waktu lama

· Insomnia dalam waktu lama

· Kerusakan pola normal karena diri sendiri

· Insomnia pagi hari


· Terbangun lebih awal atau terlambat bangun

· Mengeluh untuk mulai tidur

· Tidur tidak puas

· Tiga kali atau lebih bangun di malam hari.

5. Risiko kekerasan terhadap diri sendiri berhubungan dengan status emosional post partum

Batasan karakteristik :

· Putus asa

· Penolakan

· Cemas

· Panic

· Mudah marah

· Permusuhan

III. INTERVENSI

No

Diagnosa

Tujuan & kriteria hasil

intervensi

rasional

§ Koping individu tidak efektif berhubungan dengan stress kelahiran, konsep diri negative, system
pendukung, yang tidak adekuat
Anxiety Control (1402)

Indikasi :

- Pasien dapat instensitas cemas

- Pasien dapat Menggunakan strategi koping efektif

- Pasien dapat Menggunakan teknik relaksasi untuk menekan kecemasan

- Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan.

- Bantu pasien untuk menfokuskan pada situasi saat ini,.

- Sediakan pengalihan melalui televise, radio, permainan serta terapi okupasi.

- Sediakan penguatan yang positif ketika apsien mampu meneruskan aktivitas sehari-hari dan lainnnya
meskipun mengalami Kecemasan.

· untuk mengeksternalisasikan kecemasan

· sebagai alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan

· untuk mengurangi kecemasan dan memperluas focus

· aktifitas dapat mengalihkan stresor pasien

§ Kecemasan berhubungan dengan stress psikologi

- Pasien dapat Menggunakan strategi koping efektif

- Pasien dapat Menggunakan teknik relaksasi untuk menekan kecemasan


- Beri dorongan kepada pasien

- Bantu pasien untuk menfokuskan pada situasi saat ini, sebagai alat

- Sediakan pengalihan melalui televise, radio, permainan serta terapi okupasi

- Sediakan penguatan yang positif ketika apsien mampu meneruskan aktivitas sehari-hari dan lainnnya
meskipun mengalami Kecemasan.

· untuk mengungkapkan pikiran dan perasaanuntuk mengeksternalisasikan kecemasan.

· untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan.

· untuk mengurangi kecemasan dan memperluas focus.

§ Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan depresi berat

- Pasien dapat berkerjasama

- Pasien dapat mengontrol Ketenangan

- Pasien dapat Relaksasi

- mendorong pasien dalam pengembangan hubungan


- mendorong untuk berhubungan dengan orang lain

- mendorong untuk beraktivitas dalam masyarakat / social

- mendorong untuk berbagi masalah dengan orang lain

· hubungan dengan orang lain dapat mengurangi tingkat stresor

· aktifitas dapat membantu mengurangi beban fikiran

· untuk endapatkan solusi dari orang lain

§ Kerusakan pola tidur berhubungan dengan kelelahan, kekhawatiran financial.

- Pola tidur teratur

- Kualitas tidur baik

- Pantau pola tidur dan catat hubungan faktor-faktor fisik

- Hindari suara keras dan penggunaan lampu saat tidur malam

- Cari teman sekamar yang cocok bagi pasien, jika memungkinkan.

- Berikan tidur siang jika diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tidur

· Pola tidur yang efektif membuat pasien lbih segar

· Suara keras dapat mengganggu tidur pasien

· Teman sekaamar sebagai tempat berbagi masalah

· Tidur siang dapat memenuhi kebutuhan tidur

§ Risiko kekerasan terhadap diri sendiri berhubungan dengan status emosional post partum

- Mengenal penanganan klien dengan perilaku kekerasan


- Penanganan klien dengan perilaku kekerasan

- Cara yang dipilih untuk membantu merubah perilaku klien

- Tingkat kemarahan

·Bantuan kontrol marah

- Observasi tanda-tanda perilaku kekerasan padaklien

- Bantu klien mengidentifikasi tanda-tanda perilakukekerasan : (emosi, fisik,social, spiritual,)

- Jelaskan pada klien tentang respon marah

- Dukung dan fasilitasi klien untuk mencari bantuansaat muncul marah

- Diskusikan bersama klien pangaruh negatif perilaku kekerasan terhadap dirinya, orang laindan
lingkungan

· Tanda-tanda kemarahan dapat beresiko terjadi kekerasan terhadap diri sendiri maupun orfang lain

· Pasien mengetahui respon marah

· Meminimalisir resiko kekerasan


KESIMPULAN

Depresi postpartum adalah gangguan emosional pasca persalinan yang bervariasi, terjadi pada 10 hari
pertama masa setelah melahirkan dan berlangsung terus - menerus sampai 6 bulan bahkan sampai satu
tahun.

Faktor penyebab depresi postpartum adalah faktor konstitusional, faktor fisik yang terjadi karena adanya
ketidakseimbangan hormonal, faktor psikologi, faktor sosial dan karakteristik ibu, dengan gejala–
gejalanya antara lain adalah trauma terhadap intervensi medis yang dialami, kelelahan, perubahan
mood, gangguan nafsu makan, gangguan tidur, tidak mau berhubungan dengan orang lain, tidak
mencintai bayinya, ingin menyakiti bayi atau dirinya sendiri atau keduanya.

Untuk mengatasi depresi tersebut dibutuhkan pendekatan dalam pemecahan masalah yang sistematis
untuk memberikan asuhan keperawatan terhadap setiap orang (ibu yang mengalami depresi).

Proses keperawatan secara umum diartikan sebagai pendekatan dalam pemecahan masalah yang
sistematis untuk memberikan asuhan keperawatan terhadap setiap orang.

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan selama pengkajian antara lain:

1. Memahami secara keseluruhan situasi yang sedang dihadapi oleh klien dengan cara
memperhatikan kondisi fisik, psikologi, emosi, sosialkultural, dan spiritual yagn bisa mempengaruhi
status kesehatannya.

2. Mengumpulkan semua informasi yang bersangkutan dengan masa lalu, saat ini bahkan bahkan
sesuatu yang berpotensi menjadi masalah bagi klien guna membuat suatu database yang lengkap. Data
yang terkumpul berasal dari perawat-klien selama berinteraksi dan sumber yang lain.

3. Memahami bahwa klien adalah sumber informasi primer. Sumber informasi sekunder meliputi
anggota keluarga, orang yang berperan penting dan catatan kesehatan klien.

SARAN
Sehubungan dengan rumitnya kondisi pasien dengan depresi postpartum maka diharapkan dalam
pelaksanaan perawatan dalam hal ini pemberian asuhan keperawatan memperhatikan hal-hal yang
berhubungan dengan teori persepsi, antara lain :

- Perubahan dalam pemenuhan kebutuhan manusia sangat dipengaruhi oleh persepsi individu yang
berbeda antara satu dengan yang lain. Hal ini akan membawa konsekwensi terhadap permasalahan
keperawatan yang ditegakan pada setiap individu. Meskipun sumber masalah yang dihadapinya sama,
akan tetapi setiap individu memiliki persepsi dan respon yang berbeda-beda. Misalnya, walaupun kedua
pasien mengalami penyakit / masalah yang sama, akan tetapi permasalahan keperawatan yang dihadapi
tidak mesti sama.

- Untuk memahami arti persepsi, maka seseorang harus mengadakan pendekatan melalui
karakteristik individu yang mempersepsikan dalam situasi yang memunyai makna bagi kita. Makna di sini
mengandung arti penjabaran dari persepsi, ingatan, dan tindakan. Dengan demikian persepsi memiliki
arti penting dalam kehidupan, dimana kira bisa mengumpulkan data dari informasi tentang diri sendiri,
kebutuhan manusia, dan lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA

Budi Santosa. Panduan Diagnosa Keperawatan – Nanda 2005-2006. Prima Medika : Jakarta

Http://Www.Scribd.Com/Doc/23775250/Depresi-Post-Partum

Http://Klinis.Wordpress.Com/2007/12/29/Depresi-Postpartum/

Johnson, Marion,dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc.

Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis, Missouri: Mosby
Yearbook,Inc.

Nursalam, 2001, Proses & Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktek, Salemba Medika, Jakarta.

Amien Selalutersenyum di 4/21/2013 12:27:00 PM

Berbagi

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Link ke posting ini

Buat sebuah Link


Beranda

Lihat versi web

Mengenai Saya

Foto Saya

Amien Selalutersenyum

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Vous aimerez peut-être aussi