Vous êtes sur la page 1sur 18

ASESMEN AWAL

A. Tujuan Asesmen
Panduan asesmen keberhasilan literasi merupakan instrumen untuk
menilai keberhasilan sekolah dalam mengimplementasikan program
literasi di sekolah. Panduan asesmen ini merupakan pedoman umum
yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai
alat untuk membantu sekolah mengevaluasi program literasi. Sebagai
pedoman umum, indikator-indikator dalam panduan asesmen
memberikan gambaran umum tentang apa yang perlu dinilai. Guru
diharapkan dapat menyusun pedoman asesmen tersendiri yang lebih kaya
dengan indikator lebih khusus sesuai dengan kebutuhan khas sekolah.

Ciri utama pelaksanaan program literasi adalah ketercapaian pelaksanaan


indikator-indikator literasi yang sesuai dengan ciri khas dan kearifan
lokal yang dimiliki sekolah dan karakter yang berbeda-beda. Program
literasi menjadi penting dalam membangun pembiasaan, pengembangan,
dan pembelajaran di sekolah untuk membudayakan sumber pengetahuan,
bukan lagi berdasarkan teori An Sich (pada dirinya sendiri), tetapi telah
mempraktikkan secara langsung sumber pengetahuan tersebut.

Asesmen keberhasilan program literasi dapat dilakukan secara internal


yang melibatkan pemangku kepentingan (kepala sekolah, guru, orang
tua, komite sekolah, alumni, dan masyarakat) dan secara eksternal dapat
dilakukan oleh pihak-pihak dari luar sekolah yang memiliki kepentingan
bersama untuk menyukseskan pelaksanaan program literasi.

B. Asesmen Awal
Sekolah membuat asesmen awal sebelum melaksanakan program literasi
sebagai sebuah dokumen tersendiri dengan mendasarkan diri pada
format asesmen awal. Tujuan asesmen awal adalah untuk mempelajari
kondisi awal dan memastikan taraf kesiapan sekolah dalam menyusun
perencanaan dan pelaksanaan gerakan literasi di sekolah. Dengan
mengetahui potensi-potensi lingkungan yang tersedia sebagai kondisi
awal, sekolah dapat menyusun gerakan literasi yang lebih realistis,
sesuai dengan kearifan nilai-nilai lokal, menghargai budaya setempat,
dan mendapatkan sumber daya material (keuangan) dan personalia yang
sesuai. Asesmen awal membantu sekolah menentukan program-program
literasi yang tepat sasaran dalam membentuk budaya sekolah.

Aspek-aspek yang perlu dilakukan pada tahap asesmen awal antara lain:
(1) kondisi-kondisi yang dapat mendukung dan tidak mendukung
implementasi gerakan literasi di sekolah, baik kondisi yang berkaitan
dengan siswa, guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan: (2) iklim
yang kondusif di sekolah; (3) kebutuhan untuk menjadi lebih baik dari
warga sekolah; dan (4) dukungan yang diperoleh dari pemangku
kepentingan, misalnya dari pemerintah pusat/daerah, perguruan tinggi,
komunitas, perusahaan, dan perkumpulan atau organisasi yang ada di
masyarakat.

Assesmen awal yang baik dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan
prioritas program (lama program, cara melakukan, waktu pelaksanaan,
tujuan, pelaku yang terlibat, dana kegiatan, dan lain-lain).

C. Prinsip-prinsip Penilaian
Penilaian program literasi harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut.
1. Orientasi pada Proses
Panduan penilaian berorientasi pada proses berarti instrumen yang
dibuat, baik oleh sekolah maupun oleh pemerintah, bertujuan untuk
mengevaluasi proses pelaksanaan literasi, mulai dari asesmen kebutuhan
pada tahap awal, sampai proses penilaian keberhasilan pada akhir
program.
2. Acuan pada Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dalam panduan penilaian mengacu pada proses
pelaksanaan literasi secara utuh dan menyeluruh, mulai dari tahap awal,
yaitu asesmen awal sampai evaluasi.
3. Asas manfaat
Penilaian bertujuan agar sekolah memperoleh manfaat bagi perbaikan
selanjutnya. Proses penilaian dilaksanakan untuk menilai keterlaksanaan
dan kebermanfaatan, bukan untuk mencari kesalahan. Indikator-
indikator penilaian di dalam rubrik bermanfaat untuk melakukan
evaluasi bagi pengembangan program literasi di masa depan.
4. Jujur dan Objektif
Penilaian dilakukan secara jujur objektif sesuai dengan apa yang terjadi
dan melaporkan hasil temuannya sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya. Penilaian mengutamakan kejujuran sekolah dalam menilai
karena program literasi lebih menekankan kemampuan sekolah dalam
mengevaluasi diri tanpa perlu pengawasan dari pihak luar. Kemandirian,
objektivitas, dan kejujuran dalam menilai.
5. Metode Penilaian
Cara melakukan penilaian adalah melalui observasi (pengamatan
langsung) untuk mengumpulkan data, baik data-data administratif
maupun catatan-catatan pendukung untuk menilai sebuah kegiatan.
Observasi dapat dilakukan secara individual, bila instansi yang menilai
adalah individu di luar sekolah, seperti pengawas, atau dari Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota. Bila sekolah yang melakukan evaluasi diri,
sekolah dapat mempergunakan masukan data-data observasi dari
anggota komunitas sekolah (guru, siswa, dan lain-lain) untuk
menjustifikasi indikator keberhasilan sesuai dengan rubrik.

Observasi yang dilakukan meliputi observasi lingkungan fisik


sekolah, lingkungan sosial sekolah, budaya, dan karakter sekolah.
Unsur-unsur tersebut dapat diamati pada sarana dan prasarana
sekolah, proses belajar-mengajar di kelas, berbagai macam
dokumentasi pembelajaran (program tahunan, RPP, dan lain-lain),
kegiatan kokurikuler, ekstrakurikuler, dan kegiatan setelah
pembelajaran formal di lingkungan sekolah dan komunitas. Penilai
juga dapat melihat dokumen-dokumen lain sekolah yang mendukung
penilaian pada lembar observasi. Data-data observasi dan data-data
administratif digabungkan untuk memberikan justifikasi skoring
sesuai rubrik pada indikator keberhasilannya. Data-data administrasi
berupa dokumen-dokumen pendukung (tertulis dalam dokumen, atau
dokumentasi dalam bentuk digital, seperti video, foto, dan lain-lain).

D. Penilai Literasi
Penilai adalah pihak sekolah yang melibatkan seluruh pemangku
kepentingan pendidikan. Untuk menjaga objektivitas, penilaian keberhasilan
dilakukan minimal dengan melibatkan tiga pemangku kepentingan utama
pendidikan, yaitu sekolah, komite sekolah/ orangtua, dan pengawas.
Perwakilan komunitas atau dinas dapat juga dilibatkan untuk membuat
evaluasi.

Kepala sekolah, komite sekolah, orang tua, dan pengawas melakukan


evaluasi Penguatan Pendidikan Karakter dengan cara menilai keberhasilan
mempergunakan informasi dari rubrikasi penilaian sebagai alat untuk
membantu justifikasi indikator.

E. Instrumen Penilaian Literasi


Instrumen penilaian merupakan alat untuk mengukur keberhasilan,
mengevaluasi program, dan menjadi bahan perbaikan pengembangan.
Rubrik penilaian merupakan informasi untuk menilai pengukuran
keterlaksanaan implementasi sesuai dengan konsep pendidikan karakter
utuh dan menyeluruh yang disetiap indikatornya mencerminkan
implementasi proses desain program.

F. Cara Menghitung Skor Literasi


Cara-cara menghitung skor dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
Pertama, penilai memberi skor pada instrumen indikator keberhasilan di
Sekolah dengan mempergunakan rubrikasi penilaian.
Kedua, penilai mengisi hasil skor dalam tabel rekapitulasi penilaian.
Ketiga, cara menilai rerata adalah jumlah total seluruh item dalam satu
indikator penilaian yang sama dibagi dengan jumlah item.
Sebagai contoh, kita menilai indikator 1 tentang Sosialisasi dengan data skor
sebagai berikut 3. Nilai pada indikator sosialisasi adalah 3/1=3. Jadi rerata
pada indikator 1 tentang sosialisasi adalah 3. Jika jumlah aspek yang menjadi
indikator penilaian lebih dari 1 butir, maka nilai diambil dari rerata jumlah
skor.

Contoh simulasi:

Tabel 1
Rekapitulasi Skor Penilaian

Nama Sekolah : …………………


Penilai : ………………....
Tanggal Penilaian : ………………...

Nomor Aspek Penilaian


Komponen Rt
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2. Disain Program 1 2 3 1 2 2 2 3 2 1 1,9

Keempat, cara yang sama dipakai untuk menilai seluruh indikator.


Bila seluruh rerata indikator sudah dijumlahkan, nilai total adalah
jumlah total rerata dibagi 10. Akan didapatkan skor antara (0–3).

G. Cara Membaca Skor Penilaian Literasi

Kualitas keberhasilan pelaksanaan di sekolah di nilai berdasarkan


perhitungan skor seluruh indikator yang ada. Skor sekolah akan berkisar
antara 0 – 3.

Cara membaca hasil skor sebagai berikut:


0,00 - 0,60 (E): Banyak hal yang harus diperbaiki dalam pengembangan
0,61 - 1,20 (D): Sudah mulai ada usaha mengembangkan
1,21 - 1,80 (C): Praksis sudah mulai terlihat di lingkungan sekolah
1,81 - 2,40 (B): Praksis di sekolah sudah menjadi kebiasaan
2,41 - 3,00 (A): Praksis sudah sangat istimewa dan menjadi pembiasaan
FORMAT ASESMEN
PROGRAM LITERASI SEKOLAH

Nama Sekolah : ____________________________________________


Alamat : ____________________________________________
Nama Penilai : ____________________________________________________
Nomor Ponsel : ____________________________________________________
E-mail : ____________________________________________________

PETUNJUK UMUM
Untuk memastikan pelaksanaan program literasi mulai dari rancangan awal,
pelaksanaan sampai evaluasi, sekolah perlu melihat potensi-potensi yang
mendukung pengembangan literasi dan yang kurang mendukung di sekolah
dan luar sekolah. Asesmen potensi ini merupakan langkah awal sebelum
sekolah memutuskan untuk mendesain program. Tujuan asesmen awal
adalah agar sekolah dapat mengidentifikasi sumber-sumber daya sebanyak
mungkin yang telah dan dapat dipergunakan untuk mendukung literasi.
Isilah format di bawah ini dengan penjelasan dan deskripsi menggambarkan
potensi awal yang menjadi modal sekolah dalam mengembangkan program
literasi.
Indikator Asesmen Program Literasi di Sekolah

SKOR
NO KOMPONEN
0 1 2 3
A. SOSIALISASI
1 Sekolah melakukan sosialisasi kepada guru, komite sekolah,
orang tua/wali siswa, siswa, dan komunitas masyarakat
lainnya.
B. DESAIN PROGRAM
2 Keberadaan program literasi di sekolah.
3 Dukungan dari pimpinan sekolah terhadap program
literasi.
4 Lama pelaksanaan program literasi di sekolah.
5 Arah program literasi terintegrasi dalam rumusan
RKS/RKT/RKAS dan dokumen kurikulum sekolah.
6 Sekolah memiliki program unggulan literasi dengan
mengintegrasikan jenis-jenis literasi.
7 Sekolah mengembangkan program literasi bagi peserta
SKOR
NO KOMPONEN
0 1 2 3
didik penyandang disabilitas (berkebutuhan khusus)
dalam basis kelas, budaya sekolah, dan partisipasi
masyarakat.
8 Sekolah memiliki program bersifat kesukarelawanan dalam
pengelolaan literasi.
9 Sekolah mendesain program literasi dengan menyesuaikan
tahap perkembangan peserta didik (fisik, emosi, sosial,
kognitif, dan moral).
10 Sekolah memiliki program literasi dalam bentuk
pembiasaan untuk menanamkan enam literasi dasar.
11 Kendala-kendala yang dihadapi dalam melaksanakan
program literasi di sekolah (sarana, pembiayaan, dan
kebijakan).
C. LITERASI BERBASIS KELAS
12 Guru mengintegrasikan jenis-jenis literasi dalam desain
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
13 Guru mengembangkan skenario pembelajaran yang dapat
memperkuat budaya literasi.
14 Guru mengaitkan isi materi pembelajaran dengan
persoalan konten literasi dasar dalam kehidupan sehari-
hari.
15 Sekolah mengembangkan kapasitas guru secara
berkelanjutan (pelatihan, lesson studies, berbagi
pengalaman, dan lain-lain).

D. PENGEMBANGAN BUDAYA SEKOLAH


16 Sekolah mengembangkan berbagai jenis literasi yang
memperkuat budaya sekolah.
17 Sekolah mengembangkan budaya belajar yang
menumbuhkan keterampilan abad 21 (kualitas karakter,
literasi dasar, dan 4 kompetensi/berpikir kritis, kreatif,
komunikasi dan kolaborasi).
18 Sekolah memanfaatkan potensi lingkungan dalam
membangun kesadaran literasi (membaca kritis, menulis
kreatif, dan mengapresiasi literasi).
19 Sekolah mengembangkan kegiatan yang mendukung
pengembangan literasi berbasis budaya sekolah
(membaca kritis, menulis kreatif, penerbitan karya,
unjuk karya, lomba mendongeng, dan lain-lain).
SKOR
NO KOMPONEN
0 1 2 3
E. PARTISIPASI MASYARAKAT
20 Sekolah mengembangkan program literasi melalui
penguatan peran komite sekolah, orang tua, dan
paguyuban wali murid.
21 Sekolah melibatkan masyarakat dalam kegiatan literasi
melalui penguatan peran tokoh masyarakat, pelaku seni
dan budaya, dunia usaha dan dunia industri (DUDI),
perguruan tinggi, ikatan alumni, media, dan lembaga
pemerintah.
22 Sekolah memanfaatkan sumber-sumber pembelajaran di
luar lingkungan sekolah secara maksimal dan efektif
(puskesmas, perpustakaan daerah, taman bacaan
masyarakat, pasar, dan lain-lain).
23 Sekolah melakukan perjanjian kerja sama literasi dengan
masyarakat (perseorangan atau lembaga).
Rubrik Asesmen Program Literasi di Sekolah

No Komponen 0 1 2 3
1 Sekolah melakukan sosialisasi kepada guru, komite
sekolah, orang tua/wali siswa, siswa, dan komunitas
masyarakat lainnya.
Keterangan
0. Sekolah tidak melakukan sosialisasi
1. Sekolah melakukan sosialisasi minimal satu komponen
2. Sekolah melakukan sosialisasi minimal pada dua komponen
3. Sekolah melakukan sosialisasi sekurang-kurangnya tiga komponen

No Komponen 0 1 2 3
2 Keberadaan program literasi di sekolah.
Keterangan
0. Sekolah tidak memiliki program literasi
1. Sekolah memiliki 1 program literasi
2. Sekolah memiliki 2 program literasi
3. Sekolah memiliki 3 program literasi atau lebih

No Komponen 0 1 2 3
3 Dukungan dari pimpinan sekolah terhadap
program literasi.
Keterangan
0. Sekolah tidak memiliki dukungan dari pimpinan sekolah
1. Sekolah memiliki dukungan dari pimpinan sekolah tetapi tidak formal
2. Sekolah memiliki dukungan dari pimpinan sekolah secara formal tetapi
tidak tertulis
3. Sekolah memiliki dukungan dari pimpinan sekolah secara formal dan
tertulis

No Komponen 0 1 2 3
4 Lama pelaksanaan program literasi di sekolah.
Keterangan
0. Sekolah belum melaksanakan program literasi
1. Sekolah sudah melaksanakan program literasi selama satu tahun
2. Sekolah sudah melaksanakan program literasi selama dua tahun
3. Sekolah sudah melaksanakan program literasi selama sekurang-kurangnya
tiga tahun
No Komponen 0 1 2 3
5 Arah program literasi terintegrasi dalam rumusan
RKS/RKT/RKAS dan dokumen kurikulum sekolah.
Keterangan
0. Program literasi tidak ada dalam rumusan RKS/RKT/RKAS dan dokumen
kurikulum sekolah.
1. Program literasi hanya ada dalam rumusan RKS/RKAS
2. Program literasi ada dalam rumusan RKS/RKT/RKAS
3. Program literasi ada dalam rumusan RKS/RKT/RKAS dan dokumen
kurikulum sekolah.

No Komponen 0 1 2 3
6 Sekolah memiliki program unggulan literasi yang
terintegrasi dalam basis kelas, budaya sekolah, dan
partisipasi masyarakat.
Keterangan
0. Sekolah tidak memiliki program unggulan literasi
1. Sekolah memiliki sekurang-kurangnya satu program unggulan literasi
2. Sekolah memiliki dua program unggulan literasi
3. Sekolah memiliki program unggulan literasi berbasis kelas, budaya sekolah,
dan partisipasi masyarakat

No Komponen 0 1 2 3
7 Sekolah mengembangkan program literasi bagi
peserta didik penyandang disabilitas
(berkebutuhan khusus) dalam basis kelas, budaya
sekolah, dan partisipasi masyarakat.
Keterangan
0. Sekolah belum mengembangkan program literasi bagi peserta didik
penyandang disabilitas (berkebutuhan khusus) dalam basis kelas, budaya
sekolah, dan partisipasi masyarakat.
1. Sekolah telah mengembangkan program literasi bagi peserta didik
penyandang disabilitas (berkebutuhan khusus) dalam basis kelas
2. Sekolah telah mengembangkan program literasi bagi peserta didik
penyandang disabilitas (berkebutuhan khusus) dalam basis kelas dan
budaya sekolah
3. Sekolah telah mengembangkan program literasi bagi peserta didik
penyandang disabilitas (berkebutuhan khusus) dalam basis kelas, budaya
sekolah, dan partisipasi masyarakat.
No Komponen 0 1 2 3
8 Sekolah memiliki program bersifat
kesukarelawanan dalam pengelolaan literasi
Keterangan:
0. Sekolah tidak memiliki program bersifat kesukarelawanan
1. Sekolah memiliki program bersifat kesukarelawanan rutin, inisiatif peserta
didik untuk melakukan kegiatan di lingkungan sekolah.
2. Sekolah memiliki program bersifat kesukarelawanan rutin, inisiatif peserta
didik untuk melakukan kegiatan di dalam dan di luar lingkungan sekolah.
3. Sekolah memiliki program bersifat kesukarelawanan rutin yang berasal dari
inisiatif peserta didik untuk melakukan kegiatan di dalam dan di luar
lingkungan sekolah, dan terprogram.

No Komponen 0 1 2 3
9 Sekolah mendesain program literasi dengan
menyesuaikan tahap perkembangan peserta didik
(kognitif, bahasa, sosial, dan moral).
Keterangan
0 Sekolah tidak memiliki program literasi yang menyesuaikan dengan
perkembangan peserta didik.
1 Sekolah hanya mendesain program literasi yang menyesuaikan
perkembangan salah satu aspek (kognitif, bahasa, sosial, dan moral).
2 Sekolah hanya mendesain program literasi yang menyesuaikan
perkembangan dalam dua aspek (kognitif, bahasa, sosial, dan moral).
3 Sekolah mendesain program literasi yang menyesuaikan perkembangan
aspek kognitif, bahasa, sosial, dan moral.

No Komponen 0 1 2 3
10 Sekolah memiliki program literasi dalam bentuk
pembiasaan untuk menanamkan enam literasi dasar.
Keterangan
0 Sekolah tidak memiliki program literasi dalam bentuk pembiasaan untuk
menanamkan enam literasi dasar.
1 Sekolah hanya memiliki satu sampai dua program literasi dalam bentuk
pembiasaan untuk menanamkan enam literasi dasar.
2 Sekolah hanya memiliki tiga sampai lima program literasi dalam bentuk
pembiasaan untuk menanamkan enam literasi dasar.
3 Sekolah memiliki program literasi dalam bentuk pembiasaan untuk
menanamkan enam literasi dasar.

No Komponen 0 1 2 3
11 Kendala-kendala yang dihadapi dalam
melaksanakan program literasi di sekolah
(sarana, pembiayaan, dan kebijakan)
Keterangan
0 Sekolah memiliki kendala yang dihadapi dalam melaksanakan program
literasi di sekolah (sarana, pembiayaan, dan kebijakan)
1 Sekolah hanya memiliki dua kendala dalam melaksanakan program literasi
di sekolah (sarana, pembiayaan, dan kebijakan)
2 Sekolah hanya memiliki satu kendala dalam melaksanakan program literasi
di sekolah (sarana, pembiayaan, dan kebijakan)
3 Sekolah tidak memiliki kendala.

No Komponen 0 1 2 3
12 Guru mengintegrasikan jenis-jenis literasi dalam
desain rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
Keterangan
0 Kurang dari 25 % guru yang mengintegrasikan jenis-jenis literasi dalam
desain rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
1 25 – 49 % guru mengintegrasikan jenis-jenis literasi dalam desain rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP).
2 50 – 74 % guru mengintegrasikan jenis-jenis literasi dalam desain rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP).
3 75 – 100 % guru mengintegrasikan jenis-jenis literasi dalam desain rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP).

No Komponen 0 1 2 3
13 Guru mengembangkan skenario pembelajaran yang
dapat memperkuat budaya literasi.
Keterangan
0 Kurang dari 25 % guru mengembangkan skenario pembelajaran yang dapat
memperkuat budaya literasi.
1 25 – 49 % guru mengembangkan skenario pembelajaran yang dapat
memperkuat budaya literasi.
2 50 – 74 % guru mengembangkan skenario pembelajaran yang dapat
memperkuat budaya literasi.
3 75 – 100 % guru mengembangkan skenario pembelajaran yang dapat
memperkuat budaya literasi.

No Komponen 0 1 2 3
14 Guru mengaitkan isi materi pembelajaran dengan
persoalan konten literasi dasar dalam kehidupan
sehari-hari.
Keterangan
0 Kurang dari 25 % guru mengaitkan isi materi pembelajaran dengan
persoalan konten literasi dasar dalam kehidupan sehari-hari.
1 25 – 49 % guru mengaitkan isi materi pembelajaran dengan persoalan
konten literasi dasar dalam kehidupan sehari-hari.
2 50 – 74 % guru mengaitkan isi materi pembelajaran dengan persoalan
konten literasi dasar dalam kehidupan sehari-hari.
3 75 – 100 % guru mengaitkan isi materi pembelajaran dengan persoalan
konten literasi dasar dalam kehidupan sehari-hari.

No Komponen 0 1 2 3
15 Sekolah mengembangkan kapasitas guru secara
berkelanjutan (pelatihan, lesson studies, berbagi
pengalaman, dan lain-lain).
Keterangan
0 Sekolah tidak melakukan pengembangan kapasitas guru
1 Sekolah melakukan pelatihan guru dalam pengembangan pembelajaran atas
undangan dari luar
2 Sekolah melakukan pengembangan guru dalam pengembangan
pembelajaran secara berkelanjutan atas inisiatif sekolah
3 Sekolah memiliki rencana dan sistem manajemen pengembangan guru
dalam pembelajaran secara berkelanjutan atas inisiatif sekolah dan
dilaksanakan secara efektif.

No Komponen 0 1 2 3
16 Sekolah mengembangkan berbagai jenis literasi
yang memperkuat budaya sekolah.
Keterangan
0 Sekolah tidak mengembangkan jenis literasi yang memperkuat budaya
sekolah
1 Sekolah mengembangkan sekurang-kurangnya satu jenis literasi yang
memperkuat budaya sekolah
2 Sekolah mengembangkan dua sampai tiga literasi yang memperkuat
budaya sekolah
3 Sekolah mengembangkan sekurang-kurangnya empat jenis literasi yang
memperkuat budaya sekolah

No Komponen 0 1 2 3
17 Sekolah mengembangkan budaya belajar yang
menumbuhkan keterampilan abad 21 (berpikir
kritis, kreatif, komunikasi dan kolaborasi, literasi
multimedia).
Keterangan
0 Sekolah tidak mengembangkan budaya belajar yang menumbuhkan
keterampilan abad-21
1 Sekolah mengembangkan budaya belajar yang menumbuhkan hanya
satu keterampilan abad-21
2 Sekolah mengembangkan budaya belajar yang menumbuhkan dua
sampai tiga keterampilan abad-21
3 Sekolah mengembangkan budaya belajar yang menumbuhkan sekurang-
kurangnya empat keterampilan abad-21

No Komponen 0 1 2 3
18 Sekolah memanfaatkan potensi lingkungan dalam
membangun kesadaran literasi (pojok baca,
perpustakaan, UKS, kantin, aula, tangga, dan lain-
lain).
Keterangan
0 Sekolah tidak memanfaatkan potensi lingkungan dalam membangun
kesadaran literasi.
1 Sekolah memanfaatkan satu sampai dua potensi lingkungan dalam
membangun kesadaran literasi
2 Sekolah memanfaatkan tiga sampai empat potensi lingkungan dalam
membangun kesadaran literasi
3 Sekolah memanfaatkan sekurang-kurangnya lima potensi lingkungan
dalam membangun kesadaran literasi

No Komponen 0 1 2 3
19 Sekolah mengembangkan kegiatan yang
mendukung pengembangan literasi berbasis
budaya sekolah (membaca kritis, menulis kreatif,
penerbitan karya, unjuk karya, lomba
mendongeng, dan lain-lain)
Keterangan
0 Sekolah tidak mengembangkan kegiatan yang mendukung pengembangan
literasi berbasis budaya sekolah
1 Sekolah mengembangkan satu sampai dua kegiatan yang mendukung
pengembangan literasi berbasis budaya sekolah
2 Sekolah mengembangkan tiga sampai empat kegiatan yang mendukung
pengembangan literasi berbasis budaya sekolah
3 Sekolah mengembangkan sekurang-kurangnya lima kegiatan yang
mendukung pengembangan literasi berbasis budaya sekolah

No Komponen 0 1 2 3
20 Sekolah mengembangkan program literasi
melalui penguatan peran komite sekolah, orang
tua, dan paguyuban wali murid.
Keterangan
0 Sekolah tidak mengembangkan program literasi melalui penguatan peran
komite sekolah, orang tua, dan paguyuban wali murid.
1 Sekolah mengembangkan program literasi melalui salah satu dari tiga
unsur (komite sekolah, orang tua, dan paguyuban wali murid).
2 Sekolah mengembangkan program literasi melalui dua dari tiga unsur
(komite sekolah, orang tua, dan paguyuban wali murid).
3 Sekolah mengembangkan program literasi melalui unsur komite sekolah,
orang tua, dan paguyuban wali murid.

No Komponen 0 1 2 3
21Sekolah melibatkan masyarakat dalam kegiatan
literasi melalui penguatan peran tokoh masyarakat,
pelaku seni dan budaya, Dunia Usaha dan Dunia
Industri (DUDI), perguruan tinggi, ikatan alumni,
media, dan lembaga pemerintah.
Keterangan
0 Sekolah tidak melibatkan masyarakat dalam kegiatan literasi melalui
penguatan peran tokoh masyarakat, pelaku seni dan budaya, Dunia Usaha
dan Dunia Industri (DUDI), perguruan tinggi, ikatan alumni, media, dan
lembaga pemerintah.
1 Sekolah melibatkan satu sampai dua unsur tokoh masyarakat.
2 Sekolah melibatkan tiga sampai empat unsur tokoh masyarakat.
3 Sekolah melibatkan lebih dari lima unsur tokoh masyarakat.

No Komponen 0 1 2 3
22 Sekolah memanfaatkan sumber-sumber
pembelajaran di luar lingkungan sekolah secara
maksimal dan efektif (puskesmas, perpustakaan
daerah, taman bacaan masyarakat, pasar, dan lain-
lain).
Keterangan
0 Sekolah tidak memanfaatkan sumber-sumber pembelajaran di luar
lingkungan sekolah secara maksimal dan efektif.
1 Sekolah memanfaatkan satu sampai dua sumber-sumber pembelajaran di
luar lingkungan sekolah secara maksimal dan efektif.
2 Sekolah memanfaatkan tiga sampai empat sumber-sumber pembelajaran di
luar lingkungan sekolah secara maksimal dan efektif.
3 Sekolah memanfaatkan lebih dari lima sumber-sumber pembelajaran di luar
lingkungan sekolah secara maksimal dan efektif.

No Komponen 0 1 2 3
23Sekolah melakukan perjanjian kerja sama literasi
dengan masyarakat (perseorangan atau lembaga).
Keterangan
0 Sekolah tidak melakukan perjanjian kerja sama literasi dengan masyarakat.
1 Sekolah melakukan perjanjian kerja sama literasi dengan salah satu unsur
masyarakat.
2 Sekolah melakukan perjanjian kerja sama literasi dengan kedua unsur
masyarakat
3 Sekolah melakukan perjanjian kerja sama literasi dengan kedua unsur
masyarakat yang dilengkapi dengan perjanjian tertulis dan berkelanjutan.
Tabel Rekapitulasi Skor Penilaian Program Literasi Sekolah

Nama Sekolah : ____________________________________________


Penilai : ____________________________________________
Tanggal Penilaian : ____________________________________________________

Unsur Komponen
No Komponen Rerata
#1 #2 #3 #4 #5 #6 #7 #8
1. Sosialisasi
2. Desain
Program
3. Literasi
Berbasis Kelas
4. Pengembangan
Budaya
Sekolah
5. Partisipasi
Masyarakat
TOTAL
NILAI (Rerata
PENUTUP

Panduan penilaian gerakan literasi sekolah yang ada di dalam


naskah ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam rangka
memperkuat Pendidikan Karakter dilingkungan pendidikan.

Dokumentasi penting ini juga akan dilengkapi dengan modul-


modul pelatihan dalam rangka pengembangan kapasitas, baik itu untuk
kepala sekolah, guru, komite sekolah dan pengawas, sebagai pelaku
utama gerakan literasi di sekolah.

Tim gerakan literasi sekolah ini telah mempersiapkan modul- modul


pelatihan yang lengkap, yaitu modul pelatihan 34 jam. Modul pelatihan yang
menyertai dokumen ini dibuat dalam struktur yang sederhana dan mudah
dipraktikkan oleh para pelaku literasi, baik sebagai bacaan mandiri untuk
memperkuat pemahaman dan implementasi program literasi, maupun
sebagai materi untuk memberikan pelatihan kepada para pelaku lain.

Dokumen yang belum sempurna ini selalu terbuka untuk menerima


masukan, kritik dan saran demi perbaikan pelaksanaan literasi di masa yang
akan datang.

Semoga melalui buku ini, seluruh sekolah di Indonesia semakin dapat


menerapkan gerakan literasi sesuai dengan keunikan dan kekhasan sekolah
dan daerah masing-masing sehingga pendidikan kita sungguh dapat
melahirkan individu yang unik, khas, dengan bakat dan talenta tertentu,
sebagai wujud dari kebhinekaan bangsa Indonesia yang kokoh, kuat,
berkarakter, mandiri, dan memiliki jati diri khas sebagai bangsa Indonesia.

Vous aimerez peut-être aussi