Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Oleh :
Mustolikh (1009517)
1
2
Sebagai contoh hal daerah, Gujarat Negara dan Greater Bombay dipilih untuk
studi dalam penyelidikan. . . . Sebagai contoh hal sekolah, studi termasuk apa
sekolah - swasta, pemerintah atau 'publik' - yang tersedia untuk penelitian.
Studi ini juga termasuk jenis baru dari sekolah yang dikenal sebagai 'sekolah
proyek' - sekolah yang telah melakukan semacam eksperimen dalam kurikulum
mereka.
Komentar :
Dalam hal ini penulis ingin menjelaskan tentang penelitian yang dilakukannya
untuk dapat memahami setiap sifat dan luasnya perubahan dalam program-
program studi sosial dari sekolah tinggi di India setelah kemerdekaan dan
untuk menentukan beberapa kondisi yang berhubungan dengan perubahan
maksimum dalam kurikulum studi sosial.
6. David G. Amstrong and Tom V. Savage, 1983, Secondary Education
Macmillan Publishing Co.,INC. : New York.
Pengevaluasian adalah merupakan proses pembuatan suatu keputusan
atau penilaian. Bagi guru, berarti suatu keanekaragaman pengukuran
seharusnya terjadi sebelum pembuatan keputusan pengevaluasian. Jika
keputusan berclasarkan pada, satu atau dua pengukuran, boleh jadl tidak
terefleksikannya secara akurat kemampuan siswa yang diperoleh.
Pengukuran adalah merupakan proses pengumpulan informasi yang
berhubungan dengan keberadaan dan ketidakadaan suatu perilaku atau
kontribusi siswa. Suatu tes yang memerlukan siswa untuk menterjemahkan
bahasa Prancis kedalam bahasa Inggris, bukan merupakan pengukuran yang
valid terhadap kemampuan mendengarkan siswa dalam percakapan bahasa
Prancis yang cepat dan dapat membuat terjemahan bahasa Inggris lisan secara
simultan. Penguasaan teknik untuk pengumpulan informasi yang mampu
memberikan informasi yang terkalt jelas dengan perilaku atau atribut minat.
Tingkatan mutu/nilai adalah suatu bentuk tulisan tangan sebagai alat
untuk mengkomunikasikan evaluasi guru terhadap kelompok interes tertentu.
Sistem yang sangat umum dipakal yaltu nilal huruf, seperti nilai A,B,C,D, dan
F.
7
mewujudkan kehidupan dan peradaban yang lebih baik. Perangkat ini telah
ditentukan dan direncanakan sebelumnya.
Penggunaan filosofi di atas tidak terjadi dalam keadaan vakum. Untuk
pertumbuhan ekonomi akan terjadi reaksi untuk lebih back to basic atau
essentialism. Untuk krisis kebudayaan orang lebih suka memilih
reconstructivism yang berorientasi ke masa depan. Untuk metode dapat dipilih
progresif dan rekontruktif.
Pengembagan kurikulum biasanya tidak menganut filosofi tunggal.
Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi ( KBK ) misalnya tidak
menganut filosofi tunggal. KBK tetap berpegang pada tut wuri handayani,
ingmadya mangun karsa, ing ngarsa sung tulada. Standar kompetensi dapat
menjadi acuan untuk guru agar dibelakang dapat memberi dorongan dan
bimbingan, di tengah bermitra agar peserta didik berkarya, serta di depan
memberi tauladan dengan menunjukan akuntabilitas yang lebih jelas melalui
indikator yang harus dicapai kompetensi.
Pengembangan kurikulum berorientasi masyarakat biasanya lebih status
quo karena memfokuskan pada ; siapa danmasyarakat mana? Hal ini dapat
menjebak pengembangan pada pilihan termudah, yaitu masyarakat terbanyak
yang dikatakan sebagai kurang dapat mengikuti ; atau terlalu berpihak
golongan yang cendrung sangat mampu sehingga terkesan eksklusif.
Pengembangan elektif lebih mampu mengkompromikan dan
mengakomodasikan berbagai kebutuhan masyarakat yang beragam dengan
menerapkan filosofi pendidikan secara elektif pula.
Komentar :
Diperlukan cara yang cukup cerdik untuk merajut filosofi mana yang
akan dipilih, terutama dalam keadaaebudayaan, ban Indonesia yang sangat
heterigen secara geografis, sosial ekonomi, khasa dan infrastruktur.
9. Hamalik, Oemar. (1994). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta:
Depdikbud.
Competency based Curriculum Model. Kompetensi merupakan pengetahuan,
keterampilan dan nilai – nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir
13
dan bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak secara sistemik dan terus
menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten dalam arti memiliki
pengetahuan, keterampilan dan nilai – nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Dasar pemikiran Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah:
a. Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu
dalam berbagai konteks.
b. Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilakukan siswa untuk
menjadi kompeten.
Komentar :
Dalam hal ini penulis ingin menerapkan Competency based Curriculum Model,
hal ini tentunya baik untuk melatih Kebiasaan berfikir dan bertindak secara
sistemik dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten dalam
arti memiliki pengetahuan, keterampilan dan nilai – nilai dasar untuk
melakukan sesuatu.
10. Hasan, S. Hamid. (2008). Evaluasi Kurikulum. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 265 Halaman.
Secara garis besar buku ini mengkaji tentang evaluasi kurikulum. Menurut
penulis evaluasi kurikulum merupakan suatu aktifitas ilmiah yang memiliki
keterkaitan erat dengan proses pengembangan kurikulum. Jadi, evaluasi
kurikulum tanpa kurikulum tidak punya arti dan sebaliknya kurikulum tanpa
evaluasi tidak akan berhasil dengan maksimal. Buku ini terdiri atas 9 Bab, yang
dimulai, Bab 1: Delineasi bidang evaluasi kurikulum; Bab 2: Defenisi, tujuan
dan fungsi evaluasi kurikulum; Bab 3: Landasan evaluasi kurikulum; Bab 4:
Kriteria evaluasi kurikulum; Bab 5: ruang lingkup evaluasi kurikulum; Bab 6:
Jenis evaluasi kurikulum; Bab 7: Prosedur evaluasi kurikulum; Bab 8: Model-
model evaluasi kurikulum; dan Bab 9: Standar dalam pelaksanaan evaluasi
kurikulum. Pada Bab 8 membahas tentang model-model evaluasi kurikulum
dan salah satu model yang dibahas adalah model Countenance Stake’s. Model
ini merupakan model yang pertama kali dikembangkan oleh Stake yang
disesuaikan dengan judul artikel yang ditulis yaitu “Countenance”. Stake
mengemukakan bahwa keseluruhan kegiatan evaluasi harus dilakukan dan cara
yang diinginkan bagaimana evaluasi tersebut dilakukan. Model Countenance
Stake’s terdiri dari dua matriks yaitu matriks deskripsi dan matriks
14
pertimbangan. Setiap matriks terdiri atas dua kategori dan tiga bagian. Matriks
deskripsi terdiri atas kategori rencana (intens) dan observasi. Matriks
pertimbangan terdiri atas kategori standard an pertimbangan. Pada setiap
kategori terdapat tiga focus penting yaitu Antecedents (keadaan sebelum),
Transaksi (proses), dan Hasil (kemampuan yang diperoleh peserta didik).
Komentar :
Buku yang ditulis oelh Prof. Dr. S. Hamid Hasan ini membahas tentang
evaluasi kurikulum tanpa kurikulum tidak punya arti dan sebaliknya kurikulum
tanpa evaluasi tidak akan berhasil dengan maksimal. Karena tidak dapat
mengetahui hasil dari setiap kurikulum yang di ajarkan pada peserta didik.
Agar kurikulum yang baik dapat tercapai, harus diimplementasikan dengan
baik oleh para pelaku yang baik (kreatif dan inovatif). Untuk dapat mengetahui
tingkat ketercapaian tersebut harus melewati satu tahap yang dinamakan
Evaluasi Kurikulum.
11. Jamil, Zamhasari. (2011). [Online]. Tersedia: [Online]. Tersedia:
http://www.indowebster.web.id/archive/index.php/t-146949.html 10
oktober 2011-10-10 [10 Oktober 2011].
Penulis dalam artikelnya menyampaikan bahwa Kebijakan Pendidikan
Nasional Negara India tahun 1968 telah diterima sebagai suatu kerangka
kebijakan nasional untuk pengembangan pendidikan pada semua tingkat dan
didukung oleh garis-garis besar pendidikan yang termaktub dalam Repelita VI.
Bagi anda yang mengikuti program S-1 pada jurusan-jurusan ilmu sosial,
humaniora dan eksakta di India tidak dibebani dengan penulisan skripsi.
Komentar:
Artikel yang singkat, namun jelas. Menyiratkan bahwa pemerintah Negara
India memang sangat memperhatikan pemenuhan pendidikan untuk warga
negaranya. Pemerintah tidak membebankan beban yang berat kepada warganya
yang ingin yang ingin mengenyam dunia pendidikan.
12. Lake, D. (2002). “Critical Social Numeracy.” The Social Studies. 93 (1): 4-
10.
Artikel ini menyajikan bagaimana adaptasi penggunaan asesmen model SOLO
taxonomy dari Biggs dan Collis (1982) untuk menumbuhkan tingkat kritis
15
Setiap bab dari dokumen ini dimulai dengan bagian 'Pendahuluan' yang
mungkin lebih baik untuk menutup setiap bab dengan bagian "Kesimpulan".
Dokumen tersebut menunjukkan bahwa ia telah mengambil ide dari dokumen
sebelumnya dan dalam melakukan itu, telah menciptakan masalah untuk
dirinya sendiri. Ada juga kritik banyak berulang. Tampaknya dokumen tersebut
telah dicetak buru-buru yang halaman 22 dan 88 tetap kosong. Hal ini telah
dikutip dari banyak dokumen tetapi tidak disebutkan nomor halaman dari
publikasi yang relevan. 'Akhir catatan dan Referensi "yang dicetak di halaman
terakhir (hal.93) tidak meliputi jumlah besar dokumen yang dikutip dalam teks
seperti: Laporan dari Komisi Pendidikan Universitas 1948-49, Laporan Komisi
Pendidikan 1964 - 66, Kebijakan Nasional Pendidikan 1986, Kerangka
Kurikulum Nasional 2005, Hak Anak untuk Wajib Belajar Gratis dan UU 2009,
Kurikulum Pendidikan Guru Kerangka Kerja 1978, 1988, dan 1998, Kertas
Diskusi 2006, SSA 2002, DPEP 1995, OB 1986, Komisi Nasional 1983-1985 (I
16
atau II?), PTT 1990 Review Committee, Komite Penasehat Nasional Belajar
tanpa Beban (1993), si Orang dengan Disabilities Act 1996, dan NCF 2005
Position Paper tentang Pendidikan Guru. Terlalu banyak referensi untuk
kerangka kurikulum sekolah NCERT telah menciptakan kebingungan. Tentu
saja, kutipan yang panjang telah memberikan kontribusi untuk meningkatkan
jumlah halaman. Kerangka Kurikulum Pendidikan Guru tahun 1978 memiliki
25 entri. Dokumen kurikulum sekarang mungkin telah memperkaya diri
sendiri. Dokumen mungkin telah dipangkas dengan menghindari dukungan
dari dokumen pemerintah dan tulisan-tulisan individu. NCERT (1978) telah
disebutkan tujuan untuk masing-masing dari empat tahap: Pra-primer, primer,
sekunder dan Tinggi sekunder. NCTE (1998) telah disebutkan 'tujuan umum'
dan juga disebutkan 'tujuan khusus'. Untuk pendidikan guru untuk tahap awal
masa kanak-kanak, SD, SD, Menengah, dan Senior sekunder. Dokumen ini
mungkin telah diperbaiki sendiri dengan tujuan menentukan standar yang
diharapkan untuk setiap kategori pelatihan guru awal.
Komentar:
Sebagai dokumen, kurikulum yang dikembangkan mengandung
kesalahan faktual serta pernyataan tidak relevan, mungkin lebih baik jika versi
modifikasi dari dokumen dirancang dan dirumuskan dengan baik.
14. Nasution, S. (1991). Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.
Sudah selayaknya pengembangan dan Perubahan apalagi perombakan
kurikulum ditangani dengan hati-hati. Kurikulum tak kurang pentingnya bagi
anak-didik sendiri karena menyangkut nasib dirinya sendiri, masa depannya,
cita-citanya menjadi manusia berdikari dan hidup, terhormat sebagai manusia
dan warganegara.
Karena kurikulum itu sangat pentingnya dan mengenai hidup jutaan
manusia kini dan di masa mendatang maka perlulah diadakan usaha yang
kontinu untuk memperbaikinya. Untuk itu perlu diadakan evaluasi kurikulum.
Evaluasi kurikulum merupakan usaha yang sulit dan kompleks karena
banyaknya aspek yang harus dievaluasi, banyaknya orang yang terlibat dan
17
Tujuan
Pengalaman Pemeriksaan
belajar hasil belajar
makna evaluasi itu sendiri adalah alat untuk menentukan keputusan apa yang
perlu dikembangkan dan untuk memberikan dasar-dasar efek-efek yang
berkembang.
Ada 4 tipe evaluasi; 1) Konteks (evaluasi context). Ditunjukan untuk
memberikan rasional untuk menentukan objektives. Perantara kurikulum
evaluasi mendefinisikan lingkungan kurikulum dan menentukan kebutuhan
yang tidak terpenuhi dan alasan mengapa kebutuhan tersebut tidak terpenuhi,
2) Pemasukan (input evaluasi). Bertujuan untuk memberikan informasi untuk
menentukan bagaimana menggunakan sumber-sumber untuk memperoleh
objectives. Perencana dan evaluator memutuskan prosedur-prosedur yang akan
digunakan, 3) Proses Evaluasi (Process of Evaluation).Bagian dari feedback
periodik dimana kurikulum diterapkan. Evaluasi proses ini mempunyai tiga
tujuan; 1. untuk memprediksi akibat-akibat dalam prosedur yang dibuat atau
penerapannya selama tahapan penerapan, 2. memberikan informasi untuk
keputusan-keputusan program dan, 3. mempertahankan laporan prosedur, 4)
Produk (Product of Evaluation). Bertujuan untuk mengukur dan
menginterpretasikan hasil-hasil yang dicapai tidak hanya diukur akhir proses
bidang studi, tetapi selama bidang studi berlangsung.
Ada 4 standar evaluasi yang ada, yakni; kegunaan (utility), kejelasan
(teasbility), kesesuaian (propiety), dan keakuratan (accuracy).
Komentar:
Evaluasi yang terlalu berhati-hati dapat menyusahkan, evaluasi ini akan
terlihat memprihatinkan bila terlihat gejala-gejala; gejala menghindar, gejala
kegelisahan, gejala kelumpuhan, gejala ketidak percayaan, gejala kurang
pedoman-pedoman, gejala salah saran, dan gejala tidak adanya perbedaan yang
signifikan.
19. Rajakumar, P. (2005). National Curriculum Framework. New Delhi:
National Council of Educational Research and Training
Komite Eksekutif NCERT telah mengambil keputusan, dalam pertemuan
yang diadakan pada 14 dan 19 Juli 2004, untuk merevisi Kerangka Kurikulum
Nasional, berikut pernyataan yang dibuat oleh Menteri Hon'ble Pengembangan
21
Sumber Daya Manusia di Lok Sabha bahwa Dewan harus mengambil seperti
revisi. Selanjutnya, Sekretaris Pendidikan, Departemen HRD dikomunikasikan
kepada Direktur NCERT kebutuhan untuk meninjau Nasional Kurikulum
Kerangka Sekolah (NCFSE - 2000) dalam terang laporan tersebut, Belajar
Tanpa Beban (1993). Dalam konteks keputusan ini, sebuah Pengarah Nasional
Komite diketuai oleh Prof Yash Pal, dan 21 Kelompok Fokus Nasional
didirikan.
Keanggotaan komite ini mencakup perwakilan lembaga maju
belajar, fakultas sendiri NCERT, guru sekolah dan organisasi non-pemerintah.
Konsultasi diadakan di semua bagian negara, di samping lima daerah utama
seminar diadakan di Institut Regional NCERT tentang Pendidikan di Mysore,
Ajmer, Bhopal, Bhubaneswar dan Shillong. Konsultasi dengan Sekretaris
negara, SCERTs dan pemeriksaan papan dilakukan. Sebuah konferensi nasional
guru pedesaan diselenggarakan untuk mencari mereka saran. Iklan diterbitkan
di surat kabar nasional dan regional mengundang publik pendapat, dan
sejumlah besar tanggapan yang diterima. Kurikulum Nasional direvisi
Framework (NCF) membuka dengan kutipan dari Rabindranath Tagore esai,
Peradaban dan Kemajuan, di mana penyair mengingatkan kita bahwa
'Semangat kreatif' dan 'dermawan sukacita' merupakan kunci dalam masa
kanak-kanak, yang keduanya dapat terdistorsi oleh dunia tanpa berpikir
dewasa. Bab pembuka membahas upaya reformasi kurikuler dilakukan sejak
Kemerdekaan.
Komentar :
Perlu adanya Kebijakan Nasional Pendidikan untuk mengusulkan
Kurikulum sebagai sarana untuk mengembangkan sistem pendidikan nasional,
merekomendasikan komponen inti yang berasal dari visi pembangunan
nasional diabadikan dalam Konstitusi. Program yang dilakukan dengan
menekankan relevansi, fleksibilitas dan kualitas.
22
pluralitas benar dan fleksibilitas dalam kurikulum, serta arti terbatas kurikulum
istilah itu sendiri adalah yang paling jelas terlihat dalam laporan Belajar
Tanpa Beban.
21. Ragimun. (2007). Bercermin pada Mutu Pendidikan India[Online].
tersedia
http://ppiindia.wordpress.com/2007/04/13/bercermin-pada-mutu-
pendidikan-india/
Prof. Dr. Said Hamid Hasan, M.A., guru besar Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial (PIPS) UPI Bandung, mensinyalir + 60% guru PIPS di Indonesia tidak
berlatar belakang pendidikan IPS. Sinyalemen ini dikemukakannya pada saat
Seminar Nasional dan Musyawaroh Daerah I Himpunan Sarjana Pendidikan
Ilmu-ilmu Sosial Indonesia (HISPISI) Jawa Barat, di Bandung (31 Oktober
2002).
Komentar:
Apa yang disampaikan Prof.Dr. Said memang benar adanya. Tapi sebenarnya
itu bukanlah kesalahan dari pihak guru.
22. Ralph W. Tyler, 1949, Basic Principles of Curriculum and Instruction,
Chicago : University of Chicago Press.
Evaluasi diperlukan untuk mengadakan perbaikan dalam
kufikulum. Evaluasi bergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Jika tujuan
tidak tercapai, maka perlu dicari di mana letak kekurangannya melalui
evaluasi. Penilaian kurikulum harus berjalan terus. Tak ada kurikulum nasional
yang sesuai bagi semua daerah, dan karena itu perlu disesuaikan dengan
keadaan setempat.
Pengalaman atau kegiatan belajar adalah usaha yang dijalankan, agar
tujuan yang ditentukan dicapai dengan menggunakan pengetahuan yang sangat
kompleks, yang dipengaruhi oleh berbagaibagai faktor seperti metode
mengajar, kesulitan isi pelajaran, taraf kematangan, kesanggupan dan
perkembangan anak, hubungan antara guru dan murid, penggunaan berbagai
sumber dan alat pelajaran di dalam maupun di luar sekolah, perbedaan
individual, dan sebagainya. Proses belajar tak kurang pentingnya daripada hasil
24
belajar. Proses belajar yang baik memungkinkan tercapainya hasil belajar lebih
tinggi.
Komentar :
Evaluasi dan kurikulum. merupakan dua disiplin yang berdiri sendiri.
Ada pihak yang berpendapat antara keduanya tidak ada hubungan, tetapi ada
pihak lain yang menyatakan keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat.
Pihak yang memandang ada hubungan, hubungan tersebut merupakan
hubungan sebab-akibat. Perubahan dalam kurikulum berpengaruh pada
evaluasi kurikulum, sebaliknya perubahan evaluasi akan memberi warna pada
pelaksanaan kurikulum. Hubungan antara evaluasi dengan kurikulum bersifat
organis, dan prosesnya berlangsung secara evolusioner.
23. Savage, T.V. (2003). “Assessment and Quality Social Studies.” The Social
Studies. 94 (5): 201-206.
Penulis mengajukan pertanyaan apakah yang menentukan kualitas program
pendidikan social studies. Penulis menyebutkan bukan guru atau para pendidik
itu sendiri, tetapi oleh yang mengembangkan tes dengan target tinggi. Di sini
ada dilema tentang social studies sebagai mata pelajaran penting, dan bahwa
pengetahuan sejarah dan social studies menjadi kritis untuk masa depan sebuah
masyarakat yang bebas. Di sisi lain, juga tidak ingin terjadi mata pelajaran ini
dihapus dari ruang kelas. Dengan demikian perlu meningkatkan jumlah waktu
untuk pengajaran social studies dan kerja serius untuk menghadapi kesulitan-
kesulitan dengan ujian target tinggi dalam mata pelajaran ini. Penulis
menawarkan beberapa solusi. Pertama, memahami persoalan terhadap gerakan
testing pada social studies. Kedua, masalah keadilan sosial, di mana asesmen
yang terstandarisasi menunjukan akuntabilitas. Hal lainnya, ialah perlunya
mengambil tindakan untuk meningkatkan kualitas social studies.
Komentar:
Saya sanagt sepakat dengan penulis tentang perlunya memahami persoalan
terhadap gerakan testing pada social studies dan perlunya mengambil tindakan
untuk meningkatkan kualitas social studies.
25
sepuluh pertanyaan yang harus dijawab untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan evaluasi.
Evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada dengan suatu standar untuk
mengetahui apakah ada selisih. Ada dua jenis evaluasi; 1) evaluasi formatif,
dan 2) evaluasi sumatif.
Proactive evaluation untuk melayani pemegang keputusan, dan
Retroactive evaluation untuk keperluan pertanggungjawaban. Evaluasi dapat
mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi formatif, evaluasi dipakai untuk perbaikan
dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan (program, orang, produk,
clan sebagainya). Fungsi sumatif, evaluasi dipakai untuk pertanggung jawaban,
keterangan, seleksi atau. lanjutan. Jadi evaluasi hendaknya membantu
pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu. program, perbaikan program,
pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menarnbah pengetahuan dan dukungan
dari mereka yang terlibat.
Setelah memilih objek yano, akan dievaluasi, maka harus ditentukan
aspek-aspek apa saja dari objek tersebut yang akan dievaluasi. Akhir-akhir ini,
usaha evaluasi ditujukan untuk memperluaskan atau. memperbanyak variabel
evaluasi dalam bermacam-macam model evaluasi. Model CIPP
mengemukakan evaluasi yang berfokus pada empat aspek yaitu: 1)Konteks, 2)
input, 3) Proses implementasi, dan 4) Produk.
Karena pendekatan ini maka evaluasi lengkap terhadap evaluasi
pendidikan akan menilai misalnya a) manfaat hijuannya, b) mutu. rencana, c)
sampai sejauh mana tujuan klijalankan, clan d) mutu. hasilnya. jadi evaluasi
hendaknya herfokus pada tujuan dan kebutuhan, desain training, implementasi,
transaksi, dan hasil training.
Komentar :
Pendekatan eclectic (memilih berbagai metode dari beberapa pilihan yang
terbaik sesuai dengan kebutuhan) merupakan cara yang terbaik. Yang dipilih
hendaknya sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Ada beberapa variasi
metode dalam evaluasi, di samping desain eksperimen dan kuasi eksperimen
yang tradisional, dengan metode Naturalistic, Jury trials dengan analisis sistem,
29
dan banyak lainnya merupakan metode yang sudah lazim dipakai dalarn
evaluasi program.
28. SUPARDI. (2006). Permasalahan Kurikulum PIPS
Pada Pendidikan Dasar Dan Menengah[Online]. Tersedia:
http://pardi74.multiply.com/video/item/1?&show_interstitial=1&u=
%2Fvideo%2Fitem. [20 Oktober 2011]
Pengembangan kurikulum PIPS untuk sekolah dasar telah cukup lama
dikembangkan. Format sistemnya lebih matang dibandingkan kurikulum PIPS
untuk tingkat SMP. Hanya saja masih terdapat beberapa permasalahan
kurikulum PIPS di SD, diantaranya adalah; Pertama, bahwa pendekatan proses
yang menjadi salah satu acuan kurikulum PIPS di SD masih kering. Terutama
untuk SD-SD yang sangat jauh komunikasinya dengan sekolah-sekolah
lainnya, pelaksanaan kurikulum kadang stagnan (jalan di tempat). Hal ini
mengingat besarnya jumlah SD yang jauh dari jangkauan komunikasi ideal.
Kedua, bahwa persepsi PIPS sebagai pelajaran yang tidak terlalu penting, atau
kadang disepelekan karena terlalu mudah, menggiring pembelajaran IPS hanya
menekankan aspek kognitif. Aspek afektif dan psikomotorik jarang dibuat
parameter secara lebih tegas. Ketiga, bahwa pembelajaran IPS pada tingkat SD
belum begitu besar peranannya secara realita sebagai problem solving dalam
kehidupan sehari-hari.
Untuk waktu ke depan, terdapat karakteristik yang membedakan PIPS
pada siswa SMP dan SMA. Pada masa sebelumnya, bahwa di SMP mata
pelajaran IPS masih bersifat mono-disipliner, di mana terdapat mata pelajaran
Sejarah, Geografi, dan Ekonomi, seperti halnya di SMA, maka untuk waktu ke
depan kurikulum PIPS untuk SMP telah menyatukan seluruh ilmu-ilmu sosial
dalam mata pelajaran IPS.
Kurikulum Berbasis Kompetensi telah menyusun mata pelajaran IPS
SMP dalam satu bidang studi. Namun demikian masih terdapat beberapa
permasalahan berkaitan dengan konsep dan implementasi kurikulum IPS untuk
SMP. Pertama, bahwa walaupun kurikulum IPS tersusun secara integral, tetapi
belum menonjolkan sebagai sebuah pendekatan inter- dan transdisiplin.
30
Fenomena ini kadang terjadi ‘penerjemahan’ yang berbeda antar guru. Kedua,
sulitnya membuat kelas berkolaborasi, terutama koordinasi waktu dan tenaga,
sehingga guru akan memilih pembelajaran separated, sesuai dengan bidang
studinya sendiri-sendiri. Ketiga, bahwa pendekatan trans- dan inter-disiplin
PIPS di SMP dikhawatirkan hanya sebagai formalitas kurikulum, yang hanya
terlihat dalam pelaporan dan penilaian akhir yang menggabungkan tiga bidang
studi. Keempat, rendahnya motovasi guru untuk melakukan perubahan dan
pembaharuan dalam pengajaran, sehingga mereka cenderung monoton
melakukan yang biasanya mereka lakukan. Implikasinya bahwa IPS menjadi
mata pelajaran yang kurang diminati, atau disukai karena terkesan sebagai
mata pelajaran hapalan.
Kurikulum PIPS di SMA telah menerapkan konsep kurikulum
monodisiplin, kecuali PKn. Untuk sekolah yang melakukan penjurusan IPA dan
IPS, bahkan telah memasukkan beberapa mata pelajaran seperti Ilmu Politik,
Hukum, dan Tata Negara. Kurikulum IPS untuk SMA memang sudah
mempersiapkan siswa untuk menjadi akademisi. Namun demikian, masih
terdapat beberapa permasalahan berkaitan dengan kurikulum PIPS di SMA.
Pertama, terjadinya perbedaan antara SMA-SMA umum dan SMK, sementara
belum terdapat konsep PIPS yang mantap. Kedua, bahwa PIPS di SMA/SMK
masih mengedepankan aspek kognitif, fenomena ini berangkat dari munculnya
pragmatisme pendidikan.
Ketiga, bahwa munculnya penjurusan IPA dan IPS di SMA ternyata tidak
berpengaruh signifikan dalam pembelajaran IPS di perguruan tinggi. Bahkan
sering lulusan IPA mempunyai kelebihan-kelebihan di PT ketika mereka masuk
jurusan ilmu-ilmu sosial. Keempat, bahwa PIPS di SMA/SMK belum mampu
secara signifikan menjadi pegangan problem solver para siswa.
Komentar:
Berkaitan dengan berbagai permasalahan kurikulum PIPS pada
Dikdasmen, maka perlu diperhatikan beberapa rekomendas untuk
31
Komentar:
Artikel di atas merupakan koreksi bagi kurikulum pendidikan ilmu sosial yang
selama ini sudah digunakan di Indonesia, khususnya pada kurikulum 2006. Di
34
mana mata pelajaran yang termasuk dalam ilmu sosial diintegrasikan menjadi
satu kesatuan. Ternyata kurikulum tersebut mengalami beberapa kendala.
31. Yunus, Mohammad. (2010). Karakteristik, Model, dan Implementasi
Kurikulum Pendidikan Menengah Umum. http://zaifbio.wordpress.com/
2010/04/29/karak-teristik-model-dan-implementasi-kurikulum-pendidikan-
menengah-umum/ (Accessed 2 Januari 2012).
Kurikulum merupakan elemen strategis dalam sebuah layanan program
pendidikan. Ia adalah ’cetak biru’ (blue print) atau acuan bagi segenap pihak
yang terkait dengan penyelenggaraan program. Dalam konteks ini dapatlah
dikatakan bahwa kurikulum yang baik semestinya akan menghasilkan proses
dan produk pendidikan yang baik. Sebaliknya, kurikulum yang buruk akan
membuahkan proses dan hasil pendidikan yang juga jelek.
Persoalannya, hubungan antara kurikulum (sebagai rencana atau doku-
men) dengan proses dan hasil pendidikan (kurikulum sebagai aksi dan produk)
tidaklah bersifat linear. Terlalu banyak faktor yang mempengaruhinya.
Pertama, sebagai suatu sistem, mutu sebuah kurikulum akan ditentukan oleh
proses perancangan, pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasinya. Kedua,
secara programatik, kualitas sebuah kurikulum ditentukan oleh
kesanggupannya dalam mempertanggungjawabkan pelbagai keputusan yang
diambil, baik secara keilmuan, moral, sosial, dan praktikal. Ketiga, secara
pragmatik, nilai sebuah kurikulum ditentukan oleh kemampuannya dalam
memberikan layanan pendidikan yang dapat mendorong peserta didik untuk
dapat mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan, baik oleh peserta didik
sendiri maupun oleh masyarakat dan sistem sosial.
Dari perspektif manajemen mutu terpadu (Total quality management) —-
yang telah lama diterapkan dalam mengelola lembaga pendidikan—–
pendidikan adalah jasa layanan. Sebagai sebuah jasa layanan, keberhasilan
suatu program pendidikan ditentukan oleh kesanggupannya dalam memenuhi
kepuasan pengguna (customer satisfaction). Indikator kepuasan itu, demikian
dinyatakan ahli manajemen mutu seperti Deming dan Juran, ditetapkan oleh
kesanggupan layanan pendidikan dalam memenuhi harapan, keinginan, dan
kebutuhan pengguna (peserta didik dan pemangku kepentingan). Itu berarti,
35
kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berorientasi akhir pada kebutuhan
dan kepuasan pengguna.
Komentar :
Atas dasar itu dapatlah ditegaskan bahwa kurikulum yang baik dan
bermakna adalah kurikulum yang dikembangkan dengan beranjak dari hakikat
pendidikan termasuk pendidikan menengah umum (pengertian dan tujuan),
hakikat pebelajar, hakikat belajar dan pembelajaran, hakikat muatan, serta
kesanggupan lulusan pendidikan dalam menghadapi secara layak dinamika
kehidupan yang akan datang. Namun demikian, mengingat tujuan dan ciri
setiap kelompok usia sekolah pada masing-masing satuan pendidikan itu
berbeda-beda, adalah sebuah kenisyaan jika pengembangan dan pelaksanaan
kurikulum itu mengakomodasi setiap perbedaan atau keunikan yang ada.
32. Zulharman. 2007. Evaluasi Kurikulum: Pengertian, Kepentingan dan
Masalah Yang Dihadapi. http://zulharman79.wordpress.com/2007/08/04/
evaluasi-kurikulum-pengertian-kepentingan-dan-masalah-yang-dihadapi/
(Accessed 2 Januari 2012).
Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan,
organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Kurikulum juga dirancang
dari tahap perencanaan, organisasi kemudian pelaksanaan dan akhirnya
monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan mengetahui
bagaimana kondisi kurikulum tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta
hasilnya. Tulisan ini membahas mengenai pengertian evaluasi kurikulum,
pentingnya evaluasi kurikulum dan masalah yang dihadapi dalam
melaksanakan evaluasi kurikulum.
Pengertian evaluasi kurikulum adalah penelitian yang sistematik tentang
manfaat, kesesuaian efektifitas dan efisiensi dari kurikulum yang diterapkan.
Atau evaluasi kurikulum adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk
mengumpulkan data yang valid dan reliable untuk membuat keputusan tentang
kurikulum yang sedang berjalan atau telah dijalankan.
Evaluasi kurikulum dapat menyajikan informasi mengenai kesesuaian,
efektifitas dan efisiensi kurikulum tersebut terhadap tujuan yang ingin dicapai
dan penggunaan sumber daya, yang mana informasi ini sangat berguna sebagai
bahan pembuat keputusan apakah kurikulum tersebut masih dijalankan tetapi
36
perlu revisi atau kurikulum tersebut harus diganti dengan kurikulum yang baru.
Evaluasi kurikulum juga penting dilakukan dalam rangka penyesuaian dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan kebutuhan pasar
yang berubah.
Evaluasi kurikulum dapat menyajikan bahan informasi mengenai area –
area kelemahan kurikulum sehingga dari hasil evaluasi dapat dilakukan proses
perbaikan menuju yang lebih baik. Evaluasi ini dikenal dengan evaluasi
formatif. Evaluasi ini biasanya dilakukan waktu proses berjalan. Evaluasi
kurikulum juga dapat menilai kebaikan kurikulum apakah kurikulum tersebut
masih tetap dilaksanakan atau tidak, yang dikenal evaluasi sumatif. 5
Komentar:
Evaluasi kurikulum adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk
mengumpulkan data yang valid dan reliabel untuk membuat keputusan tentang
kurikulum yang sedang berjalan atau telah dijalankan. Secara sederhana
evaluasi kurikulum dapat disamakan dengan penelitian, karena evaluasi
kurikulum menggunakan penelitian yang sistematik, menerapkan prosedur
ilmiah dan metode penelitian. Evaluasi kurikulum penting dilakukan dalam
rangka penyesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan
teknologi dan kebutuhan pasar. Ada banyak masalah dalam penerapan evaluasi
kurikulum seperti dasar teori yang digunakan dalam evaluasi kurikulum lemah,
intervensi pendidikan yang dilakukan tidak memungkinkan dilakukan blinded,
kesulitan dalam melakukan randomisasi, kesulitan dalam menstandarkan
intervensi yang dilakukan, masalah etika penelitian, tidak adanya pure
outcome, kesulitan mencari alat ukur dan penggunaan perspektif kurikulum
yang berbeda sebagai pembanding. Oleh karena itu dengan memahami
pengertian evaluasi kurikulum dan persamaan serta perbedaannya dengan
penelitian diharapkan evaluasi kurikulum yang akan dibuat dapat menjadi
valid, reliabel dan sangat berguna sebagai bahan pertimbangan dalam membuat
keputusan tentang kurikulum tersebut.
SIMPULAN
37
SARAN