Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
OLEH:
CARTO NURYANTO
NIM: 10301700162
PROPOSAL DISERTASI
SEMARANG
2018
ii
OLEH:
CARTO NURYANTO
NIM: 10301700162
Disetujui oleh;
Promotor
Tanggal:.....................................
Co Promotor
Tanggal:.....................................
Mengetahui,
Ketua Program Doktor (S3)
DAFTAR ISI
politik dalam sejarah Indonesia antara konfigurasi politik yang demokratis dan
konfigurasi politik, karakter produk hukum juga berubah. Perubahan politik yang
Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Perubahan UUD 1945 merupakan
agenda atau produk reformasi. Pada saat itu ada arus pemikiran yang kuat yang
dimotori oleh berbagai kampus dan para penggiat demokrasi bahwa reformasi
UUD 1945 ini akan merubah sistem kelembagaan negara termasuk kedudukan
MPR yang akan berdampak pada hilangnya kewenangan MPR untuk membuat
pasal 1 ayat (3) UUD RI Tahun 1945 yang menyatakan “Negara Indonesia adalah
negara hukum” yang menunjukkan bahwa UUD 1945 menjadi dasar dalam segala
1
Moh. Mahfud MD, Politi Hukum di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2017, hlm. 375-
377.
2
supremasi hukum serta persamaan di muka hukum bagi setiap warga negara.
garis Besar Haluan Negara (GBHN). GBHN merupakan haluan negara tentang
rakyat yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) setiap lima
sebagai pengganti GBHN pada masa setelah amandemen UUD 1945 banyak
GBHN, sebagian pihak menilai konsistensi dan kontinuitas belum berjalan karena
adanya wacana dihidupkannya kembali GBHN yang lebih mudah dipahami untuk
adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dalam
wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan
tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka,
mencapai masyarakat yang adil dan makmur secara merata itu dengan mengikuti :
Hukum bukan merupakan tujuan akan tetapi jembatan yang membawa kita
2
Seharusnya MPR Kembali Berwenang Menetapkan GBHN, diakses
melalui http://www.tribunnews.com/mpr-ri/2016/06/21/seharusnya-mpr-kembali-berwenang-
menetapkan-gbhn, pada tanggal 6 Juni 2018
3
Sunaryati Hartono, 1991, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni,
Bandung, hlm.3.
4
bagaimana yang dapat membawa rakyat kita ke arah masyarakat yang dicita-
citakan itu dan politik hukum yang bagaimana yang dapat mencipatakan sistem
hukum nasional yang dikehendaki. Namun demikian, politik hukum tidak terlepas
dari realitas sosial dan pola pikir tradisional yang terdapat di negara kita. Di lain
pihak sebagai salah satu anggota masyarakat dunia, politik hukum Indonesia tidak
negara tersebut. Dalam masa pemerintahan Orde Baru (Orba), yang bertekad
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Tekad
kekuasaan publik yang mampu menghasilkan dan memelihara stabilitas yang pada
bidang politik. Hal ini tanpak secara eksplisit dalam semua GBHN hingga tahun
1988.5
4
Ibid, hlm. 1.
5
Bernard Arief Sidharta, 2009, Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum, Mandar Maju,
Bandung, hlm. 207-208.
5
pada tahun 1993 yang secara formal mengungkapkan kemauan politik para
hukum yang direncanakan secara cermat itu harus diarahkan untuk membangun
tatanan hukum nasional yang modern dengan mengacu cita-cita hukum Pancasila
yang mampu memberikan kerangka dan aturan-aturan hukum yang efisien dan
responsif bagi penyelenggaraan kehidupan masa kini dan depan. Tatanan Hukum
daerah, antar ruang, antar fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah;
6
Ibid, hlm, 211-212.
6
perangkat yang berkaitan dengan tegaknya kehidupan tata hukum tersebut. Suatu
tata hukum berarti seperangkat hukum tertulis (pada umumnya) yang dilengkapi
dengan hukum tidak tertulis sehingga membentuk suatu sistem hukum yang bulat
membangun suatu tatanan hukum nasional yang berlandaskan kepada jiwa dan
makmur.
Hukum Lainnya; Program Penuntasan Kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme serta
dan Pengembangan Budaya Hukum; dan Sub Bidang Penyelenggara Negara yang
Gotong Royong adalah pembinaan satu atap 4 (empat) lingkungan peradilan yaitu
Lingkungan Peradilan Umum, Agama, Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara,
kolonial dan hukum nasional yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan
undangan sesuai dengan TAP MPR Nomor IV/MPR/1999 adalah (1) Menata
sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui dan
yang berkaitan dengan hak asasi manusia sesuai dengan kebutuhan dan
Hukum Lainnya
masyarakat terhadap peran dan citra lembaga peradilan dan lembaga penegak
hukum lainnya seperti Kejaksaan, Kepolisian dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil
berintegritas, dan bermoral tinggi. Adapun sasaran program ini adalah terciptanya
lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum lainnya yang mandiri, bebas dan
cepat, sederhana dan biaya ringan. Sedangkan arah kebijakan ditujukan dalam
hak asasi manusia; serta untuk mewujudkan lembaga peradilan yang mandiri dan
bebas dari pengaruh pihak manapun juga melalui aparat penegak hukum yang
terhadap penegakan hukum dan hak asasi manusia di Indonesia. Adapun sasaran
kebijakan pada program ini adalah merupakan upaya untuk melaksanakan arah
dan kebenaran, supremasi hukum serta menghargai hak asasi manusia. Disamping
itu program ini juga bertujuan untuk menyelenggarakan proses peradilan pada
hukum dan hak asasi manusia yang belum ditangani secara cepat, adil dan tuntas.
Budaya Hukum
dan aparat penyelenggara negara yang sadar terhadap hak dan kewajibannya serta
hukum dalam kerangka supremasi hukum dan tegaknya negara hukum; dan (2)
hukum) terdiri dari 14 sektor : (1) sektor HTN dan HAN; (2) sektor
Hukum Tata Ruang; (3) sektor Hukum Bahari (Laut); (4) sektor Hukum
11
Sosial; (9) sektor Hukum Teknologi dan Informatika; (10) sektor Hukum
Keluarga dan Waris; (11) sektor Hukum Ekonomi; (12) sektor Hukum
Pidana; (13) sektor Hukum Militer dan Bela Negara; dan (14) sektor
Hukum Transnasional.
(4) sektor peningkatan kerjasama regional & internasional; dan (5) sektor
hukum.
berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan
Codein.
terlebih jika diserta dengan peredaran narkotika secara gelap akan menimbulkan
muda, bahkan dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan
nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan
nasional.
sangat diperlukan karena kejahatan narkotika pada umumnya tidak dilakukan oleh
kualitas kejahatan narkotika tersebut sudah menjadi ancaman yang sangat serius
1997 tentang narkotika yang diharapkan lebih efektif dalam mencegah dan
republik Indonesia.
yang mempunyai cakupan lebih luas baik dari segi norma, ruang lingkup materi,
maupun ancaman pidana yang diperberat. Cakupan yang lebih luas tersebut, selain
kenyataan bahwa nilai dan norma dalam ketentuan yang berlaku tidak memadai
lagi sebagai sarana efektif untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika. Beberapa materi baru antara lain mencakup pengaturan
melakukan tindak pidana narkotika, perlu ditetapkan ancaman pidana yang lebih
keamanan nasional.
mendasarkan pada alasan bahwa narkotika merupakan zat atau obat yang sangat
khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan
yang lebih besar bagikehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya
bangsa, dan negara, dan pada Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat
denda, pidana penjara, pidana seumur hidup, dan pidana mati. Di samping itu,
meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas,
merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang
bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional maupun
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Hal ini juga untuk
Narkotika merupakan zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
mengenai pemberatan sanksi pidana, baik dalam bentuk pidana minimum khusus,
pidana penjara 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, maupun
17
Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi, dan
Presiden, yang hanya mempunyai tugas dan fungsi melakukan koordinasi. Dalam
kekayaan atau harta benda yang merupakan hasil tindak pidana Narkotika dan
Prekursor Narkotika dan tindak pidana pencucian uang dari tindak pidana
memperoleh kekuatan hukum tetap yang dirampas untuk negara dan digunakan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dan upaya rehabilitasi medis
dan sosial.
diawasi (controlled delevery), serta teknik penyidikan lainnya guna melacak dan
Narkotika.
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan secara terorganisasi dan
memiliki jaringan yang luas melampaui batas negara, dalam Undang-Undang No.
35 Tahun 2009 tentang Narkotika diatur mengenai kerja sama, baik bilateral,
diatur juga peran serta masyarakat dalam usaha pencegahan dan pemberantasan
penghargaan bagi anggota masyarakat yang berjasa dalam upaya pencegahan dan
tersebut diberikan kepada penegak hukum dan masyarakat yang telah berjasa
narkotika tidak hanya digunakan untuk tujuan yang positif saja, tetapi digunakan
juga untuk tujuan yang negatif. Bentuk dari penggunaan narkotika untuk tujuan
sendiri adalah penggunaan narkotika tanpa hak atau secara melawan hukum8. Ada
yang dilakukan oleh seseorang secara ilegal atau melawan hukum, yaitu tanpa
Drugs and Crime), yaitu organisasi dunia yang menangani masalah narkoba dan
kriminal, menunjukkan bahwa di dunia ada 315 juta orang usia produktif atau
berumur 15 sampai 65 tahun yang menjadi pengguna narkoba, dan 200 juta orang
UI, angka penyalahgunaan narkoba mencapai 2,2 persen atau 4,2 juta orang pada
7
Pasal 4 UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
8
Diana Kusumasari, “Penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika”,
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4dc0cc5c25228/penyalahgunaan-narkotika-dan-
prekursor-narkotika, diakses tanggal 2 Oktober 2018.
9
Dani Krisnawati, dkk, 2006, Bunga Rampai Hukum Pidana Khusus, Pena Pundi Aksara,
Jakarta, hlm.93.
10
Tempo, “200 Juta Orang Meninggal Akibat Narkoba Per Tahun”,
http://www.tempo.co/read/news/2014/06/26/173588287/200-Juta-Orang-Meninggal-Akibat-
Narkoba-per-Tahun, diakses tanggal 2 Oktober 2018.
20
tahun 2014. Pada tahun 2015, angka itu sudah mencapai 2,8 persen penduduk
Saat ini terdapat sekitar 3,2 juta pengguna narkoba. Jumlah jelas
Cinta Anak Bangsa), sebuah yayasan yang concern terhadap bahaya narkoba,
jumlah pengguna narkoba naik dari 8 % pada tahun 2001 menjadi 11 % pada
tahun 2006. Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika telah banyak
dilakukan oleh aparat penegakan hukum dan telah banyak mendapatkan putusan
Berdasarkan data Kemenhuk dan HAM pada tahun 2011 tercatat penggagalan 98
terjadi bahwa Lembaga pemasyarakatan di Indonesia adalah salah satu pasar bagi
11
Merdeka, “Pengguna Narkoba di Indonesia Pada 2015 Capai 5,8 Juta Jiwa ”,
http://www.merdeka.com/peristiwa/pengguna-narkoba-di-indonesia-pada-2015-capai-58-juta-
jiwa.html , diakses tanggal 3 Maret 2018.
21
yang terjadi saat ini kita menganggap kalau pemakai narkoba itu memiliki
UI), mulai tahun 2015 tingkat prevalensi pengguna narkoba mencapai 1,9 persen
dari jumlah penduduk Jawa Tengah. Korban penyalahgunaan narkotika dan obat -
obatan terlarang (narkoba) di Jawa Tengah tahun 2017 mencapai lebih dari 523
ribu orang12.
Senin (11/12/2017). Sebanyak 162 anggota TNI dan keluarganya telah mengukitu
tes urine.
Daerah (Setda) Kudus, yang diikuti 1.100 PNS guru, petugas Unit Pelaksana
kedua institusi Pemkab dan Kodim dilakukan secara mendadak “Dari hasil
12
http://www.krjogja.com/web/news/read/52042/Di_Jateng_Pengguna_Narkoba_523_Rib
u_Orang
22
rutin tiap tiga bulan sekali. Sejauh ini, tidak ada anggota Kodim Kudus dan
peningkatan, dengan tingkat pertumbuhan rata- rata 0,03 persen. Jumlah pengguna
narkoba secara nasional saat ini mencapai lebih 5,2 juta orang. Meski begitu
narkoba. Sedangkan hingga semester pertama 2018 tercatat empat pecandu yang
secara sukarela dan sadar melapor ke BNN Kendal. Kebanyakan pemakai narkoba
ini adalah usia anak hingga dewasa. Yakni usia 10-59 tahun. Sedangkan untuk
tingkat Jawa Tengah (Jateng), penyalah guna narkoba 1,16 persen dari total
Dari data Badan Pusat Statistik Jateng 2017 jumlah penduduk di Jateng
ada sebanyak 34.257.865 jiwa. Jika dihitung dari jumlah tersebut, maka pecandu
kasus Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU yang berasal dari bisnis narkoba.
13
https://www.suaramerdeka.com/news/baca/129830/pengguna-narkoba-capai-35-juta-
orang
23
fenomena gunung es. Artinya, bisa jadi, lebih banyak kasus yang belum terungkap
peredaran sangat luas. Lintas batas negara. Sering disebut kejahatan antar negara
(Transnational Crime).
peredaran gelap narkoba terus digiatkan pihak Badan Narkotika Nasional (BNN).
narkotika di Indonesia.
sendiri. Selama ini, aparat penegak hukum cenderung menjatuhkan sanksi pidana
bagi para pelaku tindak pidana tersebut, tanpa melakukan rehabilitasi. Dengan
memberikan sanksi pidana berupa penjara, diharapkan para pelaku tindak pidana
Namun yang terjadi adalah sebaliknya, sanksi pidana berupa penjara tersebut tidak
Indonesia yang menganut double track system, yang artinya bahwa hukuman yang
dijatuhkan oleh aparat penegak hukum kepada para pelaku tindak pidana tidak
hanya sanksi pidana saja, tetapi juga dengan penjatuhan sanksi tindakan. Dalam
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Hal ini sejalan dengan pandangan double
track system yang telah disebutkan sebelumnya. Dalam prakteknya, selama ini
obat14.
tentang Narkotika tersebut, telah dibuat peraturan bersama antara tujuh lembaga
14
Sindo News, “Rehabilitasi Pecandu Narkoba Dijamin Undang-Undang”,
http://nasional.sindonews.com/read/877153/15/rehabilitasi-pecandu-narkoba-dijamin-undang-
undang-1403750534, diakses pada tanggal 3 Maret 2018.
25
narkotika. Peraturan tersebut ditandatangani oleh Ketua MA, Menteri Hukum dan
HAM, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, Jaksa Agung, Kepala POLRI, Kepala
BNN. Peraturan tersebut ditetapkan tanggal 11 Maret 2014. Jika melihat rentang
waktu antara Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang dibuat
pada tahun 2009 dengan peraturan bersama tujuh lembaga negara tersebut tentang
teknis pelaksanaan rehabilitasi yang dibuat baru pada tahun 2014, maka yang
pertanyaan yang lebih mendasar lagi adalah apakah selama ini aparat penegak
No.35 Tahun 2009. Karena selama ini kecenderungan dari aparat penegak hukum
sanksi pidana saja tanpa menjatuhkan sanksi rehabilitasi, tentunya hal ini
berkebalikan dengan apa yang termuat dan tercantum dalam Pasal 54 Undang-
melakukan15:
15
BNN, Kemenkes, dan Kemensos, analisa, Sumber Timahli Komisi III DPDRI
26
Indonesia;
lainnya di pos lintas batas darat dan laut, pelabuhan peti kemas,
aparat penegak hukum; dan (iv) penggunaan hasil kejahatan tindak pidana
alternatif dukungan pendanaan bagi program dan kegiatan BNN yang tidak
Saat dimasukkan Lembaga Pemasyarakatan tanpa ada terapi medis maka ini
permasalahannya justru pada adanya permintaan narkoba yang cukup besar dan
Mereka di penjara dalam posisi ketergantungan obat dan segala cara akan
dilakukan untuk mendapatkan obat. Selama ini mereka tidak mendapatkan terapi
kondisinya masih tetap sakit. Ditambah lagi dengan kondisi penjara di Indonesia
yang sebagian besar sudah kelebihan kapasitas. Kondisi ini dapat memperparah
berinteraksi dengan para narkoba bisa saja menjadi pengedar berikutnya bahkan
tepat bagi permasalahan ini, menahan tetapi juga melakukan terapi medis barulah
akan berhasil. Bukan rahasia lagi banyak pemakai obat yang di Lembaga
ditahan secara fisik tetapi penyakitnya belum sembuh. Mereka itu butuh
ketergantungan obat sebaiknya memang mendapatkan terapi medis yang tepat dan
yang masih ketergantungan obat seperti sekarang ini. Kondisi ini justru dapat
permasalahan tindak pidana narkotika ini. Kita tidak boleh menyamakan hukuman
antara bandar, pengedar dan penyalahguna. Bagi bandar dan pengedar sudah
pidana narkotika masuk dalam golongan tindak pidana luar biasa (extra ordinary
dan bernilai keadilan. Disinilah titik awal munculnya ide Double Track System
Pidana dan sanksi tindakan hal ini bisa diterapkan bagi pelaku penyalahgunaan
narkotika sehingga efek jera dan proses penyembuhan dari pelaku kejahatan
narkotika tersebut dapat berjalan, sehingga bagi para pelaku kejahatan narkotika
dalam hal ini bandar dan pengedar mendapatkan hukuman setimpal dan bagi
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
1. Secara Teoritis
yang diperoleh serta menambah bahan referensi dan bahan masukan untuk
penelitian selanjutnya.
2. Secara Praktis
narkotika.
E. Kerangka Konseptual
pidana yang terjadi diproses melalui jalur hukum, jadi hukum dipandang sebagai
satu-satunya sarana bagi penyelesaian terhadap suatu tindak pidana. Dalam alenia
mengandung konsep tujuan negara baik secara khusus maupun umum. Secara
khusus, tujuan negara untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
sosial16. Menurut Moeljatno17, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang
oleh suatu aturan hukum, yang mana larangan tersebut disertai dengan ancaman
(sanksi) yang berupa pidana tertentu. Dalam hal ini ada hubungannya dengan asas
legalitas, yang mana tiada suatu perbuatan dapat dipidana melainkan telah diatur
dalam undang-undang, maka bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut
dan larangan tersebut sudah diatur dalam undang-undang, maka bagi para pelaku
kepada orang yang menimbulkan kejadian itu, ada hubungan yang erat pula.
secara mutlak harus memenuhi syarat formal, yaitu mencocokan dengan rumusan
16
Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma. hlm. 160-161.
17
Sudaryono dan Natangsa surbakti. 2005. Buku Pegangan Kuliah Hukum Pidana.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. hlm. 112.
18
S. Wiljatmo. 1979. Pengantar Ilmu Hukum. Yogyakarta: Lukman Opset. hlm 20.
34
dan peraturan-peraturan lain yang berdimensi pidana dan memiiliki unsur material
melawan hukum atau tindak pidana atau tidak, maka dapat dilihat dari unsur-
unsur perbuatan tersebut. Adapun yang termasuk dalam unsur-unsur tindak pidana
Perbuatan dapat dikatakan tindak pidana atau tidak bukan hanya diukur
dari unsur yang terdapat di dalamnya, tetapi pada dasarnya tindak pidana itu
sendiri terbagi atas beberapa bagian yang mana di dalam pembagian tersebut
19
Moeljatno. 1983. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana
Cetakan Pertama. Yogyakarta: Bina Aksara. hlm. 24-25.
20
Ibid.. hlm. 115-116.
21
Ibid. hlm. 130-131.
35
yang dimaksud memberikan sanksi pidana yang cukup berat, namun demikian
dalam kenyataannya para pelaku kajahatan justru semakin meningkat dan bagi
para terpidana dalam kenyataannya tidak jera dan justru ada kecenderungan untuk
mengulanginya lagi. Hal ini dapat diakibatkan oleh adanya faktor penjatuhan
pidana yang tidak memberikan dampak atau deterrent effect terhadap para
pelakunya.
maka dapat digambarkan bahwa tindak pidana narkotika merupakan tindak pidana
yang sangat kompleks, sehingga diperlukannya usaha pencegahan sejak dini baik
dalam bentuk penal (hukum pidana) dan non penal (diluar hukum pidana). Hal ini
dianggap perlu karena dampak dari tindak pidana narkotika tidak hanya
berdampak buruk bagi para pengguna narkotika saja, tapi dapat berdampak buruk
koplo, dan sabu-sabu. Namun demikian pada waktu itu kasus-kasus tersebut tidak
Disamping itu Indonesia terikat pada ketentuan baru dalam Konvensi Perserikatan
199822.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
adanya pengendalian serta pengawasan yang ketat dan seksama. Pada dasarnya
peredaran narkotika di Indonesia apabila ditinjau dari aspek yuridis adalah sah
narkotika tanpa izin oleh undang-undang yang dimaksud. Keadaan yang demikian
22
Gatot Supramono. 2007. Hukum Narkoba Indonesia. Jakarta: Djambatan. hlm. 156.
23
Lihat Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
37
untuk kepentingan pengobatan dan ilmu pengetahuan. Akan tetapi jauh dari pada
itu, dijadikan ajang bisnis yang menjanjikan dan berkembang pesat, yang mana
kegiatan ini berimbas pada rusaknya fisik maupun psikis mental pemakai
secara tegas dalam undang-undang narkotika bahwa tindak pidana yang diatur
didalamnya adalah tindak pidana kejahatan, akan tetapi tidak perlu disangsikan
dari pemakaian narkotika secara tidak sah sangat membahayakan bagi jiwa
manusia.
Istilah narkotika yang dikenal di Indonesia dari sisi tata bahasa berasal dari
bahasa inggris narcotics yang berarti obat bius, yang sama artinya dengan kata
narcosis dalam bahasa Yunani yang berarti menidurkan atau membiuskan. Secara
umum narkotika diartikan suatu zat yang dapat menimbulkan perubahan perasaan,
38
syaraf pusat24.
(potensi) dampak sosial yang sangat luas dan kompleks, lebih-lebih ketika yang
anak-anak itu bukan hanya disebabkan oleh karena akibat yang ditimbulkan akan
melahirkan penderitaan dan kehancuran baik fisik maupun mental yang teramat
terutama ketika pilihan jatuh pada penggunaan hukum pidana sebagai sarananya.
pada huruf c, disebutkan bahwa narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan
dan pengawasan yang ketat dan seksama. Maka dengan demikian narkotika
dan menimbulkan kerugian yang berdampak sangat luas, oleh karena itu
dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis.
24
Dit Narkoba Koserse Polri, Penanggulangan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkoba yang Dilaksanakan oleh Polri, Mabes Polri, Jakarta, 2002, hlm. 2.
39
secara terus menerus, toleransi dan gejala putus nakotika apabila penggunaan
derajat kesehatan masyarakat, namun disisi lain mengingat dampak yang dapat
ditimbulkan dan tingkat bahaya yang ada apabila digunakan tanpa pengawasan
dokter secara tepat dan ketat maka harus dilakukan tindakan pencegahan dan
untuk:
dari pendapat Dadang Hawari, yang menyatakan bahwa ancaman dan bahaya
40
pemakaian narkotika secara terus menerus dan tidak terawasi dan jika tidak segera
bagi keluarga atau teman-temannya akibat perilaku yang tidak wajar dan ekspresi
perasaan agresif yang tidak wajar, dapat pula membawa akibat hukum karena
kecelakaan lalu lintas akibat mabuk atau tindak kriminal demi mendapatkan uang
jahat, dilakukan secara terorganisasi, dilakukan oleh korporasi. Hal ini berbeda
pidananya.
menggunakan penal atau sanksi pidana dan menggunakan sarana non penal yaitu
hukum mempunyai sasaran agar orang taat kepada hukum. Ketaatan masyarakat
terhadap hukum disebabkan tiga hal, yakni: (1) takut berbuat dosa; (2) takut
karena kekuasaan dari pihak penguasa berkaitan dengan sifat hukum yang bersifat
dilakukan oleh aparat penegak hukum dan telah banyak mendapat putusan hakim.
narkotika belum dapat diredakan. Dalam banyak kasus terakhir, banyak bandar-
bandar dan pengedar yang tertangkap dan mendapat sanksi berat, namun pelaku
daerah operasinya26.
bersifat transnasional yang dilakukan dengan modus operandi yang tinggi dan
25
Siswantoro Sonarso. 2004. Penegakan Hukum Dalam Kajian Sosiologis. Jakarta: Raja
Grafindo Persada. hlm. 142.
26
O.C. Kaligis & Associates. 2002. Narkoba dan Peradilannya di Indonesia, Reformasi
Hukum Pidana Melalui Perundangan dan Peradilan. Bandung: Alumni. hlm. 260.
42
teknologi yang canggih, aparat penegak hukum diharapkan mampu mencegah dan
Berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah untuk memberantas kejahatan yang
telah merenggut banyak nyawa anak bangsa ini. Salah satunya di bidang regulasi
undang tersebut dianggap sudah tidak lagi memadai, maka kemudian dikeluarkan
seluruh jajaran aparat penegak hukum. Disisi lain, hal yang sangat penting adalah
perlu adanya kesadaran hukum dari seluruh lapisan masyarakat guna menegakkan
2009 tentang narkotika, maka peran para aparat penegak hukum bersama
43
F. Kerangka Teori
memberikan terlalu banyak dan sedikit yang dapat diartikan memberikan sesuatu
kepada setiap orang sesuai dengan apa yang menjadi haknya. Keadilan berasal
dari kata “Adil” yangberarti tidak berat sebelah, tidak memihak : memihak pada
seseorang sesuai dengan haknya. Dan yang menjadi hak setiap orang adalah
diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya, yang sama
Dalam hal jual beli antara penjual dan pembeli memiliki hak dan
kewajiban yang sama dalam melakukan peralihan tanah yang akan dilepas dan
dimilikinya dalam hal ini PPAT berperan sebagai penengah dalam Hukum untuk
hari.
44
adil. Kelima jenis keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles itu adalah sebagai
berikut:
1. Keadilan Komutatif
2. Keadilan Distributif
4. Keadilan Konvensional
dikeluarkan.
5. Keadilan Perbaikan
direhabilitasi.27
27
http://pusatinformasi212.blogspot.co.id/2017/04/teori-keadilan-menurut-aristoteles-
plato-thomas-hobbes.html, accessed on 1 December 2018.
45
tidak lepas dari konsep keadilan. Konsep keadilan tindak menjadi monopoli
pemikiran satu orang ahli saja. Banyak para pakar dari berbegai didiplin ilmu
memberikan jawaban apa itu keadilan. Thomas Aqunas, Aristoteles, John Rawls,
Dari beberapa nama tersebut John Rawls, menjadi salah satu ahli yang
selalu menjadi rujukan baik ilmu filsafat, hukum, ekonomi, dan politik di seluruh
belahan dunia, tidak akan melewati teori yang dikemukakan oleh John Rawls.
seorang filsuf Amerika kenamaan di akhir abad ke-20. John Rawls dipercaya
sebagai salah seorang yang memberi pengaruh pemikiran cukup besar terhadap
bahkan ketika pemikiran itu telah ditafsirkan ulang oleh beberapa ahli, beberapa
orang tetap menggap sulit untuk menangkap konsep kedilan John Rawls. Maka,
tulisan ini mencoba memberikan gambaran secara sederhana dari pemikiran John
sederhana menjadi penting, ketika disisi lain orang mengangap sulit untuk
28
https://ilhamendra.wordpress.com/2010/10/19/teori-keadilan-john-rawls-pemahaman-
sederhana-buku-a-theory-of-justice/ accessed on 4 December 2018.
46
pemanfaatan kekayaan alam (“social goods”). Pembatasan dalam hal ini hanya
pronsip kedilan, yang sering dijadikan rujukan oleh bebera ahli yakni:
principle harus diprioritaskan dari pada prinsip-prinsip yang lainnya. Dan, Equal
bersatu karena adanya ikatan untuk memenuhi kumpulan individu – tetapi disisi
yang lain – masing-masing individu memiliki pembawaan serta hak yang berbeda
yang semua itu tidak dapat dilebur dalam kehidupan sosial. Oleh karena itu Rows
hak dan pembawaan yang berbeda disatupihak dengan keinginan untuk bersama
tentang dirinya sendiri, termasuk terhadap posisi sosial dan doktrin tertentu,
masyarakatTidak ada pihak yang memiliki posisi lebih tinggi antara satu dengan
of society).
yang paling luas dan kompatibel dengan kebebasan-kebebasan sejenis bagi orang
dibuka bagi semua orang dalam keadaan dimana adanya persamaan kesempatan
yang adil.
Jadi sebenarnya ada 2 (dua) prisip keadilan Rows, yakni equal liberty
(dua) prinsip keadilan yakni Difference principle dan Equal opportunity principle,
yang akhirnya berjunlah menjadi 3 (tiga) prisip, dimana ketiganya dibangun dari
hukum di dalam kaidah dan asas-asas hukum yang berlaku serta doktrin-doktrin
yang sejatinya merupakan wajah, struktur atau susunan dan isi serta ruh atau roh
(the spirit) dari masyarakat dan bangsa yang ada di dalam sistem hukum
sendiri29.
manusia, atau keadilan yang nge wong ke wong. Seperti diketahui, imperium
hukum adalah imperium akal budi, karsa dan rasa seorang anak manusia, dimana
pun dia berada menjalani kehidupannya. Hal ini sejalan dengan prinsip dalam
dengan apa yang dikenal dalam banyak literature dunia sebagai legal theory atau
teori hukum, maka postulat dasar lainnya dari teori keadilan bermartabat itu tidak
sekedar mendasar dan radikal. Lebih daripada mendasar dan radikal, karakter teori
keadilan bermartabat itu, antara lain juga adalah suatu sistem filsafat hukum yang
mengarahkan atau memberi tuntutan serta tidak memisahkan seluruh kaidah dan
29
Teguh Prasetyo, 2015, Keadilan Bermartabat, Perspektif Teori Hukum, Bandung:
Nusamedia, h.. 4-6
50
(values) yang saling terkait, dan mengikat satu sama lain. Jejaring nilai yang
saling kait-mengait itu dapat ditemukan dalam berbagai kaidah, asas-asas atau
jejaring kaidah dan asas yang inheren di dalamnya nilai-nilai serta virtues yang
kait-mengait dan mengikat satu sama lain itu berada. Jejaring nilai dalam kaidah
dan asas-asas hukum itu ibarat suatu struktur dasar atau fondasi yang
menyebabkan suatu bangunan besar atau fabric menjadi utuh dan spesifik, hidup,
karena ada jiwanya atau the living law dan yang berlaku juga benar dalam satu
unit politik atau negara tertentu. Bangunan sistem hukum yang dipahami melalui
Tujuan di dalam fabric NKRI itu, antara lain dapat ditemukan di dalam
UUD 1945 sebelum diamandemen, tujuan yang hendak dicapai sistem hukum
NKRI, antara lain yaitu: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
hukum itu tersusun dari 4 (empat) susunan atau lapisan yakni: Filsafat Hukum
(Jurisprudence), serta Hukum dan Praktek Hukum (Law and Legal Practice).
Memahami ilmu hukum secara utuh berarti memahami keempat lapisan hukum
51
tersebut secara kait-mengait. Lapisan yang di atas mendikte (the law dictate), atau
Sekalipun terlihat bahwa lapisan ilmu dalam teori keadilan bermartabat itu
adalah lapisan yang saling terpisah antara satu dengan lapisan lainnya, namun
sistemik, mengendap, hidup dalam satu sistem. Saling berkaitan antara satu
suatu sistem.
esensi, atau substansi yang dipikirkan. Hukum dalam perspektif teori keadilan
tangkapan inderawi atau physical saja, namun lebih dalam dari sekedar
menelusuri dan menangkap dengan akal pengetahuan hukum yang hakiki, yaitu
demikian, teori keadilan bermartabat dipahami bukan hanya sebagai suatu teori
hukum. Lebih daripada itu, teori keadilan bermartabat juga adalah suatu filsafat
yang konkret dari teori keadilan bermartabat itu adalah suatu usaha untuk
Sekalipun apa yang diamati oleh teori keadilan bermartabat itu bukan saja
suatu lapisan nyata tetapi juga kadang kala terpaksa untuk mengamati “lapisan”
diusahakan untuk diungkap oleh teori keadilan bermartabat adalah semua ciri-ciri
hukum yang biasanya dimulai dengan sejumlah issue yang memancing rasa ingin
(arus atas) dan Volkgeist (arus bawah) dalam memahami hukum sebagai usaha
hukum, dogmatik hukum, maupun hukum dan praktek hukum; dialektika secara
terdapat dan berlaku di dalam satu sistem hukum. Teori keadilan bermartabat juga
secaara filosofis. Teori keadilan bermartabat dengan kata lain memiliki ajakan
mencintai kebijaksanaan.
esensi, atau substansi yang dipikirkan. Itulah makna teori keadilan bermartabat
sebagai suatu filsafat hukum. Hukum dalam perspektif teori keadilan bermartabat
tidak sekedar dilihat atau dipahami melalui pengetahuan hasil tangkapan inderawi
atau physical saja. Namun, lebih dalam dari sekedar pemahaman hukum melalui
dengan akal pengetahuan hukum yang hakiki, yaitu pengetahuan hukum yang
Keadilan bemartabat adalah suatu teori hukum atau apa yang dikenal
dalam literatur berbahasa Inggris dengan konsep legal theory, jurisprudence atau
philosophy of law dan pengetahuan mengenai hukum substantif dari suatu sistem
dimensi yang abstrak dari kaidah dan asas-asas hukum yang berlaku. Lebih jauh
daripada itu, teori keadilan bermartabat mengungkap pula semua kaidah dan asas-
asas hukum yang berlaku di dalam sistem hukum, dalam hal ini sistem hukum
dimaksud yaitu sistem hukum positif Indonesia; atau sistem hukum, berdasarkan
54
Pancasila. Itu sebabnya, Keadilan Bermartabat, disebut di dalam judul buku ini
fondasi hukum yang tampak di permukaan dari suatu sistem hukum. Teori
hukum yang berada di bawah permukaan fondasi hukum dari sistem hukum yang
tampak itu. Teori keadilan bermartabat, sesuai dengan ciri filosofis yang
fondasi sistem hukum yang tampak saat ini, serta mendobrak dari bawah landasan
kolonial. Fondasi yang sudah lama ada di dalam jiwa bangsa oleh teori keadilan
seluruh isi bangunan sistem itu diletakkan dan berfungsi mengejar tujuannya
yaitu keadilan.
konsep-konsep seperti the rule of law dan rechtsstaat itu secara etimologis
sinonim dengan negara hukum, namun kedua konsep itu tidak dapat dipersamakan
begitu saja dengan konsep negara hukum atau konsep negara hukum berdasarkan
Pancasila. Teori keadilan bermartabat sampai pada dalil seperti itu setelah
sumber hukum utama mengingat nilai-nilai dan ukuran perilaku yang baik itu
adalah values dan virtues yang paling sesuai dengan nilai-nilai bangsa. Nilai-nilai
kemudian dijadikan sebagai nilai-nilai yang berasal dari satu sumber hukum
55
filosofis, sumber hukum historis, dan sumber hukum sosiologis sebagai satu
paket. Hal itu dikarenakan, semua nilai dan standar perilaku baik itu ternyata ada
menegakkan keadilan pada setiap tindakandan perbuatan yang dilakukan (Qs. an-
ُ
ۡكم ُ ُ ه ه ه َّ ه ه ۡ ه ه ٰٓ ه ۡ ۡ ه ه ُّ ه َّ ه ه ه ُ ْ ُ ُ ْ ه َّ ه
ِ ۞يأيها ٱَّلِين ءامنوا كونوا قوَٰمِۡي ب ِٱلقِس ِط شهداء ِّللِ ولو لَع أنف
س ٰٓ
ْ ُ َّ ه ُ ۡ ه ًّ ه ۡ ه ٗ ه َّ ُ ه ۡ ه َٰ ه ه ه ه ه ه ۡ ه ۡ ه َٰ ه ۡ ه ۡ ه
أوِ ٱلو ِِلي ِن وٱۡلقربِۡين إِن يكن غنِيا أو فقِريا فٱّلل أوَل ب ِ ِهماۖ فَل تتبِعوا
ٗ ه ۡ ُ ْ ه ۡ ُ ۡ ُ ْ ه َّ َّ ه ه ه ه ه ۡ ه ُ ه ه ْ ُ ۡ ۡ ه ه ٰٓ ه ه
١٣٥ ٱلهوى أن تع ِدل نوا ِإَون تلوۥا أو تع ِرضوا فإِن ٱّلل َكن بِما تعملون خبِريا
ه ه َٰ ه ه ۡ ُ ه ۡ ه ۡ ه ه ُ ۡ ه ه ه ه َّ ۡ ه ۡ ه ه ُ ۡ ه ُ ۡ ه ه ُ ه ه ه ه
فلِذل ِك فٱدع ۖ وٱستقِم كما أمِرت ۖ وَل تتبِع أهواءهمۖ وقل ءامنت بِما أنزل
ۡكم ُ ه َٰ ه ُ ۡ ُ ه ۡ ه ه ۡ ه ُ ُ َّ ُ ه ُّ ه ه ه ُّ ُ ۡ ه ه ه ۡ ه َٰ ُ ه ه ه ُ َّ
ب وأمِرت ِۡلع ِدل بينكمۖ ٱّلل ربنا وربكمۖ نلا أعملنا ول ٖۖ ٱّلل مِن كِت
ُ ه ۡ ۡ ه ۡ ه ُ ُ ۡ ه ُ َّ ه ه ۡ ه ه ه ه ۡ ه ُ ُ َّ ُ ه ۡ ه ُ ه ۡ ه ه ه
١٥ أعمَٰلكمۖ َل حجة بيننا وبينكمۖ ٱّلل َيمع بينناۖ ِإَوَلهِ ٱلم ِصري
“Maka karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah sebagaimana
diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan
katakanlah: “Aku beriman kepada semua kitab yaig diturunkan Allah dan aku
diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu. Bagi kami amal-amal kami
dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu
Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kebali (kita)”.
Begitu pentingnya berlaku adil atau menegakkan keadilan, sehingga Tuhan
ۡكم ُ َّ ه ٰٓ ه ُّ ه َّ ه ه ه ُ ْ ُ ُ ْ ه َّ َٰ ه َّ ُ ه ه ه ۡ ۡ ٖۖ ه ه ه ۡ ه
يأيها ٱَّلِين ءامنوا كونوا قومِۡي ِّللِ شهداء ب ِٱل ِقس ِط وَل َي ِرمن
َّ َّ ه ه ه ُ ه ۡ ه ه ٰٓ ه َّ ه ۡ ُ ن ْ ۡ ُ ْ ُ ه ه ۡ ه ُ َّ ۡ ه َٰ ه َّ ُ ْ َّ ه
ٱّلله شنان قو ع لَع لَل تع ِدلوا ٱع ِدلوا هو أقرب ل ِلتقوىۖ وٱتقوا ٱّللن إِن
ه ُ ه ُ هخب
٨ ري َۢ ب ِ هما ت ۡع هملونِ
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu Untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
takwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
57
terlepas dan persoalan keterpaksaan dan kebebasan. Para Teolog muslim terbagi
dalam dua kelompok, yaitu Kaum Mu’tazilah yang membela keadilan dan
menafsirkan keadilan dengan tafsiran yang khas yang menyatakan Allah itu adil,
tidak berarti bahwa Allah mengikuti hukum-hukum yang sudah ada sebelumnya,
munculnya keadilan. Setiap yang dilakukan oleh Allah adalah adil dan bukan
setiap yang adil harus dilakukan oleh Allah, dengan demikian keadilan bukan lah
tolok ukur untuk perbuatan Allah melainkan perbuatan Allahlah yang menjadi
berpendapat bahwa keadilan memiliki hakikat yang tersendiri dan sepanjang Allah
keadilan.
empat hal; pertama, adil bermakna keseimbangan dalam arti suatu masyarakat
yang ingin tetap bertahan dan mapan, maka masyarakat tersebut harus berada
dalam keadaan seimbang, di mana segala sesuatu yang ada di dalamnya harus
eksis dengan kadar semestinya dan bukan dengan kadar yang sama.
30
Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi: Azas Pandangan Dunia Islam, 1995, Bandung:
Mizan, hlm. 53-58.
58
Surat ar-Rahman 55:7 diterjemahkan bahwa: “Allah meninggikan langit dan dia
Para ahli tafsir menyebutkan bahwa, yang dimaksud oleh ayat tersebut
adalah keadaan alam yang diciptakan dengan seimbang. Alam diciptakan dan
segala sesuatu dan dan setiap materi dengan kadar yang semestinya dan jarak-
jarak diukur dengan cara yang sangat cermat. Kedua, adil adalah persamaan
hak individu dan memberikan hak kepada setiap orang yang berhak menerimanya.
Keadilan seperti ini adalah keadilan sosial yang harus dihormati di dalam hukum
dalam daripada apa yang disebut dengan keadilan distributif dan finalnya
Aristoteles; keadilan formal hukum Romawi atau konsepsi hukum yang dibuat
manusia lainnya. Ia merasuk ke sanubari yang paling dalam dan manusia, karena
setiap orang harus berbuat atas nama Tuhan sebagai tempat bermuaranya segala
bersumber pada Al-Qur’an serta kedaulatan rakyat atau komunitas Muslim yakni
umat.
31
AA. Qadri, Sebuah Potret Teori dan Praktek Keadilan
Dalam Sejarah Pemerintahan Muslim, 1987, Yogyakarta: PLP2M, hlm. 1
59
memberikan sesuatu yang memang menjadi haknya dengan kadar yang seimbang.
yang masing-masing meliputi satu aspek dan keadilan yang berbeda. Aspek
merupakan aspek internal dan suatu hukum di mana semua perbuatan yang wajib
pasti adil (karena firman Tuhan) dan yang haram pasti tidak adil (karena wahyu
keadilan prosedural dalam Islam dikemukakan oleh Ali bin Abu Thalib 33 pada
saat perkara di hadapan hakim Syuraih dengan menegur hakim tersebut sebagai
berikut:
32
Madjid Khadduri, Teologi Keadilan (Perspektf Islam), 1999, Surabaya: Risalah
Gusti, hlm.119-201.
33
Hamka, Tafsir Al-azhar Jus V, 1983, Jakarta: Putaka Panji Mas, hlm. 125.
60
diperhatikan.
A. Teori Pemidanaan
retributivist yang menyatakan bahwa keadilan dapat dicapai apabula tujuan yang
keadilan34.
34
Muladi. 2002 Lembaga Pidana Bersyarat. Alumni. Bandung, hlm.8
61
berikut :
Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang yang telah
yakni seseorang harus dipidana oleh Hakim karena ia telah melakukan kejahatan
sifatnya absolute ini terlihat pada pendapat Imamanuel Kant di dalam bukunya
mempromosikan tujuan/kebaikan lain, baik bagi sipelaku itu sendiri maupun bagi
masyarakat tapi dalam semua hal harus dikenakan karena orang yang
35
Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2005. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Alumni.
Bandung, hlm.14
62
pidana”36.
sipelaku kejahatan, padahal sipelaku kejahatan mempunyai hak untuk dibina dan
untuk menjadi manusia yang berguna sesuai dengan harkat dan martabatnya.
digunakan untuk mencapai pemanfaatan, baik yang berkaitan dengan orang yang
Dasar pembenaran dari adanya pidana menurut teori ini terletak pada
tujuannya. Pidana dijatuhkan bukan quia peccatum est (karena orang membuat
maka cukup jelas bahwa teori tujuan ini berusaha mewujudkan ketertiban dalam
masyarakat38.
36
Samosir, Djisman. 1992. Fungsi Pidana Penjara Dalam Sistem Pemidanaan di
Indonesia. Bina Cipta. Bandung, hlm. 67
37
Muladi. 2002, Lembaga Pidana Bersyarat. Alumni. Bandung, hlm. 50
38
Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2005. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Alumni.
Bandung, hlm. 87
63
untuk menjadi anggota masyarakat yang baik dan berguna, sesuai dengan harkat
dan martabatnya.
nakuti. Artinya pencegahan kejahatan yang ingin dicapai oleh pidana adalah
a) Pengaruh pencegahan.
hukum.
64
yaitu :
a) Menegakan Kewibawaan
b) Menegakan Norma
c) Membentuk Norma.
3) Teori Gabungan
ditulis pada tahun 1828 menyatakan: ‘Sekalipun pembalasan sebagai asas dari
pidana bahwa beratnya pidana tidak boleh melampaui suatu pembalasan yang adil,
namun pidana mempunya berbagai pengaruh antara lain perbaikan sesuatu yang
Terhadap teori gabungan ini terdapat tiga aliran yang mempengaruh, yaitu:
berguna bagi masyarakat. Pompe menyebutkan dalam bukunya “Hand boek van
het Ned.Strafrecht” bahwa pidana adalah suatu sanksi yang memiliki ciri-ciri
39
Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2005. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Alumni.
Bandung, hlm. 65
40
Samosir, Djisman. 1992. Fungsi Pidana Penjara Dalam Sistem Pemidanaan di
Indonesia. Bina Cipta. Bandung, hlm. 34
41
Muladi. 2002, Lembaga Pidana Bersyarat. Alumni. Bandung, hlm. 59
65
tersendiri dari sanksi lain dan terikat dengan tujuan dengan sanksi-sanksi tersebut
tertib masyarakat.42
hal-hal lain, yaitu bahwa pidana diharapkan sebagai suatu yang akan membawa
kerukunan serta sebagai suatu proses pendidikan untuk menjadikan orang dapat
42
Hamzah, Andi. 1986. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia dari Retribusi ke
Reformasi. Pradya Paramita. Jakarta, hlm. 33
43
Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2005. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Alumni.
Bandung, hlm. 20
66
Pancasila.
4) Teori Integratif
Teori Itegratif ini diperkenalkan oleh Muladi, guru besar dari Fakultas
asasi manusia, serta menjadikan pidana bersifat operasional dan fungsional. Untuk
secara sosiologis dapat diruk pada pendapat yang dikemukakan oleh Stanley
44
Muladi. 2002 Lembaga Pidana Bersyarat. Alumni. Bandung, hlm. 55
67
tersebut.
menyatakan:
harkat dan martabatnya sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dengan kesadaran
Pancasial yang bulat dan utuh itu memberi keyakinan kepada rakyat dan bangsa
keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia dengan alam, dalam
definitif, maka teori pemidanaan yang bersifat integratif ini meninjau tujuan
kerusakan individual dan sosial (individual and social damages) yang diakibatkan
oleh tindak pidana. Hal ini terdiri dari seperangkat tujuan pemidanaan yang harus
dipenuhi, dengan catatan bahwa tujuan manakah yang merupakan titik berat
sifatnya kasuitis.
b) Perlindungan Masyarakat;
d) Pengimbalan/Pengimbangan.
Tujuan pemidanaan bukan merupakan suatu hal yang baru, tetapi dampak
mengkreasi jenis-jenis pidana lain yang dianggap lebih menghormati harkat dan
putusan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan
yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk
mengadili.
berikut:
serta peraturan yang hidup dalam masyarakat, sebagaimana diatur dalam Pasal 5
Hakim dalam menjatuhkan pidana wajib berpegangan pada alat bukti yang
KUHAP, yaitu:
menjatuhkan pidana harus memenuhi dua persyaratan yaitu dua alat bukti sah
yang ditentukan secara limitatif di dalam undang-undang dan apakah atas dasar
dua alat bukti tersebut timbul keyakinan hakim akan kesalahan terdakwa. Undang-
Undang No. 48 Tahun 2009 menegaskan tugas hakim adalah untuk menegakkan
rasa keadilan rakyat Indonesia. Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun
keadilan.
Alat bukti yang dimaksud ditentukan dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu
keterangan saksi, keterangan ahli, alat bukti surat, petunjuk dan keterangan
terdakwa menjadi dasar jaksa dalam membuat tuntutannya. Alat bukti yang cukup
71
dan memiliki kekuatan pembuktian yang kuat dapat mempermudah jaksa dalam
membuat surat tuntutan. Setelah alat bukti terpenuhi, maka dipertimbangkan pula
menyatakan bahwa keadilan dapat dicapai apabila tujaun yang theological tersebut
diperoleh pelaku tindak pidana tersebut oleh karena itu suatu tujuan pemidanaan
Didalam rancangan KUHP baru yang dibuat oleh Tim RUU KUHP BPHN
merupakan suatu proses dimana agar proses ini dapat berjalan dan peranan hakim
penting sekali. Pasal tersebut mengkongkritkan danksi pidana yang terdapat dalam
suatu peraturan dengan menjatuhkan pidana bagi terdakwa dalam kasus tertentu
pidana.”
pemidanaan tadi dengan memperhatikan buka saja rasa keadilan dalam kalbu
dalam alam pikiran jahat maupun dari kenyataan sosial yang membelenggu serta
73
dengan norma kesusilaan dan prikemanusiaan yang sesuai dengan falsafah dan
kita untuk memikirkan dan merealisasikan khususnya bagi aparat pelaksana dan
proses dinamis yang meliputi penilaian secara terus menerus dan seksama
terhadapa sasaran yang hendak dicapai dan konsekuesi yang dapat dipilih dari
pemidanaan46.
(according to the letter), melainkan menurut semangat dan makna lebih dalam (to
very meaning) dari undang-undang atau hukum. Penegakan hukum tidak hanya
surut dan naik pasang secara bergantian antara demokratis dan otoriter. Dengan
46
Ibid.
47
Satjipto Rahardjo, 2009, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta
Publishing, Yogyakarta, hlm. xiii
74
kuat yang mengatasi berbagai kekuatan yang ada dalam masyarakat dan berwatak
ukuran rasa keadilan masyarakat itu tidak jelas. Menurut Hakim Agung Abdul
Rachman Saleh, rasa keadilan masyarakat yang dituntut harus mampu dipenuhi
oleh para hakim itu tidak mudah. Hal ini dikarenakan ukuran rasa keadilan
Keadilan adalah inti atau hakikat hukum. Keadilan tidak hanya dapat
mendapatkan bagian yang sama dengan orang lain. Demikian pula, keadilan tidak
48
Op. Cit., Mahfud MD, hlm. 345
49
Lebih jauh Arman mengemukakan bahwa dalam menetapkan putusannya hakim
memang harus mengedepankan rasa keadilan. Namun rasa keadilan masyarakat sebagaimana
dituntut sebagian orang agar dipenuhi oleh hakim, adalah tidak mudah. Bukan karena hakim tidak
bersedia, melainkan karena ukuran rasa keadilan masyarakat itu tidak jelas. Satya Arinanto, 2008,
Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum
Univesitas Indonesia, Jakarta, hlm. 340
50
Johnny Ibrahim, 2005, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia,
Surabaya, hlm.1
75
keadilan yang subtantif dan bukan keadilan prosedur. Akibat dari hukum modren
Indonesia dihadapkan pada dua pilihan besar antara pengadilan yang menekankan
pada prosedur atau pada substansi. Keadilan progresif bukanlah keadilan yang
51
Andi Ayyub Saleh, 2006, Tamasya Perenungan Hukum dalam “Law in Book and Law
in Action” Menuju Penemuan Hukum (Rechtsvinding), Yarsif Watampone, Jakarta, hlm. 70
52
Satjipto Rahardjo, 2006, Membedah Hukum Progresif, Penerbit Buku Kompas, Jakarta,
hlm. 270
53
Ibid, hlm. 272
76
mencari kebenaran dan keadilan. Keadilan progrsif semakin jauh dari cita-cita
disebut fair trial dinegeri ini hendaknya berani ditafsirkan sebagai pengadilan
akan sangat ditentukan oleh visi kelompok dominan (Penguasa). Oleh karena itu,
sesuatu yang lahir tanpa sebab, dan juga bukan sesuatu yang jatuh dari langit.
Hukum progresif adalah bagian dari proses pencarian kebenaran (searching for
the truth) yang tidak pernah berhenti. Hukum progresif yang dapat dipandang
54
Ibid, hlm. 276
55
Op. Cit., Mahfud MD, hlm. 368
77
sebagai konsep yang sedang mencari jati diri, bertolak dari realitas empirik
terhadap kinerja dan kualitas penegakan hukum dalam setting Indonesia akhir
abad ke-20.
sudah ada istilah “mafia peradilan” dalam kosakata hukum di Indonesia, pada
orde baru hukum sudah bergeser dari social engineering ke dark engineering
kemunduran diatas adalah makin langkanya kejujuran, empati dan dedikasi dalam
manusia. Oleh karena itu, hukum progresif menempatkan perpaduan antara faktor
peraturan dan perilaku penegak hukum didalam masyarakat. Disinilah arti penting
56
Faisal, 2010, Menerobos Positivisme Hukum, Rangkang Education, Yogyakarta,
hlm.70
78
memahami sistem hukum pada sifat yang dogmatic, selain itu juga aspek perilaku
sebagai institusi yang final dan mutlak, sebaliknya hukum progresif percaya
bahwa institusi hukum selalu berada dalam proses untuk terus menjadi (law as a
process, law in the making). Anggapan ini dijelaskan oleh Satjipto Rahardjo
sebagai berikut:
kepada manusia. Dalam konteks pemikiran yang demikian itu, hukum selalu
berada dalam proses untuk terus menjadi. Hukum adalah institusi yang secara
lain. Inilah hakikat “hukum yang selalu dalam proses menjadi (law as a process,
Dalam konteks yang demikian itu, hukum akan tampak selalu bergerak,
mempengaruhi pada cara berhukum kita, yang tidak akan sekedar terjebak dalam
ritme “kepastian hukum”, status quo dan hukum sebagai skema yang final,
57
Ibid, hlm. 72
79
melainkan suatu kehidupan hukum yang selalu mengalir dan dinamis baik itu
menerima hukum sebagai sebuah skema yang final, maka hukum tidak lagi tampil
Dasar filosofi dari hukum progresif adalah suatu institusi yang bertujuan
manusia bahagia.58 Hukum progresif berangkat dari asumsi dasar bahwa hukum
adalah untuk manusia dan bukan sebaliknya. Berdasarkan hal itu, maka kelahiran
hukum bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk sesuatu yang lebih luas,
hukumlah yang harus ditinjau dan diperbaiki, bukan manusia yang dipaksa-paksa
hanyalah sebagai “alat” untuk mencapai kehidupan yang adil, sejahtera dan
bahagia, bagi manusia. Oleh karena itu menurut hukum progresif, hukum
bukanlah tujuan dari manusia, melainkan hukum hanyalah alat. Sehingga keadilan
subtantif yang harus lebih didahulukan ketimbang keadilan prosedural, hal ini
problem kemanusiaan.
58
Mahmud Kusuma, 2009, Menyelami Semangat Hukum Progresif; Terapi Paradigmatik
Atas Lemahnya Penegakan Hukum Indonesia, Antony Lib bekerjasama LSHP, Yogyakarta, hlm.
31
80
(rules and behavior). Peraturan akan membangun sistem hukum positif yang logis
peraturan dan sistem yang telah terbangun itu. Karena asumsi yang dibangun
disini, bahwa hukum bisa dilihat dari perilaku sosial penegak hukum dan
masyarakatnya.
dengan demikian faktor manusia dan kemanusiaan inilah yang mempunyai unsur
(kebulatan tekad).
Satjipto rahardjo mengutip ucapan Taverne, “Berikan pada saya jaksa dan
hakim yang baik, maka dengan peraturan yang buruk sekalipun saya bisa
akan membawa kita untuk memahami hukum sebagai proses dan proyek
kemanusiaan.59
peraturan, berarti melakukan pergeseran pola pikir, sikap dan perilaku dari aras
sebagai pribadi (individu) dan makhluk sosial. Dalam konteks demikian, maka
59
Ibid, hlm.74
81
setiap manusia mempunyai tanggung jawab individu dan tanggung jawab sosial
membebaskan diri dari tipe, cara berpikir, asas dan teori hukum yang legalistik-
berikut. Tindakan Hakim Agung Adi Andojo Soetjipto dengan inisiatif sendiri
Kemudian dengan berani hakim Agung Adi Andojo Sutjipto membuat putusan
pada rezim Soeharto yang sangat otoriter. Selanjutnya, adalah putusan pengadilan
kepada tindakan anarkhi, sebab apapun yang dilakukan harus tetap didasarkan
pada “logika kepatutan sosial” dan “logika keadilan” serta tidak semata-mata
60
Ibid, hlm.75
82
hukum progresif bahwa “hukum untuk manusia, dan bukan sebaliknya” akan
membuat hukum progresif merasa bebas untuk mencari dan menemukan format,
G. Orisinalitas Penelitian
Berdasarkan penelusuran pustaka dan sumber informasi lainnya, penelitian yang memiliki fokus kajian tentang,
“Rekontruksi Kebijakan Sanksi Pidana Dan Tindakan (Double Tract System) Dalam Penegakan Hukum Penanggulangan Tindak
Pidana Narkoba Dalam Mewujudkan Keadilan Religius”, namun demikian terdapat beberapa penelitian yang memiliki relevansi
dengan disertasi ini, karya ilmiah dalam bentuk disertasi sebagai bahan pembanding orisinalitas disertasi ini dapat dilihat dalam
1. KEBIJAKAN FORMULASI Bambang - Kebijakan formulasi sanksi pidana terhadap Meneliti “Rekontruksi
SANKSI PIDANA Hariyono, pelaku tindak pidana narkoba menurut Kebijakan Sanksi
TERHADAP PELAKU Universitas ketentuan Undang-undang No. 22 tahun Pidana Dan Tindakan
TINDAK PIDANA Diponegoro 1997 tentang Narkotika dan Undang-undang (Double Tract System)
NARKOBA DI INDONESIA Semarang, 2009 No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika Dalam Penegakan
- Kebijakan formulasi sanksi pidana menurut Hukum
undang-undang narkoba terhadap pelaku Penanggulangan
tindak pidana narkoba pada masa yang akan Tindak Pidana
datang Narkoba Dalam
84
2. TINJAUAN YURIDIS Aspar Amien, - Penerapan hukum pidana materiil terhadap Mewujudkan Keadilan
TINDAK PIDANA Universitas pelaku tindak pidana penyalahgunaan Religius”,
PENYALAHGUNAAN Hasanuddin narkotika yang dilakukan oleh aparat
NARKOTIKA YANG Makasar, 2016 kepolisian di kota Makasar dalam putusan
DILAKUKAN OLEH No. 1811/Pid.B/2013/PN.MKS
OKNUM KEPOLISIAN - Pertimbangan hukum hakim dalam
menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak
pidana penyalahgunaan narkotika yang
dilakukan oleh aparat kepolisian
3. SANKSI HUKUM Haidir Ali, UIN - Ketentuan sanksi terhadap anak yang
TERHADAP Alauddin menyalahgunakan narkotika pada kasus
PENYALAHGUNAAN Makassar, 2017 putusan No. 24/Pid.Sus-Anak/2015/PN
NARKOTIKA OLEH ANAK Sungguminasa
DIBAWAH UMUR - Peran hakim yang membuktikan anak
dibawah umur yang menyalahgunakan
narkotika
- Penerapan sanksi sebagai efek jera terhadap
anak yang menyalahgunakan narkotika
Berdasarkan hasil penelusuran pustaka yang penulis lakukan hingga saat ini intinya belum ada penelitian yang mengangkat
permasalahan tentang “Rekontruksi Kebijakan Sanksi Pidana Dan Tindakan (Double Tract System) Dalam Penegakan Hukum
H. Kerangka Pemikiran
Pancasila
(Staat Fundamental Norm)
Memberikan Keadilan
pemberian sanksi pidana dan KEADILAN RELIGIUS
tindakan bagi Pelaku Tindak Pembukaan UUD RI tahun
Pidana 1945
Terselenggaranya tujuan
hukum
I. Metode Penelitian
peristiwa sosial dan manusia bukan ilmu dalam kerangka positivistik, tetapi
justru dalam arti common sense. Menurut mereka, pengetahuan dan pemikiran
awam berisikan arti atau makna yang diberikan individu terhadap pengalaman
berjalan dari yang spesifik menuju yang umum, dari yang konkrit menuju
yang abstrak, (3) ilmu bersifat idiografis bukan nomotetis, karena ilmu
penting; dan (5) ilmu tidak bebas nilai. Kondisi bebas nilai tidak menjadi
realita yang terkonstruksi oleh individu dan implikasi dari kontruksi tersebut
bagi kehidupan mereka dengan yang lain dalam konstruksivis, setiap individu
seperti ini menyarankan bahwa setiap cara yang diambil individu dalam
memandang dunia adalah valid, dan perlu adanya rasa menghargai atas
pandangan tersebut.
2. Jenis Penelitian
keadaan subjek dan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta yang
61
Soerjono dan Abdulrahman. 2003. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta.
hlm.. 23.
62
Altherton & Klemmack dalam Irawan Soehartono, 1999, Metode Penelitian Social
Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Social Lainnya, Bandung, Remaja Rosda Karya,
hlm. 63
88
3. Pendekatan Penelitian
undang undang dan peraturan yang sudah ada kemudian di analisis kedalam
sebuah formulasi baru guna merekonstruksi teori yang lama. Serta ntuk
data sesuai harapan penulis dan seperti yang digambarkan dalam bahan
kepustakaan. Dengan kata lain, jenis penelitian ini dapat juga disebut sebagai
pendekatan Yuridis Normatif, yaitu berdasarkan pada norma hukum dan teori
keberlakuan hukum.63
Lebih dari itu, sifat dalam penelitian ini merupakan model penelitian deskriptif
analitis yang Kebijakan Sanksi Pidana Dan Tindakan (Double Tract System)
63
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1995, Penelitian Hukum Normatif, Penelitian
kepustakaan atau disebut juga penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 13-14.
64
L. Moleong, 2002, Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung,
hlm. 34-35
89
Keadilan Religius.
65
Ibid.
90
dari hasil wawancara yang diperoleh dari narasumber atau informan yang
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang diperoleh dari kamus,
relevan.
91
sekunder, dan tersier. Bahan pustaka yang menjadi rujukan primer dalam
serta dokumen lain yang berkaitan tentang hukum pidana bagi penyalahguna
Kehakiman.67
secara ilegal di perairan Indonesia. Selain yang disebutkan diatas, penyusun juga
menggunakan referensi lainnya yang bisa dijadikan sumber acuan pelengkap yang
Adapun rujukan tersier dalam penelitian ini adalah kamus ilmiah, kamus
hukum, dan buku pedoman penulisan disertasi program Doktor ilmu hukum
pascasarjana Universitas Islam Sultan Agung Semarang tahun 2018. Hal ini
66
Ibid.
67
Ibid.
68
Ibid.hlm. 93
92
sebagai penunjang yang memberikan petunjuk terhadap data primer dan data
sekunder.69
tindak pidana narkotika di Indonesia. Oleh karena itu untuk memecahkan masalah
bidangnya.70
Data yang terkumpul dari berbagai sumber yang relevan dianalisis secara
hukum-hukum yang sesuai dengan perspektif Islam yang dijadikan landasan dan
tersebut secara jelas dan mengambil isinya dengan menggunakan content analysis.
69
Ibid. hlm. 102
70
H. Nawawi, 1995, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, hlm. 54
71
Ibid.
93
J. Sistematika Penulisan
disertasi, maka laporan ini menjelaskan secara teknis prosedural. Hal ini untuk
disertasi ini dan agar memudahkan para pembaca dalam mempelajari tata urutan
Pembahasan disertasi ini terbagi menjadi lima bab, dari setiap bab terdiri
ini.
BAB II Tinjauan Pustaka, bab ini membahas tentang: Berisi tentang tinjauan
72
Ibid. hlm. 57
73
L. Moleong, Op.cit, h.49
94
pengertian pidana, tujuan dan teori pemidanaan, sanksi pidana dan sanksi
BAB III Hasil Penelitian, bab ini akan menerangkan tentang Kebijakan Sanksi
Keadilan Religius.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Andi Ayyub Saleh, 2006, Tamasya Perenungan Hukum dalam “Law in Book and
Law in Action” Menuju Penemuan Hukum (Rechtsvinding), Yarsif
Watampone, Jakarta, hlm. 70
Bernard Arief Sidharta, 2009, Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum, Mandar
Maju, Bandung, hlm. 207-208.
BNN, Kemenkes, dan Kemensos, analisa, Sumber Timahli Komisi III DPDRI
Dani Krisnawati, dkk, 2006, Bunga Rampai Hukum Pidana Khusus, Pena Pundi
Aksara, Jakarta, hlm.93.
Hamka, Tafsir Al-azhar Jus V, 1983, Jakarta: Putaka Panji Mas, hlm. 125.
Hamzah, Andi. 1986. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia dari Retribusi ke
Reformasi. Pradya Paramita. Jakarta, hlm. 33
Merdeka, “Pengguna Narkoba di Indonesia Pada 2015 Capai 5,8 Juta Jiwa ”,
http://www.merdeka.com/peristiwa/pengguna-narkoba-di-indonesia-
pada-2015-capai-58-juta-jiwa.html , diakses tanggal 3 Maret 2018.
Moh. Mahfud MD, Politi Hukum di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2017, hlm.
375-377.
Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2005. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana.
Alumni. Bandung, hlm.14
Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2005. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana.
Alumni. Bandung, hlm. 87
Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2005. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana.
Alumni. Bandung, hlm. 65
Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2005. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana.
Alumni. Bandung, hlm. 20
S. Wiljatmo. 1979. Pengantar Ilmu Hukum. Yogyakarta: Lukman Opset. hlm 20.
Satya Arinanto, 2008, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik, Pusat Studi
Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Univesitas Indonesia, Jakarta, hlm.
340
Sudaryono dan Natangsa surbakti. 2005. Buku Pegangan Kuliah Hukum Pidana.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. hlm. 112.
Sunaryati Hartono, 1991, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional,
Alumni, Bandung, hlm.3.
Perundang-undangan:
Internet:
http://pusatinformasi212.blogspot.co.id/2017/04/teori-keadilan-menurut-
aristoteles-plato-thomas-hobbes.html, accessed on 1 December 2018.
http://www.krjogja.com/web/news/read/52042/Di_Jateng_Pengguna_Narkoba_52
3_Ribu_Orang
http://www.tribunnews.com/mpr-ri/2016/06/21/seharusnya-mpr-kembali-
berwenang-menetapkan-gbhn, pada tanggal 6 Juni 2018
https://ilhamendra.wordpress.com/2010/10/19/teori-keadilan-john-rawls-
pemahaman-sederhana-buku-a-theory-of-justice/ accessed on 4
December 2018.
https://www.suaramerdeka.com/news/baca/129830/pengguna-narkoba-capai-35-
juta-orang
Sindo News, “Rehabilitasi Pecandu Narkoba Dijamin Undang-Undang”,
http://nasional.sindonews.com/read/877153/15/rehabilitasi-pecandu-narkoba-
dijamin-undang-undang-1403750534, diakses pada tanggal 3 Maret 2018.