Vous êtes sur la page 1sur 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma yang terjadi pada kecelakaan lalu-lintas memiliki banyak bentuk,
tergantung dari organ apa yang dikenai. Trauma semacam ini, secara lazim,
disebut sebagai trauma benda tumpul (trauma multiple). Ada tiga trauma yang
paling sering terjadi dalam peristiwa ini, yaitu cedera kepala, trauma thorax (dada)
dan fraktur (patah tulang).
Trauma pertama yaitu trauma kepala, terutama jenis berat, merupakan
trauma yang memiliki prognosis (harapan hidup) yang buruk. Hal ini disebabkan
oleh karena kepala merupakan pusat kehidupan seseorang. Di dalam kepala
terdapat otak yang mengatur seluruh aktivitas manusia, mulai dari kesadaran,
bernapas, bergerak, melihat, mendengar, mencium bau, dan banyak lagi
fungsinya. Jika otak terganggu, maka sebagian atau seluruh fungsi tersebut akan
terganggu. Gangguan utama yang paling sering terlihat adalah fungsi kesadaran.
Itulah sebabnya, trauma kepala sering diklasifikasikan berdasarkan derajat
kesadaran, yaitu trauma kepala ringan, sedang, dan berat. Makin rendah kesadaran
seseorang makin berat derajat trauma kepala.
Trauma kedua yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah
fraktur (patah tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur
dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga
berhubungan dengan udara luar, dan fraktur tertutup, yaitu jika fragmen tulang
tidak berhubungan dengan dunia luar. Secara umum, fraktur terbuka bisa
diketahui dengan melihat adanya tulang yang menusuk kulit dari dalam, biasanya
disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian
yang dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut
yang bisa mengarah ke samping, depan, atau belakang. Selain itu, ditemukan
nyeri gerak, nyeri tekan dan perpendekan tulang.
Trauma yang ketiga, yang sering terjadi pada kecelakaan adalah trauma
dada atau toraks. Tercatat, seperempat kematian akibat trauma disebabkan oleh

1
trauma toraks. Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi
kehidupan manusia, yaitu paru-paru dan jantung.
1.1.1 Jahit Luka
Luka baru yang belum memasuki waktu kontaminasi Frederich (6 – 8 jam
post trauma) dapat dirawat secara primer yaitu dengan melakukan pembersihan
luka dan lapangan sekitarnya, pembuangan debris dan kotoran serta penjahitan
luka secara sempurna, sedangkan yang melebihi waktu kontaminasi bisa
dilakukan pembersihan luka dan daerah sekitar luka, merapikan luka dan
penjahitan sementara atau situasi. Penjahitan luka membutuhkan pengetahuan
tentang penyembuhan luka, serta alat dan bahan untuk menjahit dan yang
terpenting sekali menguasai teknik jahitan (suture techniques).
Tindakan menjahit luka (hecting) dengan alat yang telah disterilkan dan
membersihkan luka sesuai dengan keadaan luka (luka bersih dengan Betadin dan
luka kotor dengan H2O2, cairan steril serta Betadin). Penjahitan luka
membutuhkan beberapa persiapan baik alat, bahan serta beberapa peralatan lain.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu :
1. Definisi Multipel Trauma
2. Definisi Cedera Kepala dan Trauma Thorax
3. Klasifikasi Cedera Kepala dan Trauma Thorax
4. Patofisiologi Trauma Thorax
5. Patofisiologi Trauma Thorax
6. Definisi Jahit Luka
7. Teknik Perawatan Luka

2
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Ada tiga trauma yang paling sering terjadi dalam peristiwa ini,
yaitu cedera kepala, trauma thorax (dada) dan fraktur (patah tulang).
Trauma pertama yaitu trauma kepala, terutama jenis berat,
merupakan trauma yang memiliki prognosis (harapan hidup) yang buruk.
Hal ini disebabkan oleh karena kepala merupakan pusat kehidupan
seseorang. Di dalam kepala terdapat otak yang mengatur seluruh aktivitas
manusia, mulai dari kesadaran, bernapas, bergerak, melihat, mendengar,
mencium bau, dan banyak lagi fungsinya.
Trauma kedua yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan
adalah fraktur (patah tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau
rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu
menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur
tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar.
Trauma yang ketiga, yang sering terjadi pada kecelakaan adalah
trauma dada atau toraks. Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat
vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-paru dan jantung.
2.2 Definisi Cedera Kepala dan Trauma Thorax
Cedera kepala adalah kekerasan pada kepala yang dapat
menyebabkan kerusakan yang kompleks di kulit kepala, tulang tempurung
kepala, selaput otak, dan jaringan otak itu sendiri.
Menurut Brain Injury Assosiation of America cedera kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

3
2.3 Klasifikasi
2.3.1 Cedera Kepala
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara
praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, berat
dan morfologi.
Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas:
1. Cedera kepala tumpul
Biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh atau
pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan
deselerasi yang cepat menyebabkan otak bergerak di dalam rongga cranial
dan melakukan kontak pada protuberans tulang tengkorak.
2. Cedera tembus
Biasanya disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.
Berdasarkan morfologinya cedera kepala dikelompokkan menjadi:
1. Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak dapat terjadi pada atap dan dasar tengkorak.
Fraktur dapat berupa garis/linear, multipel dan menyebar dari satu titik
(stelata) dan membentuk fragmen-fragmen tulang (kominutif). Fraktur
tengkorak dapat berupa fraktur tertutup yang secara normal tidak
memerlukan perlakuan spesifik dan fraktur tertutup yang memerlukan
perlakuan untuk memperbaiki tulang tengkorak.
2. Lesi Intrakranial
1) Perdarahan epidural disebabkan oleh robeknya arteri meningea
media akibat fraktur tengkorak. Perdarahan epidural 0,5% dari cedera
otak. Dari CT scan didapatkan gambaran bikonveks atau menyerupai lensa
cembung.
2) Perdarahan subdural disebabkan oleh robeknya vena-vena kecil
di permukaan korteks cerebri. Perdarahan ini biasanyanya menutup
seluruh permukaan hemisfer otak. Prognosis perdarahan subdural lebih
buruk daripada perdarahan epidural.
3) Kontusio dan peradarahan intraserebral . Kontusio serebri sering
terjadi (20-30% dari cedera kepala berat). Area tersering adalah frontal dan

4
temporal. Dalam beberapa jam atau hari kontusio dapat berubah menjadi
perdarahan intraserebral yang membutuhkan operasi.
3. Lesi Difus
Cedera otak difus yang erat biasanya diakibatkan hipoksia, iskemia
dari otak akibat syok yang berkepanjangan atau periode apneu yang terjadi
segera setelah trauma. Hasil CT scan dapat menunjukkan hasil yang
normal, edema otak dengan dengan batas area putih dan abu abu yang
kabur. Pada beberapa kasus yang jarang ditemukan bercak-bercak
perdarahan diseluruh hemisfer otak yang dikenal dengan cedera akson
difus yang memberikan prognosis yang buruk.
Secara umum untuk mendeskripsikan beratnya penderita cedera
kepala digunakan Glasgow Coma Scale (GCS). Penilaian ini dilakukan
terhadap respon motorik (1-6), respon verbal (1-5) dan buka mata (1-4),
dengan interval GCS 3-15. Sedangkan pada anak yang tidak dapat bicara
deskripsi beratnya penderita cedera kepala digunakan Children Coma
Scale (CCS). Dalam penilaian GCS jika terdapat asimetri ekstremitas,
maka yang digunakan adalah respon motorik yang terbaik.
2.3.2 Trauma Toraks
Trauma adalah penyebab kematian terbanyak diseluruh kota besar
didunia dan diperkirakan 16.000 kasus kematian akibat trauma per tahun
yang disebabkan oleh trauma toraks.
Trauma toraks harus ditangani secepatnya karena dapat
menyebabkan hipoksia otak dan jantung yang berakibat fatal. Banyak
penderita meninggal setelah sampai di rumah sakit, dan banyak diantara
kematian ini dapat dicegah.
2.4 Patofisiologi Trauma Thorax
Trauma thoraks terdiri atas trauma tajam dan trauma tumpul. Pada
trauma tajam, terdapat luka pada jaringan kutis dan subkutis, mungkin
lebih mencapai jaringan otot ataupun lebih dalam lagi hingga melukai
pleura parietalis atau perikardium parietalis. Dapat juga menembus lebih
dalam lagi, sehingga merusak jaringan paru, menembus dinding jantung
atau pembuluh darah besar di mediastinum. Trauma tajam yang menembus

5
pleura parietalis akan menyebabkan kolaps paru, akibat masuknya udara
atmosfer luar kedalam rongga paru. Bila pleura viseralis pun tertembus,
kemungkinan trauma tajam terhadap jaringan paru sangat besar, sehingga
selain terjadi penurunan ventilasi akibat hubungan pendek bronkho –
udara luar melalui luka tajam, mungkin terjadi pula Hemoptoe massif
dengan akibat – akibatnya. Satu jenis lain dari trauma tajam, yaitu trauma
tertembus peluru.
Trauma tumpul toraks, bila kekuatan trauma tajam lainnya, karena
faktor kerusakan jaringan yang lebih besar akibat rotasi berkecepatan
tinggi tidak cukup besar, hanya akan menimbulkan desakan terhadap
kerangka dada, yang karena kelenturannya akan mengambil bentuk semula
bila desakan hilang. Trauma tumpul demikian, secara tampak dari luar
mungkin tidak memberi gambaran kelainan fisik, namun mampu
menimbulkan kontusi terhadap otot kerangka dada, yang dapat
menyebabkan perdarahan in situ dan pembentukan hematoma inter atau
intra otot, yang kadang kala cukup luas, sehingga berakibat nyeri pada
respirasi dan pasien tampak seperti mengalami dispnea.
2.5 Definisi Jahit Luka
Luka baru yang belum memasuki waktu kontaminasi Frederich (6
– 8 jam post trauma) dapat dirawat secara primer yaitu dengan melakukan
pembersihan luka dan lapangan sekitarnya, pembuangan debris dan
kotoran serta penjahitan luka secara sempurna, sedangkan yang melebihi
waktu kontaminasi bisa dilakukan pembersihan luka dan daerah sekitar
luka, merapikan luka dan penjahitan sementara atau situasi. Penjahitan
luka membutuhkan pengetahuan tentang penyembuhan luka, serta alat dan
bahan untuk menjahit dan yang terpenting sekali menguasai teknik jahitan
(suture techniques).
2.5.1 Luka (Vulnus)
Luka adalah kerusakan anatomi karena hilangnya kontinuitas
jaringan oleh sebab dari luar. Luka terbagi menjadi dua : Luka terbuka
(Vulnus Appertum) dan Luka tertutup (Vulnus Occlusum).

6
1. Macam luka terbuka : Luka iris (Scissum), Tusuk (Ictum), Bakar
(Combustio), Lecet (Excoriasi/Abrasio), Tembak (Sclopetum), Laserasi,
Penetrasi, Avulsi, Open Fracture dan Luka Gigit (Vulnus Morsum).
2. Macam luka tertutup : Memar (Contusio), Bula, Hematoma, Sprain,
Dislokasi, Close Fracture, Laserasi organ dalam.
2.6 Teknik Perawatan Luka
2.6.1 Desinfeksi (Sin. Antiseptik atau Germisida)
Adalah tindakan dalam melakukan pembebasan bakteri dari
lapangan operasi dalam hal ini yaitu luka dan sekitarnya. Macam bahan
desinfeksi: Alkohol 70%, Betadine 10%, Perhidrol 3%, Savlon (Cefrimid
+Chlorhexidine), Hibiscrub (Chlorhexidine 4%) Teknik : Desinfeksi
sekitar luka dengan kasa yang di basahi bahan desinfeksan. Tutup dengan
doek steril atau kasa steril. Bila perlu anestesi Lido/Xylo 0,5-1%
2.6.2 Pembersihan Luka
Adalah mencuci bagian luka. Bahan yang di gunakan : Perhidrol,
Savlon, Boor water, Normal Saline, PZ. Bilas dengan garam faali atau
boor water
2.6.3 Debridement (Wound Excision)
Adalah membuang jaringan yang mati serta merapikan tepi luka.
Memotong dengan menggunakan scalpel atau gunting. Rawat perdarahan
dengan meligasi menggunakan cat gut.
2.6.4 Perawatan Perdarahan
Adalah suatu tindakan untuk menghentikan proses perdarahan.
Yaitu dengan kompresi lokal atau ligasi pembuluh darah atau jaringan
sekitar perdarahan.
2.6.5 Penjahitan Luka
Penjahitan luka membutuhkan beberapa persiapan baik alat, bahan
serta beberapa peralatan lain. Urutan teknik juga harus dimengerti oleh
operator serta asistennya. Alat, bahan dan perlengkapan yang di butuhkan
Alat yang dibutuhkan :
1) Naald Voeder ( Needle Holder ) atau pemegang jarum biasanya satu
buah.

7
2) Pinset Chirrurgis atau pinset Bedah satu buah
3) Gunting benang satu buah.
4) Jarum jahit, tergantung ukuran cukup dua buah saja.
Bahan yang dibutuhkan :
1) Benang jahit Seide atau silk
2) Benang Jahit Cat gut chromic dan plain.
Lain-lain :
1) Doek lubang steril
2) Kasa steril
3) Handscoon steril
Operasi teknik
Urutan teknik penjahitan luka ( suture techniques)
1) Persiapan alat dan bahan
2) Persiapan asisten dan operator
3) Desinfeksi lapangan operasi
4) Anestesi lapangan operasi
5) Debridement dan eksisi tepi luka
6) Penjahitan luka
7) Perawatan luka
Macam-macam Jahitan Luka
1. Jahitan Simpul Tunggal
Merupakan jenis jahitan yang sering dipakai. digunakan juga untuk
jahitan situasi.
Teknik :
1) Melakukan penusukan jarum dengan jarak antara setengah sampai 1 cm
ditepi luka dan sekaligus mengambil jaringan subkutannya sekalian
dengan menusukkan jarum secara tegak lurus pada atau searah garis luka.
2) Simpul tunggal dilakukan dengan benang absorbable denga jarak antara
1cm.
3) Simpul di letakkan ditepi luka pada salah satu tempat tusukan
4) Benang dipotong kurang lebih 1 cm.
2. Jahitan matras Horizontal

8
Jahitan dengan melakukan penusukan seperti simpul, sebelum
disimpul dilanjutkan dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari tusukan
pertama. Memberikan hasil jahitan yang kuat.
3. Jahitan Matras Vertikal
Jahitan dengan menjahit secara mendalam dibawah luka kemudian
dilanjutkan dengan menjahit tepi-tepi luka. Biasanya menghasilkan
penyembuhan luka yang cepat karena di dekatkannya tepi-tepi luka oleh
jahitan ini.
4. Jahitan Matras Modifikasi
Modifikasi dari matras horizontal tetapi menjahit daerah luka
seberangnya pada daerah subkutannya.
5. Jahitan Jelujur sederhana
Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju.
Biasanya menghasilkan hasiel kosmetik yang baik, tidak disarankan
penggunaannya pada jaringan ikat yang longgar.
6. Jahitan Jelujur Feston
Jahitan kontinyu dengan mengaitkan benang pada jahitan
sebelumnya, biasa sering dipakai pada jahitan peritoneum. Merupakan
variasi jahitan jelujur biasa.
7. Jahitan Jelujur horizontal
Jahitan kontinyu yang diselingi dengan jahitan arah horizontal.
8. Jahitan Simpul Intrakutan
Jahitan simpul pada daerah intrakutan, biasanya dipakai untuk
menjahit area yang dalam kemudian pada bagian luarnya dijahit pula
dengan simpul sederhana.
9. Jahitan Jelujur Intrakutan
Jahitan jelujur yang dilakukan dibawah kulit, jahitan ini terkenal
menghasilkan kosmetik yang baik.
2.6.6 Tutup atau Bebat Luka
Setelah luka di jahit dengan rapi di bersihkan dengan desinfeksan
(beri salep). Tutup luka dengan kasa steril yang dibasahi dengan betadine.
Lekatkan dengan plester atau hipafix ( bila perlu diikat dengan Verban)

9
2.6.7 Angkat Jahitan
Adalah proses pengambilan benang pada luka. Berdasarkan lokasi
dan hari tindakan:
1. Muka atau leher hari ke 5
2. Pereut hari ke7-10
3. Telapak tangan 10
4. Jari tangan hari ke 10
5. Tungkai atas hari ke 10
6. Tungkai bawah 10-14
7. Dada hari ke 7
8. Punggung hari ke 10-14

10
BAB 3
MANAJEMEN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan Multipel Trauma


3.1.1 Pengkajian
1. Biodata
1) Identitas (Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, alamat,
tanggal MRS)
2. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sebelum sakit : Pasien tidak ada riwayat
alergi obat dan makanan. Tidak menderita penyakit menular.
2) Riwayat kesehatan sekarang : klien jatuh dari sepeda motor dan
ditabrak truck
3. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : pasien nampak tegang, wajah menahan sakit,
lemah. Kesadaran kompos mentis, GCS : 4-5-6, T 120/80 mmHg, N 98
x/menit, S 374 0C, RR 20 X/menit.
2) Head to toe :
(1) Kepala. Bentuk dan ukuran normal, kulit kepala bersih.
(2) Rambut. Rambut lurus agak kotor, tidak rapi.
(3) Mata (penglihatan) Ketajaman penglihatan normal, konjungtiva
anemis, sclera icterik, pupil isokor, refleks cahaya positif, klien tidak
menggunakan alat bantu kacamata.
(4) Hidung (penciuman) Bentuk dan posisi normal, tidak ada deviasi
septum, epistaksis, rhinoroe, peradangan mukosa dan polip. Fungsi
penciuman dbn.
(5) Telinga (pendengaran) Serumen dan cairan, perdarahan dan otorhoe,
peradangan, pemakaian alat Bantu, semuanya tidak ditemukan pada
pasien. Ketajaman pendengaran dan fungsi pendengaran dbn.
(6) Mulut dan gigi. Llakukan oral.
(7) Leher. Kelenjar getah bening tidak membesar, dapat diraba, tekanan
vena jugularis tidak meningkat, dan tidak ada kaku kuduk/tengkuk.

11
(8) Thoraks. Pada inspeksi dada simetris, bentuk dada normal. Pergerakan
dada kanan tertinggal, Auskultasi bunyi paru normal. Bunyi jantung S1
dan S2 tunggal. S3 positip, gallop positip ics III dan IV, dada kanan
terpasang drainge disambung dengan kantong ukuran.
(9) Abdomen. Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari bawah
iga,dan limpa tidak membesar, perkusi bunyi redup, bising usus 14
X/menit.
(10) Reproduksi. Tidak dikaji.
(11) Ekstremitas. Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot
ekstremitas atas 4-4 dan ekstremitas bawah 4-4., akral dingin dan pucat.
(12) Integumen. Kulit keriput, pucat. Turgor sedang.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses implamasi pada liver.
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh.
3. Perubahan pola tidur berhubungan dengan ansietas.

3.3 Intervensi Keperawatan

Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan proses implamasi pada liver.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 7 jam, nyeri hilang
dan pasien merasa nyaman.
Kriteria Hasil : Keadaan umum baik, pasien rileks, rasa nyeri hilang atau
terkontrol.
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital.
R/ Agar mengetahui perubahan dan peningkatan kesehatan.
2. Atur posisi klien senyaman mungkin atau membiarkan klien memilih
posisi yang menurutnya enak dan nyaman.
R/ Tirah baring pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intra
abdomen, namun klien akan melakukan posisi yang menghilangkan
nyeri secara alamiah.

3. Bersihkan tempat tidur dan tenangkan suasana ruang perawatan kalau


memungkinkan kontrol suhu ruangan.

12
R/ Memberikan kenyamanan pada pasien.
4. Dorong menggunakan teknik relaksasi, latihan napas dalam.
R/ Memusatkan perhatian, dapat meningkatkan koping
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgesik.
R/ Terapi pengobatan dapat mengurangi nyeri.
Dx 2 : Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 7 jam, pola nutrisi
pasien terpenuhi.
Kriteria Hasil : Keadaan umum baik, pasien rileks, berat badan normal.
Intervensi :
1. Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital.
2. Jelaskan pada pasien dan keluarganya tentang makanan yang disajikan
oleh rumah sakit merupakan salah satu bentuk pengobatan.
3. Anjurkan pasien untuk makan sedikit tapi sering.
4. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi dan ukur masukan
diet harian dengan jumlah kalori.
Dx 3 : Perubahan pola istirahat tidur berhubungan dengan ansietas.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x7 jam, Pola
tidur pasien kembali normal dengan criteria menggambarkan factor yang
menghambat tidur, mengidentifikasi teknik agar cepat tidur dan
melaporkan keseimbangan yang optimal antara tidur dan aktivitas.
Kriteria Hasil : Keadaan umum baik, pasien dapat beristirahat dengan
tenang dan nyaman.
Intervensi :
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman, tenang dan bersih.
2. Jelaskan pada pasien dan keluarga penyebab gangguan tidur/istirahat
dan kemungkinan cara untk menghindari.
3. Atur posisi senyaman mungkin.
4. Pertahankan waktu tidur teratur dan waktu bangun. Menyusun rutinitas
relaksasi untuk persiapan tidur.
3.4 Implementasi Keperawatan
Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan proses implamasi pada liver.

13
Implementasi :
1. Mengobservasi tanda-tanda vital.
2. Mengatur posisi klien senyaman mungkin atau membiarkan klien
memilih posisi yang menurutnya enak dan nyaman.
3. Membersihkan tempat tidur dan tenangkan suasana ruang perawatan
kalau memungkinkan kontrol suhu ruangan.
4. Mendorong menggunakan teknik relaksasi, latihan napas dalam.
5. Mengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgesik.
Dx 2 : Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh.
Implementasi :
1. Mengobservasi keadaan umum dan tanda-tanda vital.
2. Menjelaskan pada pasien dan keluarganya tentang makanan yang
disajikan oleh rumah sakit merupakan salah satu bentuk pengobatan.
3. Menganjurkan pasien untuk makan sedikit tapi sering.
4. Mengkolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi dan ukur
masukan diet harian dengan jumlah kalori.
Dx 3 : Perubahan pola tidur berhubungan dengan ansietas.
Implementasi :
1. Menciptakan lingkungan yang nyaman, tenang dan bersih.
2. Menjelaskan pada pasien dan keluarga penyebab gangguan
tidur/istirahat dan kemungkinan cara untk menghindari.
3. Mengatur posisi senyaman mungkin.
4. Mempertahankan waktu tidur teratur dan waktu bangun. Menyusun
rutinitas relaksasi untuk persiapan tidur.
3.5 Evaluasi Keperawatan
Mengevaluasi segala tindakan pengobatan cidera kepaa dan trauma
thorax dalam semua upaya penanganan tim medis.
3.6 Asuhan Keperawatan Jahit Luka
3.6.1 Pengkajian Luka
1. Anamnesa
1) Tanggal dan waktu pengkajian → Mengetahui perkembangan penyakit
2) Biodata → nama,umur,jenis kelamin, pekerjaan, alamat

14
2. Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan → kesehatan sekarang (PQRST), riwayat penyakit
dahulu, status kesehatan keluarga & status perkembangan
3.6.2 Pemeriksaan Kulit
Menurut Bursaids (1998), teknik pemeriksaan Kulit dpt dilakukan
melalui metode inspeksi & palpasi.
1. Melihat penampilan luka (tanda penyembuhan luka) seperti :
2. Adanya perdarahan
3. Proses inflamasi (kemerahan & pembengkakan)
4. Proses granulasi jaringan (yaitu menurunnya reaks inflamasi pada saat
pembekuan berkurang)
5. Adanya parut atau bekas luka (scar) akibat fibroblas dlm jaringan
granulasi mengeluarkan kolagen yang membentuknya serta berkurangnya
ukuran parut yang merupakan indikasi terbentuknya keloid.
6. Melihat adanya benda asing atau bahan2 pengontaminasi pada luka mis :
tanah, pecahan kaca atau benda asing lain
7. Melihat ukuran, kedalaman & lokasi luka
8. Adanya dariainase, pembengkakan, bau yang kurang sedap. & nyeri pada
daerah luka
3.7 Diagnosa Keperawatan
1. Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan kurangnya perawatan pada
daerah luka
2. Nyeri akibat terputusnya kontinuitas jaringan
3. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan insisi bedah
4. Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilisasi
fisik

15
3.8 Intervensi Keperawatan
Contoh proses diagnostik keperawatan untuk penyembuhan luka
AKTVITAS BATASAN DIAGNOSA
PENGKAJIAN KARAKTERISTIK KEPERAWATAN
Infeksi Terdengan luka, dariainase Kerusakan integritas
permukaan kulit dari luka berwarna kuning & kulit yang
berbau busuk, tepi luka tidak berhubungan dengan
slg berdekatan, jahitan tetap luka yang
berada di tempatnya terkontaminasi
Infeksi adanya Tedengan dariainase Risiko infeksi yang
tanda2 berwarna coklat kemerahan berhubungan dengan
penyembuhan pada hari ke-5 setelah luka traumatik yang
luka operasi, tepi luka tidak terkontaminasi
saling berdekatan
Ukur suhu, nadi Klien febris, Nadi 125x/m,
& jumlah sel jumlah leukosit (sel darah
putih klien putih) 12.000/mm3

Contoh rencana asuhan keperawatan untuk kerusakan integritas kulit


Dx. Kep : Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan luka yang
terkontaminasi

TUJUAN HASIL YANG


INTERVENSI RASIONAL
DIHARAPKAN

Integritas Luka besih & Jaga agar luka tetap Penyembuhan


kulit pada utuh tanpa bersih & kering luka
area luka inflamasi, Ganti balutan sesuai bergantung
operasi dariainase at program termasuk pada keadaan
meningkat maserase pada debridemen & yang bersih &
pada 20 18 april pemberian obat2an lembab untuk
april Tepi luka saling proses
berdekatan epitelialisasi

16
Intruksikan klien atau & deposisi
org yang penting bg jar. Granulasi
klien untuk mengkaji (Atwater,
& merawat luka. 1989;
Minta klien Cooper,1992)
mendemonstrasikannya
kembali Pengkajian
luka & kulit
di sekitarnya
secara teratur
& akurat
merupakan
hal yang
penting dlm
rencana
asuhan
keperawatan
untuk
manejemen
luka (
Cooper, 1992
)

3.9 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi terhadap masalah luka secara umum dapat dinilai dari
sempurnanya prose penyembuhan luka, tidak ditemukan adanya tanda radang,
tidak ada perdarahan, luka dlm keadaan bersih & tidak ada keloid/skiatrik
Mengevaluasi penyembuhan luka secara terus menerus yang dilakukan
selama mengganti balutan, saat terapi diberikan & saat klien berusaha melakukan
sendiri perawatan lukanya

DAFTAR PUSTAKA

17
Marzoeki, Djohansyah. 1994. Ilmu Bedah Luka dan Perawatannya.
Surabaya : Airlangga University Press.

R.L.Walton. 1994. Perawatan Luka Penderita Perlukaan Ganda.


Jakarta : EGC.

18

Vous aimerez peut-être aussi