Vous êtes sur la page 1sur 18

SHORT CASE 2

SMF/BAGIAN ILMU BEDAH

Cholelithiasis

Oleh
Selvy Anriani, S. Ked
1208017026

Pembimbing : dr. Widhitomo, Sp.B

SMF ILMU BEDAH


Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

Luka tusuk (vulnus functum) adalah luka yang disebabkan oleh benda tajam
seperti pisau, paku dan benda tajam lainnya. Biasanya pada luka tusuk, darah tidak
keluar (keluar sedikit) kecuali benda penusuknya dicabut. Luka tusuk sangat
berbahaya bila mengenai organ vital seperti paru, jantung, ginjal maupu abdomen.1
Benda tajam merupakan benda yang permukaannya mampu mengiris
sehingga kontinuitas jaringan hilang. Kekerasan akibat benda tajam menyebabkan
luka iris, luka tusuk atau luka bacok. Luka tusuk adalah luka yang diakibatkan oleh
benda tajam atau benda runcing yang mengenai tubuh dengan arah tegak lurus atau
kurang lebih tegak lurus. Luka tusuk merupakan luka terbuka dengan luka lebih
dalam dari panjang luka. Tepi luka biasanya rata dengan sudut lukayang runcing pada
sisi tajam benda penyebab luka tusuk.1,2
Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian besar
rongga abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara umum
organ-organ padat berespon terhadap trauma dengan perdarahan. Sedangkan organ
berongga bila pecah mengeluarkan isinya dalam hal ini bila usus pecah akan
mengeluarkan isinya ke dalam rongga peritoneal sehingga akan mengakibatkan
peradangan atau infeksi. Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi
dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/
penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi.2

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Abdomen


a. Anatomi Luar dari Abdomen3
1. Abdomen Depan
Definisi abdomen depan adalah bidang yang bagian superiornya dibatasi
oleh garis intermammaria, di inferior dibatasi oleh kedua ligamentum
inguinale dan simfisis pubis serta di lateral oleh kedua linea aksilaris anterior.
2. Pinggang
Ini merupakan daerah yang berada diantara linea aksilaris anterior dan linea
aksilaris posterior, dari sela iga ke-6 diatas, ke bawah sampai crista iliaca. Di
lokasi ini adanya dinding otot abdomen yang tebal, berlainan dengan dinding
otot yang lebih tipis dibagian depan, menjadi pelindung terutama terhadap
lukas tusuk.
3. Punggung
Daerah ini berada dibelakang dari linea aksilaris posterior, dari ujung
bawah scapula sampai crista iliaca. Seperti halnya daerah flank, disini otot-
otot punggung dan otot paraspinal menjadi pelindung terhadap trauma tajam.

b. Anatomi Dalam dari Abdomen3


1. Rongga Peritoneal
Rongga peritoneal terdiri dari dua bagian, yaitu atas dan bawah. Rongga
peritoneal atas dilindungi oleh bagian bawah dari dinding thorax yang
mencakup diafragma, hepar, lien, gaster dan colon transversum. Bagian ini
juga disebut komponen thoracoabdominal dari abdomen. Pada saat diafragma
naik sampai sela iga IV pada waktu ekspirasi penuh, setiap terjadi fraktur iga
maupun luka tusuk tembus dibawah garis intermammaria bisa mencederai

3
organ dalam abdomen. Rongga peritoneal bawah berisikan usus halus, bagian
colon ascendens dan colon descendens, colon sigmoid dan pada wanita, organ
reproduksi internal.
2. Rongga Intraperitoneal
Rongga yang potensial ini adalah rongga yang berada dibelakang dinding
peritoneum yang melapisi abdomen dan didalamnya terdapat aorta
abdominalis, vena cava inferior, sebagian besar dari duodenum, pankreas,
ginjal dan ureter serta sebagian posterior dari colon ascendens dan colon
descendens, dan juga bagian rongga pelvis yang retroperitoneal. Cedera pada
organ dalam retroperitoneal sulit dikenali karena daerah ini jauh dari
jangkauan pemeriksaan fisik yang biasa dan juga cedera disini pada awalnya
tidak akan memperlihatkan tanda maupun gejala peritonitis. Disamping itu,
rongga ini tidak termasuk dalam bagian yang diperiksa sampelnya pada
diagnostic peritoneal lavage (DPL).4
3. Rongga Pelvis
Rongga pelvis yang dilindungi oleh tulang-tulang pelvis, sebenarnya
merupakan bagian bawah dari rongga intraperitoneal, sekaligus bagian bawah
dari rongga retroperitoneal. Terdapat didalamnya rectum, vesica urinaria,
pembuluh-pembuluh iliaca dan pada wanita, organ reproduksi internal.
Sebagaimana halnya bagian thoracoabdominal, pemeriksaan organ-organ
pelvis terhalang oleh bagian-bagian tulang diatasnya.

c. Otot Penyusun Dinding Abdomen4


Otot penyusun dinding abdomen bagian depan/ventral (dari dalam ke luar)
1. M. rectus abdominis (kiri-kanan linea mediana)
- Tersusun memanjang daricostae 5-7 ke symphisis pubis
- Dibungkus vagina m. recti abdominis
- Fungsi : Menarik dada saat ekspirasi, mengangkat pelvis, antefleksi
columna vertebralis, membantu rotasi rongga dada

4
2. M. transversus abdominis
3. M. obliquus internus abdominis
4. M. obliquus eksternus abdominis
Otot penyusun dinding abdomen bagian belakang/dorsal (dari dalam ke luar)
1. M. psoas major dan m psoas minor
2. M. quadratus lumborum
3. M. erector trunci
4. M. latissimus dorsi

Gambar 2.1. Otot Penyusun Dinding Abdomen

d. Fascia3,4
1. Linea Alba adalah suatu garis putih yang dibentuk oleh jaringan ikat kasar dari proc.
xiphoideus ke symphisis os pubis diantara kedua mm rectiabdominis.
2. Linea Semi lunaris adalah suatu garis putih yang dibentuk oleh tendo m.
Obliquus dan m. transversus, dimulai dari cartilagocostaeberakhir ke bawahumbilikus di
kiri dan kanan linea alba.
3. Fascia: (dari luar)
a. superfisial abdominis (ventral)

5
b. superfisial dorsi (dorsal)
c. transversa abdominis (dalam)
d. Dalam fascia transversa abdominis = peritoneum parietale

Gambar 2.2. Fascia

e. Vaskularisasi4
1. Aorta abdominalis masuk ke rongga perut setinggi v thoracalis XII berakhir
setinggi lumbalis IV = bercabang menjadi arteri iliaca communis.
2. A iliaca communis
a) a. iliaca externa yang kemudian bercabang menjadi a epigastrica inferior dan a
circumflexa ilium profunda dan setelah masuk lakuna vasorum menjadi a
femoralis.
b) a. hypogastrica bercabang menjadi a iliolumbalis.
3. Cabang aorta abdominal = arteri lumbalis.
4. a. femoralis bercabang menjadi a epigastrica superficialis dan a circum-
flexa ilium superficialis
f. Inervasi4
Dinding abdomen :
a. Nervus intercostalis 7 s/d 12

6
1. Kulit dinding perut
2. Peritoneum parietale
3. Muscle: transversus abdominis, obliquus internus dan externus abdominis, rectus
abdominis.
b. Nervus lumbalis
1. Kulit sampai di daerah gluteus medial.
2. Muscle: quadratuus lumborum, psoas major dan minor, iliohypogastricus dan
ilioinguinalis.
g. Peritoneum4
1. Differensiasi dari mesoderm
2. Membungkus organ-organ dalam abdomen kecuali ginjal dan pankreas (ekornya saja
yang masuk peritoneum)
3. Bagian saluran pencernaan yang terletak di luar peritoneum =
a. Duodenum
b. Colon ascenden dan descenden
4. Saluran pencernaan yang terletak di dalam peritoneum =
a. Jejunum dan ileum
b. Colon transversum
c. Colon sigmoideum dan caecum
5. Digantung oleh jaringan ikat yang dinamakan mesocolon(colon) dan mesenterium
(usus halus).

2.2. Trauma Abdomen


Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka ataupun cedera. Trauma
abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara
diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk.5

7
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
a. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi
Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen,
kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan
lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
b. Laserasi, Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga
abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen
yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.

Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002), yaitu:6
a. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada
dinding abdomen.
b. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
c. Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma,
atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.

2.3. Klasifikasi Trauma Tembus Abdomen


Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis, yaitu:7
a. Trauma penetrasi (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium)
1. Luka Tusuk
2. Luka Tembak
b. Trauma non-penetrasi (trauma tumpul)

8
2.4. Definisi Luka Tusuk Abdomen
Luka tusuk merupakan bagian dari trauma tajam dimana luka tusuk masuk ke
dalam jaringan tubuh dengan luka sayatan yang sering sangat kecil pada kulit,
misalnya luka tusuk pisau. Berat ringannya luka tusuk tergantung dari dua faktor
yaitu :
a. Lokasi anatomi injury.
b. Kekuatan tusukan, perlu dipertimbangkan panjangnya benda yang digunakan
untuk menusuk dan arah tusukan.
Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian besar
rongga abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara umum
organ-organ padat berespon terhadap trauma dengan perdarahan. Sedangkan organ
berongga bila pecah mengeluarkan isinya dalam hal ini bila usus pecah akan
mengeluarkan isinya ke dalam rongga peritoneal sehingga akan mengakibatkan
peradangan atau infeksi.
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul
dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja. Trauma perut
merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya
dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan
dapat pula dilakukan tindakan laparatomi.1,8

2.5. Patofisiologi Luka Tusuk Abdomen


Jika terjadi trauma penetrasi atau non-penetrasi kemungkinan akan terjadi
pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda
iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran
klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-
tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam
trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi
abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok telah lanjut
pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat

9
leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada fase awal
perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan
bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan.1,3
Trauma tajam atau tusukan benda tajam memberi jejas pada kutis dan subkutis,
bila lebih dalam akan melibatkan otot abdomen, dan tusukan lebih dalam akan
menembus peritoneum dan mampu mencederai organ intraperitoneal atau mungkin
langsung mencederai organ retroperitoneal bila trauma berasal dari arah belakang.
Sangat jarang ditemui trauma tajam yang menembus dari muka sampai belakang
dinding abdomen atau sebaliknya.
Trauma tajam dinding abdomen akan menimbulkan perdarahan in situ, bila
trauma menembus peritoneum, mungkin terdapat polas omentum.
Trauma tajam dapat dengan mudah mencederai hepar, mesenterium dan
mesokolon, gaster, pancreas atau buli-buli, namun karena sifat mobilitasnya, jarang
mencederai usus halus, kolon, limpa dan ginjal.
Akibat dari trauma tajam pada umumnya adalah perdarahan yang terpantau,
atau bila yang terkena cedera adalah gaster, akan didapati penyebaran asam lambung
dalam rongga peritoneum, yang akan memberi perangsangan yang cukup hebat,
berupa tanda-tanda peritonitis.
Luka tusuk akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun
terpotong. Luka tusuk tersering mengenai hepar (40%), usus halus (30%), diafragma
(20%) dan colon (15%).1,3,8

2.6. Manifestasi Klinis


a. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) yang disebabkan oleh
kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragik.9
b. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ.
c. Respon stres simpatis.
d. Perdarahan dan pembekuan darah.
e. Kontaminasi bakteri dan kematian sel.

10
2.7. Penilaian Luka Tusuk Abdomen
a. Anamnesis1,2,9
Bila meneliti pasien dengan trauma tajam, anamnese yang teliti harus
diarahkan pada waktu terjadinya trauma, jenis senjata yang dipergunakan, jarak dari
pelaku, jumlah tikaman dan jumlah perdarahan eksternal yang tercatat di tempat
kejadian. Bila mungkin, informasi tambahan harus diperoleh dari pasien mengenai
hebatnya maupun lokasi dari setiap nyeri abdominalnya dan apakah ada nyeri alih.
b. Pemeriksaan Fisik1,2,9
1. Inspeksi
Umumnya pasien harus diperiksa tanpa pakaian. Abdomen bagian depan
dan belakang, dada bagian bawah dan perineum diteliti bagaimanakah
laserasinya, liang tusukannya, adakah benda asing yang menancap, dan
apakah ada omentum ataupun bagian usus yang keluar.
2. Evaluasi Luka Tusuk
Luka tusukan pisau biasanya ditangani lebih selektif, akan tetapi 30%
kasus mengalami cedera intraperitoneal. Bila ada kecurigaan bahwa luka
tusuk yang terjadi sifatnya superficial dan nampaknya tidak menembus
lapisan otot dinding abdomen, biasanya ahli bedah yang berpengalaman
akan mencoba untuk melakukan eksplorasi luka terlebih dahulu untuk
menentukan kedalamannya. Akan tetapi, karena 25-33% luka tusuk
diabdomen depan tidak menembus peritoneum, laparotomi pada pasien
seperti ini menjadi kurang produktif.
Dengan kondisi steril, anestesi lokal disuntikkan dan jalur luka diikuti
sampai ditemukan ujungnya. Bila terbukti peritoneum tembus, pasien
mengalami risiko lebih besar untuk cedera intraabdominal, dan banyak ahli
bedah menganggap ini sudah indikasi untuk melaksanakan laparatomi.
Setiap apsien yang sulit kita eksplorasi secara lokal karena gemuk, tidak
kooperatif maupun karena perdarahan jaringan lunka yang mengaburkan
penilaian kita harus dirawat untuk evaluasi ulang atauapun untuk laparatomi.

11
3. Pemeriksaan X-Ray untuk Screening Trauma Tajam
Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidka memerlukan
pemeriksaan screening x-ray. Pada pasien luka tusuk diatas umbilicus atau
dicurigai dengan cedera thoracoabdominal dengan hemodinamik yang
normal, rontgen foto thorak tegak bermanfaat untuk menyingkirkan
kemungkinan hemo atau pneumothorak, ataupun untuk dokumentasi adanya
udara bebas intraperitoneal.

2.8. Pemeriksaan Diagnostik Pada Trauma Tajam


a. Cedera thorax bagian bawah
Untuk pasien yang asimptomatik dengan kecurigaan cedera pada diafragma
dan struktur abdomen bagian atas diperlukan pemeriksaan fisik maupun thorak
foto berulang, thoracoskopi ataupun laparoskopi ataupun pemeriksaan CT scan.
Dengan pemeriksaan diataspun kita masih bisa menemukan adanya hernia
diafragma sebelah kiri karena luka tusuk thoracoabdominal, sehingga untuk
luka seperti ini opsi lain diperlukan yaitu eksplorasi bedah.1,2
b. Eksplorasi lokal luka
55-65% pasien luka tusuk tembus abdomen depan akan mengalami
hipotensi, peritonitis ataupun eviscerasi omentum maupun usus halus. Untuk
pasien seperti ini harus segera dilakukan laparotomi. Untuk pasien selebihnya,
sesudah konfirmasi adanya luka tusuk tembus peritoneum sesudah melakukan
eksplorasi lokal luka, setengahnya juga akan mengalami laparotomi.
Laparotomi ini merupakan salah satu opsi yang relevan untuk semua pasien ini.
Untuk pasien yang relatif asimptomatik (kecuali rasa nyeri akibat tusukan), opsi
diagnostik yang tidak invasive adalah pemeriksaan fisik diagnostik serial dalam
24 jam, DPL maupun laparoskopi diagnostik. Pemeriksaan fisik diagnostik
serial membutuhkan sumber daya manusia yang besar, tetapi dengan ketajaman
sebesar 94%. Dengan DPL bisa diperoleh diagnosa lebih dini pada pasien yang
asimptomatik dan ketajaman mencapai 90% bila menggunakan hitung jenis sel

12
seperti pada trauma tumpul. Laparoskopi diagnostik bisa mengkonfirmasi
ataupun menyingkirkan tembusnya peritoneum, tetapi kurang bermakna untuk
mengenali cedera tertentu.1,2,6

2.9. Penatalaksanaan
Sesuai Advanced Trauma Life Support, penanganan yang penting untuk trauma
tajam pada abdomen, yaitu :1
a. Mengembalikan fungsi vital dan optimalisasi oksigenasi dan perfusi jaringan.
b. Menentukan mekanisme trauma.
c. Pemeriksaan fisik yang hati-hati dan diulang berkala.
d. Menentukan cara diagnostik yang khusus bila diperlukan dan dilakukan
dengan cepat.
e. Tetap waspada akan kemungkinan adanya cedera vaskuler maupun
retroperitoneal yang tersembunyi.
f. Segera menentukan bila diperlukan operasi.

13
Gambar 2.3. Manajemen Trauma Tembus
2.10. Penanganan Pre Hospital dan Hospital
a. Pre Hospital
1. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu,
periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan
napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.10
2. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk

14
memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan
status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).10
3. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-
sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak
ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio
kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali kompresi
dada dan 2 kali bantuan napas).10
Penetrasi (trauma tajam)
1. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya)
tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
2. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan
kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga
tidak memperparah luka.
3. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang
keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
4. Imobilisasi pasien.
5. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
6. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka.
7. Kirim ke rumah sakit.
b. Hospital
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli
bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk
menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka
masuk dan luka keluar yang berdekatan.10
1. Skrinning pemeriksaan rontgen.
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo
atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium.

15
Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru
atau adanya udara retroperitoneum.
2. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.

2.11. Komplikasi
Akibat dari trauma tajam pada umumnya adalah perdarahan yang terpantau,
atau bila yang terkena cedera adalah gaster, akan didapati penyebaran asam lambung
dalam rongga peritoneum, yang akan memberi perangsangan yang cukup hebat,
berupa tanda-tanda peritonitis, Syok juga akan terjadi apabila pasien tidak dilakukan
resusitasi secepat mungkin serta infeksi.11

16
BAB III
KESIMPULAN

Luka tusuk merupakan bagian dari trauma tajam dimana luka tusuk masuk ke
dalam jaringan tubuh, misalnya luka tusuk pisau. Semua pasien luka tusuk abdomen
dan sekitarnya yang mengalami hipotensi, peritonitis ataupun eviscerasi organ
memerlukan laparotomi segera. Pasien luka tusuk abdomen depan dengan gejala yang
ringan, bila eksplorasi lokal menunjukkan tembusnya peritoneum, dievaluasi dengan
pemeriksaan fisik diagnostik berulang, walaupun laparotomi merupakan opsi yang
dapat dipertanggungjawabkan. Semua pasien luka tusuk pinggang ataupun punggung
yang asimptomatik dengan luka yang tidak pasti superficial, sebaiknya dievaluasi
dengan pemeriksaan fisik serial ataupun CT dengan kontras. Juga disini pilihan
laparotomi merupakan opsi yang dapat diterima.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Surgeons. 2004. Advanced Trauma Life Support For


Doctors. 7th ed. IKABI.
2. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta :
FKUI.
3. Sjamsuhidayat. 2006. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC
4. Snell, R S. 2006 Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : EGC.
5. Dudley, H. A. F. 2002. Hamilton Bailey's Emergency Surgery. Yogyakarta :
UGM Press.
6. Feldman, G. 2006 Blunt Abdominal Trauma : Evaluation. Diakses pada 26
Maret 2013 dari http://www.docstoc.com/docs/30321684/Blunt-Abdominal-
Trauma-Evaluation.
7. Hoff. W S., Holevar M., Nagy K. K., Patterson L., Young .J S., Arrillaga A.,
Najarian M. P., Valenziano C. P. 2007. PRACTICE MANAGEMENT
GUIDELINES FOR THE EVALUATION. Coatesville : Eastern Association
for the Surgery of Trauma.
8. King M., Bewes P. 2008. Bedah Primer Trauma. Jakarta : EGC..
9. Srivathsan. 2009 Abdominal Trauma. Scribd. Scribd. Diakses pada 02 April
2013 dari http://www.scribd.com/doc/15565439/Abdominal-Trauma-
10. Agung, I. G. N. 2010 Anatomi Abdomen. Catatan Radiograf. Diakses pada 02
April 2013 dari http://catatanradiograf.blogspot.com/2010/08/anatomi-
abdomen.html.
11. Anonim. 2008 Kegawatdaruratan Sistem Pencernaan pada Trauma Abdomen.
Diakses pada 8 Februari 2011 dari http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2009/10/kegawatdaruratan.pdf. .

18

Vous aimerez peut-être aussi