Vous êtes sur la page 1sur 35

MAKALAH

ADVANCE NURSING PRACTICE I


“KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
TRAUMA KEPALA”

Disusun Oleh :
Kelompok 03 (VI-A)

1. Aslinda Puji Lestari (14.02.01.1395) 9. Nurul Ummah (14.02.01.1422)


2. Ayyinatul Muawwanah (14.02.01.1397) 10. Oktaviana Dwi R. (14.02.01.1425)
3. Irianto Agung S. (14.02.01.1408) 11. Rizka Fatihatun Nisa’ (14.02.01.1428)
4. Kistinafi’atin (14.02.01.1410) 12. Sisca Wahyuni (14.02.01.1431)
5. Mahsuna (14.02.01.1415) 13. Ummu Atiyah (14.02.01.1435)
6. M. Febri Cahyono (14.02.01.1417) 14. Vicki Charachev Y. S. (14.02.01.1437)
7. Novita Sari (14.02.01.1419) 15. Ninda Junita (14.02.01.1881P)
8. Nurul Nazilatur R. (14.02.01.1421)

Dosen Pembimbing :
Suratmi., S.Kep., Ns., M.Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
LAMONGAN
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Disusun oleh kelompok 03

Telah disusun makalah berjudul :


Konsep Asuhan Keperawatan Trauma Kepala.
Untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Advance Nursing Practice I yang telah
disetujui untuk dipresentasikan.

Lamongan, Mei 2017

Mengetahui,
Dosen Pembimbing

Suratmi, S. Kep., Ns. M. Kep.


ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karuniaNya
penulis akhirnya dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu. Dan dengan
mengucap puji syukur atas curahan kasih karunia-Nya kepada penulis, terutama ilmu
dan akal sehat sehingga dengan ijin-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
makalah yang berjudul “KONSEP ASKEP TRAUMA KEPALA”. Makalah ini disusun
sebagai tugas mata kuliah “ADVANCE NURSING PRACTICE I”.
Dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari
beberapa pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
1. Bpk. Drs. H. Budi Utomo, Amd.Kep., M.Kes, selaku ketua STIKES
Muhammadiyah Lamongan.
2. Bpk. Arifal Aris, S. Kep. Ns, M.Kes selaku ketua prodi S1 Keperawatan STIKES
Muhammadiyah Lamongan.
3. Isni Lailatul Maghfiroh., S.Kep., Ns., M.Kep., selaku pembimbing dan dosen
mata kuliah Sistem Muskuloskeletal 1.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini penuh
keterbatasan dan masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, saran yang konstruktif
merupakan bagian yang tak terpisahkan dan senantiasa kami harapkan demi
penyempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi banyak pihak. Allahumma Amin.

Lamongan, Maret 2017

Penulis
iii
DAFTAR ISI

MAKALAH ............................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................ii

KATA PENGANTAR ............................................................................ iii

DAFTAR ISI ............................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2

1.3.1 Tujuan umum .................................................................................... 2

1.3.2 Tujuan khusus ................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN TEORI .................................................................... 3

2.1 Definisi Trauma Kepala ................................................................................. 3

2.2 Klasifikasi Trauma Kepala ............................................................................ 3

2.2.1 Mekanisme Cedera Jenis Trauma Kepala ......................................... 3

2.2.2 Keparahan Cedera Kepala ................................................................ 6

2.3 Etiologi Trauma Kepala ................................................................................. 7

2.4 Manisfestasi Klinis Trauma Kepala............................................................... 7

2.4.1 Mekanisme Cedera Jenis Trauma Kepala ......................................... 7

2.4.2 Keparahan Cedera Kepala ................................................................ 9

iv
v

2.5 Patofisiologi Trauma Kepala ....................................................................... 10

2.6 Pathway........................................................................................................ 11

2.7 Penatalaksanaan Trauma Kepala ................................................................. 12

2.7.1 Medis (Kowalak, 2011) .................................................................. 12

2.7.2 Keperawatan (Kowalak, 2011) ....................................................... 14

2.8 Komplikasi Trauma Kepala ......................................................................... 15

2.9 Pemeriksaan Penunjang Trauma Kepala ..................................................... 15

2.9.1 Komusio Serebri/Gegar otak .......................................................... 16

2.9.2 Kontusi Serebri ............................................................................... 16

2.9.3 Hematoma Epidural ........................................................................ 16

2.9.4 Hemartoma Subdural ...................................................................... 16

2.9.5 Hematoma Intraserebral .................................................................. 16

2.9.6 Fraktur Tengkorak .......................................................................... 17

2.10 Prognosis Trauma Kepala .......................................................................... 17

BAB III KONSEP KEPERAWATAN TRAUMA KEPALA ............ 18


3.1 Pengkajian.................................................................................................... 18

3.1.1 Identitas........................................................................................... 18

3.1.2 Riwayat Kesehatan ......................................................................... 18

3.1.3 Pemeriksaan Primer ........................................................................ 18

3.1.4 Pemeriksaan Sekunder .................................................................... 19

3.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................................ 23

3.3 Intervensi Keperawatan ............................................................................... 24


vi

BAB IV PENUTUP ................................................................................ 28

4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 28

4.2 Saran ............................................................................................................ 28

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 29


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trauma kepala umumnya digolongkan sebagai trauma tertutup dan terbuka.


Trauma tertutup atau trauma tumpul seperti yang sering disebut orang, merupakan
kejadian yang lebih sering ditemukan. Secara khas trauma tumpul terjadi ketika kepala
membentur benda keras atau ketika ada benda keras yang bergerak dengan cepat dan
membentur kepala. Pada keadaan ini, durameter masih utuh dan tidak ada jaringan otak
yang terbuka terhadap lingkungan luar. Sebagaimana disebutkan namanya, trauma
terbuka menunjukan adanya lubang pada kulit kepala, meningen, atau jaringan otak
termasuk dura meter, sehingga isi tengkorak terbuka terhadap lingkungan luar. Pada
trauma terbuka, risiko infeksi sangat tinggi (Kowalak, 2011).
Mortalitas akibat trauma kepala telah banyak berkurang seiring kemajuan
dibidang preventif, seperti penggunaan sabuk pengaman serta kantung udara. Respon
layanan kesehatan yang lebih cepat terhadap kejadian kecelakaan serta waktu untuk
membawa pasien yang lebih pendek dan penanganan pasien yang lebih baik. Termasuk
pengembangan pusat-pusat trauma disejumlah kawasan. Kemajuan dalam teknologi
penanganan trauma kepala juga telah meningkatkan keefektifan layanan rehabilitasi
bahkan pada pasien cedera kepala berat (Kowalak, 2011).
Akibat dari trauma kepala akan menimbulkan beberapa masalah, salah satunya
perdarahan otak. Oleh sebab itu perawat kedaruratan harus dapat mengkaji secara
adekuat pasien cedera kepala dan memulai tindakan keperawatannya. Meskipun peran
perawat dalam program pencegahan amat penting, perannya dalam mengenali dan
merawat cedera otak juga tidak kalah pentingnya (Oman, 2008).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka menjadi penting untuk menyusun
makalah tentang konsep trauma kepala untuk mengetahui lebih dalam tentang
karakteristik trauma serta bagaimana penatalaksanaan keperawatan yang tepat.

1
2

Sehingga kejadian yang tidak diinginkan seperti adanya komplikasi lebih lanjut seperti
angka kesakitan dan angka kematian akibat trauma ini dapat dikurangi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana konsep teori dari trauma kepala ?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawaatan pada klien trauma kepala ?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Advance Nursing Praktice I pada program studi S-1 Keperawatan
di STIKES Muhammadiyah Lamongan.

1.3.2 Tujuan khusus

Diharapkan Mahasiswa mampu :


1. Untuk mengetahui konsep teori dari trauma kepala.
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawtan pada klien trauma kepala.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Trauma Kepala

Trauma kepala merupakan kejadian cedera akibat trauma pada otak, yang
menimbulkan perubahan fisik, intelektual, emosi, sosial, ataupun vokasional
(pekerjaan). Anak kecil usia dua bulan hingga dua tahun, individu usia 15 hingga 24
tahun, dan lanjut usia merupakan kelompok yang beresiko tinggi mengalami trauma
kepala. Risiko pada laki-laki dua kali lipat risiko pada wanita (Kowalak, 2011).
Trauma kepala adalah perdarahan yang berasal dari vena menyebabkan
lambatnya pembentukan hematoma karena rendahnya tekanan, laserasi arterial ditandai
oleh pembentukan hematoma yang cepat karena tingginya tekanan (Engram, 2007).
Beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan trauma kepala adalah
trauma pada otak, yang menimbulkan perubahan fisik, intelektual, emosi, sosial,
ataupun vokasional (pekerjaan) yang menimbulkan perdarahan yang berasal dari vena
menyebabkan lambatnya pembentukan hematoma.

2.2 Klasifikasi Trauma Kepala

Menurut Kowalak (2011), trauma kepala dapat diklasifikaikan sebagai berikut :


2.2.1 Mekanisme Cedera Jenis Trauma Kepala

Berdasarkan mekanisme cedera jenis trauma kepala ada 2, yaitu :


1. Trauma Kepala Tertutup
a. Komusio Serebri/Gegar otak
Pukulan pada kepala yang cukup keras untuk membuat otak
menghantam tulang tengkorak,. Kejadian ini menyebabkan
disfungsi syaraf yang temporer. Kesembuhan biasanya

3
4

bersifat total dalam waktu 24 hingga 48 jam. Cedera berulang dapat


menimbulkan kerusakan kumulatif pada otak.
b. Kontusio Serebri/Memar otak
Paling sering terjadi pada usia 20 hingga 40 tahun.
Kebanyakan disebabkan oleh perdarahan arteri. Darah
umumnya mengumpul di anatara tulang tengkorak dan
duramater.
c. Hematoma Intraserebral
Disrupsi traumatic atau spontan pembuluh darah serebral
dalam parenkim otak menyebabkan deficit neurologi yang
intensitasnya bergantung pada lokasi perdarahan. Gaya
robekan akibat gerakan otak sering menimbulkan laserasi pembuluh darah dan
perdarahan ke dalam parenkim otak.
d. Edema Serebri Traumatik
Keadaan patologis terjadinya akumulasi cairan di dalam
jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak. Dapat
terjadi peningkatan volume intraseluler (lebih banyak di
daerah substansia grisea) maupun ekstraseluler (daerah
substansia alba), yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
intrakranail.
e. Hematoma Epidural
Cedera akselerasi (Otak terus bergerak serta membentur
tengkorak) dan deselerasi (memantul). Otak dapat
membentur tonjolan tulang yang ada di dalam tengkorak
(khususnya krista sfenoidalis) sehingga terjadi perdarahan atau hematoma
intracranial yang dapat menimbulkan herniasi tentorium.
5

f. Hematoma Subdural
Perdarahan meninges yang terjadi karena penumpukan
darah dalam rongga subdural (diantara duramater dan
araknoid). Keadaan ini paling sering ditemukan. Bisa
bersifat akut, subakut dan kronis terjadi secara unilateral
(pada satu sisi) atau bilateral (pada kedua sisi).
g. Hematoma Subaraknoid
Perdarahan terjadi dalam rongga
subaraknoid, sering menyertai kontusio
serebri. Pada pungsi lumbal ditemukan
cairan serebrospinal berdarah.

2. Trauma Kepala Terbuka

a. Fraktur linear didaerah temporal


Fraktur linear didaerah temporal di mana arteri meningeal media berada dalam
jalur tulang temporal, sering menyebabkan perdarahan epidural. Fraktur linear
yang melintang garis tengah, sering menyebabkan perdarahan sinus dan
robeknya sinus sagitalis superior.
b. Fraktur di daerah basis
Fraktur di daerah basis di sebabkan karena trauma dari atas atau kepala bagian
atas yang membentur jalan atau benda diam fraktur di fosa anteror, sering
terjadi keluarnya liquor melalu hdung (rhinorhoe) dan adanya brill hematoma
(raccon eye).
6

c. Fraktur pada os petrosu


Fraktur pada os petrosus terbentuk longitudinal dan transversal (lebih
jarang).fraktur longitudinal dibagi menjadi anterior dan posterior. Fraktur
anterior biasanya karena trauma di daerah temporal, sedang yang posterior
disebabkan trauma didaerah oksipital.
d. Fraktur longitudinal
Fraktul longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada meatus akutikus
interna, foramen jugularis dan tuba eustakhius. Setelah 2-3 hari akan tampak
battle sign (warna biru di belakang telinga di atas os mastoid) dan otorrhoe
(liquor keluar dari telinga). Perdarahan dari telinga dengan trauma kepala
hampir selalu di sebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak.

2.2.2 Keparahan Cedera Kepala

Berdasarkan keparahan cedera kepala di bagi menjadi :


1. Cedera Kepala Ringan
Cedera kepala ringan adalah cedera karena
tekanan atau kejatuhan benda tumpul yang
dapat menyebabkan hilangnya fungsi neurology
sementara atau menurunnya kesadaran
sementara, mengeluh pusing nyeri kepala tanpa adanya kerusakan lainnya
(Corwin, 2009).
2. Cedera Kepala Sedang
Cedera kepala sedang adalah suatu trauma yang
menyebabkan kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari
30 menit tetapi kurang dari 24 jam dapat mengalami fraktur
tengkorak dengan GCS 9-12 (Muttaqin, 2008).
7

3. Cedera Kepala Berat


Cedera kepala berat adalah cedera dengan skala koma glasgow
3-8 atau dalam keadaan koma kepala dimana otak mengalami
memar dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi, pasien
berada pada periode tidak sadarkan diri (Batticaca, 2008).

2.3 Etiologi Trauma Kepala

Menurut Kowalak (2011), Etologi trauma kepala dapat meliputi:


1. Kecelakaan kendaraan atau transportasi.
2. Kecelakaan terjatuh.
3. Kecelakaan yang berkaitan dengan olahraga.
4. Kejahatan dan tindak kekerasan.

2.4 Manisfestasi Klinis Trauma Kepala

Menurut Engram (2007), Tanda dan Gejala trauma kepala berdasarkan klasifikasi
sebagai berikut :
2.4.1 Mekanisme Cedera Jenis Trauma Kepala

Berdasarkan mekanisme cedera jenis trauma kepala ada 2, yaitu :


1. Trauma Kepala Tertutup
a. Komusio Serebri/Gegar otak
1. Pingsan tidak lebih dari 10 menit
2. Tanda-tanda vital dapat normal atau menurun
3. Sesudah sadar mungkin terdapat gejala subyektif seperti nyeri kepala,
pusing, muntah
4. Terdapat amnesia retrograde
b. Kontusio Serebri/Memar otak
1. Pingsan berlangsung lama, dapat beberapa hari sampai berminggu-minggu
2. Kelainan neurologic
8

3. Hemiparesis yang berkaitan dengan gangguan aliran darah ke tempat


cedera
4. Pernapasan biasa atau seperti Cheyne Stokes
5. Pupil mengecil dan reflex cahaya baik
6. Postur tubuh dekortikasi atau deserebrasi akibat kerusakan korteks serebri
c. Hematoma Intraserebral
1. Keadaan tidak bereaksi yang segera terjadi atau interval lusidum sebelum
pasien tidak sadarkan diri (koma) sebagai akibat kenaikan tekanan
intracranial dan efek massa yang ditimbulkan oleh perdarahan
2. Kemungkinan deficit motoric dan respons dekortikasi atau deserebrasi
akibat kompresi pada traktus kortikospinalis serta batang otak
d. Edema Serebri Traumatik
1. Pingsan yang lamanya dapat berjam-jam
2. Tekanan darah naik dan nadi turun
3. Kelainan neurologic
e. Hematoma Epidural
1. Penurunan kesedaran atau nyeri kepala sebentar, kemudian membaik
2. Beberapa jam kemudian timbul gejala yang berat dan sifatnya progresif
seperti nyeri kepala hebat, pusing dengan disertai penurunan kesadaran.
f. Hematoma Subdural
1. Nyeri kepala hebat, muntah
2. Gangguan penglihatan karena edem dari pupil N II
3. Pada sisi kontralateral hematoma terdapat gangguan traktur piramidalis
g. Hematoma Subaraknoid
1. Serebrospinal berdarah
2. Timbul kaku kuduk
2. Trauma Kepala Terbuka
a. Fraktur linear di daerah temporal
1. Perdarahan epidural
9

2. Perdarahan sinus
3. Robeknya sinus sagitalis superior
b. Fraktur didaerah basis
1. Keluarnya liquor melalui hidung (rhinorhoe)
2. Adanya brill hematoma (raccoon eye)
c. Fraktur longitudinal
1. Kerusakan pada meatus akutikus interna, foramen jugularis dan tuba
eustakhius
2. Setelah 2-3 hari akan tampak battle sign dan otorhoe
3. Perdarahan dari telinga dengan trauma kepala hamper selalu disebabkan
oleh retak tulang dasar tengkorak

2.4.2 Keparahan Cedera Kepala

Berdasarkan keparahan cedera kepala di bagi menjadi :


1. Cedera Kepala Ringan
a. Hilangnya kesadaran tidak lebih 30 menit atau lebih
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau menurun
c. Timbul rasa nyeri di kepala
d. Pusing dan muntah
e. GCS 13-15, tidak terdapat kelainan neurologis.
2. Cedera Kepala Sedang
a. Pada cedera otak, kesadaran seringkali menurun
b. Pola nafas menjadi abnormal secara progresif
c. muntah dapat terjadi akibat penigkatan intracranial
d. Amnesia yang berhubungan dengan kejadian ini mungkin terjadi
3. Cedera Kepala Berat
a. Skor skala koma Glasgow (GCS) 3-8 (koma)
b. Penurunan derajat kesadaran secara progresif
10

c. Tanda neurologi fokal


d. Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium.

2.5 Patofisiologi Trauma Kepala

Otak dilindungi oleh perisai kubah tengkorak (rambut, kulit, tulang, meningen,
dan cairan serebrospinal) yang akan meredam kekuatan dari suatu benturan fisik. Di
bawah tingkat kekuatan tertentu (kapasitas absorpsi), kubah tengkorak dapat mencegah
energy benturan sehingga tidak mengenai jaringan otak. Derajat cedera kepala akibat
trauma biasanya sebanding dengan besar kekuatan yang mencapai jaringan kranial.
Lebih lanjut, kemungkinan cedera leher harus diasumsikan terjadi pada pasien trauma
kepala kecuali bila kemungkinan ini sudah dapat disingkirkan (Corwin, 2009).
Trauma tertutup secara khas merupakan cedera akselerasi deselerasi
(coup/contrecoup) yang terjadi secara tiba-tiba. Pada cedera coup/contrecoup, kepala
membentur benda yang relative dalam keadaan stasioner sehingga terjadi cedera pada
jaringan kranial di dekat tempat benturan (yang disebut coup). Kemudian kekuatan atau
gaya yang masih tersisa mendorong otak hinga menghantarkan sisi tengkorak yang lain
dan dengan demikian terjadi benturan serta cedera sekunder (yang disebut contrecoup).
Kontusio dan laserasi dapat pula terjadi pada saat contecoup ketika jaringan otak yang
lunak menggelincir pada tulang rongga tengkorak yang kasar. Di samping itu, serebrum
dapat mengalami robekan karena terpeluntir, yang merusak pars mesensefalon superior
dan daerah-daerah otak pada lobus frontalis, temporalis, serta oksipitalis (Corwin,
2009).
Trauma terbuka dapat menembus kulit kepala, tulang tengkorak, meningen,
atau otak. Cedera kepala yang terbuka biasanya disertai dengan fraktur tulang
tengkorak (fraktur cranium), dan fragmen tulang yang patah serin menimbulkan
hematoma serta rupture meningen dengan kehilangan cairan serebrospinal sebagai
akibatnya (Corwin, 2009)
11

Kecelakaan
kendaraan/transportasi Kecelakaan terjatuh Kecelakaan olahraga Kejahatan/tindak kekerasan
2.6 Pathway

Trauma kepala

Trauma tertutup Trauma terbuka

Komusio Komtusio Hematoma Hematoma Hematoma Hematoma Fraktur Fraktur Fraktur


Serebri Serebri Intraserebra Epidural Subdural Subaraknoi Linear Basis Longitudina
Cedera akselerasi Cedera deselerasi Menembu

Coup Contrecoup Kulit kepala

Secara tiba-tiba Tulang tengkorak

B1 (Breathing) B2 (Blood) B3 (Brain) B4 (Bladder) B5 (Bowel) B6 (Bone)

Keadaan stasioner Bradikardi Kekuatan dari coup Asupan cairan Meningen Aliran
Patah
Jaringan kranial Hipotensi Tersisa Otak
Kerusakan Jumlah urin Darah
tulang Mendorong otak
Dekat tempat Penurunan Menunjukkan
meatus Turgor kulit
Sianosis
Rhinorhoe Menghantarkan lubang
benturan curah jantung
Gangguan TIK Otot
Kusmaul Edema pupil isi tengkorak Ottorhoe
Gangguan Eliminasi Urine
Benturan
Sesak penglihatan TIK Mual/muntah Hemiparase
Cedera sekunder
Ketidakefektifan Gangguan Rasa Kekurangan Intoleransi
pola napas Nyaman (Nyeri) Kesadaran Volume Cairan Aktivitas
12

2.7 Penatalaksanaan Trauma Kepala

2.7.1 Medis (Kowalak, 2011)

1. ABC
a. Airway dengan jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang
dengan posisi kepala ekstensi kalau perlu dipasang oropharyngeal tube atau
nasopharyngeal tube.
b. Breathing dengan memberikan O2 dengan menggunakan alat bantu
pernafasan misalnya Nasal Kanul, Simple Mask/Rebreating Mask, Mask
Nonrebreating, Bag-Valve-Mask, dan Intubasi Endotrakea.
c. Circulation pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-
2,5 kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini
terjadi antara lain oleh karena meningkatnya kadar epinefrin dan norepinefrin
dalam darah dan akan bertambah bila ada demam. Setekah 3-4 hari dengan
cairan perenteral pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa nasograstrik
bisa dimulai, sebanyak 2000-3000 kalori/hari.
2. Medikasi
No Nama Obat Dosis Keterangan
1 Diuretik osmotik Dosisnya 0,5-1 g/kgBB, Untuk mencegah
(manitol 20%) diberikan dalam 30 rebound
menit. Pemberian diulang
setelah 6 jam dengan
dosis 0,25-0,5/kgBB
dalam 30 menit
2 Loop diuretic Dosisnya 40 mg/hari IV Pemberiannya bersama
(furosemid) manitol, karena
mempunyai efek sinergis
dan memperpanjang

12
13

efek osmotik serum


manitol
3 Diazepam Dosisnya 10 mg IV dan Diberikan bila ada
bisa diulang sampai 3 kali kejang
bila masih kejang
4. Analgetik Dosisnya 325 atau 500 Untuk mengurangi
(asetaminofen) mg setiap 3 atau 4 jam, demam serta mengatasi
650 mg setiap 4-6 jam, nyeri ringan sampai
1000 mg setiap 6 sedang akibat sakit
kepala
5. Analgetik 30-60 mg, tiap 4-6 jam Untuk mengobati nyeri
(kodein) sesuai kebutuh ringan atau cukup parah
6. Antikonvulsan Dosisnya 200 hingga 500 Untuk mencegah
(fenitoin) mg perhati serangan epilepsi
7. Profilaksis Biasanya digunakan Tindakan yang sangat
antibiotik setelah 24 jam pertama, penting sebagai usaha
lalu 2 jam pertama, dan 4 untuk mencegah
jam berikutnya terjadinya infeksi pasca
operasi

3. Pembedahan
Evakuasi hematoma atau kraniotomi untuk mengangkat atau mengambil fragmen
fraktur yang terdorong masuk ke dalam otak dan untuk mengambil benda asing
dan jaringan nekrotik sehingga risiko infeksi dan kerusakan otak lebih lanjut
akibat fraktur dapat dikurangi.
4. Mobilisasi
Pada pasien cedera kepela berat mobilisasi bisa dilakukan dengan pemasangan
servical colar. Servical colar sendiri adalah alat penyangga tubuh khusus untuk
14

leher. Alat ini digunakan untuk mencegah pergerakan tulang servical yang dapat
memperparah kerusakan tulang servical yang patah maupun pada cedera kepala.
Alat ini hanya membatasi pergerakan minimal pada rotasi, ekstensi, dan fleksi.

2.7.2 Keperawatan (Kowalak, 2011)

1. Kontusio dengan kehilangan kesadaran kurang dari 20 menit : Biasanya tidak


perlu dirawat, Tirah baring
2. Kontusio, laserasi atau kehilangan kesadaran lebih dari 20 menit : Rawat di UPI,
Tirah baring, Lakukan tidakan untuk mengatasi meningkatnya tekanan
intracranial mencegah kejang
3. Mengkaji riwayat cedera
4. Pantau tanda-tanda vital dan periksa cedera tambahan. Palpasi tulang tengkorak
untuk menemukan gejala nyeri tekan atau hematoma
5. Jika pasien mengalami perubahan tingkat kesadaran lakukan observasi tanda-
tanda vital, tingkat kesadaran, dan besar pupil setiap 15 menit.
6. Pasien dengan kondisi stabil setelah dilakukan observasi selama empat jam atau
lebih dapat dipulangkan di bawah pengawasan orang dewasa yang bertanggung
jawab
7. Bersihkan dan cuci luka yang superfisial pada kulit kepala.
8. Berikan edukasi pada klien untuk mewaspadai kemungkinan sakit kepala
bertambah berat, vomitus, tanda-tanda perdarahan cairan serebrospinal dari
dalam telinga
9. Jika pada pasien mengalami kontusio serebri dan fraktur cranium pertahankan
patensi jalan napas dengan memasang pipa Mayo, pemasangan pipa jalan napas
melalui hidung merupakan kontraindikasi pada pasien fraktur basis kranii.
Intubasi bisa diperlukan. Lakukan pengisapan (suction) melalui mulut dan bukan
melalui hidung untuk mencegah bakteri masuk jika terjadi kebocoran cairan
serebrospinal
15

10. Jika ditemukan rembesan cairan serebrospinal dari hidung, bersihkan rembesan
dan jangan biarkan pasien menghembuskannya keluar seperti membuang ingus
11. Jika ditemukan rembesan cairan serebrospinal dari dalam telinga, tutup telinga
secara hati-hati tanpa menekannya dengan kasa steril dan jangan memasukkan
kasa tersebut ke dalam liang telinga
12. Atur posisi pasien sedemikian rupa agar secret dapat mengalir keluar dengan
benar, tinggikan bagian kepala ranjang hingga membentuk sudut 30 derajat
13. Terapkan kewaspadaan terhadap serangan kejang atau bangkitan epilepsi, tetapi
jangan menghalangi pasien dengan banyak larangan
14. Batasi asupan total cairan per oral sampai 40% hingga 50% (1200 hingga 1500
ml/hari) untuk mengurangi volume cairan tubuh dan edema intraserebral.

2.8 Komplikasi Trauma Kepala

Menurut Kowalak (2011), Komplikasi utama dari trauma kepala :


1. Meningkatnya tekanan intrakraial (TIK)
2. Perdarahan
3. Kejang
4. Infeksi (trauma terbuka)
5. Depresi pernapasan dan gagal napas
6. Herniasi otak
7. Pasien dengan fraktur tulang tengkorak bisa terjadi bocornya cairan
serebrospinal (CSS) dari hidung (renorea) atau telinga (otorea) dan
menyebabkan meningitis.

2.9 Pemeriksaan Penunjang Trauma Kepala

Menurut Kowalak (2011), pemeriksaan penunjangan trauma kepala :


16

2.9.1 Komusio Serebri/Gegar otak

1. CT scan otak tidak memeperlihatkan tanda-tanda fraktur, perdarahanl, atau lesi


lain pada sistem saraf
2.9.2 Kontusi Serebri

1. CT scan otak memperlihatkan perubahan pada densitas jaringan, kemungkinan


pergeseran struktur di sekitar lesi dan bukti adanya jaringan yang iskemik,
hemotoma, serta fraktur
2. Hasil rekaman EEG langsung di daerah kepala yang mengalami kontusio
menunjukkan abnormalitas progesif dengan terlihatnya gelombang teta dan delta
yang memiliki amplitudo tinggi
2.9.3 Hematoma Epidural

1. Pemeriksaan CT Scan atau MRI menunjukkan massa abnormal atau pergeseran


struktur dalam kranium
2.9.4 Hemartoma Subdural

1. CT Scan otak, foto rontgen kepala dan arteriografi menunjukkan massa dan
perubahan aliran darah di daerah lesi, gambaran ini memastikan keberadaan
hematoma
2. CT Scan atau MRI memperlihatkan massa dan pergeseran jaringan
3. Cairan serebrospinal tambak berwarna kuning dan memiliki kadar protein yang
relatif rendah (hematoma subdural kronis)
2.9.5 Hematoma Intraserebral

1. CT Scan atau arteriografi serebral memperlihatkan lokasi perdarahan. Tekanan


cairan serebrospinal meninggi, cairan serebrospinal tampak mengandung darah
atau berwarna xantokrom (berwarna kuning atau mirip warna jerami) akibat
penguraian hemoglobin
17

2.9.6 Fraktur Tengkorak

1. CT Scan dan MRI menunjukkan perdarahan intrakranial akibat ruptur pembuluh


darah dan pembengkakan
2. Foto rontgen kranium dapat memperlihatkan fraktur
3. Pungsi lumbal merupakan kontraindikasi jika terdapat lesi yang luas
Sinar x kepala dan servikal untuk mendeteksi lokasi dan parahnya fraktur
CT Scan untuk mengenali adanya hematoma intracranial
Pungsi lumbal untuk memastikan adanya meningitis bila pasien memperlihatkan
tanda-tanda iritasi meningeal (demam, rigiditas nukal, kejang)

2.10 Prognosis Trauma Kepala

Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar, terutama pada
pasien dengan cedera berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki nilai
prognostic yang besar: skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan meninggal 85% atau
tetap dalam kondisi vegetatif, sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau lebih
kemungkinan meninggal atau vegetatif hanya 5-10 %. Sindrom pascakonkusi
berhubungan dengan sindrom kronis nyeri kepala, keletihan, pusing, ketidakmampuan
berkonsentrasi, iritabilitas, dan perubahan kepribadian yang berkembang pada banyak
pasien setelah cedera kepala. Seringkali bertumpang-tindih dengan gejala depresi.(arif
mansjoer, dkk) (Corwin, 2009).
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN TRAUMA KEPALA

3.1 Pengkajian

3.1.1 Identitas

Meliputi nama, jenis kelamin (laki-laki beresiko dua kali lipat lebih besar
daripada risiko pada wanita), usia (bisa terjadi pada anak usia 2 bulan, usia 15 hingga
24 tahun, dan lanjut usia), alamat, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
golongan darah, no. register, tanggal MRS, dan diagnosa medis.

3.1.2 Riwayat Kesehatan

1. Keluhan Utama
Biasanya terjadi penurunan kesadaran, nyeri kepala, adanya lesi/luka dikepala
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien datang dengan keadaan penurunan kesadaran, konvulsi, adanya
akumulasi sekret pada saluran pernafasan, lemah, paralisis, takipnea.
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Biasanya klien memiliki riwayat jatuh.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada salah satu keluarga yang menderita penyakit yang sama
sebelumnya.

3.1.3 Pemeriksaan Primer

1. Airway management/penatalaksanaan jalan napas:


a. Kaji obstruksi dengan menggunakan tangan dan mengangkat dagu (pada
pasien tidak sadar).

18
19

b. Kaji jalan napas dengan jalan napas orofaringeal atau nasofaringeal (pada
pasien tidak sadar).
c. Kaji adanya obstruksi jalan nafas antara lain suara stridor, gelisah karena
hipoksia, penggunaan oto bantu pernafasan, sianosis.
d. Kaji jalan napas definitive (akses langsung melalui oksigenasi intratrakeal).
e. Kaji jalan napas dengan pembedahan (krikotiroidotomi).
2. Breathing/pernapasan:
a. Kaji pemberian O2.
b. Kaji nilai frekuensi napas/masuknya udara (simetris)/pergerakan dinding dada
(simetris)/posisi trakea.
c. Kaji dengan oksimetri nadi dan observasi.
3. Circulation/sirkulasi:
a. Kaji frekuensi nadi dan karakternya/tekanan darah/pulsasi apeks/JVP/bunyi
jantung/bukti hilangnya darah.
b. Kaji darah untuk cross match, DPL, dan ureum + elektrolit.
c. Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea,
hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan produksi urin.

3.1.4 Pemeriksaan Sekunder

1. Penampilan atau keadaan umum


Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada gerakan, lemah, lemas.
2. Tingkat kesadaran
Kesadaran klien mengalami penurunan GCS <15.
3. Tanda-Tanda Vital
Suhu Tubuh : Biasanya meningkat saat terjadi benturan (Normalnya 36,5-
37,5°C)
Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak dengan tekanan
darah sistolik <90 mmHg (Normalnya 110/70-120/80 mmHg)
20

Nadi : Biasanya cepat dan lemah pada keadaan kesakitan dan TIK
meningkat (Normalnya 60-100 x/menit)
RR : Biasanya menurun saat TIK meningkat (Normalnya 16-22)
4. Pemeriksaan Nervus Cranial
a. Nervus I : Penurunan daya penciuman.
b. Nervus II : Pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan
karena edema pupil.
c. Nervus III, IV, VI : Penurunan lapang pandang, reflex cahaya menurun,
perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.
d. Nervus V : Gangguan mengunyah karena terjadi anastesi daerah
dahi.
e. Nervus VII, XII : Lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa
pada 2/3 anterior lidah.
f. Nervus VIII : Penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh.
g. Nervus IX, X, XI : Jarang ditemukan.
h. Nervus XII : Jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartia.
5. Pemeriksaan Head to Toe
a. Pemeriksaan Kepala
Tulang tengkorak : Inspeksi (bentuk mesocepal, ukuran kranium, ada
deformitas, ada luka, tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran kepala)
Palpasi (ada nyeri tekan, ada robekan)
Kulit kepala : Inspeksi (kulit kepala tidak bersih, ada lesi, ada skuama, ada
kemerahan)
Wajah : Inspeksi (ekspresi wajah cemas dan menyeringai nyeri, keadaan
simetris, tidak ada lesi) Palpasi : (tidak ada kelainan sinus)
Rambut : Inspeksi (rambut tidak bersih, mudah putus, ada ketombe, ada uban)
Palpasi (rambut mudah rontok)
Mata : Inspeksi (simestris, konjungtiva warna pucat, sclera putih, pupil
anisokor, reflex pupil tidak teratur, pupil tidak bereaksi terhadap
21

rangsangan cahaya, gerakan mata tidak normal, banyak sekret) Palpasi


(bola mata normal, tidak ada nyeri tekan)
Hidung : Inspeksi (keadaan kotor, ada rhinorhoe (cairan serebrospinal keluar
dari hidung), ada pernafasan cuping hidung, tidak ada deviasi septum)
Palpasi sinus (ada nyeri tekan)
Telinga : Inpeksi (Simetris, kotor, fungsi pendengaran tidak baik, ada
otorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari telinga), battle sign (warna biru
atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid), dan memotipanum
(perdarahan di daerah membrane timpani telinga)) Palpasi (tidak ada
lipatan, ada nyeri)
Mulut : Inspeksi (keadaan tidak bersih, tidak ada stomatitis, membran mukosa
kering pucat, bibir kering, lidah simetris, lidah bersih, gigi tidak bersih,
gigi atas dan bawah tanggal 3/2, tidak goyang, faring tidak ada
pembekakan, tonsil ukuran normal, uvula simetris, mual-muntah) Palpasi
(tidak ada lesi, lidah tidak ada massa)
Leher dan Tenggorok : Inspeksi dan Palpasi (Tidak ada pembesaran jvp, tidak
ada pembesaran limfe, leher tidak panas, trakea normal, tidak ditemukan
kaku kuduk)
b. Pemeriksaan Dada dan Thorak
 Paru-paru :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, tidak ada batuk, nafas dada
cepat dan dangkal, sesak nafas, frekuensi nafas <16 x/menit.
Palpasi : Suara fremitus simetris, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Sonor pada kedua paru.
Auskultasi : Suara nafas tidak baik, ada weezing.
 Jantung :
Inspeksi : Bentuk simetris, Iktus kordis tidak tampak
22

Palpasi : Iktus kordis teraba pada V±2cm, tidak ada nyeri tekan, denyut
nadi Bradikardia
Perkusi : Pekak, batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri,
batas kanan ics 2 sternal kanan dan ics 5 axilla anterior kanan
Auskultasi : BJ I-II tunggal, tidak ada gallop, ada murmur, Irama nafas
tidak teratur, tekanan darah menurun
c. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Permukaan simetris, warna cokelat, permukaan normal

Auskultasi : Bising usus normal

Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, kulit normal, Hepar tidak
teraba, limpa tidak teraba, Ginjal tidak teraba, tidak ada ascites, tidak
ada nyeri pada Titik Mc. Burney.

Perkusi : Tidak ada cairan atau udara suara redup

d. Pemeriksaan Genetalia
Inspeksi : Terjadi penurunan jumlah urin dan peningkatan cairan
e. Pemeriksaan Ekstremitas
Inspeksi : Adanya perubahan-perubahan warna kulit, kelemahan otot, adanya
sianosis
Palpasi : Turgor buruk, kulit kering
6. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : Mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan :
Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam
setelah injuri.
b. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
23

c. Pungsi lumbal untuk memastikan adanya meningitis bila pasien


memperlihatkan tanda-tanda iritasi meningeal (demam, rigiditas nukal,
kejang).
d. Cerebral Angiography : Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti :
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
e. Serial EEG : Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis.
f. X-Ray : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
g. BAER : Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil.
h. PET : Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
i. CSF, Lumbal Punksi : Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
j. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intracranial.
k. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrkranial.
l. Screen Toxicologi : Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola napas b.d gangguan neurologis (mis., trauma kepala).


2. Kekurangan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi.
3. Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi jantung.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d agen cedera fisik.
5. Gangguan eliminasi urine b.d penyebab multipel.
6. Intoleran aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
24

3.3 Intervensi Keperawatan

Diagnose Rencana keperawatan


No
keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 Ketidakefektifan NOC NIC
pola napas b.d Tujuan: Manajemen jalan napas
gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. O : Observasi TTV
neurologis (mis., keperawatan selama 2x24 2. O : Monitar aliran oksigen
trauma kepala) diharapkan pola napas 3. N : Buka jalan napas dengan
kembali efektif tekhnik chin lift atau jaw
Dengan KH: thrust
1. Kedalaman inspirasi 4. N : Posisikan pasien untuk
dalam kisaran normal memaksimalkan ventilasi
(RR : 16-24 x/menit) 5. N : Masukkan alat
2. Kepatenan jalan napas nasoparyngeal airway atau
dalam kisaran normal, oropharyngeal airway
klien tidak merasa 6. E : Informasikan pada pasien
tercekik, tidak ada suara dan keluarga tentang teknik
nafas abnormal relaksasi untuk memperbaiki
3. Frekuensi dan irama pola nafas
pernapasan dalam 7. C : Kolaborasi dengan dokter
keadaan normal dalam pemberian terapi obat
dan pemberian oksigen
2 Kekurangan Tujuan: Manajemen cairan
volume cairan b.d Setelah dilakukan tindakan 1. O : Obsersavi TTV
gangguan keperawatan selama 1x24 2. O : Monitor status hidrasi
mekanisme regulasi jam diharapkan kekurangan (mis., membrane mukosa
volume cairan teratasi. lembab denyut nadi adekuat,
Dengan KH: dan tekanan darah ortostatik)
25

1. Mempertahankan urine 3. N : Berikan cairan IV


output sesuai dengan usia 4. N : Pertahankan catatan
dan BB intake dan output yang akurat
2. Tidak ada tanda-tanda 5. E : Dorong pasien dan
dehidrasi, elastisitas keluarga untuk menambah
turgor kulit baik, intake oral misalnya minum
membran mukosa 6. C : Kolaborasi pemberian
lembab, tidak rasa haus cairan IV
yang berlebihan
3. TTV dalam batas normal
3 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan Perawatan jantung
jantung b.d keperawatan selama …. 1. O : Monitor EKG, adakah
perubahan diharapkan penurunan curah perubahan segmen ST
frekuensi jantung jantung teratasi 2. O : Monitor TTV
Dengan KH: 3. N : Atur periode latihan dan
1. Tekanan darah sistol istirahat untuk menghindari
dan diastol dalam kelelahan
kisaran normal (110/70- 4. N : Evaluasi adanya nyeri
120/80 mmHg) dada
2. Denyut nadi perifer 5. O : Anjurkan untuk
dalam kisaran normal menurunkan stress
(60-100 x/menit) 6. C : Kolaborasi untuk
3. Denyut jantung apikal menyediakan terapi
dalam kisaran normal antiaritmia sesuai kebijakan
(16-24 x/menit) unit (mis., obat antiaritmia,
4. Tidak ada penurunan kardioversi, atau defibrilasi)
kesadaran
26

4 Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri


nyaman nyeri b.d keperawatan selama …. 1. O : Lakukan pengkajian nyeri
gejala terkait Diharapkan rasa nyaman secara komprehensif
penyakit kembali 2. N : Tingkatkan istirahat
Dengan KH: 3. N : Kontrol lingkungan yang
1. Mengontrol nyeri dapat mempengaruhi nyeri
(mengetahui penyebab seperti suhu ruangan,
nyeri, mengetahui cara pencahayaan, dan kebisingan
mengurangi nyeri) 4. E : Ajarkan tentang teknik
2. Rasa nyaman tidak non farmakologi
terganggu 5. C : Kolaborasi dengan dokter
3. Mengontrol gejala nyeri pemberian analgetik
5 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Irigasi kandung kemih
eliminasi urine b.d keperawatan selama …. 1. O : Lakukan penilaian kemih
penyebab multipel diharapkan gangguan yang komprehensif
eliminasi urine teratasi 2. N : Siapkan peralatan irigasi
Dengan KH: yang steril, dan pertahankan
1. Jumlah urin tidak tekhnik steril setiap kali
terganggu tindakan
2. Warna urin tidak 3. N : Bersihkan sambungan
terganggu kateter atau ujung Y dengan
3. Tidak ada darah dalam kapas alcohol
urin 4. N : Catat jumlah cairan yang
4. Intake cairan dalam digunakan, karakteristik
rentang normal cairan, jumlah cairan yang
keluar
5. E : Ajarkan pasien atau
keluarga untuk mencatat urin
27

6. C : Kolaborasi dengan dokter


dengan penberian obat
6 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Terapi aktivitas
b.d keperawatan selama …. 1. O : Monitor respon fisik,
ketidakseimbangan diharapkan intoleransi emosi, social dan spiritual
antara suplai dan aktivitas teratasi 2. N : Bantu klien untuk
kebutuhan oksigen Dengan KH: mengidentifikasi aktivitas
1. Berpartisipasi dalam yang mampu dilakukan
aktivitas fisik tanpa 3. E : Bantu pasien dan keluarga
disertai peningkatan ttv untuk mengidentifikasi
2. Hemoglobin, hematocrit, kekurangan dalam
glukosa darah, serum beraktivitas
elektrolit darah tidak 4. C : Kolaborasi dengan Tenaga
terganggu Rehabilitasi Medik dalam
3. Mampu melakukan merencanakan program terapi
aktivitas sehari-hari yang tepat
secara mendiri
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Trauma kepala adalah trauma pada otak, yang menimbulkan perubahan fisik,
intelektual, emosi, sosial, ataupun vokasional (pekerjaan) yang menimbulkan
perdarahan yang berasal dari vena menyebabkan lambatnya pembentukan hematoma.
Penyebab dari trauma kepala yaitu Kecelakaan kendaraan atau transportasi,
Kecelakaan terjatuh, Kecelakaan yang berkaitan dengan olahraga, dan Kejahatan dan
tindak kekerasan. Manifestasi klinis dari trauma kepala yang umum yaitu terjadi
penurunan kesadaran, nyeri hebat, dan adanya lesi. Komplikasi yang dapat terjadi
diantaranya Meningkatnya tekanan intrakraial (TIK), Perdarahan, Kejang, Infeksi
(trauma terbuka), Depresi pernapasan dan gagal napas, dan Herniasi otak.
Penatalaksanan secara medis yaitu diantaranya dengan ABC untuk
mempertahankan jalan nafas, Pemberian obat-oabatan, dapat dilakukan pembedahan,
dan immobilisasi. Sedangkan penatalaksanaan keperawatan yaitu memantau ttv,
adanya perdarahan, riwayat cidera, rehidrasi cairan, serta mencegah infeksi akibat
pembedahan.
Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada klien trauma kepala mulai dari
pengkajian misalnya biodata, riwayat kesehatan, pengkajian primer, pengkajian
sekunder, dan pemeriksaan penunjang. Setelah itu ditentukan diagnosa keperawatan
dan dilanjut dengan intervensi keperawatan.

4.2 Saran
Diharapkan para pembaca memperbanyak literatur dalam pembuatan makalah
agar dapat membuat makalah yang baik dan benar. Terutama litelatur yang
berhubungan dengan penatalaksaan yang lebih efektif mengenai trauma kepala karena
di dalam makalah ini penatalaksaannya masih banyak kekurangan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Engram, B. (2007). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.
Hidayat, & Alimul, A. A. (2007). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Edisi 3.
Jakarta: Salemba Medika.
Kowalak, J. P. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta:
EGC.
Oman, K. S. (2008). Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta: EGC.
Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

29

Vous aimerez peut-être aussi