Vous êtes sur la page 1sur 59

FARMAKOLOGI ANTIBIOTIK YANG

DIGUNAKAN PADA DIFTERI,


PIODERMA, TIFOID, TBC KULIT,
LEPRA DAN TETANUS
DIFTERI

• Difteri disebabkan oleh dua jenis bakteri,


yaitu Corynebacterium diphtheriae dan
Corynebacterium ulcerans.
• Masa inkubasi (saat bakteri masuk ke tubuh
sampai gejala muncul) penyakit ini umumnya
dua hingga lima hari.
TUJUAN PENGOBATAN

• Antibiotik diberikan bukan sebagai pengganti


antitoksin
• Membunuh bakteri
• Menghentikan produksi toksin
• Mencegah penularan organisme pada
kontak
ANTIBIOTIK PADA DIFTERI
• Penisilin
• Eritromisin
• Klindamisin
• Rifampisin
• Tetrasiklin.
• Sering ada resistensi terhadap eritromisin pada
populasi yang padat jika obat telah digunakan
secara luas.
• Yang dianjurkan hanya penisilin atau eritromisin;
• eritromisin sedikit lebih unggul daripada penisilin untuk
pemberantasan pengidap nasofaring.
PENISILIN
• Mekanisme kerja: menghambat pembentukan mukopeptida
yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba.
• menghasilkan efek bakterisid pada mikroba yang sedang
membelah, mikroba dalam keadaan metabolik tidak aktif
(tdk membelah) yang disebut juga sebagai persisters,
praktis tidak dipengaruhi oleh penisilin; kalau pun ada
pengaruhnya hanya bakteriostatik
• Tidak tahan asam  aktivitas antimikroba menurun 
bentuk parenteral suspensi air atau minyak
• Dieksresi melalui tubuli ginjal  kegagalan fungsi ginjal
sangat memperlambat ekskresi penisilin
• Penisilin G Prokain  dengan suspensi aluminium
monostearat dalam minyak (repositor)  masa kerja
diperpanjang, karena absorpsinya terjadi berangsur-
angsur
• Dosis: Penisilin prokain 25.000-50.000
U/kgBB/hari i.m. , tiap 2 jam selama 14 hari
atau bila hasil biakan 3 hari berturut-turut (-).

• Bagi yang alergi terhadap penisilin dapat diberikan


eritromisin
ERITROMISIN
• Mekanisme kerja: menghambat sintesis protein bakteri
dengan jalan berikatan secara reversibel dengan
ribosom 50S.
• Bentuk Basa akan dirusak dalam asam lambung
sehingga digunakan bentuk ester stearat atau
etilsuksinat.
• Diekskresi terutama melalui hati.
• Masa paruh: sekitar 1,6 jam
• Sediaan: Kapsul 250 mg dan 500 mg
• Syrup (eritomisin stearat) 250mg/5 ml
• Eritromisin sangat efektif untuk membasmi kuman
difteri baik pada infeksi akut maupun pada carrier
state dengan dosis 40-50 mg/kgBB/hari, maks 2
g/hari, p.o. , tiap 6 jam selama 14 hari.
KLINDAMISIN
• Tidak terlalu dihambat oleh adanya makanan di
lambung
• Hampir lengkap diserap pada pemberian peroral
• Setelah pemberian 150 mg biasanya tercapai kadar
puncak plasma 2-3 mcg/ml dalam waktu 1 jam
• T1/2: kira-kira 2,7jam
• Preparat oral paediatrik: klindamisin palmitat, tidak
aktif secara in vitro, tetapi setelah mengalami hidrolisis
akan dibebaskan klindamisin yang aktif, setelah
pemberian beberapa kali dengan dosis 8-16 mg/kgbb
dengan interval 6 jam, tercapai konsentrasi 2-4 mcg/ml
• Kira-kira 90% klindamisin dalam serum terikat dengan
albumin
KLINDAMISIN
• Masa paruh eliminasi dapat memanjang pada
penderita gagal ginjal sehingga diperlukan penyesuaian
dosis berdasarkan pengukuran kadar obat dalam
plasma. Hal ini dapat pula terjadi pada penderita
dengan gangguan fungsi hati yang berat.
• Sebagian besar obat dimetabolisme menjadi N-
demetilklindamisin dan klindamisin sulfoksid untuk
selanjutnya diekskresi melalui urin dan empedu
• Hanya sekitar 10% klindamisin diekskresikan dalam
bentuk asal dalam urin, sejumlah kecil ditemukan
dalam feses
• Terapi klindamisin pada pasien difteri
diberikan selama 14 hari.
• Tidak adanya organisme diperoleh sekurang-
kurangnya dua biakan berturut-turut dari
hidung dan tenggorok yang diambil berjarak
24 jam sesudah selesai terapi
PIODERMA

Jenis pengobatan:
1. Antiobiotik Sistemik
• Penisilin: ampisilin, amoksisilin, oksasilin, kloksasilin,
dikloksasilin, flukloksasilin, amoksisilin-asam
klavulanat, ampisilin-sulbaktam
• Linkomisin, klindamisin
• Makrolid (eritromisin, roksitromisin, klaritromisin)
• Sefalosporin
2.. Topikal
• Basitrasin, neomisin
• Asam fusidat, mupirosin
ANTIBIOTIK SISTEMIK UNTUK
PIODERMA
• Ampisilin Dosis: 4x500 mg, diberikan 1 h ac
• Amoksisilin = Dosis ampisilin, pc/ac
• Kloksasilin : 3 dd 250 mg ac
• Linkomisin : 3 dd 500 mg, selama 5-7 hari dan Klindamisin : 4 dd 150
mg.  Pada infeksi berat, dosis dapat dinaikan menjadi 4x300-450
mg sehari.
• Efek samping yang mungkin muncul adalah pseudomembranosa
meskipun cukup jarang.
• Klindamisin saat ini lebih direkomendasikan karena potensi
antibakterinya lebih tinggi, efek samping lebih sedikit. Selain itu,
pada pemberian oral, obat ini tidak dihambat oleh asam lambung
• Eritromisin : 4 dd 500 mg. Efektifitasnya kurang
dibandingkan dengan linkomisin atau
klindamisin, dan obat golongan penisilin
resisten-penisilinase.
• Selain itu, eritromisisn juga cepat
menyebabkan resistensi dan dapat
memberikan rasa tidak enak di lambung
• Sefalosporin  Jika pioderma berat atau tidak
berespon dengan pengobatan di atas.
• Yang dapat digunakan  Cefadroksil : 2 dd
500 mg atau 2 dd 1000 mg
ANTIBIOTIK TOPIKAL
• Antibiotik topikal yang dapat digunakan
adalah Basitrasin, Neomisin dan Mupirosin.
Neomisin juga dapat digunakan untuk
infeksi gram negatif.

• Untuk kompres terbuka, dapat digunakan


larutan PK: 1/5000, larutan rivanol 0,1% dan
povidone iodine 7,5% yang dilarutkan 10 kali
TIFOID

• Terapi pada demam tifoid adalah untuk mencapai


keadaan bebas demam dan gejala, mencegah
komplikasi, dan menghindari kematian.

• Yang juga tidak kalah penting adalah eradikasi


total bakteri untuk mencegah kekambuhan
Antibiotik untuk tifoid
ANTIBIOTIK LINI PERTAMA:
• Kloramfenikol
• Ampisilin atau Amoksisilin (aman untuk
penderita yang sedang hamil)
• Trimetoprim-Sulfametoksazol
ANTIBIOTIK LINI KEDUA
• Seftriakson (diberikan untuk dewasa dan
anak)
• Cefixime (efektif untuk anak-anak)
• Quinolon/Kuinolon (tidak dianjurkan untuk
anak <18 thn, karena dinilai mengganggu
pertumbuhan tulang
KLORAMFENIKOL
• Merupakan antibiotik spektrum luas, namun bersifat toksis
• Mekanisme kerja: menghambat sintesis protein kuman dengan
cara berikatan pada ribosom 50S sehingga menghambat
pembentukan rantai peptida.
• Dosis Dewasa: 4 dd 500 mg selama 14 hari
• Dosis Anak: 50-100 Mg/Kg BB max 2 gram selama 10-14 hari
dibagi dalam 4 dosis
• Pemberian PO/IV
• Efek samping: supresi sumsum tulang, grey baby syndrome,
neuritis optik pada anak, pertumbuhan kandida di saluran
cerna, dan timbulnya ruam
• Salah satu kelemahan kloramfenikol adalah tingginya angka
relaps dan karier. Namun pada anak hal tersebut jarang
dilaporkan.
AMPISILIN/AMOKSISILIN

• Ampisilin merupakan derivat penisilin spektrum luas


yang digunakan pada pengobatan demam tifoid,
terutama pada kasus resistensi terhadap
kloramfenikol
• Amoksisilin merupakan turunan ampisilin dan
memiliki spektrum antibakteri yang sama namun
diabsorpsi lebih baik bila diberikan per oral dan
menghasilkan kadar yang lebih tinggi dalam
plasma dan jaringan.
• Dalam hal ini kemampuannya untuk menurunkan
demam, efektivitas ampisilin dan amoksisilin lebih
kecil dibandingkan dengan kloramfenikol.
• Indikasi mutlak penggunaannya adalah pasien
demam tifoid dengan leukopenia.
• Ampisillin dan amoksisilin diberikan 50-100
mg/KgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis perhari baik
secara oral, intramuskular, intravena (Anonim,
2003).
TRIMETROPIM-SULFAMETOKSAZOL
(KOTRIMOKSAZOL)
• Sulfametoksazol dan trimetoprim digunakan dalam
bentuk kombinasi karena sifat sinergisnya. Kombinasi
keduanya menghasilkan inhibisi enzim berurutan pada
jalur asam folat
• Mekanisme kerja sulfametoksazol dengan mengganggu
sintesa asam folat bakteri dan pertumbuhan lewat
penghambat pembentukan asam dihidrofolat dari
asam para-aminobenzoat.
• mekanisme kerja trimetoprim adalah menghambat
reduksi asam dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat
• Dosis: Kotrimoksazol dapat diberikan dengan dosis 160
mg trimethoprim dan 800 mg sulfametoksazol 2 kali
perhari selama 14 hari
SEFALOSPORIN

• Sefalosporin termasuk antibiotik betalaktam


dengan struktur, khasiat dan sifat yang mirip
dengan penisilin.
• Mekanisme kerja obat berdasarkan
penghambatan sintesis peptidoglikan yang
diperlukan bakteri untuk ketangguhan dindingnya.
• Seftriakson merupakan generasi ketiga dari
sefalosporin.
• Dosis anak: 80 mg/kgBB/ hari diberikan dosis tinggal
selama 5 hari
KUINOLON

1.Fluorokuinolon
antibiotik pilihan pertama untuk pengobatan
demam tifoid untuk orang dewasa
• Mekanisme kerja obat dengan
menghambat DNA gyrase sehingga sintesa
DNA bakteri terganggu.

Antibiotik golongan ini antara lain ialah


siprofloksasin, ofloksasin, pefloksasin,
norfloksasin dan fleroksasin
Dosis
• - Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
• - Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
• - Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
• - Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
• - Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
TBC KULIT
Tahap Intensif (2 bulan)
 Isoniazid (INH) dewasa : 5-10 mg/kgBB/hari , oral, dosis
tunggal
Dosis anak: 4-6 mg/kgBB/hari, maks. 300 mg/hari
 Rifampisin : 10 mg/kgBB/hari, oral, dosis tunggal pada
saat lambung kosong (sebelum makan pagi) maks. 600
mg
Dosis anak: 8 mg/kgBB/hari,
 Etambutol (bila ada indikasi ada resistensi) : 15‐25
mg/kgBB/hari, oral, dosis tunggal
Dosis anak: dosis disesuaikan dengan fungsi ginjal
(hindari anak < 6 thn)
 Pirazinamid : 20‐30 mg/kgBB/hari, oral, dosis terbagi,
Tahap Lanjut (4 bulan berikut)
• INH dewasa : 5 mg/kgBB/hari, oral, dosis
tunggal
• Rifampisin dewasa : 10 mg/kgBB/hari, oral,
dosis tunggal pada saat lambung kosong (ac
mane)
• Apabila infeksi tuberkulosis merupakan kasus
lama, diberikan regimen pengobatan obat
anti tuberkulosis (OAT ) kategori 2.
• Regimen itu terdiri dari tiga bulan fase
intensif, ditambah injeksi streptomisin selama
dua bulan pertama. Setelah fase intensif
kemudian fase lanjutan selama lima bulan.
• Dosis dan cara pemberian obat pada
dasarnya sama dengan infeksi tuberkulosis
lain.
• Yang perlu diperhatikan adalah pada terapi
untuk anak, dosisnya harus disesuaikan
dengan berat badan
ISONIAZID

Mekanisme kerja:
• Bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid. Kerja
paling utama menghambat biosintesis asam
mikolat.
Farmakokinetik:
• Per oral kadar puncak dicapai dalam 1-2 jam. Di
hepar mengalami asetilasi, terdifusi kedalam cairan
dan jaringan tubuh, ekskresi melalui urin
Efek samping:
• Hepatitis, periperal neuritis, neuritis optik dan
keluhan ini dapat di cegah dengan pemberian
piridoksin.
Kontra indikasi:
• Riwayat hipersensitif dan terjadinya gangguan
hepar serta reaksi berat lainnya.
Dosis:
• Dewasa : 300 mg per hari
• Anak : 10 mg/kg/hari
RIFAMPISIN
Mekanisme kerja:
• Bersifat bakterisidal dengan cara menghambat
sintesa RNA
Farmakokinetik:
• Per oral kadar puncak 2-4 jam. Metabolisme dihati
dan diekskresi melalui empedu. Waktu paruh 1,5-5
jam. Didistribusi keseluruh tubuh
Efek samping obat:
• Jarang menimbulkan efek yang tidak
diinginkan. <4% mengalami efek toksis. Yang
paling sering kulit kemerahan, demam, mual
dan muntah, gangguan fungsi hati dan flu
like syndrome.
Kontra indikasi :
• Riwayat hipersensitif
Dosis :
• Dewasa < 50 Kg 450mg
• >50 Kg 600 mg sehari sekali
• Anak : 10-20 mg/kg/hari
ETAMBUTOL

Mekanisme Kerja:
• Bersifat bakteriostatik. Menghambat
arabinosyltransferases .
Farmakokinetik:
• 75-80% diserap melalui sal. Cerna, waktu paruh 3-4
jam, terdistribusi keseluruh tubuh kecuali CSF ,
ekskresi melalui urin
Efek samping:
• Dosis 15 mg/kg/hari efek toksik minimal. Neuritis
optika, peninggian asam urat pada 50% penderita
Kontra Indikasi
• Riwayat hipersensitif, neuritis optika.
Dosis:15-25 mg/kg/hari
PIRAZINAMID

Mekanisme Kerja:
• Bersifat bakterisidal atau bakteriostatik tergantung
konsentrasi. Mekanismenya belum jelas.
Farmakokinetik:
• Mudah diserap pada pemberian per oral.
Mengalami hidrolisis dan hidroksilasi menjadi asam
hidropirazinoat. Ekskresi melalui filtrasi glomerolus
Efek samping :
• Paling sering kelainan hati.
Kontra indikasi
• Riwayat hipersensitif, gangguan hepar berat, gout
aktif.
Dosis:
• Dewasa : <50 kg: 1.5 g per hari
50-75 kg: 2 g per hari
>75 kg: 2.5 g per hari
• Anak : 15-30 mg/kg/hari
LEPRA
Tujuan utama program pemberantasan lepra
• Memutus rantai penularan penyakit dengan cara
a.l:
• Menurunkan insiden penyakit (deteksi
dini & pencegahan)
• Mengobati dan menyembuhkan
penderita
• Mencegah timbulnya cacat
• Rehabilitasi medik, psikologis & sosial
PENGOBATAN

Multi Drugs Treatment (MDT):


• DDS (Diamino Difenil Sulfon)
• Klofazimin (Lamprene)
• Rifampisin

Pemberian MDT:
• Mencegah dan mengobati resistensi
• Memperpendek masa pengobatan
• Mempercepat pemutusan mata rantai penularan
SKEMA REJIMEN MDT-WHO
Untuk Pausi-basiler
• Rifampisin 600 mg/ bulan (diawasi)
• Dapson 100 mg/hari (swakelola)  6
bln (dosis 1 – 2 mg/kgBB/hari)
Untuk Multi-basiler
• Rifampisin 600 mg/ bulan (diawasi)
• Dapson 100 mg/ hari (swakelola)
• Klofazimin 50 mg/ hari atau 100 mg/3x
seminggu atau 300 mg/ bulan
(diawasi)
PENGOBATAN

MDT Multibasiler (MB)


• Rifampisin 600 mg/bulan
• DDS 100 mg/hari
• Klofazimin 300 mg/bln diteruskan 50 mg/hari
• Diberikan 2 – 3 tahun bakterioskopik (-)
• Pemeriksaan klinis setiap bulan
• Pemeriksaan bakterioskopik setiap 3 bulan
PENGOBATAN

MDT Pausibasiler (PB)


• Rifampisin 600 mg/bulan
• DDS 100 mg/hari
• Diberikan 6 – 9 bulan
• Pemeriksaan klinis setiap bulan
• Pemeriksaan bakterioskopik setelah 6 bulan
Obat DDS (4,4 diamino-difenil-sulfon, Dapson)
• Bersifat bakteriostatik menghambat enzim
dihidrofolat sintetase, bekerja sbg antimetabolit
PABA
• Dosis tunggal (sampai 6 bulan):
• 50 – 100 mg/ hari  utk dewasa
• 2 mg/ kgBB untuk anak-anak
• Efek samping
• Insomnia, neuropatia
• Erupsi obat  nekrolisis epidermal toksika !!
• Hepatitis
• Leukopenia,anemia hemolitik,
methemoglobinemia
RIFAMPISIN
• merupakan obat paling ampuh dg
sifat bakteriostatik kuat utk BTA
• bekerja menghambat enzim
polimerase RNA dengan ikatan
ireversibel, harga mahal
• Efek samping
• Ggn Gastrointestinal
• Erupsi kulit
• Hepatotoksik & nefrotoksik
Klofasimin (B-663, Lamprene)
• Merupakan derivat zat warna iminofenazin
dengan efek bakteriostatik, cara menggangu
metabolisme radikal oksigen
• Efek anti-inflamasi berguna utk reaksi lepra, harga
relatif mahal
• Dosis:
• 50 mg/ hari atau 100 mg/ 3x seminggu (1 mg/ kgBB sehari)
• 300 mg/ bulan utk cegah reaksi lepra
• Efek samping
• Pigmentasi kulit  keringat & air mata merah
• Gangguan GIT  anorexia, vomitus, diare, kadang-kadang
nyeri abdomen
REAKSI LEPRA

• Suatu keadaan akut pd perjalanan peny lepra yg


kronik
• Penyebab utama kerusakan saraf dan cacat
• Dapat terjadi pada awal, selama & setelah terapi
• Pembagian:
– Reaksi tipe I ~ reversal  hipersensitifitas tipe IV
– Reaksi tipe II ~ (Eritema Nodosum Leprosum) ENL 
hipersensitifitas tipe III
– Ke-2 tipe reaksi ini dpt berlangsung ringan - berat
PENGOBATAN REAKSI

Prinsip pengobatan :
1. Pemberian obat anti reaksi
2. Istirahat atau imobilisasi
3. Analgetik, sedatif untuk mengatasi rasa nyeri
4. MDT diteruskan
PENGOBATAN REAKSI

Pasien sebelum & sesudah pengobatan


PENGOBATAN REAKSI

Reaksi ENL
• Ringan  rawat jalan, istirahat
• Berat  rawat inap
• Obat :
• Prednison 15 – 30 mg/hr  berat/ringan reaksi
• Klofazimin 200 – 300 mg/hr
• Thalidomide  teratogenik, di Indonesia (-)
PENGOBATAN REAKSI

Reaksi Reversal
• Neuritis (+)
• Prednison 15 – 30 mg/hr
• Analgetik + sedatif
• Anggota gerak yang terkena  istirahatkan

Neuritis (-)
• Kortikosteroid (-)
• Analgetik kalau perlu
PENGOBATAN

Obat Alternatif:
• Ofloksasin
• Minosiklin
• Klaritromisin
OBAT LEPRA ALTERNATIF

• OFLOKSASIN
• Merupakan obat turunan
fluorokuinolon yang paling efektif thd
M.leprae
• Kerja melalui hambatan thdp enzim
girase DNA mikobakterium
• Dosis percobaan: 400 mg/ hari
selama 1 bulan
OBAT LEPRA ALTERNATIF

• MINOSIKLIN
• Merupakan turunan tetrasiklin yang aktif
thdp M.lepra karena sifat lipofiliknya
mampu menembus dinding sel kuman
• Cara kerjanya menghambat sintesis
protein
• Obat ini dapat menembus kulit dan
mencapai jaringan saraf yang
mengandung banyak kuman
• Dosis uji klinis: 100 mg/ hari selama 2 bulan
OBAT LEPRA ALTERNATIF
• KLARITROMISIN
• Merupakan obat golongan makrolid
(spt eritromisin & roksitromisin)
• Mempunyai efek bakterisidal setara
dengan ofloksasin & minosiklin ada
mencit
• Bekerja dengan menghambat
sintesis protein
• Dosis uji klinis: 500 mg/ hari
TETANUS

• Penggunaan antibiotik ditujukan untuk


memberantas kuman tetanus bentuk vegetatif.
• Clostridium peka terhadap penisilin grup beta
laktam termasuk penisilin G, ampisilin, karbenisilin,
tikarsilin, dan lain-lain.
• Kuman tersebut juga peka terhadap klorampenikol,
metronidazol, aminoglikosida dan sefalosporin
generasi ketiga.
DOSIS

• Penisilin G dengan dosis 1 juta unit IV setiap


6 jam atau penisilin prokain 1,2 juta 1 kali
sehari.
• Penisilin G digunakan pada anak dengan
dosis 100.000 unit/kgBB/hari IV selama 10-14
hari.
• Pemakaian ampisilin 150 mg/kg/hari dan
kanamisin 15 mg/kgBB/hari digunakan bila
diagnosis tetanus belum ditegakkan,
kemudian bila diagnosa sudah ditegakkan
diganti Penisilin G.
DOSIS
• Pada penderita yang sensitif Penisilin 
gunakan Tetrasiklin: dosis 25-50 mg/kg/hari,
dosis maksimal 2 g/hari dibagi 4 dosis dan
diberikan secara peroral.
• Bila terjadi pneumonia atau septikemia
diberikan metisilin 200 mg/kgBB/hari selama
10 hari atau metisilin dengan dosis yang sama
ditambah gentamisin 5-7,5 mg/kgBB/hari.
Metronidasole
• Pemberian metronidazole awal secara
loading dose 15 mg/kgBB dalam 1 jam
dilanjutkan 7,5 mg/kgBB selama 1 jam
perinfus setiap 6 jam.
• Hasilnya: menunjukkan angka kematian
yang rendah, perawatan di rumah sakit
yang pendek dan respon yang baik
terhadap pengobatan tetanus sedang.
METRONIDASOL
• 1β-hidroksi-etil) 2-metil-5-nitroimidazol
• Memperlihatkan daya amubisid langsung, daya
trikomoniasid
• Farmakokinetik: absorpsi baik. Sat jamsetelah
pemberian dosis tunggal 500mg per oral diperoleh
kadar plasma kira-kira 10µg/ml. Dan kebanyakan
protozoa dan bakteri sensitif, rata-rata diperlukan
kadar tidak lebih dari 8µg/ml
• Waktu paruh: 8-10 jam
• Diekskresi melalui urin dalam bentuk asal dan bentuk
metabolit hasil oksidasi dan glukuronidasi; urin
berwarna gelap karena mengandung pigmen yang larut
• Diekskresi juga melalui air susu, air liur, cairan vagina,
dan cairan seminal dalam kadar yang rendah
METRONIDASOL
Efek Samping:
• Yang paling sering: sakit kepala, mual, mulut kering,
dan rasa kecap logam. (muntah, diare, dan spasme
usus jarang terjadi)
• ES lain: pusing, vertigo, ataksia, parentesis pada
ekstremitas, urtikaria, flushing, pruritis, disuria, sistitis,
rasa tekan pada pelvik, juga kering pada mulut vagina
dan vulva
• Penderita dengan riwayat penyakit darah atau dengan
gangguan SSP  pemberian obat tidak dianjurkan
• Dosis perlu dikurangi pada pasien dengan penyakit
obstruksi hati yang berat, sirosis hepatic dan ggn fungsi
ginjal yang berat

Vous aimerez peut-être aussi