Vous êtes sur la page 1sur 11

askep trauma medulla spinalis

ASKEP TRAUMA MEDULA SPINALIS


A. LATAR BELAKANG
Trauma medula spinalis adalah trauma yang mengenai sumsum tulang belakang( spinal cort /
medula spinalis) yang pada umumnya terletak pada intra-dural ekstra meduler. Selain itu juga
ada yang terjadi pada ekstra dural serta intra-durel walaupun jumlahnya tidak banyak.
Akibat medula spinalis akibat trauma adalah paling sering terjadi dan menjadi penyebab
ketidak kemampuan dan kematian di united states. Kira-kira 10 % trauma sistem saraf mengenai
medula spinalis. Diperkirakan lebih dari 100 ribu oarang menderita paralise Akibat cidera
medula spinalis dan 10 ribu oarang atau lebih terkena cidera dalam satahun. Kebanyakan orang
yang cedera medula spinalis adalah pria berumur 18 sampai 25 tahun.
Kecelakaan medula spinalis terbesar disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, tempat yang
paling sering terkena cidera adalah regio servikalis dan persambungan thorak dan regio lumbal.
Lesi trauma yang berat dari medula spinalis dapat menimbulkan transaksi dari medula spinalis
atau merobek medula spinalis dari satun tepi ketepi yang lain pada tingkat tertentu disertai
hilangnya fungsi. Transaksi juga disebut cidera Akibat medula spinalis lengkap. Quadriplegi
terjadi pada pasien yang cidera pada salah satu segmendari servikal Akibat medula spinalis. Pada
tingkat awal semua cidera Akibat medula spinalis belakang terjadi periode fleksi paralise dan
hilang semua reflek dibawah lagi. Fungsi sensori dan autonom juga hilang, medula spinalis juga
bisa menyebabkan gangguan sistem perkemihan, disrefleksi otonom atau hiperefleksi juga fungsi
seksual juga dapat terganggu.
Perawatan awal setelah terjadi cidera kepala medula spinalis ditujukan pada pengembalian
kedudukan tulang dari tempat yang patah atau dislokasi. Langkah-langkahnya terdiri dari
immobilisasi sederhana, traksi skeletal, tindakan bedah untuk membebaskan kompresi spina.
Sangat penting untuk mempertahankan tubuh dengan tubuh dipertahankan lurus dan kepala rata.
Kantong pasir mungkin diperlukan untuk mempertahankan kedudukan tubuh.

B.TUJUAN PENULISAN
1. tujuan umum
Untuk pemahaman asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma medula spinalis.
2. Tujuan khusus
1. Memahami anatomi fisiologi medula spinalis.
2. Memahami koonsep dasar tentang trauma medula spinalis.
3. Dapat melaksanakan pengkajian pada pasien dengan trauma medula spinalis.
4. Merumuskan diagnosa keperawatan.
5. Dapat membuat NCP.
6. Dapat merumuskan evaluasi.

BAB II
ISI
KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Trauma medula spinalis adalah trauma yang mengenai sumsum tulang belakang( spinal
cort / medula spinalis) yang pada umumnya terletak pada intra-dural ekstra meduler. Selain itu
juga ada yang terjadi pada ekstra dural serta intra-durel walaupun jumlahnya tidak banyak.
B. ETIOLOGI
Penyebab dari Trauma medula spinalis yaitu karena kecelakaan mobil, sepeda motor,
menyelam, berselancar dan kecelakaan atletik lain, tembakan senapan merupakan merupakan
penyebab utama dari medula spinalis.
C. PATOFISIOLOGI
Kerusakan medula spinalis berkisar dari komosio sementara ( dimana pasien sembuh
sempurna) sanpai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medula ( baik salah satu maupun
kombinasi). Sampai transeksi lengkap medula ( yang membuat pasien paralisis dibawah tingkat
cidera).
Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis, darah dapat merembes ke extradural subdural
atau daerah subarahnoid pada kanal spinal. Segera Setelah terjadi kontusio atau robekan akibat
cidera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke substansia
griseria medula spinalis menjadi terganggu tidak hanya hal ini saja yang terjadi pada cidera
pembuluh darah medula spinalis, tetapi proses patogenik dianggap menyebabkan kerusakan yang
terjadi pada cedera medula spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian- kejadian yang
menimbulkan iskemia, hipoksia, edema dan lesi-lesi hemoragi, yang pada gilirannya
mengakibatkan keruskan mielin dan akson.
Reaksi sekunder ini, diyakini penyebab prinsip desenerasi medula spinalis pada tinkat
cudera, sekarang dianggap reversibel 4 sampai 6 jam setelah cidera. Untuk itu jika kerusakan
medula tidak dapat diperbaiki, maka beberapa metode mengawali pengobatan dengan
menggunakan kortikosteroid dan obat-obat anti inflamasi lainnya yang dibutuhkan untuk
mencegah kerusakan sebagian dari perkembangannya, masuk ke dalam kerusakan total dan
menetap.
MANIFESTASI KLINIS
Trauma ini umumnya mempunyaigejala klinis yang hampir kebanyakansatu sama lainnya, baik
intradural extra-meduler, extraduller atau intra-duller yaitu sebagai berikut:
1.Gejala-gejala radikular :hipertensi,nyeri akar
2.Gejala penekanan
3.gejala sensorik
4.Peninggian reflek fisiologis dan timbul reflek patologis.
5.Sindrom Bladder-Rectum Incontinensia urin, retensio urin, konstipasi
6. gangguan saraf simpatis : reflek pilomotor (merinding), reflk vasomotor (pucat kalau kulit
ditusuk), berkeringat.

D. KLASIFIKASI KEMEROSOTAN NEUROLOGIS SEHUBUNGAN DENGAN


TINGKAT LESI SPINAL CORD.
TINKAT LESI KEMEROSOTAN NEUROLOGIS
C2 Quardiplegia; tidak ada fungsi pernafasan karena hambatan pernafasan jika tidak diobati (
Respiratory Arrest )
C4 Quqrdiplegia ; kehilangan saraf yang mempersarafi saraf diafragma ( Phrenic Meive ) tidak ada
pernafasan.
C5 Quardiplegia ; tidak ada kekuatan mator lengan.
C6 Quardiplegia ; fungsi motor lengan yang menyilang.
C7 Quardiplegia ; tidak ada fungsi trisep kecuali bisep.
C8 Quardiplegia ; tidak ada fungsi intrinsik otot tangan kecuali trisep.
T2 & L1 Ke L2 Paraplegia ; fungsi lengan ada beberapa kehilanganintercostal, kehilangan fungsi kandung
kemih, usus besar / bowel, fungsi sex.
bawahnya Kerusakan Cauda equina ; kombinasi hilangnya sensori, motorik, bowel, kandung kemih, fungsi
sex, derajat cidera tergantung pada akar saraf mana yang terkena.
Kehilangan fungsi bowel, kandung kemih dan sexual.
TINGKAT GANGGUAN NEUROLOGIS SESUAI SEGMENT MEDULA
SPINALIS.
Musculus / pleksus Segment Nervus
Pleksus cervikalis C1 - C4
- Diafragma C3 - C4 Frenikus
- Skaleni C3 - C8
Pleksus Brachialis C5 - Th 2
Seratus anterior C5 - C7 - C6 Torasikus longus
Supra dan infraspinati C5 - C6 Supraskapularis
Deltoideus C5 Aksilaris
Teres minor C4 - C5
Teres mayor C5 - C6 Subskapularis
Bisep C5 - C6 Muskuluskeletal
Brakialis antikus C5 - C6
Korachobrachialis C5-C6-C7
Fleksor carpi radialis C6 Medianus
Pronator teres C6 - C7
Fleksor digitorumsublimis C7
Fleksor folocis longus C7
Fleksor digitorum profundus C7
Pronator quadratus C6
Abduktor polocis brevis C7 - C8
Fleksor polisis brevis C7 - C8
Oponens polisis C6 - C7
Lumbrikalus 1-2-3 C8, Th 1
Fleksor carpi ulnaris C6
Fleksor digitorum profundus C7 Ulnaris
Abduktor polisis C7, Th1
Lumbrikalus 3-4 C8, Th 1
C8, Th 1
Abduktor minimi digiti C8, Th 1
Oponens minimi digiti C7 - 8, Th 1
Fleksor minimi digiti C7 - 8, Th 1
Tricept C6 - 7 Radialis
Brachio radialis C5 - 6
Ekstensor Carpi radialis C6-7
Ekstensor digitorum komunis C7
Ekstensor digiti quinti propeus C7
Ekstensor carpi ulnalis C7
Supinator brevis C5 - 6
Abduktor polisis longus C7-8
Ekstensor polisis brevis C 8, Th 1
Ekstensor polisis longus C7
Ektensor Indisis proprius C7
Nervus torasikus Th 1 - 12
Intercostal Th 1 - 11 Intercostalis
Subcostal
Abdominal Th 8 - 12
- Eksternal oblik
- Internal Oblik
- Transversalis
- Rectus
Pleksus lumbalis Th 12 – L 4
illiopsoas Th 12 – L1,2,3
Sartorius L2 - 3 Krulalis
Quadriseps l2 – 4 Obsturator
Pektineus L2 - 4
Abduktor L2 – 4
Grasilis L2 – 4
Obturator Eksternus L3 – 4
Pleksus sakralis L5 – S5
Obsturator Internus L5 – S1
Gemeli L4 – 5, S1 Ischiadikus
Kuadratus femoris L4 – 5, S1
Biceps Femoris L5 – S1 – 2
Semiten dinosus L4 – 5, S1
Semimembranosus L4 – 5, S1
Tibialis antikus L4 – 5 Peroneus (Fibularis )
ekstensor digitorum longus L4 – 5, S1
Ekstensor halusis longus L4 – 5
Ekstensor digitorum brevis L5 , S1
Ekstensor halusis brevis L4 – 5
Peroneus ( fibularis ) L5, S1
Gastrognemius L4 – S1- 2 Tibialis
Soleus L5 – S1
Tibialis postikus L5 – S1
Fleksor digitorum longus L5, S1 – 3
Fleksor halusis longus L5 – S1 – 3
Fleksor digitorum brevis L5 – S1
Fleksor halusis brevis L5 – S1-2
Plantaris S1 – 2
Sfingter dan parineal S3 – 4 – 5 Pudendus
E.KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Data subjektif
1. Pengertian pasien tentang cidera dan defisit yang ditimbulkannya.
2. Sifat cidera, sebagaimana trjadi cidera.
3. Terdapat dispnoe
4. Perasaan yang tidak biasa ( paresthesia, dsb)
5. Riwayat hilang kesadaran
6. Terdapat nyeri
7. Hilang sensory tingkatannya.
Data obyektif
1. Status respirasi ( terjadi penurunan fungssi pernafasan karena terganggu otot aksesori mayor)
2. Tingkat kewaspadaan dan kesadaran menurun
3. Orientasi
4. Ukuran pupil, kesamaan dan reaksi
5. Kekuatan motorik ( mengalami paralisis sensori dan motorik total)
6. Posisi tubuh dalam posisi netral.
7. Suhu, tekanan darah turun, nadi.
8. Integritas kulit
9. Kondisi kolon dan kandung kemih dan distensi.
10. Terdapat cidera lain ( fraktur dan cidera kepala)

Pemeriksaan diagnostik
Pengkajian neurologik yang lengkap perlu dilakukan, pertama perlu kiranya perlu
diketahui apakah terdapat patah atau pergeseran vertebral. Diagnostik dengan sinar X ( sinar X
pada spinal servikal lateral dan pemindahan CT)> suatu riset dilakukan untuk cidera lain karena
trauma spinal sering brsamaan dengan cidera lain, yang biasanya dari kepala dan dada.
Pemantauan EKG kontinyu merupakan indikasi karena biodikardia (perlambatan frekuensi
jantung) dan asistole ( standstill jantung) umum cedera servikal akut. CT scan sangat membantu
penyusuran cidera medula spinalis. MRI dapat menemukan kompresi medula spinalis dan
edema.
F. Diagnosa keperawatan
1. Penurunan fungsi mobilitas b\d adanya paraplegia sekunder adanya penekanan pleksus
brachialis, pleksus lumbalis oleh karena trauma medula spinalis.
2. Gangguan pola napas tidak efektif b\d kelemahan otot abdomen dan intercostal serta
ketidakmampuan membersihkan sekresi.
3. Gangguan eliminasi ( bowel incontinensia, konstipasi) b\d rusaknya nervus pudendus lintasan
vegetatif pada sakral 3-4-5 sekunder adanya penekanan oleh trauma medula spinalis.
4. Gangguan eliminasi ( urinary incontinensia, retensi) b\d rusaknya nervus pudenous lintasan
vegetatif pada sakral 3-4-5 sekunder adanya penekanan oleh trauma medula spinalis.
5. Gangguan rasa nyaman nyeri radiks b\d tertekannya nervus curalis sekunder adanya trauma
medula spinalis pada segmen Th 12-L1 2,3
6. Perubahan emosi dan kepribadian ( depresi, denial, anxiety, kecacatan menetap, perubahan body
image) b\d penurunan fungsi neurilogis, sekunder adanya trauma medula spinalis.
Masalah kolaboratif, komplikasi potensial
Berdasarkan data pengkajian komplikasi yang mungkin terjadi meliputi
Trombosis vena provunda.
Hipertensi orto stadi.
Hiperrefleksi autonom.
 Penurunan fungsi mobilitas b\d adanya paraplegia sekunder adanya penekanan pleksus
brachialis, pleksus lumbalis oleh karena trauma medula spinalis.
iteria hasil :mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tak adanya kontraktur, foot droop.
Meningkatkan bagian tubuh yang sakit.
ervensi :
 kaji secara teratur fungsi motorik.
 Mencegah terjadinya deformitas dan kehilangan fungsi gerak. Posisi tidur pasien yang benar
untuk mencegah kontraktur dan mempertahankan body aligment yang baik.
1. Tempat tidur dengan alas yang keras dan rata.
2. Usahakan telentang kecuali saat pemenuhan aktivitas, untuk mencegah deformiter fleksi paha.
3. Gunakan footboard selama terjadi kelumpuhan agar kaki tetap dalm posisi dorsofelksi mencegah
foot droop, tumit memendek plantar fleksi.
4. Cgah penggunaan foot board setelah terjadi kekejangan yang berlanjut karena akan menambah
kekakuan dan plantar fleksi.
5. Cegah terjadinya tekanan yang berlebihan pada tumit.
6. Jangan menggunakan perban untuk menarik kaki yang sakit ke arah plantar fleksi.
 Berikan suatu alat agar pasien mampu untuk meminta pertolongan.
 Bantu \ lakukan latihan rom pada semua ekstremitas dan sendi, pakailah gerakan perlahan dan
lembut.
 Pantau TD sebelum dan sesudah melakukan aktifitas pada fase akut.
 Gantilah posisi secara periodik walaupun dalam keadaan duduk.
 Gunakan ganjalan pada daerah posterior dan usahakan lutut dalam posisi ekstensi secara penuh,
amankan daerah posteror dengan perban yang elastis.
 Gunakan bantalan daerah trochanter mulai dari krista iliaka sampai pertengahan paha untuk
mencegah eksternal rotasi pada sendi paha jika dalam posisi dorsal.
 Tempatkan pasien dalam posisi prone 15 menit – 1 ½ jam 2 – 3 kali perhari untuk mencegah
kontraktur paha yang fleksi.
 Memberi latihan pada daerah yang sakit, ajarkan pasien untuk menempatkan bagian kaki yang
sakit di atas bagian kaki yang sehat agar pasien mampu mengembalikan badannya sendiri.
Gangguan pola napas tidak efektif b\d kelemahan otot abdomen dan intercostal serta
ketidakmampuan membersihkan sekresi.
Kriteria hasil : Mempertahankan ventilasi adekuat dibuktikan oleh tidak adanya distress
pernapasan dan GDA dalam batas dalam batas yang diterima
Intervensi :
 Pertahankan jalan napas, posisi kepala dalam keadaan posisi netral, tinggikan sedikti kepala
tempat tidur jika dapat ditoleransi pasien : gunakan tambahan / beri jalan napas buatan jika ada
indikasi.
 Lakukan penghisapan bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekresi.
 Kaji fungsi pernapasan dengan menginstruksikan pasien untuk melakukan napas dalam. Catat
adanya / tidak ada pernapasan spontan, contoh pernapasan labored, menggunakan otot aksesori.
 Auskultasi suara napas. Catat bagian – bagian paru yang bunyinya menurun atau tidak ada atau
adanya suara napas adventisius (ronkhi, mengi, krakles).
 Catat kemampuan ( kekuatan ) dan / atau keefektifan dari fungsi batuk.
 Bantu pasien untuk batuk ( jika diperlukan ) dengan meletakkan tangan di bawah diafragma dan
mendorong ke atas sewaktu pasien melakukan ekspirasi.
 Observasi warna kulit : adanya sianosis, keabu – abuan.
 Kaji adanya distensi abdomen dan spasme otot.
 Anjurkan pasien untuk minum ( minimal 2000 ml / kalori ).
 Gangguan rasa nyaman nyeri radiks b\d tertekannya nervus curalis sekunder adanya masa
trauma medulla spinalis pada segmen Th 12 - L1 2,3
Kriteria hasil : Melaporkan penurunan rasa nyeri \ ketidak nyamanan.
Mengidentifikasi cara-cara untuk mengatasi nyeri.
Intervensi :
 Kaji terhadap adanya nyeri.
 Evaluasi peningkatan iritabilitas, tegangan otot, gelisah, perubahan tanda vital yang tak dapat
dijelaskan.
 Berikan tindakan kenyamanan misalnya ; perubahan posisi, masase, kompres hangat\dingin,
sesuai indikasi.
 Dorong pengguanaan teknik relaksasi.
 Gangguan eliminasi ( urinary incontinensia, retensi) b\d rusaknya nervus pudenous lintasan
vegetatif pada sakral 3-4-5 sekunder adanya penekanan oleh trauma medula spinalis.
Kriteria hasil : eliminasi urin dapat dipertahankan masukan \ pengeluaran dengan urine jernih bebas bau.
Intervensi :
 Kaji pola berkemih seperti frekuensi dan jumlahnya.
 Palpasi adanya distensi kandung kemih.anjurkan pasien untuk melaporkan asupan cairan, pola
berkemih,jumlah residu urin setelah dilakukan kateterisasi, kualitas urin dan
beberapa perasaan yang tidak biasanya ada yang mungkin terjadi.
 Observasi adanya urine seperti awan atau berdarah, bau yang tidak enak.
 Bersihkan daerah perineum dan jaga agar tetap kering, lakukan perawatan kateter jika perlu.
 Gangguan eliminasi (urinary incontinensia, konstipasi) b/d rusaknya nervus pudenous
lintasan vegetatif pada sacral 3-4-5 sekunder adanya penekanan oleh trauma medulla
spinalis.
Kriteria hasil : Menciptakan kembali kepuasan pala eliminasi usus.
Intervensi :
 Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya.
 Observasi adanya distensi abdomen jikabising usus tidak ada atau berkurang.
 Catat adanya mual, ingin muntah.
 Kenali adanya tanda-tanda\ periksa adanya sumbatan.
 Perubahan emosi dan kepribadian ( depresi, denial, anxiety, kecacatan menetap, perubahan
body emage) b\d penurunan fungsi neurologist, sekunder adanya trauma medulla spinalis.
Kriteria hasil : Mengenali kerusakan sensori.
Mengungkapkan kesadaran tentang kebutuhan sensori dan potensil terhadap penyimpangan \
kelebihan beban
Intervensi :
 Lindungi dari bahaya tubuh.
 Bantu pasien mengenali dan mengkompensasi perubahan sensasi.
 Posisikan pasien untuk melihat sekitar aktifitas.
 Berikan aktifitas hiburan.
 Berikan tidur tanpa gangguan dan periode istirahat.
G. EVALUASI
hasil yang diharapkan
 mempehatikan peningkatan pertukaran gas dan bersihan jalan napas dari sekresi yang
diperlihatkan oleh bunyi nafas normal pada pengkajian auskultasi.

a. bernapas dengan mudah tanpa napas pendek.


b. melatih napas dalam setiap jam, batuk efektif dan paru-paru bersih dari secret.
c. bebas dari infeksi paru-paru ( missal, suhu normal, frekuensi nadi dan pernapasan
normal, bunyi napas normal, tidak ada sputum purulen.
 bergerak dalam batas disfungsi dan memperlihatkan usaha melakukan latihan dalam nafas fungsi.
 mendemonstrasikan integritas kulit dengan optimal.
A. memperlihatkan turgor kulit normal dan kulit bebas dari kemerahan atau kerusakan
B. berpartisipasi dalam perawatan kulit dan memantau prosedur dalam keterbatasan fungsi
 mencapai fungsi kandung kemih
A. tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi saluran urine. ( mis. suhu normal, berkemih jernih,
urine encer)
B. mengonsumsi asupan cairan adekuat.
C. berpartisipasi dalam program latihan dalam batasan fungsi.
 mencapai fungsi defekasi
A. melaporkan pola defekasi tratur.
B. mengkonsumsi makanan berserat yang adekuat dan cairan melalui oral.
C. berpartisipasi dalam program latihan defekasi dalam batas fungsi
 melaporkan tidak ada nyeri dan ketidak nyamanan.
 bebas komplikasi
A. memperlihatkan tidak ada tanda tromboflebitis, trombosis vena provunda, atau emboli paru.
B. tidak menunjukkan adanya manifestasi emboli paru ( missal. tidak nyeri dada atau panas pendek
: gas darah arteri normal )
C. mempertahankan tekanan darah dalam batas normal.
D. tidak mengalami sakit kepala dengan perubahan posisi
E. tidak menunjukkan adanya hiperefleksia autonom ( mis. tidak sakit kepala, diaforesis, hidung
tersumbat, atau bradikardia diaforesis.)

Vous aimerez peut-être aussi