Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Kelompok 03 (VI-A)
Dosen Pembimbing :
Suratmi., S.Kep., Ns., M.Kep
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karuniaNya
penulis akhirnya dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu. Dan dengan
mengucap puji syukur atas curahan kasih karunia-Nya kepada penulis, terutama ilmu
dan akal sehat sehingga dengan ijin-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
makalah yang berjudul “KONSEP ASKEP TRAUMA KEPALA”. Makalah ini disusun
sebagai tugas mata kuliah “ADVANCE NURSING PRACTICE I”.
Dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari
beberapa pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
1. Bpk. Drs. H. Budi Utomo, Amd.Kep., M.Kes, selaku ketua STIKES
Muhammadiyah Lamongan.
2. Bpk. Arifal Aris, S. Kep. Ns, M.Kes selaku ketua prodi S1 Keperawatan STIKES
Muhammadiyah Lamongan.
3. Isni Lailatul Maghfiroh., S.Kep., Ns., M.Kep., selaku pembimbing dan dosen
mata kuliah Sistem Muskuloskeletal 1.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini penuh
keterbatasan dan masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, saran yang konstruktif
merupakan bagian yang tak terpisahkan dan senantiasa kami harapkan demi
penyempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi banyak pihak. Allahumma Amin.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
MAKALAH ............................................................................................... i
iv
v
2.6 Pathway........................................................................................................ 11
3.1.1 Identitas........................................................................................... 18
1
2
Sehingga kejadian yang tidak diinginkan seperti adanya komplikasi lebih lanjut seperti
angka kesakitan dan angka kematian akibat trauma ini dapat dikurangi.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana konsep teori dari trauma kepala ?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawaatan pada klien trauma kepala ?
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Advance Nursing Praktice I pada program studi S-1 Keperawatan
di STIKES Muhammadiyah Lamongan.
Trauma kepala merupakan kejadian cedera akibat trauma pada otak, yang
menimbulkan perubahan fisik, intelektual, emosi, sosial, ataupun vokasional
(pekerjaan). Anak kecil usia dua bulan hingga dua tahun, individu usia 15 hingga 24
tahun, dan lanjut usia merupakan kelompok yang beresiko tinggi mengalami trauma
kepala. Risiko pada laki-laki dua kali lipat risiko pada wanita (Kowalak, 2011).
Trauma kepala adalah perdarahan yang berasal dari vena menyebabkan
lambatnya pembentukan hematoma karena rendahnya tekanan, laserasi arterial ditandai
oleh pembentukan hematoma yang cepat karena tingginya tekanan (Engram, 2007).
Beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan trauma kepala adalah
trauma pada otak, yang menimbulkan perubahan fisik, intelektual, emosi, sosial,
ataupun vokasional (pekerjaan) yang menimbulkan perdarahan yang berasal dari vena
menyebabkan lambatnya pembentukan hematoma.
3
4
f. Hematoma Subdural
Perdarahan meninges yang terjadi karena penumpukan
darah dalam rongga subdural (diantara duramater dan
araknoid). Keadaan ini paling sering ditemukan. Bisa
bersifat akut, subakut dan kronis terjadi secara unilateral
(pada satu sisi) atau bilateral (pada kedua sisi).
g. Hematoma Subaraknoid
Perdarahan terjadi dalam rongga
subaraknoid, sering menyertai kontusio
serebri. Pada pungsi lumbal ditemukan
cairan serebrospinal berdarah.
Menurut Engram (2007), Tanda dan Gejala trauma kepala berdasarkan klasifikasi
sebagai berikut :
2.4.1 Mekanisme Cedera Jenis Trauma Kepala
2. Perdarahan sinus
3. Robeknya sinus sagitalis superior
b. Fraktur didaerah basis
1. Keluarnya liquor melalui hidung (rhinorhoe)
2. Adanya brill hematoma (raccoon eye)
c. Fraktur longitudinal
1. Kerusakan pada meatus akutikus interna, foramen jugularis dan tuba
eustakhius
2. Setelah 2-3 hari akan tampak battle sign dan otorhoe
3. Perdarahan dari telinga dengan trauma kepala hamper selalu disebabkan
oleh retak tulang dasar tengkorak
Otak dilindungi oleh perisai kubah tengkorak (rambut, kulit, tulang, meningen,
dan cairan serebrospinal) yang akan meredam kekuatan dari suatu benturan fisik. Di
bawah tingkat kekuatan tertentu (kapasitas absorpsi), kubah tengkorak dapat mencegah
energy benturan sehingga tidak mengenai jaringan otak. Derajat cedera kepala akibat
trauma biasanya sebanding dengan besar kekuatan yang mencapai jaringan kranial.
Lebih lanjut, kemungkinan cedera leher harus diasumsikan terjadi pada pasien trauma
kepala kecuali bila kemungkinan ini sudah dapat disingkirkan (Corwin, 2009).
Trauma tertutup secara khas merupakan cedera akselerasi deselerasi
(coup/contrecoup) yang terjadi secara tiba-tiba. Pada cedera coup/contrecoup, kepala
membentur benda yang relative dalam keadaan stasioner sehingga terjadi cedera pada
jaringan kranial di dekat tempat benturan (yang disebut coup). Kemudian kekuatan atau
gaya yang masih tersisa mendorong otak hinga menghantarkan sisi tengkorak yang lain
dan dengan demikian terjadi benturan serta cedera sekunder (yang disebut contrecoup).
Kontusio dan laserasi dapat pula terjadi pada saat contecoup ketika jaringan otak yang
lunak menggelincir pada tulang rongga tengkorak yang kasar. Di samping itu, serebrum
dapat mengalami robekan karena terpeluntir, yang merusak pars mesensefalon superior
dan daerah-daerah otak pada lobus frontalis, temporalis, serta oksipitalis (Corwin,
2009).
Trauma terbuka dapat menembus kulit kepala, tulang tengkorak, meningen,
atau otak. Cedera kepala yang terbuka biasanya disertai dengan fraktur tulang
tengkorak (fraktur cranium), dan fragmen tulang yang patah serin menimbulkan
hematoma serta rupture meningen dengan kehilangan cairan serebrospinal sebagai
akibatnya (Corwin, 2009)
11
Kecelakaan
kendaraan/transportasi Kecelakaan terjatuh Kecelakaan olahraga Kejahatan/tindak kekerasan
2.6 Pathway
Trauma kepala
Keadaan stasioner Bradikardi Kekuatan dari coup Asupan cairan Meningen Aliran
Patah
Jaringan kranial Hipotensi Tersisa Otak
Kerusakan Jumlah urin Darah
tulang Mendorong otak
Dekat tempat Penurunan Menunjukkan
meatus Turgor kulit
Sianosis
Rhinorhoe Menghantarkan lubang
benturan curah jantung
Gangguan TIK Otot
Kusmaul Edema pupil isi tengkorak Ottorhoe
Gangguan Eliminasi Urine
Benturan
Sesak penglihatan TIK Mual/muntah Hemiparase
Cedera sekunder
Ketidakefektifan Gangguan Rasa Kekurangan Intoleransi
pola napas Nyaman (Nyeri) Kesadaran Volume Cairan Aktivitas
12
1. ABC
a. Airway dengan jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang
dengan posisi kepala ekstensi kalau perlu dipasang oropharyngeal tube atau
nasopharyngeal tube.
b. Breathing dengan memberikan O2 dengan menggunakan alat bantu
pernafasan misalnya Nasal Kanul, Simple Mask/Rebreating Mask, Mask
Nonrebreating, Bag-Valve-Mask, dan Intubasi Endotrakea.
c. Circulation pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-
2,5 kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini
terjadi antara lain oleh karena meningkatnya kadar epinefrin dan norepinefrin
dalam darah dan akan bertambah bila ada demam. Setekah 3-4 hari dengan
cairan perenteral pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa nasograstrik
bisa dimulai, sebanyak 2000-3000 kalori/hari.
2. Medikasi
No Nama Obat Dosis Keterangan
1 Diuretik osmotik Dosisnya 0,5-1 g/kgBB, Untuk mencegah
(manitol 20%) diberikan dalam 30 rebound
menit. Pemberian diulang
setelah 6 jam dengan
dosis 0,25-0,5/kgBB
dalam 30 menit
2 Loop diuretic Dosisnya 40 mg/hari IV Pemberiannya bersama
(furosemid) manitol, karena
mempunyai efek sinergis
dan memperpanjang
12
13
3. Pembedahan
Evakuasi hematoma atau kraniotomi untuk mengangkat atau mengambil fragmen
fraktur yang terdorong masuk ke dalam otak dan untuk mengambil benda asing
dan jaringan nekrotik sehingga risiko infeksi dan kerusakan otak lebih lanjut
akibat fraktur dapat dikurangi.
4. Mobilisasi
Pada pasien cedera kepela berat mobilisasi bisa dilakukan dengan pemasangan
servical colar. Servical colar sendiri adalah alat penyangga tubuh khusus untuk
14
leher. Alat ini digunakan untuk mencegah pergerakan tulang servical yang dapat
memperparah kerusakan tulang servical yang patah maupun pada cedera kepala.
Alat ini hanya membatasi pergerakan minimal pada rotasi, ekstensi, dan fleksi.
10. Jika ditemukan rembesan cairan serebrospinal dari hidung, bersihkan rembesan
dan jangan biarkan pasien menghembuskannya keluar seperti membuang ingus
11. Jika ditemukan rembesan cairan serebrospinal dari dalam telinga, tutup telinga
secara hati-hati tanpa menekannya dengan kasa steril dan jangan memasukkan
kasa tersebut ke dalam liang telinga
12. Atur posisi pasien sedemikian rupa agar secret dapat mengalir keluar dengan
benar, tinggikan bagian kepala ranjang hingga membentuk sudut 30 derajat
13. Terapkan kewaspadaan terhadap serangan kejang atau bangkitan epilepsi, tetapi
jangan menghalangi pasien dengan banyak larangan
14. Batasi asupan total cairan per oral sampai 40% hingga 50% (1200 hingga 1500
ml/hari) untuk mengurangi volume cairan tubuh dan edema intraserebral.
1. CT Scan otak, foto rontgen kepala dan arteriografi menunjukkan massa dan
perubahan aliran darah di daerah lesi, gambaran ini memastikan keberadaan
hematoma
2. CT Scan atau MRI memperlihatkan massa dan pergeseran jaringan
3. Cairan serebrospinal tambak berwarna kuning dan memiliki kadar protein yang
relatif rendah (hematoma subdural kronis)
2.9.5 Hematoma Intraserebral
Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar, terutama pada
pasien dengan cedera berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki nilai
prognostic yang besar: skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan meninggal 85% atau
tetap dalam kondisi vegetatif, sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau lebih
kemungkinan meninggal atau vegetatif hanya 5-10 %. Sindrom pascakonkusi
berhubungan dengan sindrom kronis nyeri kepala, keletihan, pusing, ketidakmampuan
berkonsentrasi, iritabilitas, dan perubahan kepribadian yang berkembang pada banyak
pasien setelah cedera kepala. Seringkali bertumpang-tindih dengan gejala depresi.(arif
mansjoer, dkk) (Corwin, 2009).
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN TRAUMA KEPALA
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin (laki-laki beresiko dua kali lipat lebih besar
daripada risiko pada wanita), usia (bisa terjadi pada anak usia 2 bulan, usia 15 hingga
24 tahun, dan lanjut usia), alamat, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
golongan darah, no. register, tanggal MRS, dan diagnosa medis.
1. Keluhan Utama
Biasanya terjadi penurunan kesadaran, nyeri kepala, adanya lesi/luka dikepala
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien datang dengan keadaan penurunan kesadaran, konvulsi, adanya
akumulasi sekret pada saluran pernafasan, lemah, paralisis, takipnea.
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Biasanya klien memiliki riwayat jatuh.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada salah satu keluarga yang menderita penyakit yang sama
sebelumnya.
18
19
b. Kaji jalan napas dengan jalan napas orofaringeal atau nasofaringeal (pada
pasien tidak sadar).
c. Kaji adanya obstruksi jalan nafas antara lain suara stridor, gelisah karena
hipoksia, penggunaan oto bantu pernafasan, sianosis.
d. Kaji jalan napas definitive (akses langsung melalui oksigenasi intratrakeal).
e. Kaji jalan napas dengan pembedahan (krikotiroidotomi).
2. Breathing/pernapasan:
a. Kaji pemberian O2.
b. Kaji nilai frekuensi napas/masuknya udara (simetris)/pergerakan dinding dada
(simetris)/posisi trakea.
c. Kaji dengan oksimetri nadi dan observasi.
3. Circulation/sirkulasi:
a. Kaji frekuensi nadi dan karakternya/tekanan darah/pulsasi apeks/JVP/bunyi
jantung/bukti hilangnya darah.
b. Kaji darah untuk cross match, DPL, dan ureum + elektrolit.
c. Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea,
hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan produksi urin.
Nadi : Biasanya cepat dan lemah pada keadaan kesakitan dan TIK
meningkat (Normalnya 60-100 x/menit)
RR : Biasanya menurun saat TIK meningkat (Normalnya 16-22)
4. Pemeriksaan Nervus Cranial
a. Nervus I : Penurunan daya penciuman.
b. Nervus II : Pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan
karena edema pupil.
c. Nervus III, IV, VI : Penurunan lapang pandang, reflex cahaya menurun,
perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.
d. Nervus V : Gangguan mengunyah karena terjadi anastesi daerah
dahi.
e. Nervus VII, XII : Lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa
pada 2/3 anterior lidah.
f. Nervus VIII : Penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh.
g. Nervus IX, X, XI : Jarang ditemukan.
h. Nervus XII : Jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartia.
5. Pemeriksaan Head to Toe
a. Pemeriksaan Kepala
Tulang tengkorak : Inspeksi (bentuk mesocepal, ukuran kranium, ada
deformitas, ada luka, tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran kepala)
Palpasi (ada nyeri tekan, ada robekan)
Kulit kepala : Inspeksi (kulit kepala tidak bersih, ada lesi, ada skuama, ada
kemerahan)
Wajah : Inspeksi (ekspresi wajah cemas dan menyeringai nyeri, keadaan
simetris, tidak ada lesi) Palpasi : (tidak ada kelainan sinus)
Rambut : Inspeksi (rambut tidak bersih, mudah putus, ada ketombe, ada uban)
Palpasi (rambut mudah rontok)
Mata : Inspeksi (simestris, konjungtiva warna pucat, sclera putih, pupil
anisokor, reflex pupil tidak teratur, pupil tidak bereaksi terhadap
21
Palpasi : Iktus kordis teraba pada V±2cm, tidak ada nyeri tekan, denyut
nadi Bradikardia
Perkusi : Pekak, batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri,
batas kanan ics 2 sternal kanan dan ics 5 axilla anterior kanan
Auskultasi : BJ I-II tunggal, tidak ada gallop, ada murmur, Irama nafas
tidak teratur, tekanan darah menurun
c. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Permukaan simetris, warna cokelat, permukaan normal
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, kulit normal, Hepar tidak
teraba, limpa tidak teraba, Ginjal tidak teraba, tidak ada ascites, tidak
ada nyeri pada Titik Mc. Burney.
d. Pemeriksaan Genetalia
Inspeksi : Terjadi penurunan jumlah urin dan peningkatan cairan
e. Pemeriksaan Ekstremitas
Inspeksi : Adanya perubahan-perubahan warna kulit, kelemahan otot, adanya
sianosis
Palpasi : Turgor buruk, kulit kering
6. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : Mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan :
Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam
setelah injuri.
b. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
23
4.1 Kesimpulan
Trauma kepala adalah trauma pada otak, yang menimbulkan perubahan fisik,
intelektual, emosi, sosial, ataupun vokasional (pekerjaan) yang menimbulkan
perdarahan yang berasal dari vena menyebabkan lambatnya pembentukan hematoma.
Penyebab dari trauma kepala yaitu Kecelakaan kendaraan atau transportasi,
Kecelakaan terjatuh, Kecelakaan yang berkaitan dengan olahraga, dan Kejahatan dan
tindak kekerasan. Manifestasi klinis dari trauma kepala yang umum yaitu terjadi
penurunan kesadaran, nyeri hebat, dan adanya lesi. Komplikasi yang dapat terjadi
diantaranya Meningkatnya tekanan intrakraial (TIK), Perdarahan, Kejang, Infeksi
(trauma terbuka), Depresi pernapasan dan gagal napas, dan Herniasi otak.
Penatalaksanan secara medis yaitu diantaranya dengan ABC untuk
mempertahankan jalan nafas, Pemberian obat-oabatan, dapat dilakukan pembedahan,
dan immobilisasi. Sedangkan penatalaksanaan keperawatan yaitu memantau ttv,
adanya perdarahan, riwayat cidera, rehidrasi cairan, serta mencegah infeksi akibat
pembedahan.
Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada klien trauma kepala mulai dari
pengkajian misalnya biodata, riwayat kesehatan, pengkajian primer, pengkajian
sekunder, dan pemeriksaan penunjang. Setelah itu ditentukan diagnosa keperawatan
dan dilanjut dengan intervensi keperawatan.
4.2 Saran
Diharapkan para pembaca memperbanyak literatur dalam pembuatan makalah
agar dapat membuat makalah yang baik dan benar. Terutama litelatur yang
berhubungan dengan penatalaksaan yang lebih efektif mengenai trauma kepala karena
di dalam makalah ini penatalaksaannya masih banyak kekurangan.
28
DAFTAR PUSTAKA
29