Vous êtes sur la page 1sur 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan
bertanggung jawab terhadap pergerakan.Komponen utama sistem utama sistem
muskuloskeletal adalah jaringan ikat.Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot
rangka, tendon, ligamen, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang
menghubungkan struktur-struktur ini.Beragamnya jaringan dan organ sistem
muskuloskeletal dapat menimbulkan berbagai macam gangguan.Beberapa
gangguan tersebut timbul primer pada sistem itu sendiri, sedangkan gangguan
yang berasal dari bagian lain tubuh tetapi menimbulkan efek pada sistem
muskuloskeletal. Tanda utama gangguan sistem muskuloskeletal adalah nyeri dan
rasa tidak nyaman , yang dapat bervariasi dari tingkat yang paling ringan sampai
yang sangat berat (Price,Wilson, 2005).
Salah satu gangguan dari sistem muskuloskeletal adalah osteomielitis.
Osteomielitis adalah radang tulang yang disebabkan oleh organisme piogenik,
walaupun berbagai agen infeksi lain juga dapat menyebabkannya, gangguan ini
dapat tetap terlokalisasi atau dapat tersebar melalui tulang, yang melibatkan
sumsum, korteks, jaringan kanselosa, dan periosteum (Dorland, 2002).
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang
status nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes melitus. Selain
itu, pasien yang menderita artitis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit,
mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi
sebelum operasi sekarang, atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang
menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus,
mengalami nefrosis insisi margial atau dehidrasi luka, atau memerlukan evakuasi
hematoma pascaoperasi.Luka tusuk pada jaringan lunak atau tulang akibat gigitan
hewan, manusia atau penyuntikan intramusculus juga dapat menyebabkan
osteomielitis eksogen. Osteomielitis akut biasanya dapat disebabkan oleh bakteri
maupun virus, jamur, dan mikro-organisme lain.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi sistem muskuloskeletal?
2. Apa defenisi dari osteomielitis?
3. Apa saja klasifikasi dari osteomielitis?
4. Apaetiologi dari osteomielitis?
5. Apa manifestasi klinis dari oseteomielitis?
6. Bagaimana patofisiologi dan WOC dari osteomielitis?
7. Bagaimana penatalaksanaan untuk pasien osteomielitis?
8. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada pasien osteomielitis yang
tidak terobati?
9. Bagaimana pengkajian keperawatan pada pasien osteomielitis?
10. Apa saja diagnosa keperawatan osteomielitis?
11. Bagaimana dan apa rencana asuhan keperawatan pada kasus osteomielitis?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui anatomi dan fisiologi sistem muskuloskeletal.
2. Mengetahui defenisi dari osteomielitis.
3. Mengetahui klasifikasi dari osteomielitis.
4. Mengetahui etiologi dari osteomielitis.
5. Mengetahui manifestasi klinis dari oseteomielitis.
6. Mengetahui dan memahami patofisiologi dan WOC dari osteomielitis.
7. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan untuk pasien osteomielitis.
8. Mengetahui apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada pasien
osteomielitis yang tidak terobati.
9. Mengetahui bagaimana pengkajian keperawatan pada pasien osteomielitis.
10. Mengetahui diagnosa keperawatan osteomielitis.
11. Mengetahui rencana asuhan keperawatan pada kasus osteomielitis.

1.4 Manfaat
1. Mahasiswa mampu memahami konsep dan asuhan keperawatan pada klien
dengan osteomielitis sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah
muskuloskeletal.

2
2. Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan
osteomielitis sehingga dapat menjadi bekal dalam persiapan praktik di
rumah sakit.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal


Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan
bertanggung jawab terhadap pergerakan. Komponen utama system
musculoskeletal adalah jaringan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot,
tendon, ligament, bursae, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan
struktur-struktur ini.
A. Tulang
1. Bagian-bagian utama tulang rangka
Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah
jaringan hidup yang akan suplai saraf dan darah. Tulang banyak
mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam-garam kalsium)
yang membuat tulang keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut
adalah jaringan fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis.
Klasifikasi tulang pada orang dewasa digolongkan pada dua kelompok
yaitu axial skeleton dan appendicular skeleton.
1. Axial Skeleton (80 tulang)
Tengkorak 22 buah
tulang
Tulang cranial (8 Frontal 1
tulang) Parietal 2
Occipital 1
Temporal 2
Sphenoid 1
Ethmoid 1
Tulang fasial (13 Maksila 2
tulang) Palatine 2
Zygomatic 2
Lacrimal 2
Nasal 2
Vomer 1

4
Inferior nasal concha 2
Tulang mandibula (1 1
tlng)
Tulang telinga tengah Malleus 2 6 tulang
Incus 2
Stapes 2
Tulang hyoid 1 tulang
Columna vertebrae Cervical 7 26 tulang
Thorakal 12
Lumbal 5
Sacrum (penyatuan dari 5 tl) 1
Korkigis (penyatuan dr 3-5 tl) 1
Tulang rongga thorax Tulang iga 24 25 tulang
Sternum 1
2. Appendicular Skeleton (126 tulang)
Pectoral girdle Scapula 2 4 tulang
Clavicula 2
Ekstremitas atas Humerus 2 60 tulang
Radius 2
Ulna 2
Carpal 16
Metacarpal 10
Phalanx 28
Pelvic girdle Os coxa 2 (setiap os coxa terdiri dari 2 tulang
penggabungan 3 tulang)

Ekstremitas bawah Femur 2 60 tulang


Tibia 2
Fibula 2
Patella 2
Tarsal 14
Metatarsal 10
Phalanx 28

Total 206 tulang

5
Fungsi utama tulang-tulang rangka adalah :
 Sebagai kerangka tubuh, yang menyokong dan memberi bentuk tubuh.
 Untuk memberikan suatu system pengungkit yang digerakan oleh kerja
otot-otot yang melekat pada tulang tersebut; sebagai suatu system
pengungkit yang digerakan oleh kerja otot-otot yang melekat padanya.
 Sebagai reservoir kalsium, fosfor, natrium, dan elemen-elemen lain.
 Untuk menghasilkan sel-sel darah merah dan putih dan trombosit dalam
sumsum merah tulang tertentu.

2. Struktur tulang
Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi :
 Tulang panjang ditemukan di ekstremitas.
 Tulang pendek terdapat di pergelangan kaki dan tangan.
 Tulang pipih pada tengkorak dan iga.
Tulang ireguler (bentuk yang tidak beraturan) pada vertebra, tulang-tulang
wajah, dan rahang.
Lapisan terluar dari tulang (cortex) tersusun dari jaringan tulang yang padat,
sementara pada bagian dalam di dalam medulla berupa jaringan sponge. Bagian
tulang paling ujung dari tulang panjang dikenal sebagai epiphyse yang berbatasan
dengan metaphysis. Metaphysis merupakan bagian dimana tulang tumbuh
memanjang secara longitudinal. Bagian tengah tulang dikenal
sebagai diaphysisyang berbentuk silindris.
Unit struktural dari cortical tulang compacta adalah system havers, suatu
jaringan (network) saluran yang kompleks yang mengandung pembuluh-
pembuluh darah mikroskopis yang mensuplai nutrient dan oksigen ke tulang,
lacuna, dan ruang-ruang kecil dimanaosteosit berada.
Jaringan lunak di dalam trabeculae diisi oleh sumsum tulang : sumsum
tulang merah dan kuning. Sumsum tulang merah berfungsi dalam
hal hematopoesis, sementara sumsum kuning mengandung sel lemak yang dapat
dimobilisasi dan masuk ke aliran darah.Osteogenic cells yang kemudian
berdiferensiasi ke osteoblast (sel pembentuk tulang) danosteoclast (sel penghancur

6
tulang) ditemukan pada lapisan terdalam dari periosteum. Periosteum adalah
lembar jaringan fibrosa dan terdiri atas banyak pembuluh darah.
Vaskularisasi, tulang merupakan jaringan yang kaya akan vaskuler dengan
total aliran darah sekitar 200 sampai 400 cc/menit. Setiap tulang memiliki arteri
penyuplai darah yang membawa nutrient masuk didekat pertengahan tulang,
kemudian bercabang ke atas dan ke bawah menjadi pembuluh-pembuluh darah
mikroskopis. Pembuluh darah ini mensuplaicortex, marrow, dan system haverst.
Persarafan, serabut syaraf sympathetic dan afferent (sensori) mempersyarafi
tulang. Dilatasi kapiler darah dikontrol oleh syaraf symphatetic, sementara serabut
syaraf afferent mentransmisikan rangsangan nyeri.

3. Perkembangan dan pertumbuhan tulang


Perkembangan dan pertumbuhan pada tulang panjang tipikal :
 Tulang didahului oleh model kartilago.
 Kolar periosteal dari tulang baru timbul mengelilingi model korpus.
Kartilago dalam korpus ini mengalami kalsifikasi. Sel-sel kartilago mati dan
meninggalkan ruang-ruang.
 Sarang lebah dari kartilago yang berdegenerasi dimasukan oleh sel-sel
pembentuk tulang (osteoblast),oleh pembuluh darah, dan oleh sel-sel
pengikis tulang (osteoklast). Tulang berada dalam lapisan tak teratur dalam
bentuk kartilago.
 Proses osifikasi meluas sepanjang korpus dan juga mulai memisah pada
epifisis yang menghasilkan tiga pusat osifikasi.
 Pertumbuhan memanjang tulang terjadi pada metafisis, lembaran kartilago
yang sehat dan hidup antara pusat osifikasi. Pada metafisis sel-sel kartilago
memisah secara vertical. Pada awalnya setiap sel meghasilkan kartilago
sehat dan meluas mendorong sel-sel yang lebih tua. Kemudian sel-sel mati.
Kemudian semua runag mebesar untuk membentuk lorong-lorong vertical
dalm kartilago yang mengalami degenerasi. Ruang-ruang ini diisi oleh sel-
sel pembentuk tulang.
 Pertumbuhan memanjang berhenti pada masa dewasa ketika epifisis berfusi
dengan korpus.

7
 Pertumbuhan dan metabolisme tulang dipengaruhi oleh mineral dan
hormone sebagai berikut :
 Kalsium dan posfor, tulang mengandung 99% kalsium tubuh dan 90%
posfor. Konsentrasi kalsium dan posfor dipelihara dalam hubungan
terbalik. Sebagai contoh, apabila kadar kalsium tubuh meningkat
maka kadar posfor akan berkurang.
 Calcitonin, diproduksi oleh kelenjar typoid memilki aksi dalam
menurunkan kadar kalsium serum jika sekresinya meningkat diatas
normal.
 Vitamin D, penurunan vitamin D dalam tubuh dapat menyebabkan
osteomalacia pada usia dewasa.
 Hormon paratiroid (PTH), saat kadar kalsium dalam serum menurun,
sekresi hormone paratiroid akan meningkat dan menstimulasi tulang
untuk meningkatkan aktivitas osteoplastic dan menyalurkan kalsium
kedalam darah.
 Growth hormone (hormone pertumbuhan), bertanggung jawab dalam
peningkatan panjang tulang dan penentuan jumlah matrik tulang yang
dibentuk pada masa sebelum pubertas.
 Glukokortikoid, adrenal glukokortikoid mengatur metabolisme
protein.
 Sex hormone, estrogen menstimulasi aktivitas osteobalstik dan
menghambat peran hormone paratiroid. Ketika kadar estrogen
menurun seperti pada saat menopause, wanita sangat rentan terhadap
menurunnya kadar estrogen dengan konsekuensi langsung terhadap
kehilangan masa tulang (osteoporosis). Androgen, seperti testosteron,
meningkatkan anabolisme dan meningkatkan masa tulang.

B. Sendi
Artikulasi atau sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang.
Tulang-tulang ini dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi,
pita fibrosa, ligament, tendon, fasia, atau otot. Sendi diklasifikasikan sesuai
dengan strukturnya.

8
a. Sendi fibrosa (sinartrodial)
Merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Tulang-tulang
dihubungkan oleh serat-serat kolagen yang kuat. Sendi ini biasanya terikat
misalnya sutura tulang tengkorak.
b. Sendi kartilaginosa (amfiartrodial)
Permukaan tulang ditutupi oleh lapisan kartilago dan dihubungkan
oleh jaringan fibrosa kuat yang tertanam kedalam kartilago misalnya antara
korpus vertebra dan simfisis pubis. Sendi ini biasanya memungkinkan
gerakan sedikit bebas.
c. Sendi synovial (diartrodial)
Sendi ini adalah jenis sendi yang paling umum. Sendi ini biasanya
memungkinkan gerakan yang bebas (mis., lutut, bahu, siku, pergelangan
tangan, dll.) tetapi beberapa sendi sinovial secara relatif tidak bergerak
(mis., sendi sakroiliaka). Sendi ini dibungkus dalam kapsul fibrosa dibatasi
dengan membran sinovial tipis. Membran ini mensekresi cairan sinovial ke
dalam ruang sendi untuk melumasi sendi. Cairan sinovial normalnya bening,
tidak membeku, dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan. Jumlah
yang ditemukan pada tiap-tiap sendi normal relatif kecil (1 sampai 3 ml).
hitung sel darah putih pada cairan ini normalnya kurang dari 200 sel/ml dan
terutama adalah sel-sel mononuclear. Cairan synovial juga bertindak sebagai
sumber nutrisi bagi rawan sendi.
Permukaan tulang dilapisi dengan kartilago artikular halus dan keras
dimana permukaan ini berhubungan dengan tulang lain. Pada beberapa sendi
terdapat suatu sabit kartilago fibrosa yang sebagian memisahkan tulang-
tulang sendi (mis., lutut, rahang)
Jenis sendi synovial :
 Sendi peluru, missal pada persendian panggul dan bahu,
memungkinkan gerakan bebas penuh.
 Sendi engsel memungkinkan gerakan melipat hanya pada satu arah
dan contohnya adalah siku dan lutut.
 Sendi pelana memungkinkan gerakan pada dua bidang yang saling
tegak lurus. Sendi pada dasar ibu jari adalah sendi pelana dua sumbu.

9
 Sendi pivot contohnya adalah sendi antara radius dan ulna.
Memungkinkan rotasi untuk melakukan aktivitas seperti memutar
pegangan pintu.
 Sendi peluncur memungkinkan gerakan terbatas kesemua arah dan
contohnya adalah sendi-sendi tulang karpalia di pergelangan tangan.

C. Otot Rangka
a. Pengertian otot ( musculus)
Otot (musculus) merupakan suatu organ atau alat yang memungkinkan
tubuh dapat bergerak. Ini adalah suatu sifat penting bagi organisme. Gerak
sel terjadi karena sitoplasma mengubah bentuk. Pada sel – sel, sitoplasma
ini merupakan benang – benang halus yang panjang disebut miofibril. Kalau
sel otot mendapat rangsangan maka miofibril akan memendek. Dengan kata
lain sel otot akan memendekkan dirinya kearah tertentu (berkontraksi).

b. Ciri-ciri Otot
1. Kontraktilitas
Serabut otot berkontraksi dan menegang, yang dapat atau mungkin
juga tidak melibatkan pemendekan otot. Serabut akan terolongasi karena
kontraksi pada setiap diameter sel berbentuk kubus atau bulat hanya akan
menghasilkan pemendekan yang terbatas.
2. Eksitabilitas
Serabut otot akan merespon dengan kuat jika distimulasi oleh implus
saraf.
3. Ekstensibilitas
Serabut otot memiliki kemampuan untuk meregang melebihi panjang
otot saat relaks.
4. Elastilitas
Serabut otot dapat kembali ke ukurannya semula setelah berkontraksi
atau meregang.

10
c. Otot dan Kerja Otot
Otot rangka merupakan setengah dari berat badan orang dewasa.
Fungsi utamanya adalah untuk menggerakan tulang pada artikulasinya.
Kerja ini dengan memendekkan (kontraksi) otot. Dengan memanjang
(relaksasi) otot memungkinkan otot lain untuk berkontraksi dan
menggerakan tulang.
Otot ada yang melekat langsung pada tulang, tetapi dimana bagian
terbesarnya mempengaruhi fungsi (mis., pada tangan), tangan yang
berhubungan langsung dengan tulang, atau dimana kerjanya perlu
dikonsentrasikan, otot dilekatkan dengan tendon fibrosa. Tendon
menyerupai korda, seperti tali, atau bahkan seperti lembaran (mis.,pada
bagian depan abdomen). Tidak ada otot yang bekerja sendiri. Otot selalu
bekerja sebagai bagian dari kelompok, dibawah control system saraf.
Fungsi otot dapat digambarkan dengan memperhatikan lengan atas.
Otot bisep dari lengan atas dilekatkan oleh tendon ke skapula. Perlekatan ini
biasanya tetap stasioner dan adalah asal (origo) dari otot. Ujung yang lain
dari otot dilekatkan pada radius. Perlekatan ini untuk menggerakan otot dan
diketahui sebagai insersio dari otot.
Bisep adalah otot fleksor; otot ini menekuk sendi, mengangkat lengan
saat ia memendek. Otot ini juga cenderung memutar lengan untuk
memposisikan telapak tengadah karena titik insersinya. Otot trisep pada
punggung lengan atas adalah otot ekstensor; otot ini meluruskan sendi,
mempunyai aksi yang berlawanan dengan otot bisep.
Selama fleksi sederhana (menekuk) siku :
 Bisep kontraksi : ini adalah penggerak utama
 Trisep rileks secara refleks : ini adalah antagonis
 Otot tertentu pada lengan berkontraksi untuk mencegah gerakan
berguling.
 Otot di sekitar bahu berkontaksi untuk memantapkan sendi bahu.

11
d. Struktur dan Otot Rangka
Otot rangka tersusun atas sejumlah besar serat-serat otot. Sel-sel
silindris tidak bercabang. Otot ini disokong oleh jaringan ikat dan
mempunyai banyak suplai darah dan saraf. Setiap sel mempunyai banyak
nuklei dan mempunyai penampilan lurik. Dindingnya atau sarkolema,
mengandung myofibril yang dibungkus dengan rapat dalam sarkoplasma
cair. Didalamnya juga ada banyak mitokondria. Warna merah dari otot
berhubungan dengan mioglobin, suatu protein seperti hemoglobin dalam
sarkoplasma.
Setiap miofibril mempunyai lurik (striasi) terang dan gelap secara
bergantian, disebut pita I dan A secara berurutan. Striasi disebabkan oleh 2
tipe filamen, satu mengandung proteinaktin, dan lainnya mengandung
protein myosin.
Kontraksi otot adalah karena reaksi filament aktin dan miosin satu
sama lain, seperti ketika mereka menyisip satu sama lain dan menarik ujung
dari sel otot saling mendekat. Serat otot memendek sampai dengan sepertiga
dari panjangnya saat kontraksi.
Serat-serat otot biasanya menjalar sejajar terhadap arah tarikan, baik
tanpa tendon (otot kepeng) mis., otot interkostal, atau dengan tendon pada
ujungnya (otot fusiformis) mis., otot bisep. Otot-otot ini mempunyai rentang
gerak yang besar tetapi relative lemah.
Otot pennate lebih kuat daripada tipe otot di atas, tetapi mempunyai
rentang gerak lebih pendek. Pada otot ini, serat-serat menjalar membentuk
sudut terhadap arah tarikan dan menyisip ke dalam tendon sentral atau
tendon pengimbang.

e. Histology Otot
Ada tiga jenis jaringan otot yang dapat dibedakan atas dasar
strukturnya dan ciri fiologis yaitu otot polos, otot lurik, dan otot jantung.
1. Otot polos (smooth muscle/involuntary muscle)
Otot polos mengandung sel berbentuk spindle dengan panjang 40-200
µm dengan inti terletak di tengah. Myofibril ini sukar diperlihatkan dan

12
tidak mempunyai corak melintang. Serabut reticular transversa
menghubungkan sel-sel otot yang berdekatan dan membentuk suatu ikatan
sehingga membentuk unik fungsional. Otot polos tidak dibawah pengaruh
kehendak.
2. Otot lurik (skeleton muscle/voluntary muscle)
Otot lurik mengandung sel-sel otot (serabut otot) dengan ukuran tebal
10-100 µm dan panjang 15 cm. Serabut otot lurik berasal dari myotom, inti
terletak dipinggir, dibawah sarcolema.memanjang sesuai sumbu panjang
serabut otot. Beberapa serabut otot bergabung membentuk berkas otot yang
dibungkus jaringan ikat yang disebut endomycium. Bebefrapa endomycium
disatukan jaringan ikat disebut perimycium. Beberapa perimycium
dibungkus oleh jaringan ikat yang disebut epimycium (fascia). Otot lurik
dipersyafi oleh system cerebrosfinal dan dapata dikendalikan. Otot lurik
terdapat pada otot skelet, lidah, diaphragm, bagian atas dinding oesophagus.
3. Otot Jantung
Terdiri dari serabut otot yang bercorak yang bersifat kontraksinya
bersifat otonom. Tetapi dapat dipengaruhi system vagal. Serabutnya
bercabang-cabang, saling berhubungan dengan serabut otot di dekatnya.
Intinya berbentuk panjang dan terletajk di tengah.Sarkosom jauh lebih
banyak dari pada otot rangka.

f. Persarafan Otot Rangka


Otot dipersarafi oleh 2 serat saraf pendek :
1. Saraf sensorik yang membawa impuls dari otot, terutama dari reseptor
regangan khusus, gelondong otot.
2. Saraf motorik yang membawa impuls ke otot untuk memicu kontraksi
otot. Korpus sel dari sel-sel saraf motorik terdapat dalam kornu
anterior substansia grisea dalam medula spinalis. Setiap sel saraf
mempunyai serat utama atau akson yang bercabang untuk
mempersarafi 50 sampai 200 serat otot. Semua korpus sel
mempersarafi satu sel otot yang terletak berdekatan dalam medulla
spinalis. Impuls saraf mencapai setiap serat otot kira-kira di bagian

13
tegahnya, pada motor end plate. Datangnya impuls saraf ini
menyebabkan simpanan asetilkolin dilepaskan dari motor end
plate. Asetilkolin bekerja untuk memperkuat impuls saraf. Ini
menyebabkan gelombang besar aktivitas listrik untuk menjalar
sepanjang otot, menimbulkan perubahan yang menyebabkan otot
berkontraksi. Kekuatan kontaksi tergantung pada jumlah serat-serat
yang terstimulasi. Bila impuls berhenti maka otot rileks.

D. Tendon
Tendon merupakan berkas (bundel) serat kolagen yang melekatkan otot ke
tulang. Tendon menyalurkan gaya yang dihasilkan oleh kontraksi otot ke tulang.
serat kolagen dianggap sebagai jaringan ikat dan dihasilkan oleh sel-sel fibroblas.

E. Ligament
Ligament adalah taut fibrosa kuat yang menghubungkan tulang ke tulang,
biasanya di sendi. Ligament memungkinkan dan membatasi gerakan sendi.

F. Bursae
Adalah kantong kecil dari jaringan ikat. Dibatasi oleh membran sinovial
dan mengandung cairan sinovial. Bursae merupakan bantalan diantara bagian-
bagian yang bergerak seperti pada olekranon bursae terletak antara prosesus
olekranon dan kulit.

2. 2 Defenisi
Osteomyelitis adalah infeksi Bone marrow pada tulang-tulang panjang yang
disebabkan oleh staphylococcus aureus dan kadang-kadang Haemophylus
influensae (Depkes RI, 1995).
Osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum
dan atau korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh)
atau hematogenous (infeksi masuk dari dalam tubuh) (Reeves, 2001).

14
Osteomyelitis adalah infeksi pada tulang dan sum-sum tulang yang dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, atau proses spesifik (m.tuberkulosa,jamur)(Arif
mansjoer, 2002).
Osteomyelitis adalah infeksi jaringan tulang yang dapat bersifat akut
maupun kronis (Price and wilson, 2005). Osteomyelitis adalah infeksi tulang (
smeltzer 2002).
Jadi, osteomielitis adalah infeksi jaringan tulang yang mencakup sumsum
dan koerteks tulang yang dapat disebabkan oleh bakteri pigenik seperti
staphylococcus aureus.

2. 3 Klasifikasi
1. Menurut kejadiannya osteomyelitis ada dua yaitu :
a. Osteomyelitis Primer  Kuman-kuman mencapai tulang secara
langsung melalui luka.
b. Osteomyelitis Sekunder  Adalah kuman-kuman mencapai tulang
melalui aliran darah dari suatu focus primer ditempat lain (misalnya
infeksi saluran nafas, genitourinaria furunkel).
2. Osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas :
a. Osteomyelitis akut
- Nyeri daerah lesi
- Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional
- Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka
- Pembengkakan local
- Kemerahan
- Suhu raba hangat
- Gangguan fungsi
- Lab = anemia, leukositosis
b. Osteomyelitis kronis
- Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri
- Gejala-gejala umum tidak ada
- Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur
- Lab = LED meningkat

15
3. Osteomyelitis menurut penyebabnya adalah osteomyelitis biogenik yang
paling sering :
a. Staphylococcus (orang dewasa)
b. Streplococcus (anak-anak)
c. Pneumococcus dan Gonococcus

2. 4 Etiologi
1. Usia ( terutama mengenai bayi dan anak-anak)
2. Jenis kelamin (lebih sering pada pria daripada wanita dengan
perbandingan 1:4)
3. Trauma( hematoma akibat trauma pada daerah metafisis merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya osteomilitis)
4. Lokasi ( osteomilitis sering terjadi pada daerah metafisis)
5. Nutrisi, lingkungan dan imunitas yang buruk serta adanya fokus infeksi
sebelumnya.
6. Staphylococcus Aureus, hemophillus influensza, salmonella typhi,
escherichia coli.
7. Penyebaranhematogendari focus infeksi di tempat lain : tonsil yang
terinfeksi, infeksigigi, infeksisalurannapasbagianatas.
8. Penyebaraninfeksijaringanlunak : ulkusdekubitus yang
terinfeksiatauulkus vascular.
9. Kontaminasilangsungdengantulang : frakturterbuka, cederatraumatik
(lukatembakdanpembedahan tulang).

2. 5 Manifestasi Klinis
1. Jika infeksi dibawa oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering
terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam
tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum). Gejala sismetik pada
awalnya dapat menutupi gejala lokal secara lengkap. Setelah infeksi
menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai
periosteum dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi
nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri

16
konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan
berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.
2. Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau
kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi
membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.
3. Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu
mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri,
inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah
dapat menjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.

2. 6 Patofisiologi
Osteomyelitis dapat terjadi dengan dua mekanisme yaitu melalui aliran
darah tulang dan melalui inokulasi langsung dari jaringan sekitar.Osteomyelitis
yang terjadi akibat inokulasi langsung dari jaringan sekitar terjadi akibat kontak
langsung dari jaringan tulang dan bakteri akibat trauma atau post operasi.
Mekanisme ini dapat terjadi oleh karena inokulasi bakteri langsung akibat cedera
tulang terbuka, bakteri yang berasal dari jaringan sekitar tulang yang mengalami
infeksi, atau sepsis setelah prosedur operasi.Osteomyelitis yang terjadi akibat
infeksi melalui penyebaran darah terjadi disebabkan adanya bibit bakteri pada
aliran darah, keadaan ini ditandai dengan infeksi akut pada tulang yang berasal
dari bakteri yang berasal dari fokus infeks primer yang letaknya jauh dari tulang
yang mengalami peradangan.Keadaan ini paling sering terjadi pada anak dan
disebut dengan osteomyelitis hematogenous akut.
Lokasi yang paling sering terkena osteomyelitis adalah metaphyse yang
bervaskularisasi tinggi dan dalam masa perkembangan yang cepat.Perlambatan
aliran darah yang terjadi pada pada metaphyse distal menyebabkan mudahnya
terjadi thrombosis dan dapat menjadi tempat bertumbuhnya bakteri.Setelah infeksi
terjadi pada daerah metafisis, terbentuk nanah di bawah periosteum dan
periosteum akan terangkat. Nanah yang terbentuk juga mengakibatkan keluarnya
discharge seropurulen pada sinus yang terbentuk. Selain itu juga karena terbentuk
jaringan granulasi pada periosteum dan lapisan tebal (kalus) di sekitar lokasi

17
fraktur, sehingga mengakibatkan terangkatnya periosteum yang memperlihatkan
gambaran periosteum yang menebal pada hasil plain foto(Price, Wilson, 2005).
Pembuluh darah akan mengalami trombosis, dan trombosis septik ini akan
dapat mengakibatkan septikhemi atau piemi. Oleh karena perubahan sekunder,
adanya trombus pada pembuluh darah yang mengakibatkan terganggunya aliran
darah, maka tulang akan mengalami nekrosis. Kadang-kadang proses ini akan
menjalar ke epifisis, menembus tulang rawan sendi, mengenai sendi sehingga
terjadi arthritis suppurativa.Tulang nekrotik ini kemudian akan terpisah dari
tulang yang sehat oleh kerja osteoklas, membentuk sequester. Bilamana masa akut
penyakit telah lewat, maka osteoblas yang berasal dari periosteum akan
membentuk tulang baru di sekitar sequester dan disebut involucrum. Involucrum
mempunyai lubang disebut cloaca, kadang-kadang sequester dapat keluar melalui
lubang itu. Cloaca inilah yang menyebabkan timbulnya gejala sinus hilang timbul
pada pasien.Jadi, tubuh hanya dapat menutupi tulang yang nekrotik itu dengan
tulang baru tanpa dapat mengabsorpsinya.Juga pada sumsum tulang ditempatkan
tulang baru sehingga densitas tulang bertambah dan terjadi sclerosis tulang.

2. 7 Komplikasi
 Komplikasi Dini
1. Kekakuan yang permanen pada persendian terdekat (jarang terjadi)
2. Abses yang masuk ke kulit dan tidak mau sembuh sampai tulang yang
mendasarinya sembuh
3. Atritis septic
 Komplikasi Lanjut
1. Osteomielitis kronik ditandai oleh nyeri hebat rekalsitran, dan penurunan
fungsi tubuh yang terkena
2. Fraktur patologis
3. Kontraktur sendi
4. Gangguan pertumbuhan.

18
2. 8 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan
laju endap darah.
2. Pemeriksaan titer antibody – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan
diikuti dengan uji sensitivitas.
3. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan
infeksi oleh bakteri salmonella.
4. Pemeriksaan biopsy tulang
Merupakan proses pengambilan contoh tissue tulang yang akan
digunakan untuk serangkaian tes.
5. Pemeriksaan ultra sound
Yaitu pemeriksaan yang dapat memperlihatkan adannya efusi pada
sendi.
6. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan
kelainan radiologik. Setelah 2 minggu akan terlihat berupa refraksi tulang
yang bersifat difus dan kerusakan tulang dan pembentukan tulang yang
baru.

Pemeriksaan tambahan :
1. Bone scan : dapat dilakukan pada minggu pertama.
2. MRI : jika terdapat fokus gelap pada T1 dan fokus yang terang pada T2,
maka kemungkinan besar adalah osteomielitis.

2.8 Penatalaksanaan
a. Perawatan di rumah sakit
b. Pengobatan suportif dengan pemberian infuse
c. Pemeriksaan biakan darah

19
d. Antibiotic spectrum luas yang efektif terhadap gram positif maupun gram
negative diberikan langsung tanpa menunggu hasil biakan darah secara
parenteral selama 3-6 minggu
e. Immobilisasi anggota gerak yang terkena
f. Tindakan pembedahan indikasi untuk melakukan pembedahan ialah :
a. Adanya abses
b. Rasa sakit yang hebat
c. Adanya sekuester
d. Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma
epedermoid).
Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila
infolukrum telah cukup kuat untuk mencegah terjadinya fraktur peasca
pembedahan.

20
BAB III
KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
o Pasien yang datang dengan awitan gejala akut (mis. Nyeri lokal,
pembengkakan, eritema, demam) atau kambuhan keluarnya pus dari sinus
disertai nyeri, pembengkakan dan demam sedang.
o kaji adanya faktor risiko (mis. Lansia, diabetes, terapi kortikosteroid jangka
panjang) dan cedera, infeksi atau bedah ortopedi sebelumnya.
o Pasien selalu menghindar dari tekanan didaerah tersebut dan melakukan
gerakan perlindungan.
o Pada osteomielitis akut, pasien akan mengalami kelemahan umum akibat
reaksi sistemik infeksi.
o Pemeriksaan fisik memperlihatkan adanya daerah inflamasi, pembengkakan
nyata, hangat yang nyeri tekan. Cairan purulen dapat terlihat. Pasien akan
mengalami kelemahan umum akibat reaksi sistemik infeksi.
o Pasien akan mengalami peningkatan suhu tubuh.
o Pada osteomielitis kronik, peningkatan suhu mungkin minimal, yang terjadi
pada sore dan malam hari.

B. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa keperawatan pasien dengan
osteomielitis dapat meliputi yang berikut :
1. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
2. Hipertermi b.d proses infeksi.
3. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi
dan keterbatasan beban berat badan.
4. Defisit pengetahuan mengenai program pengobatan.
5. Risiko terhadap penyebaran infeksi, pembentukan abses tulang.

C. Perencanaan dan Implementasi


Sasaran, sasaran pasien meliputi :
1. peredaan nyeri,

21
2. perbaikan mobilitas fisik dalam batas-batas terapeutik,
3. kontrol dan eradikasi infeksi dan
4. pemahaman mengenai program pengobatan.

D. Intervensi Keperawatan
Peredaan nyeri
o imobilisasikan bagian yang terkena dengan bidai untuk mengurangi nyeri
dan spasme otot.
o Sendi diatas dan dibawah bagian yang terkena harus dibuat sedemikian
sehingga masih dapat digerakkan sesuai rentangnya namun dengan lembut.
Lukanya sendiri kadang terasa sangat nyeri dan harus ditangani dengan hati-
hati dan perlahan.
o Tinggikan bagian yang terkena untuk mengurangi pembengkakan dan
ketidaknyamanan yang ditimbulkannya.
o Pantau Status neurovaskuler ekstremitas yang terkena.
o Lakukan Teknik manajemen nyeri seperti massage, distraksi, relaksasi,
hipnotik untuk mengurangi persepsi nyeri dan kolaborasi dengan medis
untuk pemberian analgetik.

Perbaikan Mibilitas Fisik.


o Program pengobatan dengan membatasi aktivitas.
o Liindungi tulang dengan alat imobilisasi dan hindarkan stres pada tulang
karena Tulang menjadi lemah akibat proses infeksi.
o Berikan pemahaman tentang rasional pembatasan aktivitas.
o Partisipasi aktif dalam kehidupan sehari-hari dalam batas fisik tetap
dianjurkan untuk mempertahankan rasa sehat secara umum.

Mengontrol Proses Infeksi.


o Pantau respons pasien terhadap terapi antibiotika.
o Observasi tempat pemasangan infus tentang adanya i flebitis atau infiltrasi.
o Bila diperlukan pembedahan, harus dilakukan upaya untuk meyakinkan
adanya peredaran darah Yang mewadai (pengisapan luka untak mencegah

22
penumpukan cairan, peninggian daerah untuk memperbaiki aliran balik
vena, menghindari tekanan pada daerah Yang di-graft) untuk
mempertahankan imobilitas Yang dibutuhkan, dan untuk memenuhi
pembatasan beban berat badan.
o Pantau kesehatann urnum dan nutrisi pasien.
o Berikan diet protein seirnbang, vitamin C dan vitamin D dipilih untak
meyakinkan adanya keseimbangan nitrogen dan merangsang penyembuhan.

E. Evaluasi

Hasil yang Diharapkan

1. Mengalami peredaan nyeri


a. Melaporkan berkurangnya nyeri
b. Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya Infeksi
c. Tidak mengalarni ketidaknyamanan bila bergerak
2. Peningkatan mobilitas fisik
a. Berpartisipasi-dalam aktivitas perawatan~diri
b. Mempertahankan fungsi penuh ekstremitas Yang sehat
c. Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu dengan aman
3. Tiadanya infeksi
a. Memakai antibiotika sesuai resep
b. Suhu badan normal
c. Tiadanya pembengkakan
d. Tiadanya pus
e. Angka leukosit dan laju endap darah kembali non-nal
f. Biakan darah negatif
4. Mematuhi rencana terapeutik
a. Memakai antibiotika sesuai resep
b. Melindungi tulang yang lemah
c. Memperlihatkan perawatan luka yang benar
d. Melaporkan bila ada masalah segera
e. Makan diet seimbang dengan tinggi protein dan vitamin C dan D

23
f. Mematuhi perjanjian untuk tindak lanjut
g. Melaporkan peningkatan kekuatan
h. Tidak melaporkan peningkatan suhu badan atau kambuhan nyeri,
pembengkakan, atau gejala lain di tempat terrsebut.

24
BAB IV
TINJAUAN KASUS

KASUS
Seorang lelaki 26 tahun, diduga menderita infeksi bakteri patogenik
dengan keluhan pyrexia, rubor, dolor, dan sinus pada tungkai bawah.2 tahun yang
lalu, ada riwayat kecelakaan dengan fraktur terbuka pada tungkai bawah lalu
dibawa ke dukun tulang. Pada plain foto didapatkan penebalan periosteum, bone
resorption, sclerosis sekitar tulang, involucrum.
Pasien didiagnosa osteomyelitis, didapatkan deformitas, scar tissue, sinus dengan
discharge, seropurulent, dan ekskoriasi sekitar sinus.Klien mengeluh nyeri pada
tungkai bawah yang mengalami fraktur, skala 7, terasa senut-senut, panas,
sifatnya sering, wajah menahan sakit, akral hangat, bibir kering.
Pemeriksaan tanda-tanda vital didipatkan : TD: 135/90 mmHg S: 38oC
N:108x/menit RR: 26x/menit.
3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn -
Umur : 26 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
2. Keluhan Utama
Pasien mengeluh pyrexia, rubor, dolor, dan sinus pada tungkai bawah.
3. Riwayat Penyakit:
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien didiagnosa osteomyelitis,didapatkan deformitas, scar tissue,
sinus dengan discharge, seropurulent, dan ekskoriasi sekitar sinus.
pasien mengeluh nyeri pada tungkai bawah yang mengalami fraktur,
skala 7, terasa senut-senut, panas, sifatnya sering, wajah menahan
sakit, akral hangat, bibir kering.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
2 tahun yang lalu pasien ada riwayat kecelakaan dengan fraktur
terbuka pada tungkai bawah lalu dibawa ke dukun tulang. Pada plain

25
foto didapatkan penebalan periosteum, bone resorption, sclerosis
sekitar tulang, involucrum.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga tidak ada
4. Pemeriksaan Tanda-tanda vital
 TD : 135/90 mmHg
 S : 38oC
 N : 108 x/menit
 RR : 26 x/menit
5. Pemeriksaan penunjang : pada plain foto didapatkan penebalan
periosteum, bone reserption, sclerosis sekitar tulang, involucrum.
6. Pemeriksaan persistem
a. Sistem pernafasan
Anamnesa : tidak ada keluhan.
1) Hidung
Inspeksi : tidak ada secret / ingus, tidak epistaksis, tidak ada oedem
pada mukosa.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
2) Mulut
Inspeksi : mukosa bibir kering.
3) Leher
Inspeksi : tidak ada sumbatan jalan nafas
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
4) Faring
Inspeksi : tidak ada oedem / tanda-tanda infeksi
5) Area dada
Inspeksi : pola nafas cepat.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : bunyi sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak ada ronkhi
b. Kardiovaskuler dan Limfe
Anamnesa : tidak ada keluhan.

26
1) Wajah
Inspeksi : muka pucat.
2) Leher
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi :Arteri carotis communis teraba kuat
3) Dada
Inspeksi : bentuk dada simetris
Palpasi : iktus kordis teraba
Perkusi : batas jantung jelas
Aukultasi : bunyi jantung normal
4) Ekstermitas atas
Inspeksi : perfusi merah
Palpasi : suhu akral hangat
5) Ekstermitas bawah
Inspeksi : tidak ada sianosis
Palpasi : suhu akral hangat

c. Persyarafan
Anamnesa : tidak ada keluhan pada pasien.
1) Uji nervus I olfaktorius ( pembau) : paisen dapat membedakan bau
bauan
2) Uji nervus II opticus ( penglihatan) : tidak ada katarak, tidak ada
infeksi konjungtiva atau infeksi lainya, paisen dapat melihat
dengan jelas tanpa menggunakan kaca mata
3) Uji nervus III oculomotorius : tidak ada edema kelopak mata,
hipermi konjungtiva, hipermi sklera kelopak mata jatuh (ptosis),
celah mata sempit (endophthalmus), dan bola mata menonjol
(exophthalmus).
4) Nervus IV toklearis : ukuran pupil normal
5) Nervus V trigeminus ( sensasi kulit wajah) : pasien dapat
membuka dan menutup mulut

27
6) Nervus VI abdusen : tidak ada strabismus (juling), gerakan mata
normal
7) Uji nervus VII facialis : pasien dapat menggembungkan pipi, dan
menaikkan dan menurunkan alis mata
8) Nervus VIII auditorius/akustikus: pasien dapat mendengar kata
kata dengan baik
9) Nervus IX glosoparingeal : terdapat reflek muntah
10) Nervus X vagus : dapat menggerakan lidah
11) Nervus XI aksesorius : dapat menggeleng dan menoleh kekiri
kanan, dan mengangkat bahu
12) Nervus XII hypoglosal/ hipoglosum : dapat menjulurkan lidah.
Pemeriksaan Reflek fisiologis : normal, tidak ada gangguan.
Pemeriksaan reflek patologis : normal, tidak ada gangguan.
GCS (Glasgow Coma Scale) :
- Eye/membuka mata (E) : 4
- Motorik (M) : 6
- Verbal/bicara (V) : 5

d. Perkemihan
Anamnesa : tidak ada keluhan
1) Penis
Inspeksi : penis normal, tidak ada ulkus, tidak ada tumor, bersih,
tidak ada luka atau trauma.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
2) Scrotum
Inspeksi : tidak ada pembesaran, tidak ada luka/trauma, tidak ada
tanda infeksi, bersih.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada penurunan testis.

e. Sistem Pencernaan
Anamnesa :tidak ada keluhan.
1) Mulut

28
Inspeksi : mukosa bibir kering.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
2) Lidah
Inspeksi : tidak ada tremor, tidak ada lesi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
3) Faring
Inspeksi : tidak ada kemerahan
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar di faring
4) Abdomen
Inspeksi : tidak ada pembesaran abdomen, bentuk abdomen
simetris, tidak nampak vena pada abdomen.
Auskultasi : peristaltik usus 8 kali permenit.
Perkusi : tymphani.
5) Palpasi:
Kuadran I:
Hepar tidak terdapat hepatomegali, tidak ada nyeri tekan.
Kuadran II:
Gaster tidak ada nyeri tekan abdomen, tidak ada distensi
abdomen.
Lien tidak adasplenomegali
Kuadran III:
Tidak terdapat massa, tidak ada nyeri tekan.
6) Kuadran IV:
Tidak ada yeri tekan pada titik Mc Burney.

f. Sistem Muskuloskeletal & Integumen


Anamnesa :ibu pasien mengatakan bahwa anaknya merasakan nyeri di
ujung tulang tungkai.

Kekuatan otot 5 5
4 4

Keterangan:

29
0: Tidak ada kontraksi
1: Kontaksi (gerakan minimal)
2: Gerakan aktif namun tidak dapat melawan gravitasi
3: Gerakan aktif, dapat melawan gravitasi
4: Gerakan aktif,dapat melawan gravitasi serta mampu menahan
tahanan ringan
5: Gerakan aktif,dapat melawan gravitasi serta mampu menahan
tahanan penuh

g. Sistem Endokrin dan Eksokrin


Anamnesa : tidak ada keluhan
1) Kepala
Inspeksi :distribusi rambut merata, ketebalan normal, tidak ada
kerontokan (hirsutisme), tidak ada alopesia (botak)
2) Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
3) Payudara
Inspeksi : tidak ada pembesaran mamae
4) Genetalia
Inspeksi :bersih
Palpasi : tidak ada benjolan
5) Ekstermitas bawah
Inspeksi : tidak ada odema

h. Sistem Reproduksi
Anamnesa : tidak ada keluhan.
1) Genetalia :
Inspeksi :bentuk normal, bersih , tidak ada odema, tidak ada
benjolan, tidak ada pengeluaran (darah, cairan, lendir), tidak ada
luka/keadaan luka
Palpasi: tidak ada benjolan.

30
i. Persepsi Sensori
Anamnesa : tidak ada keluhan
1) Mata
Inspeksi : bentuk mata simetris
Palpasi : tidak ada nyeri
2) Penciuman
Palpasi : tidak ada nyeri tekan

3.2 Analisa Data


DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
DS : Inflamasi, infeksi, Nyeri akut
 Pasien mengeluh bengkak, hipertermia,
nyeri di tungkai nekrosis jaringan, fraktur.
bawah yang
mengalami fraktur.
 Pasien mengatakan
terasa senut-senut,
DO :
 Wajah pasien
tampak meringis,
menahan sakit, dan
sering mengeluh
tentang sakitnya.
 Skala nyeri 7 .

DO:
 TD: 135/90 mmHg
 N: 108 x/menit
 RR:26 x menit
DS: Proses infeksi, Hipertermia
 Pasien mengeluh peningkatan kecepatan
badannya panas. metabolic
DO:

31
 Suhu tubuh pasien
38oc
 Akral hangat
 Terdapat rubor
 Frekuensi nafas
meningkat: 26
x/menit
DS: proses supurasi di tulang Gangguan integritas
 Pasien mengatakan luka fraktur terbuka, jaringan
“rubor”. sekunder akibat infeksi
DO inflamasi tulang.
 Terdapat scar tissue
dan bekas fraktur
pada tungkai bawah.
 ekskoriasi sekitar
sinus.
 Bibir kering.

3.3 Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa pada pasien dengan
osteomyelitis keperawatan menurut wilknson (2006) / NANDA meliputi :
1) Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
2) Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, peningkatan kecepatan
metabolik.
3) Gangguan integritas jaringan yang berhubungan dengan proses supurasi
di tulang luka fraktur terbuka, sekunder akibat infeksi inflamasi tulang.

32
3. 4 Rencana Asuhan Keperawatan
1. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan 5 x 24 jam diharapkan nyeri
berkurang, hilang, atau teratasi.
Kriteria hasil : secara subyektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau
dapat diatas, mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau
mengurangi nyeri klien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teratasi.

Intervensi Rasional
Mandiri
a. Kaji nyeri dengan skala 0-4. a. Nyeri merupakan respon
subyektif yang dapat dikaji
dengan menggunakan skala
nyeri. Klien melaporkan nyeri
biasanya diatas tingkat cidera.
b. Atur posisi imobilitas pada b. Imobilisasi yang adekuat dapat
daerah nyeri sendi atau nyeri mengurangi nyeri pada daerah
ditulang yang mengalami nyeri sendi atau nyeri ditulang
infeksi. yang mengalami infeksi.
c. Bantu klien dalam c. Nyeri dipengaruhi oleh
mengidentifikasi factor kecemasan pergerakan sendi.
pencentus.
d. Jelaskan dan bantuklien terkait d. Pendekatan dengan
dengan tindakan peredaran menggunakan relaksasi dan
nyeri nonfarmakologi dan tindakan nonfarmakologi lain
nonivasi. menunjukkan keefektifan
dalam mengurangi nyeri.
e. Anjurkan relaksasi, teknik e. Teknik ini melancarkan
mengurangi ketegangan otot peredaran darah shingga
rangka yang dapat mengurangi kebutuhan O2 pada jaringan
intensitas nyeri dan terpenuhi dan nyeri berkurang.
meningkatkan relaksasi
masase.
f. Ajarkan metode distraksi f. Mengalihkan perhatian klien

33
selama nyeri akut. terhadap nyeri ke hal-hal yang
menyenangkan.
g. Beri kesempatan waktu g. Istirahat merelaksasi semua
istirahat bila terasa nyeri dan jaringan sehingga
beri posisi yang nyaman meningkatkan kenyamanan.
(misal; ketika tidur,
punggungklien diberi bantal
kecil).
h. Tingkatkan pengetahuan h. Pengetahuan tersebut
tentang penyebab nyeri dan membantu mengurangi nyeri
berhubungan dengan beberapa dan dapat membantu
lama nyeri akanberlangsung. meningkatkan kepatuhan klien
terhadap rencana terapeutik.
Kolaborasi Analgesik memblok lintasan nyeri
Pemberian analgesik. sehingga akan berkurang.

2. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, peningkatan


kecepatan metabolik.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam diharapkan pasien akan
menunjukkan termoregulasi, yaitu merupakan keseimbangan di antara
produksi panas, peningkatan panas, dan kehilangan panas.
Kriteria Hasil :suhu kulit dalam rentang yang diharapkan, suhu tubuh
dalam batas normal, nadi dan pernafasan dalam rentang yang diharapkan,
perubahan warna kulit tidak ada, keletihan tidak tampak.

Intervensi Rasional
Mandiri :
a. Pantau terhadap tanda a. Kewaspadaan terhadap
hipertermia maligna hipertermia maligna dapat
(misalnya demam, mencegah atau menurunkan
takipnea, aritmia, respon hipermetabolik
perubahan tekanan darah, terhadap obat-obatan
dan berkeringat banyak). farmokologis yang digunakan

34
selam pembedahan.
b. Pantau suhu minimal setiap b. Regulasi suhu dapat
2 jam, sesuai dengan mencapai atau
kebutuhan. Pantau warna mempertahankan suhu tubuh
kulit dan suhu secara yang diinginkan selama
kontinu. intraoperasi.
c. Pantau tanda vital. c. Pemantauan tanda vital
seperti pengumpulan dan
analisis dan kardiovaskuler,
respirasi, suhu tubuh untuk
menentukan serta mencegah
komplikasi.
Kolaborasi : Kolaborasi :
a. Berikan obat antiperetik a. Obat antiperetik digunakan
sesuai dengan kebutuhan. untuk menurunkan suhu
b. Gunakan matras dingin dan tubuh.
mandi air hangat. b. Matras dingin dan mandi air
hangat digunakan untuk
mengatasi gangguan suhu
tubuh, sesuai dengan
kebetuhan.

3. Gangguan integritas jaringan yang berhubungan dengan proses


supurasi di tulang, luka fraktur terbuka, sekunder akibat infeksi
inflamasi tulang.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam diharapkan integitas
jaringan membaik secara optimal.
Kriteria hasil : pertumbuhan jaringan meningkat,keadaan luka membaik,
pengeluaran pus pada luka tidak ada lagi, luka menutup.
Intervensi Rasional
Mandiri:
a. Kaji kerusakan jaringan a) Menjadi data dasar untuk

35
lunak. memberi informasi tentang
intervensi peraawatan luka,
alat, dan jenis larutan apa
yang akan digunakan.
b. Lakukan perawatan luka b) Perawatan luka dengan
lakukan perawatan luka teknik steril dapat
dengan tehnik steril. mengurangi kontaminasi
kuman langsung ke arah
luka.
c. Kaji keadaan luka dengan c) Manajemen membuka luka
teknik membuka balutan dengan mengguyur larutan
dan mengurangi stimulus NaCl ke perban dapat
nyeri, bila perban melekat mengurangi stimulus nyeri
kuat, perban diguyur dan dapat menghindari
dengan NaCl. terjadinya perdarahan pada
luka osteomyelitis kronik
akibat perban yang kering
oleh pus.
d. Larutkan pembilasan luka d) Teknik membuang jaringan
dari arah dalam keluar dan kuman diarea luka
dengan larutan NaCl. sehingga keluar dari area
luka.
e. Tutup luks dengan kasa e) NaCl merupakan larutan
steril atau kompres dengan fisiologis yang lebih mudah
NaCl yang dicampur diabsorbsi oleh jaringan
dengan antibiotik. daripada larutan antiseptik.
NaCl yang dicampur dengan
antibiotik dapat
mempercepat penyumbuhan
luka akibat infeksi
osteomyelitis.
f. Lakukan nekrotomi pada f) Jaringan nekrotik dapat

36
jaringan yang sudah mati. menghambat penyembuhan
luka.
g. Rawat luka setiap hari atau g) Memberi rasa nyaman pada
setiap kali bila pembalut klien dan dapat membantu
basah atau kotor. meningkatkan pertumbuhan
jaringan luka.
h. Hindari pemakaian h) Pengendalian infeksi
peralatan perawatan luka nosocomial dengan
yang sudah kontak dengan menghindari kontaminai
klien osteomyelitis, jangan langsung dari perawatan luka
digunakan lagi untuk yang tidak steril.
melakukan perawatan luka i) Pada klien osteomyelitis
pada klien lain. dengan kerusakan tulang,
i. Gunakan perban elastis dan stabilitas formasi tulang
gips pada luka yang disertai sangat labil. Gips dan perban
kerusakan tulang atau elastis dapat membantu
pembengkakan sendi. memfiksasi dan
mengimobilisasi sehingga
dapat mengguragi nyeri.
j. Evaluasi perban elastis j) Pemasangan perban elastis
terhadap resolusi edema. yang terlalu kuat dapat
menyebabkan edema pada
daerah distal dan juga
menambah nyeri pada klien.
k. Evaluasi kerusakan jaringan k) Adanya batasan waktu selam
dan perkembangan 7x24 jam melakukan
pertumbuhan intervensi bila perawatan luka klien
pada waktu yang ditetapkan osteomyelitis menjadi tolak
tidak ada perkembangan ukur keberhasilan intervensi
pertumbuhan jaringan yang yang diberikan. Apabila
optimal. masih belum mencapai
kriteria hasil sebagainya kaji

37
ulang faktor-faktor yang
mengahambat jaringan luka.
Kolaborasi: Kolaborasi :
a. Kolaborasi dengan tim a) Bedah perbaikan terutama
bedah untuk bedah pada klien fraktur terbuka
perbaikan pada kerusakan luas sehingga menjadi
jaringan agar tingkat pintu masuk kuman yang
kesembuhan dapat ideal, Bedah perbaikan
dipercepat. biasanya dilakukan setalah
masalah infeksi
osteomyelitis teratasi.
b. Pemeriksaan kultur jaringan b) Manajemen untuk
(pus) yang keluar dari luka. menentukan antimikroba
yang sesuai dengan kuman
yang sensitive atau
resisten terhadap beberapa
jenis antibiotik.
c. Pemberian c) Antimikroba yang sesuai
antibiotik/antimikroba. dengan hasil kultur (reaksi
sensitif) dapat membunuh
atau mematikan kuman
yang menginvasi jaringan
tulang.

38
BAB V
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Osteomielitis adalah infeksi tulang.Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan
daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan
terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum
(pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat
menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau
mengakibatkan kehilangan ekstremitas. (Brunner, suddarth. (2001).
4.2 SARAN
Dengan adanya laporan tutor ini pembaca diharapkan mampu memahami
pembahasan teoritis tentang penyakit Osteomielitis. Dan bagi perawat sendiri
diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan yang baik dan sesuai dengan
kondisi klien yang di rawat.Sehingga tidak ada lagi citra buruk perawat yang tidak
memberrikan pelayanan yang baik bagi klien.

39
Daftar Pustaka

Hinchliff,Sue.2000. Kamus keperawatan.Penerbit buku kedokteran EGC :


Jakarta
Donges Marilynn, E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Penerbit
buku kedokteran EGC : Jakarta
Wilkinson, Judith M, 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 7.
Penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta
Brunner, Suddarth,(2001) Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah, Edisi 8
Volume 3,EGC : Jakarta.

40

Vous aimerez peut-être aussi