Vous êtes sur la page 1sur 49

Gambaran Konsumsi Makanan Indeks Glikemik Tinggi dan Faktor- faktor Lainnya

dengan Kejadian Obesitas pada Murid Sekolah Menengah Pertama Negeri 130 Jakarta
Periode Oktober 2017

Oldi Nelson, Rahel Tjandrawan, Christine Sirait, Ivana Theresia


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Samsons.oldi@gmail.com Raheltjandrawan@gmail.com Just.chikiez@ymail.com Ivana.tunas@gmail.com

Abstrak

Sebagian besar penduduk dunia memiliki angka kematian lebih tinggi pada kejadian obesitas
dibandingkan dengan kejadian kekurangan gizi. Menurut WHO 2016, prevalensi kegemukan dan obesitas
di kalangan anak-anak dan remaja berusia 5-19 telah meningkat secara dramatis dari hanya 4% di tahun
1975 menjadi 18% di tahun 2016. Prevalensi gemuk pada remaja di Indonesia umur 13-15 tahun
mengalami peningkatan dari tahun 2007 yaitu 7.95% menjadi 10.8% di tahun 2013. Tujuan penelitian
untuk mengetahui gambaran konsumsi makanan indeks glikemik tinggi dan faktor – faktor lainnya
dengan kejadian obesitas Sekolah Menengah Pertama Negeri 130 Jakarta periode Oktober 2017. Desain
penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel penelitian sebanyak 96
subjek. Cara pemilihan sampel dengan systematic sampling. Instrumen penelitian berupa kuisioner. Data
dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square dan Fisher . Dari hasil analisis, didapatkan hubungan
yang bermakna antara konsumsi makanan indeks glikemik tinggi (p value= 0,917), aktivitas fisik (p
value= 0,004), herediter (p value= 0,000), perilaku makan (p value= 0,312), pengetahuan gizi (p value=
0,979), dan pola tidur (p value= 0,114) dengan kejaidan obesitas pada murid Sekolah Menengah Pertama
Negeri 130 Jakarta periode Oktober 2017.

Kata kunci: obesitas, makanan indeks glikemik tinggi, murid SMP

1
Consumption Pattern of High Glycemic Index Foods and other Factors with Obesity Rate
at National Junior High School 130 Period October 2017

Oldi Nelson, Rahel Tjandrawan, Christine Sirait, Ivana Theresia


Faculty of Medicine UKRIDA
Samsons.oldi@gmail.com Raheltjandrawan@gmail.com Just.chikiez@ymail.com Ivana.tunas@gmail.com

Abstract

Mortality rate in the world caused by overweight and obesity have higher rank than caused by
malnutrition. In 2016 WHO states overweight and obesity in child and adolescents, about 5-19 years old
have been dramatically increased from 4% in 1975 to 18% in 2016. The prevalence of obesity rate in
adolescents about 13-15 years old in Indonesia have been increased from 7.97% in 2007 to 10.8% in
2013. The purpose of the research is to knowing the distribution of high glycemic index food consumption
and other factors with obesity phenomenon at National Junior High School 130 Jakarta for period

October 2017. Method of research used cross sectional approach analytic. The samples are chosen by
systematic sampling which the primary data is taken by questionnaires. Data analysis was carried out by
using software analysis, Chi-Square test and Fisher test. Based on analysis result, it showed the
significant relationship between consumption of high glycemic index food (p value= 0,917), physical
activity (p value= 0,004), hereditary (p value= 0,000), emotional eating (p value= 0,312), nutrition
knowledge (p value= 0,979), and sleep duration (p value= 0,114) with Obesity in National Junior High
School 130 period October 2017.

Keywords: Obesity, high glycemic index foods, junior high school students

2
Pendahuluan Lampung, Sulawesi Utara dan Papua.1
Obesitas di seluruh dunia telah Perubahan pola konsumsi masyarakat ini
meningkat hampir tiga kali lipat sejak tahun dipercepat oleh makin kuatnya arus budaya
1975. Sebagian besar penduduk dunia makanan asing yang disebabkan oleh
memiliki angka kematian lebih tinggi pada kemajuan teknologi informasi dan
kejadian obesitas dibandingkan dengan globalisasi ekonomi. Disamping itu
kejadian kekurangan gizi. Dalam beberapa perbaikan ekonomi menyebabkan
dekade terakhir prevalensi obesitas pada usia berkurangnya aktivitas fisik masyarakat
remaja juga semakin meningkat, menurut tertentu. Perubahan ini berakibat semakin
data WHO di tahun 2016 prevalensi banyaknya penduduk golongan tertentu
kegemukan dan obesitas di kalangan anak- mengalami masalah kelebihan gizi.4 Remaja
anak dan remaja ditemukan lebih dari 124 yang mengalami obesitas perlu diwaspadai
juta anak-anak dan remaja yang berusia 5-19 karena cenderung akan berlanjut menjadi
tahun, kenaikan ini terjadi serupa baik pada orang dewasa yang mengalami obesitas
anak laki-laki dan perempuan, pada tahun pula, dan berisiko terkena diabetes, dan atau
2016 diketahui 18% anak perempuan dan penyakit kardiovaskular pada usia muda.5
19% anak laki-laki yang mengalami Hal ini berhubungan dengan pola
kelebihan berat badan. Hal ini telah konsumsi makanan yang mengandung
meningkat secara dramatis dari hanya 4% di indeks glikemik atau beban glikemik tinggi,
tahun 1975 menjadi 18% di tahun 2016.1 telah diakui dalam beberapa studi, memiliki
Kejadian obesitas tidak hanya peranan positif dengan penambahan berat
ditemukan pada negara maju, namun juga di badan dan obesitas baik pada hewan maupun
negara berkembang. Secara Nasional manusia, serta dalam peningkatan kadar
prevalensi gemuk pada remaja umur 13-15 serum trigliserida, peningkatan level
tahun di Indonesia mengalami peningkatan kolesterol LDL, dan peningkatan serum
dari tahun 2007 yaitu 7.95 % menjadi 10.8 faktor koagulasi.6 Selain itu, obesitas di
% di tahun 2013.2,3 Sebanyak 13 provinsi kalangan remaja tidak hanya mempengaruhi
dengan prevalensi gemuk diatas Nasional, kesehatan fisik, namun juga berdampak
yaitu Jawa Timur, Kepulauan Riau, DKI, terhadap perkembangan sosial, emosional,
Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan rasa percaya dirinya yang akan terbawa
Bangka Belitung, Bali, Kalimantan Timur, sampai masa dewasa nanti.1

3
Diketahui kelebihan berat badan  Menurut WHO di tahun 2016 lebih
anak umur 6-14 tahun di wilayah Jakarta dari 124 juta anak-anak dan remaja
Barat pada anak laki-laki 12,4% dan (18% anak perempuan dan 19% anak
perempuan 7,5%.7 Berdasarkan latar laki-laki) mengalami obesitas
belakang tersebut, peneliti melakukan  Secara Nasional prevalensi gemuk
penelitian di daerah Kelurahan Kota Bambu pada remaja umur 13-15 tahun di
Utara, Jakarta Barat untuk mengambil data Indonesia mengalami peningkatan
dimana terdapat 3 sekolah SMP diantaranya, dari tahun 2007 yaitu 7.95 persen
SMP Harapan yang memiliki siswa menjadi 10.8 persen di tahun 2013.
sebanyak 82 orang, SMP Josua yang 1.2.1 Belum diketahuinya gambaran
memiliki siswa sebanyak 192 orang, dan konsumsi makanan indeks
SMP Negeri 130 yang memiliki siswa glikemik tinggi dan faktor – faktor
sebanyak 691 orang. lainnya dengan kejadian obesitas
Berdasarkan data diatas maka pada murid Sekolah Menengah
peneliti memilih SMP Negeri 130 sebagai Pertama Negeri 130 Jakarta
lokasi penelitian, dengan pertimbangan periode Oktober 2017.
jumlah murid, lokasi sekolah yang di Hipotesis
sekitarnya terdapat banyak penjual makanan Adanya hubungan antara konsumsi
cepat saji karena berada dalam lokasi makanan indeks glikemik tinggi dan faktor –
pemukiman padat penduduk, dan pasar serta faktor lain dengan kejadian obesitas pada
belum diketahuinya prevalensi obesitas di murid Sekolah Menengah Pertama Negeri
SMP Negeri 130, maka peneliti melakukan 130 Jakarta periode Oktober 2017.
penelitian dengan judul gambaran konsumsi
makanan indeks glikemik tinggi dan faktor- Tujuan Penelitian
faktor lainnya dengan kejadian obesitas pada Tujuan Umum
murid SMP Negeri 130 Jakarta periode Mengetahui gambaran konsumsi
Oktober 2017. makanan indeks glikemik tinggi dan faktor –
faktor lainnya dengan kejadian obesitas pada
Rumusan Masalah murid Sekolah Menengah Pertama Negeri
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat 130 Jakarta periode Oktober 2017.
dirumuskan masalah sebagai berikut:

4
Tujuan Khusus berhubungan dengan kejadian obesitas
o Diketahuinya kejadian obesitas pada pada murid SMP.
murid Sekolah Menengah Pertama o Mengembangkan daya nalar, minat, dan
Negeri 130 Jakarta periode Oktober kemampuan dalam bidang penelitian.
2017. o Meningkatkan kemampuan berpikiran
o Diketahuinya sebaran dari konsumsi analitis dan sistematis dalam
makanan indeks glikemik tinggi, mengidentifikasi dan menyelesaikan
aktivitas fisik, herediter, perilaku makan masalah kesehatan.
(emotional eating), pengetahuan tentang o Meningkatkan kemampuan
gizi, dan pola tidur pada murid Sekolah berkomunikasi langsung dengan
Menengah Pertama Negeri 130 Jakarta masyarakat.
periode Oktober 2017. o Hasil penelitian ini diharapkan dapat
o Diketahuinya hubungan antara konsumsi digunakan sebagai bahan informasi dan
makanan indeks glikemik tinggi, pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.
aktivitas fisik, herediter, perilaku makan
(emotional eating), pengetahuan tentang Bagi Perguruan Tinggi
gizi, dan pola tidur dengan kejadian Sebagai masukan dan acuan bagi
obesitas pada murid Sekolah Menengah mahasiswa fakultas kedokteran untuk
Pertama Negeri 130 Jakarta periode penelitian – penelitian berikutnya dan
Oktober 2017. diharapkan dapat menjadi data dasar atau
pembanding serta masukan bagi peneliti
Manfaat Penelitian yang lain berkaitan dengan faktor – faktor
Bagi Peneliti yang berhubungan dengan kejadian obesitas
o Menerapkan ilmu yang telah didapat di pada murid SMP.
bangku kuliah untuk merumuskan dan
memecahkan masalah yang ada di Bagi Puskesmas
masyarakat. o Adanya dukungan pendidikan dan
o Diharapkan penelitian ini akan pelatihan sehingga dapat meningkatkan
memberikan wawasan dan pengetahuan derajat kesehatan masyarakat, khususnya
baru tentang faktor – faktor yang di Puskesmas Kelurahan Kota Bambu
Utara Jakarta Barat tentang faktor –

5
faktor yang berhubungan dengan terhadap kejadian obesitas pada murid
kejadian obesitas pada murid SMP. SMP.
o Dengan diketahui faktor – faktor o Sebagai informasi untuk memelihara dan
yang berhubungan dengan kejadian meningkatkan derajat kesehatan
obesitas pada murid SMP akan menjadi masyarakat.
informasi bagi petugas kesehatan untuk
dapat memberikan penyuluhan yang baik
dimulai pada saat kehamilan,
pertumbuhan dan perkembangan anak.
o Hasil penelitian diharapkan dapat Tinjauan Pustaka
menjadi bahan masukkan bagi petugas Obesitas
kesehatan untuk melakukan intervensi
Obesitas adalah akumulasi lemak
(penyuluhan dan atau pengobatan)
tubuh berlebih, dimana seseorang akan
terhadap kejadian obesitas pada murid
memiliki kelebihan berat badan diatas 20%
SMP.
dari berat tubuh idealnya. Obesitas
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
Bagi Sekolah
jumlah energi yang masuk dengan yang
Hasil penelitian diharapkan dapat
dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi
menambah pengetahuan tentang gambaran
biologis seperti pertumbuhan fisik,
makanan indeks glikemik tinggi dan faktor-
perkembangan, aktivitas, dan pemeliharaan
faktor lainnya terhadap kejadian obesitas,
kesehatan. Jika keadaan ini berlangsung
dan memberi masukan bagi institusi
terus menerus (positive energy balance)
pendidikan yang bersangkutan, staf pendidik
dalam jangka waktu cukup lama, maka
dan pengajar untuk memperhatikan keadaan
dampaknya adalah terjadinya obesitas.8
status gizi para murid.
Penentuan Obesitas
Bagi Masyarakat
Menentukan status gizi pada remaja
o Hasil penelitian diharapkan dapat
adalah dengan mengukur Indeks Massa
menambah pengetahuan masyarakat
Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI).
tentang gambaran makanan indeks
IMT dapat membantu untuk
glikemik tinggi dan faktor-faktor lainnya
mengidentifikasi remaja yang secara

6
signifikan berisiko mengalami kelebihan IMT seorang anak harus diinterpretasikan
berat badan. Rumus penghitungan IMT dan relatif terhadap anak-anak lain dari jenis
klasifikasi adalah sebagai berikut9: kelamin dan usia yang sama. Grafik
pertumbuhan persentil IMT-untuk-usia
IMT
adalah indikator yang paling umum
Berat Badan (kg)
= digunakan untuk mengukur ukuran dan pola
Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)
pertumbuhan anak-anak dan remaja di
Untuk anak-anak dan remaja, IMT Amerika Serikat. WHO merekomendasikan
adalah usia dan spesifik terhadap jenis kurva pertumbuhan yang dikembangkan
kelamin dan sering disebut sebagai IMT- oleh The National Center For Health
untuk-usia (BMI-for-age). Pada anak-anak, Statistics/ Center For Disease Control
jumlah lemak tubuh yang tinggi dapat (NCHS/CDC) untuk digunakan sebagai
menyebabkan penyakit yang terkait dengan kurva referensi dalam studi status gizi dan
berat badan dan masalah kesehatan lainnya kesehatan oleh semua negara.11 Kategori
dan kekurangan berat badan juga dapat status berat badan BMI dan persentil yang
menyebabkan seseorang berisiko terkena sesuai didasarkan pada rekomendasi komite
masalah kesehatan. IMT yang tinggi bisa ahli dan ditunjukkan dalam tabel berikut.10
menjadi indikator lemak tubuh yang tinggi. Pada anak-anak dan remaja, IMT
IMT dapat dianggap sebagai alternatif untuk bukanlah alat diagnostik pasti yang
mengukur langsung lemak tubuh. Secara digunakan untuk menyaring masalah
umum, IMT adalah metode skrining untuk kesehatan yang berkaitan dengan berat
masalah kesehatan kategori berat badan, badan. Misalnya, seorang anak mungkin
10
yang murah dan mudah dilakukan. memiliki IMT tinggi untuk usia dan jenis
Setelah IMT untuk remaja dihitung, kelamin mereka, tetapi untuk menentukan
IMT kemudian dinyatakan sebagai persentil apakah kelebihan lemak adalah masalah,
yang dapat diperoleh baik dari grafik atau penyedia layanan kesehatan perlu
kalkulator persentil. Digunakan IMT-untuk- melakukan penilaian lebih lanjut. Penilaian
usia karena berat dan tinggi badan anak ini mungkin mencakup pengukuran
berubah selama pertumbuhan dan ketebalan lipatan kulit, evaluasi diet,
perkembangannya, seperti halnya aktivitas fisik, riwayat keluarga, dan
hubungannya dengan kegemukan tubuh, pemeriksaan kesehatan lainnya yang sesuai.

7
American Academy of Pediatrics Riset kesehatan dasar tahun 2007
merekomendasikan penggunaan IMT untuk melaporkan bahwa prevalensi obesitas
menyaring kelebihan berat badan dan remaja (usia ≥15 tahun) (10,3%) dan 10
obesitas pada anak-anak yang dimulai dari provinsi memiliki angka prevalensi
usia 2 tahun sedangkan untuk anak di bawah Nasional. Prevalensi status gizi pada remaja
usia 2 tahun, direkomendasikan penggunaan usia > 15 tahun menurut IMT/U untuk
standar WHO.1,10 kategori obesitas di Jawa Barat sebesar
Epidemiologi (12,8%), Jawa Tengah sebesar (9%),
Prevalensi gemuk pada remaja Yogyakarta (10,2%), dan Jawa Timur
umur 13-15 tahun di Indonesia mengalami (11,3%).2
peningkatan dari tahun 2007 yaitu sebesar Prevalensi BB lebih pada anak laki-
7.95% menjadi 10.8% di tahun 2013, terdiri laki di DKI Jakarta adalah 12,4% dan pada
dari 8,3% gemuk dan 2,5% sangat gemuk anak perempuan 11,4%. Menurut
(obesitas).2,3 Sebanyak 13 provinsi dengan kabupaten/kota, untuk prevalensi BB lebih
prevalensi gemuk diatas nasional, yaitu Jawa pada anak laki-laki, Jakarta Barat dan
Timur, Kepulauan Riau, DKI, Sumatera Jakarta Utara mempunyai prevalensi lebih
Selatan, Kalimantan Barat, Bangka Belitung, tinggi dari wilayah lainnya. Sementara untuk
Bali, Kalimantan Timur, Lampung, Sulawesi prevalensi BB lebih pada perempuan,
Utara dan Papua2 Jakarta Pusat mempunyai prevalensi lebih
Indikator status gizi yang tinggi dari wilayah lainnya.7
digunakan untuk kelompok umur ini
didasarkan pada hasil pengukuran Konsumsi Makanan Indeks Glikemik
antropometri berat badan (BB) dan tinggi Tinggi dan Beban Glikemik Tinggi
badan (TB) yang disajikan dalam bentuk Nutrisi diketahui memainkan
tinggi badan menurut umur (TB/U) dan peranan penting dalam kondisi metabolik
Indeks Massa Tubuh menurut umur seperti obesitas, diabetes,
(IMT/U). Berdasarkan baku antropometri hiperkolesterolnemia, dan penyakit
WHO 2007 untuk anak umur 5-18 tahun, kardiovaskular. Belakangan ini, telah
status gizi ditentukan berdasarkan nilai disepakati kualitas dari pola konsumsi
Zscore TB/U dan IMT/U. karbohidrat dapat dipertimbangkan sebagai
faktor risiko penting untuk penyakit

8
kardiovaskular. Indeks glikemik atau glukosa darah terhadap jenis pangan ini
Glycemic Index (GI) dan beban glikemik cepat dan tinggi. Dengan kata lain, glukosa
atau Glycemic Load (GL) mencerminkan dalam aliran darah meningkat dengan cepat.
sifat karbohidrat yang menyebabkan Sebaliknya, karbohidrat yang dipecah
peningkatan cepat dari kadar gula darah dengan lambat memiliki indeks glikemik
setelah makan dan peningkatan insulin, rendah sehingga melepaskan glukosa ke
dimana hal ini secara konsisten telah diakui dalam darah dengan lambat juga.13
kontribusinya dalam menimbulkan dampak Secara tradisional karbohidrat telah
buruk dari berbagai faktor risiko metabolik. dikategorikan berdasarkan struktur utama
Hal ini berhubungan dengan pola konsumsi yang ada didalamnya menjadi karbohidrat
makanan yang mengandung indeks glikemik sederhana yaitu karbohidrat yang
atau beban glikemik tinggi, telah diakui mengandung sebagian besar mono-atau
dalam beberapa studi, memiliki peranan disakarida dan karbohidrat kompleks yang
positif dengan penambahan berat badan dan mengandung polisakarida atau pati. Karena
obesitas baik pada hewan maupun manusia, kategorisasi ini, telah terjadi salah asumsi
serta dalam peningkatan kadar serum dimana diasumsikan bahwa semua
trigliserida, peningkatan level kolesterol karbohidrat sederhana akan memiliki respon
LDL, dan peningkatan serum faktor glukosa yang cepat dalam tubuh manusia
koagulasi.5 dengan demikian tidak cocok untuk orang
Indeks glikemik pangan adalah dengan obesitas, penderita diabetes dan
tingkatan pangan menurut efeknya terhadap orang dengan gangguan insulin, sementara
kadar glukosa darah. Indeks glukosa murni itu karbohidrat kompleks yang diyakini
ditetapkan 100 dan digunakan sebagai acuan memiliki respon glukosa yang lebih kecil
14
untuk penentu indeks glikemik pangan lain. dalam darah. Dari beberapa penelitian
Nilai indeks glikemik dikatagorikan menjadi menunjukkan bahwa tidak sedikit masyrakat
tiga kelompok yaitu pangan IG rendah yang sering mengkonsumsi makanan dengan
dengan nilai IG < 55, IG sedang dengan indeks glikemik tinggi diantaranya nasi
rentang nilai 56-69, dan IG tinggi dengan putih, bihun, kerupuk, umbi-umbian, dan
nilai >70.12 Karbohidrat dalam pangan yang lain-lain.15 Selama ini untuk pengendalian
dipecah dengan cepat selama pencernaan kadar glukosa darah pasien DM
memiliki indeks glikemik tinggi. Respon menggunakan pendekatan farmakologi,

9
namun beberapa uji klinik menunjukkan Beban glikemik (BG) atau muatan
bahwa kontrol diabetes dapat dilakukan glikemik atau dalam bahasa inggris disebut
dengan diet indeks glikemik rendah dari glycemic load (GL) adalah jumlah estimasi
pada indeks glikemik tinggi.16 seberapa banyak kuantitas suatu makanan
Faktor-faktor yang dapat akan menaikkan kadar glukosa darah
mempengaruhi indeks glikemik pada pangan seseorang setelah ia mengkonsumsi
antara lain cara pengolahan (tingkat makanan tersebut. Satu satuan beban
gelatinisasi pati dan ukuran partikel), glikemik kira-kira setara dengan efek
perbandingan amilosa dengan amilopektin, mengkonsumsi satu gram glukosa. Beban
tingkat keasaman dan daya osmotik, kadar glikemik memperhitungkan jumlah
serat, kadar lemak dan protein serta kadar karbohidrat dalam suatu makanan dan
anti-gizi pangan. Proses pengolahan dapat indeks glikemik makanan tersebut. Sebuah
menyebabkan meningkatnya nilai indeks penelitian oleh McMillan-Price dan Brand-
glikemik pangan karena melalui proses Miller tahun 2006 mengatakan dengan
pengolahan struktur pangan menjadi lebih menurunkan beban glikemik dalam pola
mudah dicerna dan diserap sehingga dapat makan lebih efektif menurunkan berat tubuh
mengakibatkan kadar glukosa naik dengan dan lemak tubuh dibanding dengan pola
cepat. Selain itu ukuran partikel yang makan yang rendah lemak. Penelitian lain
semakin kecil sehingga memudahkan juga menunjukkan bahwa sekelompok laki-
terjadinya degradasi oleh enzim juga dapat laki yang diberi perlakuan diet rendah
menyebabkan indeks glikemik semakin indeks glikemik akan terjadi penurunan
meningkat. Proses pemasakan atau lemak tubuh sebesar 0,7 kg dibanding
pemanasan akan menyebabkan terjadinya dengan yang diberi perlakuan diet tinggi
gelatinisasi pada pati. Dengan adanya proses indeks glikemik selama 5 minggu.17
pecahnya granula pati ini molekul pati akan
lebih mudah dicerna karena enzim pencerna
pada usus mendapatkan tempat bekerja yang Cara Menghitung Beban Glikemik
lebih luas. Hal inilah yang menyebabkan Untuk menentukan beban glikemik
proses pemasakan atau pemanasan dapat dari suatu makanan, kita perlu mengetahui
menyebabkan terjadinya kenaikan indeks indeks glikemik yang dimiliki oleh makanan
glikemik pangan.12 tersebut. Beban glikemik makanan bisa kita

10
peroleh dengan mengetahui indeks glikemik karbohidrat yang dikonsumsi dalam satu
suatu makanan, dan jumlah karbohidrat yang hari. Beban glikemik puasa termasuk
terkandung pada makanan tersebut. Intinya, kategori rendah apabila ≤ 80, sedang antara
beban glikemik ini lebih menitikberatkan 81 sampai 120, tinggi apabila > 120. Beban
pada seberapa besar karbohidrat yang glikemik 2 jam postprandial termasuk
diserap tubuh dari makanan. Berarti semakin kategori rendah apabila ≤ 10 , sedang antara
banyak porsi makanan berkarbohidrat yang 11 – 20 dan tinggi apabila > 20.4 GL
dimakan, maka semakin besar juga beban memiliki unit gram per porsi yang setara
glikemik yang diterima.16 dengan gram (g) per 100g makanan dan
Beban glikemik lebih penting gram (g) per 1000 kJ atau 1000 kcal.
daripada indeks glikemik yang berdiri Ekspresi dari kandungan karbohidrat ini
sendiri. Jika, Indeks glikemik berbicara bervariasi dan dapat dibawa menjadi gram
mengenai bagaimana makanan dapat (g) per sajian, gram (g) per 100g makanan,
mempengaruhi kadar gula darah, melalui gram (g) per hari, gram (g) per 1000 kJ atau
seberapa cepat gula memasuki aliran darah. 1000 kcal (1 kcal = 4.184 kJ).19
Beban glikemik atau Glycemic Load (GL) Beban glikemik dapat menjadi
merupakan bagian dari indeks glikemik yang penentu kadar glukosa darah setelah makan
memberikan gambaran yang lebih akurat yang mana menjadi faktor yang mana dapat
mengenai dampak makanan terhadap gula mempengaruhi berat badan seseorang.
darah. Semangka, misalnya, memiliki indeks Seperti pada penelitian tahun 2011 dalam
glisemik tinggi (80), tapi semangka jurnal The American Journal of Clinical
semangka memiliki sedikit karbohidrat Nutrition, yang menunjukkan bahwa beban
sehingga muatan glikemiknya hanya 5. glikemik dari satu jenis makanan atau
Beban glikemik dihitung dengan mengalikan beberapa makanan adalah prediktor yang
jumlah gram karbohidrat per porsi dengan lebih baik untuk kadar glukosa darah setelah
kadar indeks glikemik kemudian dibagi makan daripada jumlah karbohidrat pada
100.18 makanan tersebut. Namun, penelitian ini
Seperti yang telah dijelaskan diatas, dilakukan pada orang normal, sehingga tidak
beban glikemik memperkirakan dampak dari diketahui hasilnya jika dilakukan pada orang
konsumsi karbohidrat menggunakan indeks dengan diabetes.20
glikemik dan menghitung jumlah

11
Penelitian terhadap pangan yang namun ditemukan hubungan antara diet IG
memiliki kadar amilosa dan amilopektin dan BG rendah dengan penurunan massa
berbeda menunjukkan bahwa kadar glukosa lemak p= 0,024 (p>0,05).22
darah dan respon insulin lebih rendah Pada penelitian Esfahani (2011)
setelah mengonsumsi pangan berkadar berdasarkan 3 percobaan yang dilakukan
amilosa tinggi daripada pangan berkadar pada anak-anak dan remaja menunjukkan
amilopektin tinggi.12 Sebaliknya, bila kadar bahwa diet IG dan BG rendah lebih efektif
amilopektin pangan lebih tinggi daripada dalam menurunkan berat badan pada anak-
kadar amilosa, respon glukosa darah lebih anak dan remaja dibandingkan dengan diet
tinggi. Keberadaan serat pada pangan rendah lemak, dimana terjadi penurunan
ternyata sangat memberikan pengaruh pada lemak secara signifikan dari uji statistik (-
kenaikan kadar glukosa dalam darah.14 Serat 3,0 ± 1,6 vs 1,8 ± 1,0 kg; P = 0,01) dan BMI
dapat memperlambat terjadinya proses (-1,3 ± 0,7 vs 0,7 ± 0,5 kg / m2; P = 0,02)
pencernaan di dalam tubuh sehingga hasil pada kelompok GL rendah dibandingkan
akhir yang diperoleh adalah respon glukosa dengan kelompok kontrol diet rendah
darah akan lebih rendah18 Konsumsi pangan lemak.23
IG tinggi dapat memicu peningkatan kadar Pengukuran Indeks Glikemik Pangan
gula darah, resiko kerusakan jaringan Beberapa pilihan metodelogi harus
vaskular dan organ lainnya.21 dilakukan dalam pengukuran IG, seperti
Dalam penelitiannya Schwingshackl metode pengambilan sampel darah,
(2013) menemukan bahwa tidak terdapat pemilihan dan pengulangan makanan acuan,
hubungan yang signifikan antara kenaikan verifikasi kandungan karbohidrat yang
berat badan dengan konsumsi makanan tersedia dari makanan, jumlah dan jenis
indeks glikemik tinggi dengan nilai p=0,11 subjek, dan perhitungan IAUC (Incremental
(p>0,05).13 Dalam penelitian shikany (2009) Area Under the Curve). Pengambilan
yang menilai penurunan berat badan dan sampel darah yang direkomendasikan untuk
IMT dengan melakukan intervensi diet IG mengukur IG adalah pengambilan sampel
dan BG rendah, ditemukan bahwa tidak darah kapiler. Hal ini disebabkan darah pada
ditemukan hubungan antara diet IG dan BG pembuluh darah kapiler lebih mudah untuk
rendah terhadap penurunan berat badan p= didapatkan, selain itu kenaikan glukosa
0,753 (p>0,05), dan IMT p= 0,477 (p>0,05),

12
darah di plasma vena lebih besar dari darah Keterangan:
kapiler.24 IG : Indeks Glikemik
Pangan acuan yang digunakan IAUC food : Luas area dibawah kurva
untuk mengukur indeks glikemik pangan respon glukosa darah setelah
adalah roti putih atau glukosa murni. Untuk 2 jam terhadap pangan uji
mendapatkan respon rata-rata yang IAUC glucose : Luas area dibawah kurva
representatif untuk pangan acuan, dianjurkan respon glukosa darah setelah
untuk melakukan pengukuran IG pangan 2 jam terhadap glukosa
acuan secara berulang untuk setiap subjek. murni(pangan acuan)
Dalam pengukuran indeks glikemik, porsi Wt : Berat (gr)
makanan yang diuji harus mengandung 50g
karbohidrat. Untuk mendapatkan nilai yang Perbedaan Beban Glikemik dan Indeks
setara dengan 50g karbohidrat dalam pangan Glikemik
acuan ataupun pangan uji perlu dilakukan Indeks glikemik memperkirakan
pengujian karbohidrat untuk memverifikasi pengaruh relatif kadar karbohidrat dalam
kandungan karbohidrat yang terdapat dalam suatu bahan makanan terhadap kenaikan
pangan tersebut.24 angka glukosa darah tanpa
Perhitungan IAUC merupakan mempertimbangkan jumlah (porsi) makanan
salah satu hal yang paling penting dalam yang dikonsumsi. Beban glikemik
pengukuran nilai indeks glikemik pangan. memperkirakan pengaruh jumlah
Pengukuran nilai indeks glikemik pangan karbohidrat yang dikosumsi terhadap
dapat menggunakan rumus sebagai kenaikan angka glukosa darah, artinya beban
berikut19: glikemik mempertimbangkan porsi makanan
IAUC food Wt Glucose yang dikonsumsi. Dengan memahami
IG = IAUC glucose x (Wt Available Carbohydrate)
konsep beban glikemik, kita dapat mengerti
x 100%
bahwa makan makanan yang mengandung 5
Dimana 𝑊𝑡 𝑔𝑙𝑢𝑐𝑜𝑠𝑒 /𝑊𝑡 𝐴𝑣𝑎𝑖𝑙𝑎𝑏𝑙𝑒 gram karbohidrat dengan indeks glikemik 80
𝑐𝑎𝑟𝑏𝑜h𝑦𝑑𝑟𝑎𝑡𝑒 = 50𝑔𝑟, 50𝑔𝑟 = 1 dengan (indeks glikemik tinggi) akan memberikan
demikian, efek glikemik yang sama dengan makan
makanan yang mengandung 8 gram
IAUC food
IG = IAUC glucose x 100%

13
karbohidrat dengan indeks glikemik 50 perkembangan otak, kemampuan kerja dan
(indeks glikemik rendah).18 kesehatan secara umum pada tingkat
setinggi mungkin. Status gizi lebih terjadi
Manfaat Mengetahui Beban Glikemik bila tubuh memperoleh zat gizi dalam
pada Bahan Makanan jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan
Konsep beban glikemik sangat efek toksis atau membahayakan.25
membantu dalam pengaturan menu makanan Pada dewasa ini pola konsumsi
bagi penderita kelebihan berat badan tradisional yang tadinya tinggi karbohidrat,
diabetes, resistensi insulin, penderita tinggi serat kasar dan rendah lemak berubah
sindroma metabolik (metabolic syndrome), ke pola konsumsi baru yang rendah
dan penderita penyakit yang dipengaruhi karbohidrat, rendah serat kasar dan tinggi
tingkat glukosa darah. Bagi masyarakat lemak sehingga menggeser mutu makanan
umum atau orang sehat, memahami konsep ke arah tidak seimbang. Perubahan pola
beban glikemik dapat membantu menyusun konsumsi masyarakat ini dipercepat oleh
menu makanan sehat seimbang atau makin kuatnya arus budaya makanan asing
membatasi asupan kalori untuk yang disebabkan oleh kemajuan teknologi
mengupayakan berat badan normal.19 informasi dan globalisasi ekonomi.
Disamping itu perbaikan ekonomi
Faktor-faktor lain yang Berhubungan menyebabkan berkurangnya aktivitas fisik
dengan Obesitas pada Murid SMP masyarakat tertentu. Perubahan ini berakibat
Menurut para ahli, didasarkan pada semakin banyaknya penduduk golongan
hasil penelitian, obesitas dapat dipengaruhi tertentu mengalami masalah kelebihan gizi.4
oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut Pola konsumsi merupakan salah
diantaranya adalah : satu faktor yang paling berperan dengan
tingkat kejadian obesitas. Pola konsumsi
Pola Konsumsi
dipengaruhi oleh asupan energi, frekuensi
Pola konsumsi makanan berpengaruh
makan, konsumsi fast food, konsumsi snack,
terhadap status gizi seseorang. Status gizi
serta tren makanan yang berkembang
baik atau status gizi optimal terjadi bila
dikalangan remaja.26
tubuh memperoleh cukup zat gizi yang
Berdasarkan penelitian yang
digunakan secara efisien, sehingga
dilakukan di SMA Negeri 4 Kendari
memungkinkan pertumbuhan fisik,

14
menunjukkan bahwa dari 89 responden membutuhkan sejumlah kalori untuk
proporsi responden dengan pola makan memenuhi kebutuhan energi sehari-hari baik
kurang terdapat 15 orang dengan yang untuk keperluan aktivitas maupun
mengalami obesitas sebanyak 4 orang pertumbuhan. Peningkatan kebutuhan energi
(26,7%) dan yang tidak obesitas sebanyak sejalan dengan bertambahnya usia. Dalam
11 orang (73,3%). Sedangkan proporsi memenuhi kebutuhannya, usia remaja
responden dengan pola makan cukup dianjurkan untuk mengkonsumsi variasi
terdapat 52 orang dengan yang mengalami makanan sehat antara lain sumber protein,
obesitas sebanyak 16 orang (30,8%) dan produk susu rendah lemak, serealia, buah
yang tidak obesitas sebanyak 36 orang dan sayuran. Pada prinsipnya, kebutuhan
(69,2%) dan proporsi responden dengan pola gizi anak usia 10-12 tahun adalah tinggi
makan lebih terdapat 22 orang dengan yang kalori dan protein, karena pada masa ini
mengalami obesitas sebanyak 14 orang tubuh sedang mengalami pertumbuhan yang
(63,6%) dan yang tidak obesitas sebanyak 8 cukup pesat.27
orang (36,4%). Berdasarkan hasil uji Disamping itu makanan yang kita
statistik dengan chi square diperoleh nilai konsumsi selain sebagai sumber energi, juga
ρValue= 0,018. Dengan tingkat kepercayaan diperlukan untuk menggantikan sel tubuh
95% (α = 0,05). Sesuai dengan dasar yang rusak dan pertumbuhan. Namun
pengambilan keputusan penelitian hipotesis persoalan akan muncul jika makanan yang
bahwa jika ρValue (0,018) < 0,05 maka H0 dikonsumsi melebihi kebutuhan. Kelebihan
ditolak atau H1 diterima sehingga dapat energi tersebut kemudian akan disimpan di
dimaknai bahwa ada hubungan antara pola dalam tubuh. Dimana jika keadaan ini terus
konsumsi dengan obesitas pada remaja di berlangsung maka akan mengakibatkan
SMA Negeri 4 Kendari.26 penimbunan lemak di dalam tubuh yang
Asupan Energi berisiko mengalami kegemukan.27 Hal ini
Asupan energi sangat dibutuhkan tentunya sangat dipengaruhi oleh tingkat
untuk menghasilkan tenaga dalam tubuh. pola konsumsi remaja dengan berbagai
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh pertimbangan dalam pemilihan makanan
prevalensi asupan energi remaja yang seperti lebih memilih makanan cepat saji
melebihi nilai AKG lebih besar, daripada (fast food).26
remaja dengan nilai AKG kurang.26 Remaja

15
Faktor yang perlu diperhatikan Physical Activity Questionnaire (IPAQ)
untuk menentukan kebutuhan energi remaja terlihat aktivitas fisiknya masuk dalam
adalah aktivitas fisik, seperti olahraga yang kategori sedang dan ada pula yang berat 26
diikuti, baik dalam kegiatan di sekolah Frekuensi Makan
maupun diluar sekolah. Widyakarya Frekuensi makan adalah jumlah
Nasional Pangan Gizi VI (WKNPG VI) makan dalam sehari, hasil penelitian
menganjurkan angka kecukupan gizi (AKG) diperoleh prevalensi frekuensi makan lebih
energi untuk remaja dan dewasa muda dari 3 kali sehari lebih besar dibanding
perempuan 2000-2200 kkal, sedangkan dengan prevalensi frekuensi makan 2 kali
untuk laki-laki antara 2400-2800 kkal setiap sehari. Hal ini dapat mempengaruhi jumlah
hari. AKG energi ini dianjurkan sekitar 60% asupan makanan yang masuk kedalam tubuh
berasal dari sumber karbohidrat yaitu: beras, sehingga menyebabkan penimbunan lemak
terigu dan hasil olahannya (mie, spaghetti, dan meningkatkan risiko terjadinya obesitas.
26
makaroni), umbi-umbian (ubi jalar,
singkong), jagung, gula dan lain-lain.28 Frekuensi makan dipengaruhi oleh
Berdasarkan penelitian yang kebiasaan makan, kebiasaan makan
dilakukan di SMA Negeri 4 Kendari merupakan suatu perilaku yang berhubungan
menunjukan bahwa dari 89 responden yang dengan makan seseorang, pola makanan atau
kategori asupan energinya kurang sebanyak susunan hidangan yang dimakan, pantangan,
15 responden (16.9%), yang asupan distribusi makanan dalam anggota keluarga.
energinya cukup sebanyak 52 responden Kebiasaan makan anak remaja dipengaruhi
(58.4%) dan yang asupan energinya lebih oleh beberapa faktor antara lain teman
sebanyak 22 responden (24,7%). Untuk sebaya, keadaan emosional, pelaksanaan
asupan makan lebih atau lebih dari 110% diet, penurunan berat badan, lingkungan
AKG dalam sehari diperoleh hasil responden termasuk snack dan fast food, dan
yang mengalami obesitas sebanyak 14 orang pengetahuan gizi remaja. Kebiasaan makan
dan yang tidak mengalami obesitas sebanyak remaja sangat khas dan berbeda jika
8 orang. Responden yang memiliki asupan dibandingkan dengan usia lainnya,
makan lebih namun tidak mengalami kebiasaan makan mereka seperti tidak
obesitas dikarenakan aktivitas mereka yang makan, terutama makan pagi atau sarapan,
cukup aktif dan berdasarkan International kegemaran makan snack dan kembang gula

16
dan mereka cenderung memilih-milih Hasil wawancara dengan kelompok
makanan, ada makanan yang disukai dan ada obesitas menyatakan bahwa subjek mengaku
makanan yang tidak disukai. Kebiasaan sering mengkonsumsi fast food minimal
makan adalah suatu tingkah laku seseorang 1x/bulan dan maksimal 1x/minggu. Hal ini
atau sekelompok orang dalam memenuhi karena setiap mengerjakan tugas kelompok,
kebutuhannya akan makan, sikap subjek pasti pergi ke tempat-tempat yang
kepercayaan dan pemilihan makanan. menyediakan aneka jenis fast food seperti di
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan KFC dan Mc Donald. Selain itu, di sekitar
makan terdiri dari faktor intrinsik dan sekolah juga banyak yang menjajakan
ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor makanan jenis fast food lokal, baik itu di
yang berasal dari dalam individu yang kantin sekolah maupun di luar sekolah
meliputi emosi, kesehatan, dan penilaian seperti pedagang kaki lima.30 Akibatnya,
yang lebih terhadap mutu makanan. remaja sekarang akan mengalami kelebihan
Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor berat, hal ini diperparah dengan kebiasaan
yang berasal dari luar individu antara lain mengkonsumsi makanan jajanan yang
adalah lingkungan alam, sosial budaya, dan kurang sehat dengan kandungan kalori tinggi
ekonomi.29 tanpa disertai konsumsi sayur dan buah
Berdasarkan penelitian (Aini 2013) yang cukup sebagai sumber serat.27
dari 30 siswa yang diteliti, 9 siswa (30%) Berdasarkan penelitian dilakukan di
diantaranya memiliki kebiasaan Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN)
mengkonsumsi kudapan dalam sehari 1-3x, Kota Yogyakarta yaitu SMA 1 BOPKRI,
2 siswa (7%) mengalami gizi lebih dan dari SMA 2 BOPKRI, SMAN 6 Yogyakarta,
21 siswa yang memiliki kebiasaan SMAN 9 Yogyakarta, dan SMA N 3
mengkonsumsi kudapan dalam sehari 4-6x, Yogyakarta pada bulan Mei-November 2014
15 siswa (50%) mengalami gizi lebih. Yang dengan jumlah responden 144 menunjukan
berarti semakin banyak frekuensi memakan bahwa persentase frekuensi konsumsi fast
kudapan dalam sehari semakin mudah food kategori sering, lebih banyak
mengalami gizi lebih.4 ditemukan pada kelompok obesitas (61,1%
vs 38,9%). Frekuensi fast food yang
Pola Konsumsi Makanan Cepat Saji (Fast semakin sering berisiko 2,47 kali mengalami
Food) obesitas dibandingkan yang jarang

17
mengkonsumsi fast food (kurang dari 4 kali dengan hasil penelitian yang dilaksanakan di
sebulan). Hasil penelitian ini sejalan dengan Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN)
penelitian yang menyatakan bahwa Kota Yogyakarta yaitu SMA 1 BOPKRI,
perubahan pola dan frekuensi makan fast SMA 2 BOPKRI, SMAN 6 Yogyakarta,
food dapat menyebabkan risiko terjadinya SMAN 9 Yogyakarta, dan SMA N 3
obesitas pada remaja SMA sebesar 2,49 kali. Yogyakarta pada bulan Mei-November 2014
Kebiasaan tersebut meliputi frekuensi mengatakan bahwa ada perbedaan bermakna
makan dan kebiasaan makan fast food. Hasil antara asupan karbohidrat pada kelompok
penelitian ini dipertegas dengan penelitan anak obesitas dan tidak obesitas.30
yang menunjukkan bahwa siswa-siswi yang
sering mengkonsumsi fast food minimal 3 Asupan Protein
kali/ minggu mempunyai risiko 3,28 kali Protein berperan penting dalam
menjadi gizi lebih.30 pertumbuhan dan kekuatan otot. Setiap
harinya, seorang remaja membutuhkan 45-
60 g protein yang bersumber dari makanan
Asupan Karbohidrat
seperti daging, ayam, telur, susu dan
Asupan karbohidrat berlebih pada
produknya, kacang, tahu dan kedelai.27
kelompok obesitas ditemukan lebih tinggi
Asupan protein yang lebih pada kelompok
dibandingkan kelompok tidak obesitas.
non-obesitas ditemukan lebih tinggi
Kelebihan karbohidrat di dalam tubuh akan
dibandingkan kelompok obesitas. Hal ini
dimetabolisme oleh hati, yang kemudian
sesuai dengan hasil analisis yang
akan diubah menjadi lemak. Lemak dibawa
menunjukkan asupan protein bukan
ke sel-sel lemak yang dapat menyimpan
31
merupakan faktor risiko terjadinya obesitas.
lemak dalam jumlah yang tidak terbatas.
Namun sebaliknya, bahwa dalam keadaan
Sebagian besar remaja yang obesitas
berlebihan, protein akan mengalami
memiliki rerata asupan yang lebih tinggi
deaminase. Nitrogen dikeluarkan dari tubuh
(lemak 106,3 g vs 88,0 g dan karbohidrat
dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah
356,2 g vs 307,1 g). Remaja dengan asupan
menjadi lemak dan disimpan di dalam tubuh.
lemak dan karbohidrat yang lebih, berisiko 2
Dengan demikian, konsumai protein secara
kali lebih besar mengalami obesitas
berlebihan juga dapat menyebabkan
dibandingkan dengan remaja yang memiliki
kegemukan dan obesitas.30
asupan lemak dan karbohidrat cukup. Sesuai

18
Hal tersebut berhubungan dengan Bantul menemukan bahwa remaja yang
asupan tinggi protein yang dapat berasal dari Kota Yogyakarta yang
memberikan kontribusi jumlah kalori dalam mengkonsumsi lemak ≥ 578,94 kkal/hari
sehari, diketahui rerata asupan protein per mempunyai peluang 5,70 kali lebih tinggi
kapita per hari dari responden pada menjadi obesitas dibanding teman
penelitian Ratu (2011) sebesar 1636,57 remajanya yang mengkonsumsi lemak <
Kkal. Pada hasil analisis bivariat 578,94 kkal/hari (OR=11,19).32
menunjukkan adanya hubungan antara
asupan energi dan protein dengan kejadian Asupan serat
obesitas pada anak (p<0,05) Ratu (2011).27 Pola konsumsi dan kebiasan makan
pada subjek penelitian cenderung ke arah
Asupan lemak makanan yang berlemak, berminyak serta
Asupan lemak yang lebih mengandung banyak pati dan gula sehingga
ditemukan lebih banyak pada kelompok hal tersebut akan menyebabkan asupan serat
obesitas dibandingkan kelompok tidak menjadi rendah.30 Hal ini diperparah dengan
obesitas. Hampir sepertiga anak Amerika kebiasaan mengkonsumsi makanan jajanan
usia 4-19 tahun mengkonsumsi lemak setiap yang kurang sehat dengan kandungan kalori
hari yang mengakibatkan penambahan berat tinggi tanpa disertai konsumsi sayur dan
badan 3 kg per tahun. Namun, masalah buah yang cukup sebagai sumber serat.27
obesitas sesungguhnya bukan terletak pada Selain itu, tersedianya kantin, restauran
pola santap yang berlebihan, melainkan pada cepat saji, dan pedagang keliling di sekitar
kesalahan memilih jenis santapan. Pada anak area sekolah yang umumnya menyajikan
remaja, kudapan berkontribusi 30% atau makanan yang berlemak dan berminyak juga
lebih dari total asupan kalori remaja setiap mempengaruhi asupan serat pada remaja.
hari. Kudapan ini sering mengandung tinggi Pola konsumsi yang diterapkan remaja
lemak, gula, dan natrium sehingga dapat sekarang ini adalah makanan yang tinggi
meningkatkan resiko kegemukan dan karies energi namun sedikit mengandung serat.
gigi.30 Pada penelitian Ana dkk (2008) Menurut penelitian (Kurdanti 2015) di
mengenai hubungan antara asupan energi, Yogyakarta, rerata asupan serat pada
asupan lemak, dan obesitas pada remaja kelompok obesitas lebih tinggi dibandingkan
SLTP di kota Yogyakarta dan Kabupaten kelompok non-obesitas (18,56±15,71 g/hari

19
vs 13,78±10,65 g/hari). Nilai odds rasio dapat membakar kalori, melainkan juga
(OR) <1 menunjukkan bahwa asupan serat karena dapat membantu mengatur
bukan merupakan faktor risiko terjadinya metabolisme basal.33
obesitas.30 Hal ini sesuai dengan tingkat
aktivitas remaja obesitas lebih rendah bila
Aktivitas Fisik dibandingkan dengan remaja non-obesitas,
Tingkat pengeluaran energi tubuh yang dibuktikan melalui beberapa penelitian
sangat peka terhadap pengendalian berat epidemiologi yang menyebutkan bahwa
tubuh. Pengeluaran energi tergantung dari obesitas pada remaja terjadi karena interaksi
dua faktor : antara pola konsumsi yang banyak dan
1) Tingkat aktivitas dan olahraga sedikitnya aktivitas. Menurut Syamsinar
secara umum (2016) di kendari, dimana pada hasil uji
2) Tingkat metabolisme basal atau statistik diperoleh p= 0,000, dengan tingkat
tingkat energi yang dibutuhkan kepercayaan 95% (α = 0,05). Sesuai dengan
untuk mempertahankan fungsi dasar pengambilan keputusan penelitian
minimal tubuh.33 hipotesis bahwa jika ρValue (0,000) < 0,05
Dari kedua faktor tersebut maka H0 ditolak atau H1 diterima sehingga
metabolisme basal memiliki tanggung jawab dapat dimaknai bahwa ada hubungan antara
dua pertiga dari pengeluaran energi orang aktivitas fisik dengan obesitas pada remaja
normal. Meski aktivitas fisik hanya di SMA Negeri 4 Kendari.26
mempengaruhi satu pertiga pengeluaran
energi seseorang dengan berat normal, tapi
bagi orang yang memiliki kelebihan berat Herediter
badan aktivitas fisik memiliki peran yang Kegemukan dapat diturunkan dari
sangat penting. Pada saat berolahraga kalori generasi sebelumnya pada generasi
terbakar, dengan makin banyak berolahraga berikutnya di dalam sebuah keluarga. Itulah
maka semakin banyak kalori yang hilang. sebabnya kita seringkali menjumpai orang
Dimana, kalori secara tidak langsung akan tua yang gemuk cenderung memiliki anak-
mempengaruhi sistem metabolisme basal. anak yang gemuk pula.27 Hal ini
Jadi olahraga sangat penting dalam dimungkinkan karena pada saat ibu yang
penurunan berat badan tidak saja karena obesitas sedang hamil maka unsur sel lemak

20
yang berjumlah besar dan melebihi ukuran antara munculnya obesitas pada anak dengan
normal, secara otomatis akan diturunkan berat badan lahir yang rendah diantaranya
kepada sang bayi selama dalam kandungan. Glutamate Decarboxylase 2 (GAD2) dan
Maka tidak heran, bila bayi yang lahir pun mutasi small heterodimer partner (SHP)
memiliki unsur lemak tubuh yang relatif yang mengkode protein inhibisi key β-cell-
sama besar.31 Keluarga juga turut expressed hepatocyte nuclear.35 Menurut
mewariskan kebiasaan pola makan dan gaya penelitian (Kurdanti 2015) di Yogyakarta
hidup yang bisa berkontribusi terhadap didapatkan hasil yang bermakna dengan
kejadian obesitas.30 kejadian obesitas adalah faktor genetik
Riwayat obesitas pada orangtua dengan niali p value (p=0,000). Subjek yang
berhubungan dengan genetik/hereditas anak obesitas lebih banyak yang memiliki ibu dan
dalam mengalami obesitas. Kelebihan berat ayah dengan status obesitas (69,4% dan
badan pada orangtua memiliki hubungan 63,9%) sedangkan subjek yang tidak
positif dengan kelebihan berat badan anak. obesitas paling banyak memiliki ibu dan
Faktor genetik berhubungan dengan ayah yang tidak obesitas (62,5% dan
pertambahan berat badan, IMT, lingkar 61,1%). 30
pinggang dan aktivitas fisik. Jika ayah
dan/atau ibu menderita obese maka Pendapatan Orang Tua
kemungkinan anaknya obese sebesar 40- Peningkatan pendapatan merupakan
50%. Apabila kedua orang tua menderita salah satu faktor yang memberikan peluang
obese, kemungkinan anaknya menjadi obese untuk membeli pangan dengan kualitas
sebesar 70-80%.27,30,34 maupun kuantitas yang lebih baik.
Menurut teori yang diungkapkan Pendapatan keluarga juga berhubungan
dari penelitian, beberapa variasi genetik dengan frekuensi makan diluar rumah
yang memodulasi insulin dapat dimana orang tua dengan pendapatan tinggi
berkontribusi terhadap pertumbuhan fetus mempunyai kecenderungan untuk
dan onset dini obesitas. Teori ini memberikan uang saku yang lebih banyak
mengatakan peran genetik juga kepada anaknya. Dengan uang saku yang
mempengaruhi status obesitas anak banyak, biasanya anak lebih memilih untuk
disamping berat badan lahir yang rendah. mengkonsumsi makanan cepat saji, sehingga
Faktor genetik yang menjadi penghubung besar kecilnya pendapatan keluarga akan

21
berpengaruh terhadap pola konsumsi Faktor lingkungan ternyata juga
anaknya.33 Kejadian obesitas yang mempengaruhi seseorang untuk menjadi
ditemukan pada golongan pendapatan orang gemuk. Jika seseorang dibesarkan dalam
tua tinggi disebabkan konsumsi makanan lingkungan yang menganggap gemuk adalah
yang berlemak tinggi, sedangkan pada simbol kemakmuran dan keindahan maka
golongan pendapatan orang tua rendah orang tersebut akan cenderung untuk
ditemukan kejadian obesitas disebabkan menjadi gemuk. Selama pandangan tersebut
konsumsi makanan yang mengandung tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal maka
banyak karbohidrat karena mereka kesulitan orang yang obesitas tidak akan mengalami
dalam membeli makanan berprotein tinggi.4 masalah-masalah psikologis sehubungan
Seberapa besar hubungan antara dengan kegemukan.4
pendapatan dengan kejadain obesitas belum Beberapa faktor lingkungan yang
diketahui secara pasti. Menurut penelitian menghambat aktivitas fisik adalah
Rendy (2012), besarnya pengaruh kurangnya tempat rekreasi umum, taman
pendapatan tinggi terhadap obesitas anak bermain atau fasilitas olahraga.
ditunjukkan dengan nilai OR = 3,8. Artinya Berkurangnya lapangan terbuka akibat
anak yang memiliki keluarga dengan kepadatan pemukiman di daerah perkotaan
pendapatan tinggi (diatas 3.100.000) memegang peranan yang cukup penting
memiliki risiko sebesar 3 kali menjadi dalam meningkatnya insiden obesitas.37
obesitas dibandingkan dengan anak yang
memiliki keluarga dengan pendapatan Pengaruh Globalisasi
rendah(dibawah 3.100.000). Dari hasil Masa remaja merupakan usia
penelitian tersebut juga didapatkan 38 dimana mereka sangat tertarik pada hal-hal
subjek penelitian dari 68 (55,9%) keluarga baru. Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh
dengan pendapatan tinggi memiliki anak pengusaha makanan untuk mempromosikan
yang obesitas dan hanya 25% keluarga dari produk mereka dengan cara yang sangat
tingkat pendapatan rendah memiliki anak mempengaruhi remaja. Padahal, produk
yang obesitas.36 makanan tersebut bukanlah makanan yang
sehat bila dikonsumsi dalamjumlah yang
Lingkungan berlebihan. Masuknya produk-produk
makanan baru yang berasal dari negara lain

22
secara bebas, mempengaruhi kebiasaan Stres merupakan respon tubuh
makan para remaja. Jenis-jenis makanan terhadap situasi yang menimbulkan tekanan,
cepat saji (fast food) yang berasal dari perubahan, dan ketegangan emosi. Stres
negara barat seperti hot dog, pizza, dapat memicu keluarnya hormon kortisol
hamburger,fried chicken dan french fries, yang berfungsi meningkatkan nafsu makan
sering dianggap sebagai lambang kehidupan bahkan motivasi untuk makan berlebihan
modern oleh para remaja.28 Sehingga terjadi (emotional eating). Makan ketika stres dapat
pergeseran pola konsumsi gizi penduduk menjadi cara sementara untuk meredakan
yang ditandai dengan meningkatnya emosi dan membuat perasaan nyaman
konsumsi daging, produk susu, garam dan meskipun tidak ada rasa lapar.39
gula dan penurunan konsumsi sereal, Dalam suatu studi yang dilakukan
kacang-kacangan. Keadaan ini berkaitan pada kelompok orang dengan berat badan
dengan masalah obesitas dan penyakit tidak berlebih dan kelompok orang dengan berat
menular.37 badan yang kurang, dengan menyajikan
Penelitian yang dilakukan oleh kripik (makanan ringan) setelah mereka
Kerry N. Boutelle, dkk (2005) menemukan menyaksikan empat jenis film yang
bahwa konsumsi fast food berhubungan mengundang emosi yang berbeda, yaitu film
dengan berat badan orang dewasa namun yang tegang, ceria, merangsang gairah
tidak pada remaja. Hal tersebut disebabkan seksual dan sebuah ceramah yang
karena remaja membutuhkan banyak kalori membosankan. Pada orang gemuk
untuk aktivitasnya, sehingga fast food tidak didapatkan bahwa mereka lebih banyak
mempengaruhi status gizi mereka untuk menghabiskan kripik setelah menyaksikan
menjadi obesitas. Namun, kebiasaan film yang tegang dibanding setelah
mengkonsumsi fast food bisa meningkatkan menonton film yang membosankan.
risiko bagi para remaja untuk menjadi Sedangkan pada orang dengan berat badan
obesitas pada saat dewasa nanti28 kurang selera makan kripik tetap sama
setelah menonton film yang tegang maupun
film yang membosankan.30
Menurut penelitian analisis
Perilaku Makan (Emotional Eating) Luppino (2010) pada subkelompok yang
dilakukan dalam 15 studi dengan

23
menyertakan (N = 58 745). Depresi (baik dengan status gizi (p=0,942). Hasil
gejala maupun gangguan) bukan penelitian ditemukan subjek dengan
predesposisi kelebihan berat badan dari pengetahuan gizi baik dan mengalami
waktu ke waktu, namun depresi obesitas sebanyak 16 orang dan subjek
meningkatkan peluang untuk dengan pengetahuan gizi yang kurang dan
mengembangkan obesitas (OR, 1,55; P.001). mengalami obesitas sebanyak 4 orang.40
Kelebihan berat badan meningkatkan risiko Pengukuran pengetahuan dapat
timbulnya depresi pada saat follow up (OR, dilakukan dengan wawancara atau angket
1,27; 95%). Asosiasi ini secara statistik yang menanyakan tentang isi materi yang
signifikan terdapat diantara orang dewasa ingin diukur dari subjek peneliti atau
berusia 20-59 tahun dan 60 tahun, namun responden. Kedalam pengetahuan yang ingin
tidak pada orang yang lebih muda (≤ 20 kita ketahui atau kita ukur dapat kita
tahun).39 sesuaikan dengan tingkatan– tingkatan
diatas. Kategori pengetahuan menurut
Pengetahuan Gizi Arikunto, pengetahuan dibagi dalam 3
Tingkat pengetahuan gizi remaja kategori, yaitu41:
adalah salah satu faktor yang dapat a. Baik : Bila subyek mampu menjawab
mempengaruhi terjadinya gizi lebih pada dengan benar 76% - 100% dari seluruh
remaja. Pengetahuan atau kognitif petanyaan.
merupakan domain yang sangat penting b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab
untuk terbentuknya perilaku seseorang. dengan benar 56% - 75% dari seluruh
Pengetahuan gizi yang kurang pada sebagian pertanyaan.
besar remaja yang mengalami kegemukan c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab
memungkinkan remaja kurang dapat dengan benar 40% - 55% dari seluruh
memilih menu makanan yang bergizi. pertanyaan.
Sebagian besar kejadian masalah gizi lebih
dapat dihindari apabila remaja mempunyai Penggunaan obat
ilmu pengetahuan yang cukup tentang Penambahan berat badan karena
memelihara gizi dan mengatur makan34 efek samping dari penggunaan obat sering
Namun menurut (Sada, 2012) tidak terdapat terjadi, namun pada individu yang rentan
hubungan antara pengetahuan gizi seimbang penambahan berat badan dapat

24
mengakibatkan obesitas. Kedua jenis obat badan melalui jalur serotoninergik dan
psikiatrik yaitu antidepresan trisiklik dan noradrenergik yang meningkatkan nafsu
antipsikotik diketahui dapat menyebabkan makan, namun studi mengenai hal ini masih
penambahan berat badan pada pasien yang terbatas jika dibandingkan dengan
diterapi.42 Dalam penelitian yang penggunaan valproate.42
menyediakan data epidemiologis tentang Terapi kortikosetroid di bidang
obesitas pada pasien dengan gangguan mood medis sebagai antiinflamasi dan dalam
bipolar (McElroy et al., 2002) menemukan bidang imunologi disorder telah diketahui
bahwa 58% pasien kelebihan berat badan, memiliki banyak efek samping. Efek
21% mengalami obesitas, dan 5% sangat samping yang paling sering ditemukan pada
obesitas43, hal ini diduga berhubungan pasien pediatrik adalah obesitas cushingoid
dengan antipsikotik generasi kedua yang diinduksi oleh pemakaian lama
diketahui berasosiasi dengan faktor genetik kortikosteroid dengan dosis sedang atau
seperti gen reseptor serotonin 5-HT2C terapi dosisi tinggi.42
(HTR2C) dan gen reseptor cannabinoid 1
(CNR1) dalam meningkatkan berat badan.41 Penyakit Sistemik
Selain itu penggunaan obat antiepilepsi juga Masalah obesitas/overweight pada
diketahui memiliki efek samping pada anak dan remaja dapat meningkatkan
penambahan berat badan, dan sering kejadian diabetes mellitus (DM) tipe 2.
dihubungkan dengan penggunaan valproate. Obesitas pada remaja penting untuk
Valproate berhubungan dengan sistem diperhatikan karena remaja yang mengalami
neurotransmiter gamma-amino butyric acid, obesitas 80% berpeluang untuk mengalami
yang diketahui dapat meningkatkan nafsu obesitas pula pada saat dewasa. Selain itu,
makan, untuk memastikan hal ini masih terjadi peningkatan remaja obesitas yang
diperlukan studi lebih lanjut. Penambahan didiagnosis dengan kondisi penyakit yang
berat badan juga ditemukan sebagai efek biasa dialami orang dewasa, seperti diabetes
samping dari terapi carbamazepine pada tipe 2 dan hipertensi. Remaja obesitas
epilepsi dan mania, diketahui bahwa sepanjang hidupnya juga berisiko lebih
carbamazepine memiliki senyawa yang tinggi untuk menderita sejumlah masalah
mirip dengan antidepresan trisiklik yang kesehatan yang serius, seperti penyakit
dapat menyebabkan penambahan berat jantung, stroke, diabetes, asma, dan

25
beberapa jenis kanker. Stigma obesitas juga sindroma metabolik dibanding obesitas
membawa konsekuensi psikologis dan sosial perifer. Deteksi awal sindroma metabolik
pada remaja, termasuk peningkatan risiko pada anak terutama yang berisiko
depresi karena lebih sering ditolak oleh mendapatkannya seperti anak dengan
rekan-rekan mereka serta digoda dan obesitas sangatlah penting untuk mencegah
dikucilkan karena berat badan mereka.45 komorbiditas obesitas di kemudian hari.47
Obesitas pada anak dapat
mengganggu tumbuh kembang anak dan
cenderung berlanjut sampai dewasa.
Sindroma Metabolik Obesitas meningkatkan risiko penyakit
Survei Kesehatan dan Status Gizi kardiovaskular (hipertensi, arteriosklerosis,
Nasional di Amerika Serikat dan stroke) dan penyakit hormonal
memperlihatkan bahwa sindroma metabolik (dyslipidemia, hyperlipidemia, diabetes
terjadi pada 4,2% remaja usia 12-19 tahun mellitus tipe 2 dan metabolic syndrome)
dan 28,7% remaja obesitas menderita serta gangguan pada tulang dan kulit pada
sindroma metabolik. Individu dengan usia yang lebih muda.34
obesitas sentral lebih berisiko untuk terjadi
sindroma metabolik dibanding obesitas Kerusakan otak
perifer.46 Otak merupakan sistem pengontrol
Menurut beberapa penelitian pusat tubuh manusia. Sistem pengontrol
persentase lemak tubuh bangsa Asia yang mengatur perilaku makan terletak pada
(terutama abdominal obesity) 7%-10% lebih suatu bagian otak yang disebut hipotalamus,
tinggi dibandingkan bangsa Kaukasian. yang sebuah kumpulan inti sel dalam otak yang
mengakibatkan risiko komorbiditas obesitas langsung berhubungan dengan bagian-
dan sindroma metabolik pada bangsa Asia bagian lain dari otak dan kelenjar dibawah
juga lebih tinggi. Sindroma metabolik sangat otak. Hipotalamus mengandung lebih
erat hubungannya dengan peningkatan risiko banyak pembuluh darah dari daerah lain
terhadap penyakit jantung koroner dan pada otak, sehingga lebih mudah
penyakit metabolik seperti diabetes mellitus dipengaruhi oleh unsur kimiawi dari darah.
tipe 2 dan aterosklerosis. Individu dengan Dua bagian hipotalamus yang
obesitas sentral lebih berisiko untuk terjadi mempengaruhi penyerapan makan yaitu

26
hipotalamus lateral (HL) yang menggerakan - Berat Maximum Kehamilan (BMK)
nafsu makan (awal atau pusat makan); adalah berat lahir >4000 gram
hipotalamus ventromedial (HVM) yang Penelitian yang dilakukan oleh
bertugas merintangi nafsu makan Loaiza, dkk (2011) melaporkan bahwa
(pemberhentian atau pusat kenyang). Dari berat badan lahir dapat digunakan sebagai
hasil penelitian didapatkan bahwa bila HL indikator risiko obesitas pada anak.35 Hal
rusak/hancur maka individu menolak untuk ini dimungkinkan karena pada saat ibu
makan atau minum, dan akan mati kecuali yang obesitas sedang hamil maka unsur sel
bila dipaksa diberi makan dan minum (diberi lemak yang berjumlah besar dan melebihi
infus). Sedangkan bila kerusakan terjadi ukuran normal, secara otomatis akan
pada bagian HVM maka seseorang akan diturunkan kepada sang bayi selama dalam
menjadi rakus dan kegemukan.34 kandungan. Maka tidak heranlah bila bayi
yang lahirpun memiliki unsur lemak tubuh
Riwayat BBLR yang relatif sama besar.27,30,34 Selain itu,
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) penelitian lain oleh Aggraini (2008)
disamping meningkatkan risiko akumulasi menyatakan berat badan lahir tidak normal
lemak sentral, meningkatkan risiko resisten (rendah/tinggi) memiliki risiko yang lebih
insulin, sindroma metabolik dan penyakit tinggi untuk mengalami overweight dan
kardiovaskular pada anak non obes juga obesitas serta diabetes mellitus tipe 2.
dapat menimbulkan hal yang sama pada Menurut teori yang diungkapkan dari
anak yang obesitas. Berat Maksimum penelitian Meyre D, mengatakan peran
Kehamilan (BMK) dapat meningkatkan genetik juga mempengaruhi status obesitas
risiko obesitas dan sindrom metabolik pada anak disamping berat badan lahir yang
beberapa kelompok etnis dan kasus diabetes rendah.35 Faktor genetik yang menjadi
gestasional.35 penghubung antara munculnya obesitas
- Berat badan lahir adalah berat bayi pada anak dengan berat badan lahir yang
segera setelah dilahirkan, normalnya rendah diantaranya Glutamate
2500-4000 gram. Decarboxylase 2 (GAD2) dan mutasi small
- Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) heterodimer partner (SHP) yang mengkode
adalah berat lahir <2500 gram protein inhibisi key β-cellexpressed
hepatocyte nuclear.30 Berdasarkan penilaian

27
absolut, sebagian besar anak yang obesitas meningkatan rasa lapar, meningkatkan
memiliki berat badan lahir yang tidak kesempatan untuk makan, terjadi perubahan
rendah atau non BBLR, berdasarkan hasil termoregulasi, dan meningkatkan kelelahan.
uji Fisher Exact Test didapatkan p=0,585 Peningkatan rasa lapar dan peningkatan
untuk mengetahui pengaruh BBLR kesempatan untuk makan akan meningkatan
terhadap risiko terjadinya obesitas.35 asupan energi, sedangkan terjadinya
perubahan termoregulasi dan peningkatan
Pola Tidur kelelahan akan menurunkan energy
Tidur adalah suatu keadaan tidak expenditure. Peningkatan asupan energi
sadar yang menyebabkan reaksi individu yang tidak diimbangi dengan energy
terhadap lingkungan sekitar menurun expenditure dapat menyebabkan obesitas.26
bahkan hilang.26 Menurut National Sleep Salah satu mekanisme durasi tidur
Foundation durasi tidur untuk remaja usia pendek yang dapat mempengaruhi kenaikan
14- 17 tahun yaitu 8 – 10 jam dalam berat badan adalah dengan meningkatnya
sehari.26,50 Sejumlah hormon memediasi asupan energi. Penelitian ini
interaksi antara durasi tidur yang pendek, membandingkan 4 jam dengan 10 jam tidur
metabolisme dan tingginya IMT. Dua untuk setiap malam selama 2 hari yang
hormon kunci yang mengatur nafsu makan hasilnya menunjukkan bahwa subjek yang
yaitu leptin dan ghrelin. Kedua hormon ini tidurnya 4 jam setiap malam mempunyai
memainkan peranan yang signifikan dalam rasa lapar dan nafsu makan yang lebih tinggi
interaksi antara durasi tidur yang pendek dan daripada yang tidurnya 10 jam dalam
tingginya IMT. Leptin adalah adipocyte- semalam. Peningkatan asupan makan
derived hormon yang menekan nafsu makan. tersebut terutama makanan tinggi lemak dan
Ghrelin sebagian besar adalah peptide yang tinggi karbohidrat. Perubahan ini
berasal dari abdomen yang menstimulasi berhubungan dengan peningkatan ghrelin
nafsu makan. Mediator lain yang memberi dalam serum dan penurunan leptin dalam
kontribusi terhadap metabolisme adalah serum. Hal ini membuktikan bahwa kurang
adiponektin dan insulin. Adiponektin adalah tidur dapat mempengaruhi regulator perifer
hormon yang baru diketahui disekresi oleh rasa lapar.48,49
adiposit dan berhubungan dengan sensitifitas Risiko kejadian obesitas pada anak
insulin. Durasi tidur yang pendek dapat dengan durasi tidur pendek 1,74 kali lebih

28
besar dibandingkan dengan anak yang durasi obesitas pada murid Sekolah Menengah
tidurnya panjang setelah dikontrol variabel Pertama Negeri 130 Jakarta periode Oktober
sedentary lifestyle, asupan energi, dan jenis 2017.
kelamin. Penelitian kohort menjelaskan
Tempat dan Waktu Penelitian
bahwa anak yang mempunyai durasi tidur
pendek dapat menyebabkan sedentary Penelitian ini dilaksanakan di SMP
lifestyle yang tinggi dan peningkatan asupan Negeri 130 Jakarta, periode Oktober 2017
energi, sehingga mengakibatkan obesitas
pada anak.26,49,50 Menurut penelitian Dewi
(2015) menunjukkan bahwa anak obes Sumber Data dan Instrumen Penelitian

mempunyai durasi tidur lebih pendek Sumber data terdiri dari data primer.

dibanding- kan anak yang tidak obes. Rata- Data primer diambil dari subjek penelitian

rata durasi tidur anak obes 16,1 menit/hari dengan melakukan penimbangan berat

lebih pendek dibandingkan anak tidak obes, badan, dan pengukuran tinggi badan dan

terdapat perbedaan bermakna durasi tidur kuesioner pada murid SMP Negeri 130

anak obes dengan anak tidak obes, dengan dalam bulan Oktober 2017 di SMP Negeri

nilai p value (p=0,001).48 Menurut penelitian 130 Jakarta.

Syamsinar (2016), didapatkan hasil p value


(0,654) > 0,05 maka H0 diterima atau H1 Populasi

ditolak sehingga dapat dimaknai bahwa o Populasi target semua murid SMP Negeri

tidak ada hubungan antara kurang tidur 130 Jakarta

dengan obesitas pada remaja di SMA Negeri o Populasi terjangkau Populasi target

4 Kendari.26 semua murid SMP Negeri 130 Jakarta


dalam bulan Oktober 2017

Metode Penelitian
Desain Penelitian Kriteria Inklusi:

Desain penelitian yang digunakan o Semua murid SMP di SMP Negeri

adalah desain deskriptif analitik dengan 130 Jakarta yang hadir saat

studi cross sectional mengenai gambaran penelitian dilakukan.

konsumsi makanan indeks glikemik tinggi


dan faktor-faktor lainnya dengan kejadian

29
o Murid SMP di SMP Negeri 130 p : Proporsi variabel
Jakarta yang bersedia berpartisipasi yang ingin diteliti
mengikuti penelitian q : 1- p
L : Derajat kesalahan
Kriteria Eksklusi: yang dapat ditolerir adalah
o Semua murid SMP di SMP Negeri 10% = 0.1
130 Jakarta yang tidak mengikuti Maka berdasarkan jumlah sampel
proses penelitian sampai selesai yang didapatkan paling besar dari hasil
perhitungan, berdasarkan rumus diatas
Sampel didapatkan angka sebagai berikut:
Besar Sampel 𝑍 ∝2 . 𝑝. 𝑞
𝑛1 =
Sampel adalah bagian dari populasi 𝐿2
yang ingin diteliti. Penelitian dilakukan (1.96)2 𝑥 0.654 𝑥 0.346
= = 86.92
(0.1)2
terhadap semua murid SMP di SMP Negeri
Untuk menjaga kemungkinan adanya subjek
130 Jakarta pada bulan Oktober 2017. Besar
penelitian yang drop out, maka dihitung:
sampel ditentukan seperti rumus dibawah :
n2 =n1 + (10% . n1)
= 86.92 + (0,1 x 86.92
(𝐙∝ )𝟐 𝐩 . 𝐪
𝐍𝟏 = )
𝐋𝟐
= 86.92 + 8,692
N2 = N1 + (10% xN1 ) = 95,612 Dibulatkan
menjadi 96 subjek penelitian.
Keterangan : Jadi, jumlah sampel yang dibutuhkan untuk
N1 : Besar sampel minimal penelitian ini adalah 96 orang.
N2 : Jumlah sampel ditambah substitusi
10% (substitusi adalah persen Teknik Pengambilan Sampel
responden yang mungkin keluar atau Pengambilan sampel dalam
drop out) penelitian menggunakan metode probability
Zα : Nilai konversi pada tabel kurva sampling dengan cara melakukan systematic
normal, dengan nilai α = 5% sampling. Sampel yang diambil yaitu murid
DidapatkanZα pada kurva normal = 1.96 SMP Negeri 130 Jakarta pada bulan Oktober
2017 berdasarkan urutan absen dari kelas 7A

30
sampai dengan kelas 9G yang diurutkan dari c. Menghubungi Kepala Puskesmas
angka 1-691 murid, hingga didapatkan Kelurahan Kota Bambu Utara,
sebanyak jumlah sampel sebanyak 96 Jakarta Barat untuk meminta bantuan
subjek. advokasi kepada Kepala Sekolah
SMP Negeri 130 Jakarta.
Variabel d. Melakukan silahturahmi dengan
Dalam penelitian ini digunakan Kepala Sekolah SMP Negeri 130
variabel independen (tidak terikat), dan Jakarta untuk meminta izin
variabel dependen (terikat). melakukan penelitian.
e. Kemudian peneliti melakukan
Variabel dependen pengumpulan data primer berupa
Variabel dependen pada penelitian pengukuran tinggi badan dan
ini adalah kejadian obesitas murid SMP. penimbangan berat badan,
memberikan kuisioner kepada murid
Variabel independen SMP Negeri 130 Jakarta, dimana
Variabel independen pada penelitian subjek tersebut memenuhi kriteria
ini berupa konsumsi makanan indeks inklusi mulai dari bulan Oktober
glikemik tinggi, aktivitas fisik, herediter, 2017. Data primer yang diambil
perilaku makan (emotional eating), adalah kejadian obesitas, frekunsi
pengetahuan tentang gizi, dan pola tidur. konsumsi makanan indeks glikemik
tinggi, tingkat aktivitas fisik, riwayat
Cara kerja kegemukan dalam keluarga, perilaku
a. Peneliti mengumpulkan bahan ilmiah makan (emotional eating), tingkat
dari journal, konsensus, dan textbook pengetahuan tentang gizi, dan pola
serta merencanakan desain tidur murid SMP Negeri 130 Jakarta.
penelitian. f. Peneliti melakukan pengolahan,
b. Menentukan jumlah sampel 96 orang analisis, dan interpretasi data dengan
dari semua siswa murid SMP pada program Computer Statistical
bulan Oktober 2017 di SMP Negeri Package for Social Science version
130 Jakarta. 16 (SPSS)
g. Penulisan laporan penelitian.

31
h. Pelaporan penelitian.  < 18,5 : Berat badan
kurang
Definisi operasional  18,5 – 22,9: Berat
Subjek penelitian badan normal
Subjek adalah murid SMP di SMP  23-24,9 : Berat badan
Negeri 130 Jakarta pada bulan Oktober lebih
2017.  > 25 : Obesitas
Hasil ukur :
Variabel Dependen  < 18,5 : Berat badan kurang
Kejadian Obesitas Berdasarkan IMT  18,5 – 22,9: Berat badan normal
Defenisi : Obesitas adalah keadaan dimana  23-24,9 : Berat badan lebih
hasil IMT, yaitu berat badan dalam kilogram
 > 25 : Obesitas
dibagi dengan tinggi badan dalam satuan
Skala ukur : Kategorik - Ordinal
meter dan dikuadratkan dengan hasil diatas
Koding:
≥ 25 kg/m .
2
 BB kurang (1)
Alat ukur : Timbangan injak manual,
 BB normal (2)
Microtoise stature meter
 BB lebih (3)
Cara ukur : Dilakukan penimbangan berat
 Obesitas (4)
badan (satuan dalam kilogram), dan
pengukuran tinggi badan dalam posisi
Kejadian Obesitas Berdasarkan Kurva
berdiri (satuan dalam sentimeter). Hasil
CDC
pengukuran kemudian diterjemahkan
Defenisi : Obesitas adalah keadaan dimana
peneliti dalam nilai indeks massa tubuh
hasil IMT, yaitu berat badan dalam kilogram
(IMT) dengan rumus:
dibagi dengan tinggi badan dalam satuan
meter dan dikuadratkan dengan hasil diatas
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑢𝑏𝑢ℎ
≥ 95th percentile menurut kurva CDC pada
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛
= saat dilakukan penelitian.
(𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟)2
Alat ukur : Timbangan injak manual,
Sehingga diperoleh hasil kategori status gizi,
Microtoise stature meter
sebagai berikut :
Cara Ukur : Setelah nilai IMT diketahui,
IMT kemudian dinyatakan dalam persentil

32
BMI-untuk-usia (BMI-for-age), dengan Frequency Quetionnaire) untuk mengetahui
mengkonversikan titik potong antara IMT frekuensi kebiasaan makan responden
anak terhadap umur pada kurva CDC sebanyak 2 kali dan dinyatakan dalam
(Centers for Disease Control and x/hari, total keseluruhan jumlah frekuensi
Prevention), dimana dapat diartikan sebagai makan x/hari seluruh responden, kemudian
berikut10 : dibagi dengan total jumlah sampel 96 orang
- < 5th percentile : BB Kurang sehingga diperoleh rata-rata jumlah
- 5th percentile - < 85th percentile : BB frekuensi konsumsi harian makanan indeks
ideal glikemik tinggi responden, yaitu sebanyak
- 85th percentile - < 95th percentile: BB 6x/hari, maka responden yang memiliki
Berlebih asupan ≤1x/hari dalam kategori jarang, 2-5x
- ≥ 95th percentile: Obesitas /hari dalam kategori kadang-kadang, dan
Selanjutnya hasil pengukuran IMT ≥6x/hari dalam kategori sering.
yang < 95th percentile dikategorikan menjadi Alat Ukur: FFQ (Food Frequency
tidak obesitas dan ≥95th percentile menjadi Quetionnaire) yang dimodifikasi dari
obesitas penelitian Febriani, dengan judul
Hasil ukur : Kesimbangan Asupan Zat Gizi Makanan
 < 95th percentile: Tidak obesitas Dengan Aktivitas Fisik Atlet Putri Bola
 ≥ 95th percentile: Obesitas Basket PON D.I.Y 2012.
Skala ukur : Kategorik - Ordinal Cara Ukur: Proses pengumpulan data
Koding: dilakukan dengan menjelaskan secara
 Tidak Obesitas (1) langsung, kepada responden cara pengisian

 Obesitas (2) form FFQ (Food Frequency Quetionnaire)


untuk mengetahui data frekuensi konsumsi

Variabel Independen harian makanan indeks glikemik tinggi

Konsumsi Makanan Indeks Glikemik responden.

Tinggi Hasil Ukur:


Defenisi : Rata-rata frekuensi konsumsi  ≤ 1x makan/hari : Konsumsi
makanan indeks glikemik tinggi yang jarang
dikonsumsi responden perhari. Data diambil  2 – 5x makan/hari : Konsumsi
dengan menggunakan FFQ (Food kadang-kadang

33
 ≥ 6x makan/hari : Konsumsi c. Jumlahkan hasil kali dari setiap jawaban,
sering yang hasilnya akan menjadi total nilai
Skala Ukur: Kategorik- ordinal dari PAQ-C masing-masing sampel.
Koding : d. Cari median dari total nilai PAQ-C, nilai
 Konsumsi jarang (1) median tersebut akan menjadi standar
 Konsumsi kadang-kadang (2) nilai menetukan kategori dari kuesioner

 Konsumsi sering (3) tersebut.


e. Jika nilai total kurang dari atau sama

Aktivitas Fisik dengan nilai median maka aktivitas fisik

Defenisi : Aktivitas fisik atau kegiatan atau termasuk kedalam kategori kurang

olahraga yang biasa responden lakukan sedangkan jika nilai total lebih dari nilai

sehari-hari selama 7 hari terakhir dicatat median makan aktivitas fisik termasuk

dalam form PAQ-C (Physical Activity kedalam kategori baik.

Questionnaire-Children) saat pengambilan Hasil Ukur:

data untuk penelitian.  Aktivitas kurang


Alat Ukur: Kuisioner PAQ-C yang telah  Aktivitas cukup
dimodifikasi, PAC-Q didapat dari IPAQ Skala Ukur: Kategorik- nominal
(International Physical Activity Koding :
Questionnaire).  Aktivitas kurang (1)
Cara Ukur: Responden menjawab  Aktivitas cukup (2)
pertanyaan- pertanyaan dalam kuisioner
aktivitas fisik untuk anak/PAQ-C. Dengan Herediter
cara penilaian dan pengkategorian PAQ-C : Defenisi : Ada-tidaknya riwayat obesitas
a. Hitung jumlah jawaban a, b, c , d dan e. pada orang tua responden selama
b. Jumlah dari jawaban a dikalikan dengan pengambilan data penelitian.
1, jawaban b dikalikan dengan 2, Alat Ukur: Kuisioner dengan skoring
jawaban c dikalikan dengan 3, jawaban d Arikunto.
dikalikan dengan 4 dan jawaban e Cara Ukur: Form kuisioner diisi sendiri
dikalikan dengan 5. oleh responden pada bagian keturunan
Hasil Ukur:
 Tidak ada riwayat

34
 Ada riwayat Hasil Ukur:
Skala Ukur: Katergorik - nominal  Tidak ada pengaruh
Koding :  Ada pengaruh
 Tidak ada riwayat (1)  Sangat berpengaruh
 Ada riwayat (2) Skala Ukur: Kategorik- ordinal
Koding :
Perilaku Makan (Emotional Eating)  Tidak ada pengaruh (1)
Defenisi : Perilaku makan (emotional  Ada pengaruh (2)
eating) adalah seberapa besar dorongan atau  Sangat berpengaruh (3)
keinginan makan responden saat penelitian
yang dipengaruhi emosi. Pengetahuan Gizi
Alat Ukur: Kuisioner EES-C (Emotional Defenisi : Tingkat pengetahuan gizi remaja
Eating Scale- Children) modifikasi yang pada sat penelitian. Kategori pengetahuan
didapat dari yayasan Fit to Change UK. menurut Arikunto, pengetahuan dibagi
Cara Ukur: Form kuisioner diisi sendiri dalam 3 kategori, yaitu36:
oleh responden pada bagian hubungan aspek a. Baik : Bila subyek mampu menjawab
psikologis dengan peningkatan jumlah dengan benar 76% - 100% dari seluruh
konsumsi. Setiap kolom diberi nomor, dari 0 petanyaan.
di sebelah kiri (tidak ada keinginan untuk b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab
makan) sampai 4 (keinginan yang luar biasa dengan benar 56% - 75% dari seluruh
untuk makan) di sebelah kanan. Hasil dari pertanyaan.
pengisian rensponden tersebut lalu c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab
dikonfersikan ke dalam skoring dimana total dengan benar 40% - 55% dari seluruh
nilai tertinggi yang dapat diperoleh adalah pertanyaan.
100 Alat Ukur: Kuisioner yang dimodifikasi
 0-25: Tidak ada pengaruh emosional dari penelitian Walalangi, dengan judul Pola
dengan perilaku makan Makan, Asupan Zat Gizi, dan Status Gizi
 25-46: Ada pengaruh emosional Anak Balita Bawah Garis Merah di Pesisir
dengan perilaku makan Pantai Desa Tatangesan dan Makalu
 47-100: Sangat berpengaruh situasi Wilayah Kerja Puskesmas Pusomaen 2015
emosional dengan perilaku makan

35
Cara Ukur: Form kuisioner diisi sendiri  > 10 Jam = Tidur lebih
oleh responden pada bagian pengetahuan Skala Ukur: Katergorikal-ordinal
tentang gizi Koding :
Total skor lalu dikonversikan ke dalam  Tidur kurang (1)
presentasi kategori pengetahuan umum  Tidur cukup (2)
tentang gizi berdasarkan Arikunto.  Tidur lebih (3)
Hasil Ukur:
 Pengetahuan kurang Data
 Pengetahuan cukup Pengolahan Data
 Pengetahuan baik Data – data yang telah dikumpulkan
Skala Ukur: Kategorik- ordinal diolah melalui proses editing, verifikasi, dan
Koding : coding, kemudian data diolah dengan
 Pengetahuan kurang (1) menggunakan program komputer, yaitu
 Pengetahuan cukup (2) program SPSS. Pengolahan data untuk
 Pengetahuan baik (3) penelitian ini diolah dengan menggunakan
aplikasi SPSS yang terdiri dari beberapa
Pola Tidur tahap, yaitu :
Defenisi : Durasi tidur malam reponden  Editing: Upaya untuk memeriksa
pada saat penelitian. Durasi tidur dibagi kembali kebenaran data, yang
menjadi 3 yaitu: diperoleh atau editing dapat
- Kurang dari 8 jam (Durasi tidur kurang) dilakukan pada tahap pengumpulan
- Antara 8 – 10 jam (Durasi tidur cukup) data atau setelah data terkumpul.
- Lebih dari 10 jam (Durasi tidur lebih)  Coding: Catatan untuk memberikan
Alat Ukur: Kuisioner dengan skoring kode numerik (angka) terhadap data
Arikunto. yang terdiri atas beberapa kategori.
Cara Ukur: Form kuisioner diisi sendiri  Tabulating: Pada tahap ini, jawaban
oleh responden di bagian pola tidur – jawaban responden yang sama
responden dikelompokan dengan teliti dan
Hasil Ukur: teratur lalu dihitung lalu dijumlahkan
 < 8 Jam = Tidur kurang kemudian dituliskan dalam bentuk
 8-10 Jam = Tidur cukup tabel – tabel.

36
Penyajian Data akan di lakukan uji dengan uji Chi square.
Data yang didapat disajikan secara Hasil uji Chi square dapat mengetahui ada
tekstular, tabular dan grafikal. tidaknya hubungan antara dua variabel X
dan Y yang bermakna secara statistik atau
Analisis Data jika χ2 hitung >χ2 tabel, maka H0 ditolak,
Terdapat dua cara analisis data yang yang berarti ada hubungan dan jika χ2
digunakan yaitu analisis univariat dengan hitung < χ2 tabel, maka H0 gagal ditolak,
distribusi frekuensi dari setiap variabel yang berarti tidak ada hubungan.
bebas terhadap variabel terikat, dan analisis
bivariat dengan uji statistik chi square (x2) Intepretasi Data
terhadap pasangan variabel terikat dan Data diintepretasi secara deskriptif
variabel bebas tertentu. analitik observasional antar variabel-variabel
Analisis univariat yang telah ditentukan.
Analisis univariat dilakukan secara
deskriptif dari masing-masing variabel Pelaporan Data
dengan tabel distribusi frekuensi disertai Data disusun dalam bentuk laporan
penjelasan. penelitian dan selanjutnya dipresentasikan
Analisis bivariat dalam forum pendidikan Ilmu Kesehatan
Analisis bivariat dilakukan untuk Masyarakat di depan staf pengajar Program
melihat hubungan antara variabel dependen Studi Pendidikan Dokter (PSPD) Ilmu
dan independen. Karena rancangan Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran
penelitian ini adalah Cross Sectional Study, Universitas Kristen Krida Wacana (FK
dicari hubungan antara variabel independen UKRIDA).
dengan variabel dependen. Teknis analisis Bab IV
data yang menggunakan uji Chi Square Hasil Penelitian
dengan tingkat kemaknaan (α) = 0,05 yang
digunakan untuk menguji 2 variabel yang Berdasarkan penelitian yang
disusun dalam table b x k (b = baris, k = dilakukan mengenai gambaran konsumsi
kolom). Rumus: table 2x3. indeks glikemik tinggi dan faktor-faktor
Untuk membuktikan bahwa variabel- lainnya dengan kejadian obesitas pada murid
variabel bebas memiliki hubungan, maka Sekolah Menengah Pertama Negeri 130

37
Jakarta selama periode Oktober 2017, didapatkan jumlah murid yang mengalami
didapatkan sampel sebanyak 96 murid SMP obesitas sebanyak 20 murid dengan
Negeri 130 Jakarta. persentase 20.8 %, sedangkan jumlah murid
yang tidak mengalami obesitas sebanyak 76
Pembahasan murid dengan persentase 79,2%. Dari data
Analisis Univariat Sebaran Kejadian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat lebih
Obesitas Berdasarkan IMT pada Murid banyak murid yang tidak mengalami
Sekolah Menengah Pertama Negeri 130 obesitas dibandingkan murid yang
Jakarta Periode Oktober 2017 mengalami obesitas di Sekolah Menengah
Berdasarkan penelitian dari 96 Pertama Negeri 130 Jakarta periode 2017.
murid SMP Negeri 130 Jakarta periode .
Oktober 2017 yang dijadikan sampel, Analisis Univariat Distribusi Konsumsi
didapatkan jumlah murid yang mengalami Makanan Indeks Glikemik Tinggi Murid
obesitas sebanyak 24 murid dengan SMP Negeri 130 Jakarta Periode Oktober
persentase 25%, Berat badan lebih 15 2017
persentase 15.6%, Berat badan normal 45 Berdasarkan penelitian, dari 96
murid dengan persentase 46,9%, berat badan murid SMP Negeri 130 Jakarta periode 2017
kurang 12 murid dengan persentase 12,5%. yang dijadikan sampel, didapatkan bahwa
Dari data ini dapat disimpulkan bahwa sebanyak 49 murid kadang-kadang
terdapat lebih banyak murid dengan berat mengkonsumsi makanan indeks glikemik
badan normal dibandingkan murid yang tinggi dengan persentase 51%, sedangkan 47
mengalami obesitas di Sekolah Menengah murid sering mengkonsumsi makanan
Pertama Negeri 130 Jakarta periode 2017. indeks glikemik tinggi dengan persentase
49%. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa
Analisis Univariat Sebaran Kejadian lebih banyak murid yang kadang- kadang
Obesitas Berdasarkan Kurva CDC pada mengkonsumsi makanan indeks glikemik
Murid Sekolah Menengah Pertama tinggi dibandingkan murid yang sering
Negeri 130 Jakarta Periode Oktober 2017 mengkonsumsi makanan indeks glikemik
Berdasarkan penelitian dari 96 tinggi di di Sekolah Menengah Pertama
murid SMP Negeri 130 Jakarta periode Negeri 130 Jakarta periode 2017.
Oktober 2017 yang dijadikan sampel,

38
Analisis Univariat Distribusi Aktivitas Sekolah Menengah Pertama Negeri 130
Fisik Murid SMP Negeri 130 Jakarta Jakarta periode 2017.
Periode Oktober 2017
Berdasarkan penelitian, dari 96 Analisis Univariat Perilaku Makan
murid SMP Negeri 130 Jakarta periode 2017 (Emotional Eating )
yang dijadikan sampel, didapatkan bahwa Berdasarkan tabel penelitian 4.2,
sebanyak 28 murid memiliki aktivitas fisik dari 96 murid SMP Negeri 130 Jakarta
kurang dengan persentase 29.2%, sedangkan periode 2017 yang dijadikan sampel,
sebanyak 68 murid memiliki aktivitas fisik didapatkan bahwa sebanyak 19 murid
cukup dengan persentase 70.8%. Dari data memiliki perilaku makan yang sangat
ini dapat disimpulkan bahwa bahwa lebih dipengaruhi emosi, 44 murid memiliki
banyak murid yang memiliki aktivitas fisik perilaku makan yang dipengaruhi emosi, dan
cukup dibandingkan murid yang memiliki 33 murid yang perilaku makannya tidak
aktivitas fisik kurang di Sekolah Menengah dipengaruhi emosi. Dari data ini dapat
Pertama Negeri 130 Jakarta periode 2017. disimpulkan bahwa lebih banyak murid yang
memiliki perilaku makan yang dipengaruhi
Analisis Univariat Distribusi Herediter emosi dibandingkan murid yang perilaku
Murid SMP Negeri 130 Jakarta Periode makannya tidak dipengaruhi emosi di
Oktober 2017 Sekolah Menengah Pertama Negeri 130
Berdasarkan tabel penelitian 4.2, Jakarta periode 2017.
dari 96 murid SMP Negeri 130 Jakarta
periode 2017 yang dijadikan sampel, Analisis Univariat Distribusi
didapatkan bahwa sebanyak 47 murid Pengetahuan Gizi Murid SMP Negeri 130
memiliki riwayat orang tua obesitas dengan Jakarta Periode Oktober 2017
persentase 49%, sedangkan sebanyak 49 Berdasarkan penelitian, dari 96
murid tidak memiliki riwayat orang tua murid SMP Negeri 130 Jakarta periode 2017
obesitas dengan persentase 51%. Dari data yang dijadikan sampel, didapatkan bahwa
ini dapat disimpulkan bahwa lebih banyak sebanyak 4 murid memiliki pengetahuan
murid yang memiliki riwayat orang tua gizi yang kurang dengan persentase 4,2%,
obesitas dibandingkan murid yang tidak sebanyak 5 murid memiliki pengetahuan gizi
memiliki riwayat orang tua obesitas di yang cukup dengan persentase 5,2%, dan

39
sebanyak 87 murid memiliki pengetahuan makanan indeks glikemik tinggi. Terdapat
gizi yang baik dengan persentase 90.6%. murid yang kadang- kadang mengkonsumsi
Dari data ini dapat disimpulkan bahwa lebih makanan indeks glikemik tinggi sebanyak
banyak murid memiliki pengetahuan gizi 10 murid yang menjadi obesitas, sedangkan
yang baik di Sekolah Menengah Pertama yang tidak menjadi obesitas sebanyak 39
Negeri 130 Jakarta periode 2017. murid. Sedangkan pada murid yang sering
mengkonsumsi makanan indeks glikemik
Analisis Univariat Distribusi Pola Tidur tinggi dan menjadi obesitas sebanyak 10
Murid SMP Negeri 130 Jakarta Periode murid, dan yang tidak menjadi obesitas
Oktober 2017 sebanyak 37 murid. Tingkat konsumsi
Berdasarkan penelitian , dari 96 makanan indeks glikemik tinggi tidak
murid SMP Negeri 130 Jakarta periode 2017 mempunyai hubungan yang signifikan
yang dijadikan sampel, didapatkan bahwa dengan kejadian obesitas. Hal ini dapat
sebanyak 60 murid memiliki durasi tidur ditunjukkan dari hasil uji chi-square antara
yang kurang dengan persentase 62,5%, variabel konsumsi indeks glikemik tinggi
sebanyak 31 murid memiliki durasi tidur dengan variabel kejadian obesitas dan
yang cukup dengan persentase 32,3%, dan diperoleh hasil p=0,917 (p>0,05).
sebanyak 5 murid memiliki durasi tidur yang Hasil penelitian ini sejalan dengan
lebih dengan persentase 5,2%. Dari data ini hasil penelitian Schwingshackl (2013)
dapat disimpulkan bahwa bahwa lebih dimana tidak terdapat hubungan signifikan
banyak murid memiliki durasi tidur yang antara kenaikan berat badan dengan
kurang di Sekolah Menengah Pertama konsumsi makanan indeks glikemik tinggi
Negeri 130 Jakarta periode 2017. dengan nilai p=0,11 (p>0,05).13 dan
penelitian penelitian shikany (2009) yang
Analisis Bivariat Hubungan antara menilai penurunan berat badan dan IMT
Konsumsi Makanan Indeks Glikemik dengan melakukan intervensi diet IG dan
Tinggi dengan Kejadian Obesitas pada BG rendah, ditemukan bahwa tidak
Murid SMP Negeri 130 Jakarta Periode ditemukan hubungan antara diet IG dan BG
Oktober 2017 rendah terhadap penurunan berat badan p=
Berdasarkan hasil penelitian, tidak 0,753 (p>0,05), dan IMT p= 0,477
ada murid yang jarang mengkonsumi (p>0,05).22

40
Namun tidak sejalan dengan murid, dan tidak menjadi obesitas sebanyak
penelitian Esfahani (2011) yang dilakukan 14 murid. Perilaku makan yang dipengaruhi
berdasarkan 3 percobaan pada anak-anak emosional tidak mempunyai hubungan yang
dan remaja, hasilnya menunjukkan bahwa signifikan dengan kejadian obesitas. Hal ini
diet IG dan BG rendah lebih efektif dalam dapat ditunjukkan dari hasil uji chi-square
menurunkan berat badan pada anak-anak antara variabel perilaku makan (emotional
dan remaja dibandingkan dengan diet rendah eating) dengan variabel kejadian obesitas
lemak, dimana terjadi penurunan lemak dan diperoleh hasil p=0,312 (p>0,05).
secara signifikan dari uji statistik (-3,0 ± 1,6 Hasil penelitian ini sejalan dengan
vs 1,8 ± 1,0 kg; P = 0,01) dan BMI (-1,3 ± hasil penelitian Luppino (2010) depresi
0,7 vs 0,7 ± 0,5 kg / m2; P = 0,02) pada (baik gejala maupun gangguan) bukan
kelompok GL rendah dibandingkan dengan predesposisi kelebihan berat badan dari
kelompok kontrol diet rendah lemak.23 waktu ke waktu, namun depresi
meningkatkan peluang untuk
Analisis Bivariat Hubungan antara mengembangkan obesitas (OR, 1,55; P.001).
Perilaku Makan (Emotional Eating ) Asosiasi ini secara statistik signifikan
dengan Kejadian Obesitas pada Murid terdapat diantara orang dewasa berusia 20-
SMP Negeri 130 Jakarta Periode Oktober 59 tahun dan 60 tahun, namun tidak pada
2017 orang yang lebih muda (≤ 20 tahun) p=0,26
Berdasarkan hasil penelitian, (p>0,05).39
jumlah murid yang tidak memiliki perilaku Berdasarkan hasil penelitian,
makan yang dipengaruhi emosi dan perilaku makan (emotional eating) tidak
mengalami obesitas terdapat 4 murid berpengaruh terhadap kejadian obesitas
sedangkan, yang tidak mengalami obesitas karena murid yang memiliki perilaku makan
sebanyak 29 murid. Murid yang memiliki yang dipengaruhi emosi dan mengalami
perilaku makan yang dipengaruhi emosi obesitas terdapat sebanyak 11 murid dan
yang mengalami obesitas sebanyak 11 murid lebih banyak yang tidak mengalami obesitas
dan yang tidak mengalami obesitas sebanyak yaitu sebanyak 33 murid. Kemudian
33 murid. Sedangkan murid yang memiliki perilaku makan yang sangat dipengaruhi
perilaku makan yang sangat dipengaruhi emosi dan menjadi obesitas hanya terdapat
emosi dan menjadi obesitas sebanyak 5

41
sebanyak 5 murid, namun yang tidak obesitas sebanyak 16 orang dan subjek
menjadi obesitas ada 14 murid. dengan pengetahuan gizi yang kurang dan
mengalami obesitas sebanyak 4 orang.40
Analisis Bivariat Hubungan antara
Dalam hasil penelitian ini
Pengetahuan Gizi dengan Kejadian
pengetahuan gizi juga tidak mempunyai
Obesitas pada Murid SMP Negeri 130
hubungan dengan kejadian obesitas karena
Jakarta Periode Oktober 2017
tingkat pengetahuan gizi yang baik
Berdasarkan hasil penelitian, mempunyai jumlah kejadian obesitas yang
jumlah murid yang memiliki pengetahuan paling tinggi, sedangkan pengetahuan gizi
gizi kurang yang mengalami obesitas yang kurang dan pengetahuan gizi yang
sebanyak 1 murid sedangkan yang tidak sedang mempunyai jumlah kejadian obesitas
mengalami obesitas sebanyak 3 murid. yang sama di SMP Negeri 130 Jakarta
Murid yang memilki pengetahuan cukup periode Oktober 2017.
yang mengalami obesitas sebanyak 1 murid
sedangkan murid yang tidak mengalami Analisis Bivariat Hubungan antara Pola
obesitas 4 murid. Murid yang memilki Tidur dengan Kejadian Obesitas pada
pengetahuan baik yang mengalami obesitas Murid SMP Negeri 130 Jakarta Periode
sebanyak 18 murid sedangkan yang tidak Oktober 2017
obesitas sebanyak 69 murid. Pengetahuan Berdasarkan hasil penelitian pada,
gizi tidak mempunyai hubungan yang jumlah murid yang memiliki durasi tidur
signifikan dengan kejadian obesitas. Hal ini kurang yang mengalami obesitas 10 murid
dapat ditunjukkan dari hasil uji chi-square sedangkan yang tidak mengalami obesitas
antara variabel pengetahuan gizi dengan 50 murid. Murid yang memilki durasi tidur
variabel kejadian obesitas dan diperoleh cukup yang mengalami obesitas sebanyak 7
hasil p=0,979 (p>0,05). murid sedangkan yang tidak mengalami
Hasil penelitian ini sejalan dengan obesitas sebanyak 24 murid. Murid yang
hasil penelitian menurut (Sada, 2012) yaitu memiliki durasi tidur lebih yang mengalami
tidak terdapat hubungan antara pengetahuan obesitas sebanyak 3 murid sedangkan yang
gizi seimbang dengan status gizi (p=0,942). tidak mengalami obesitas sebanyak 2 murid.
Hasil penelitian ditemukan subjek dengan Durasi tidur tidak mempunyai hubungan
pengetahuan gizi baik dan mengalami yang signifikan dengan kejadian obesitas.

42
Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil uji chi- Analisis Bivariat Hubungan antara
square antara variabel durasi tidur dengan Herediter dengan Kejadian Obesitas pada
variabel kejadian obesitas dan diperoleh Murid SMP Negeri 130 Jakarta Periode
hasil p=0,114 (p>0,05). Oktober 2017
Hasil penelitian ini tidak sejalan
Berdasarkan hasil penelitian pada,
dengan hasil penelitian Dewi (2015) yang
jumlah murid yang tidak memiliki riwayat
menunjukkan bahwa anak obese mempunyai
orang tua obesitas yang mengalami obesitas
durasi tidur lebih pendek dibandingkan anak
1 murid sedangkan yang tidak mengalami
yang tidak obese. Rata-rata durasi tidur anak
obesitas 46 murid. Murid yang memiliki
obese 16,1 menit/hari lebih pendek
riwayat orang tua obesitas yang mengalami
dibandingkan anak tidak obes, terdapat
obesitas sebanyak 19 murid sedangkan yang
perbedaan bermakna durasi tidur anak obes
tidak mengalami obesitas sebanyak 30
dengan anak tidak obes, dengan nilai p value
murid. Riwayat orang tua obesitas
(p=0,001).43 Namun hasil penelitian
mempunyai hubungan yang signifikan
sebanding dengan penelitian yang dilakukan
dengan kejadian obesitas. Hal ini dapat
oleh Syamsinar (2016) di Kendari dengan
ditunjukkan dari hasil uji chi-square antara
hasil p value (0,654) > 0,05 maka H0
variabel herediter dengan variabel kejadian
diterima atau H1 ditolak sehingga dapat
obesitas dan diperoleh hasil p=0,000
dimaknai bahwa tidak ada hubungan antara
(p<0,05).
kurang tidur dengan obesitas pada remaja di
Hasil penelitian ini sejalan dengan
SMA Negeri 4 Kendari.26
hasil penelitian Kurdanti (2015) di
Dalam hasil penelitian ini didapatkan
Yogyakarta yang mendapatkan hasil
pola tidur juga tidak mempunyai hubungan
bermakna antara faktor genetik dengan
dengan kejadian obesitas karena durasi tidur
kejadian obesitas dengan niali p value
kurang mempunyai jumlah kejadian obesitas
(p=0,000). Subjek yang obesitas lebih
sebanyak 10 murid dan tidak obesitas
banyak yang memiliki ibu dan ayah dengan
sebanyak 24 murid sedangkan, durasi pola
status obesitas (69,4% dan 63,9%)
tidur yang cukup mempunyai jumlah
sedangkan subjek yang tidak obesitas paling
kejadian obesitas sebanyak 7 murid di SMP
banyak memiliki ibu dan ayah yang tidak
Negeri 130 Jakarta periode Oktober 2017.
obesitas (62,5% dan 61,1%). 30

43
Dalam penelitian ini harediter juga penelitian yang dimana terdapat lebih
memiliki hubungan dengan kejadian banyak murid dengan tingkat aktivitas cukup
obesitas karena murid yang memiliki orang yang tidak mengalami obesitas yaitu
tua dengan riwayat obesitas dan menjadi sebanyak 59 murid dan 9 murid dengan
obesitas ada sebanyak 19 murid sedangkan, aktivitas cukup yang mengalami obesitas
murid yang menjadi obesitas tanpa riwayat sedangkan, murid dengan aktivitas kurang
orang tua dengan obesitas hanya terdapat 1 yang mengalami obesitas terdapat 11 murid.
murid. Hasil penelitian ini sejalan dengan,
penelitian yang dilakukan oleh Syamsinar
Analisis Bivariat Hubungan antara (2016) di kendari, dimana pada hasil uji
Aktivitas Fisik dengan Kejadian Obesitas statistik diperoleh p= 0,000, dengan tingkat
pada Murid SMP Negeri 130 Jakarta kepercayaan 95% (α = 0,05). Sesuai dengan
Periode Oktober 2017 dasar pengambilan keputusan penelitian
Berdasarkan hasil penelitian pada, hipotesis bahwa jika ρValue (0,000) < 0,05
jumlah murid yang memiliki aktivitas fisik maka H0 ditolak atau H1 diterima sehingga
kurang dan mengalami obesitas sebanyak 11 dapat dimaknai bahwa ada hubungan antara
murid sedangkan yang tidak mengalami aktivitas fisik dengan obesitas pada remaja
obesitas sebanyak 17 murid. Sedangkan, di SMA Negeri 4 Kendari.26
murid yang memiliki aktivitas cukup dan
mengalami obesitas sebanyak 9 murid dan Penutup
yang tidak mengalami obesitas sebanyak 59 Kesimpulan
murid. Tingkat aktivitas fisik murid Dari hasil penelitian mengenai
mempnyai hubungan yang signifikan dengan gambaran konsumsi makanan indeks
kejadian obesitas. Hal ini dapat ditunjukkan glikemik tinggi dan faktor- faktor lainnya
dari hasil uji chi-square antara variabel dengan kejadian obesitas pada murid
aktivitas fisik dengan variabel kejadian Sekolah Menengah Pertama Negeri 130
obesitas dan diperoleh hasil p=0,004 periode Oktober 2017, dari 96 subjek
(p<0,05). diketahui sebaran dan faktor-faktor yang
Berdasarkan hasil penelitian tingkat berhubungan dengan kejadian obesitas pada
aktivitas fisik berhubungan dengan kejadian murid Sekolah Menengah Pertama, maka
obesitas, hal ini dibuktikan dengan hasil tujuan umum dan tujuan khusus penelitian

44
telah tercapai. Ditemukan bahwa, Prevalensi faktor yang berpengaruh dengan
kejadian obesitas pada murid SMP Negeri kejadian obesitas maupun BB kurang
130 Jakarta sebesar 20,8%. Sebaran murid pada remaja dalam wilayah kerja
dengan konsumsi makanan indeks glikemik Puskesmas Kelurahan Kota Bambu
tinggi sering sebesar 49%, Sebaran murid Utara secara berkesinambungan.
dengan tingkat aktivitas fisik cukup sebesar o Mengkoordinasi dan menjalin
70,8% , Sebaran faktor herediter sebesar kerjasama antara praktek dokter,
51%. Sebaran adanya pengaruh terhadap kader serta masyarakat setempat
perilaku makan (emotional eating) 45,8%, untuk dapat meningkatkan kesadaran
didapatkan pula presentase sebaran yang mengenai faktor – faktor yang
tinggi pada pengetahuan gizi yang baik yaitu berpengaruh terhadap kejadian
sebesar 90,6%, dan sebaran durasi tidur obesitas maupun gizi buruk.
yang kurang sebesar 62,5%. Terdapat o Meningkatkan dan mengoptimalkan
hubungan yang bermakna antara herediter kualitas pelayanan pemeriksaan
(p=0,000), dan aktivitas fisik (p=0,004) status gizi anak dan remaja sesuai
dengan kejadian obesitas pada murid standar operasional yang ditetapkan
Sekolah Menengah Pertama Negeri 130 oleh Departemen Kesehatan RI
Jakarta Periode 2017. Dalam penelitian ini untuk dapat mendeteksi secara dini
juga ditemukan sebaran berat badan kurang kejadian obesitas maupun BB kurang
pada murid SMP Negeri 130 Jakarta dengan sehingga dapat mencegah
persentase sebesar 12.5%. Oleh karena itu, penambahan dan menurunkan jumlah
disamping kejadian obesitas, pada murid kejadian obesitas maupun gizi buruk.
SMP Negeri 130 Jakarta masalah gizi
kurang juga pantas mendapat perhatian lebih Kepada Kepala Sekolah SMP Negeri 130
lanjut. Jakarta
o Perlu dilakukan penyuluhan
Saran (promosi kesehatan) tentang faktor-
Kepada Puskesmas Kelurahan Kota faktor yang berpengaruh dengan
Bambu Utara kejadian obesitas dan juga BB
o Perlu dilakukan penyuluhan kurang pada murid SMP Negeri 130
(promosi kesehatan) tentang faktor- Jakarta.

45
o Perlu diadakannya program Daftar Pustaka
1. World Health Organization. Obesity
kesehatan melalui usaha kesehatan
and overweight 2016. Diakses pada
sekolah (UKS) atau bimbingan dan tanggal 4 oktober 2017 dari
www.who.int/mediacentre/factsheets
konseling (BK) seperti : diet sehat
/fs311/en/
remaja, melakukan senam pagi 2. Kementiran Kesehatan Republik
Indonesia. Riset kesehatan dasar
seminggu sekali, melakukan kegiatan
tahun 2013. Badan Penelitian dan
rutin jalan santai bersama dengan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI. 2013. hal
seluruh siswa dan guru agar
216-22.
menumbuhkan kesadaran untuk 3. Kementiran Kesehatan Republik
Indonesia. Riset kesehatan dasar
hidup sehat.
tahun 2007. Badan Penelitian dan
o Perlu disediakannya kantin sehat Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI. 2008. hal
bagi murid SMP Negeri 130 Jakarta.
45-7.
Kelemahan Penelitian 4. Aini, SN. Faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian gizi
Dalam melakukan penelitian ini
lebih pada remaja di perkotaan.
peneliti memiliki kelemahan dan Unnes Jurnal of Public Health,
Universitas Negeri Semarang; 2013.
keterbatasan antara lain :
hal 1-5.
o Penelitian ini melibatkan responden 5. Skinner, AC, Perrin, EM, Moss, LA,
Skelton, JA. Cardiometabolic risks
dalam jumlah terbatas yaitu 96
and severity of obesity in children
responden, sehingga hasilnya belum and young adults. The New England
Journal of Medicine; 2015. p 1307-
dapat digeneralisasikan pada
16.
kelompok dengan jumlah yang lebih 6. Ding, EL, Malik VS. Convergence of
obesity and high glycemic diet on
besar.
compounding diabetes and
o Informasi yang diperoleh didasarkan cardiovascular risks in modernizing
China: An emerging public health
pada wawancara responden melalui
dilemma. Department of Nutrition,
kuesioner, sehingga kebenaran Harvard School of Public Health.
BioMed Central Ltd ;2008. page 1-4.
hasilnya bergantung penuh pada
7. Badan Penelitian dan Pengembangan
jawaban responden. Kesehatan Departemen Kesehatan
RI. Laporan hasil riset kesehatan
dasar provinsi DKI Jakarta tahun
2007. 2009. hal 28-9.
8. Moreno, LA, Rodriguez, G. Dietary
risk factors for development of
childhood obesity. University of

46
Zaragoza, Spain: Lippincott 15. Astuti A, Maulani. Pangan indeks
Williams & Wilkins; 2007. p 334-40. glikemik tinggi dan glukosa darah
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. pasien diabetes mellitus tipe II.
Pencegahan obesitas pada remaja. STIKES Harapan Ibu. Jambi; 2017
2017. Diakeses pada tanggal 4 16. Augustin, L. S. A., Kendall, C. W.
oktober 2017 dari C., Jenkins, D. J. A., Willett, W. C.,
www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasu Astrup, A., Barclay, A. W., Poli, A.
han-anak/pencegahan-obesitas-pada- Glycemic index, glycemic load and
remaja glycemic response: An International
10. Centers for Disease Control and Scientific Consensus Summit from
Prevention. About child and teens the International Carbohydrate
BMI. Division of Nutrition, Physical Quality Consortium (ICQC).
Activity, and Obesity, National Nutrition, Metabolism and
Center for Chronic Disease Cardiovascular Diseases ;2015.795–
Prevention and Health Promotion. 815.
2015. Diakeses pada tanggal 4 17. McMillan-Price, J, Brand-Miller, J.
oktober 2017 dari Low-glycemic index diets and body
https://www.cdc.gov/healthyweight/a weight regulation. International
ssessing/bmi/childrens_bmi/about_c Journal Of Obesity 30: S40–S46.
hildrens_bmi.html 2006.
11. Kawulur, Elda IJJ, Suryobroto, 18. Harvard Medical School. Glycemic
Bambang, Budiarti, Sri, dkk. Pola index and glycemic load for 100+
pertumbuhan fisik pada anak-anak foods. USA: Harvard Health
suku arfak Papua Barat. Makara Seri Publishing; 2015. p 1-4.
Kesehatan. Universitas Negeri 19. Augustin, LS, Kendall, CWC,
Papua, Manokwari; 2013. hal 42. Jenkins, DJA, et all. Glycemic index,
12. Rimbawan, Siagian A. Indeks glycemic load and glycemic
glikemik pangan, cara mudah response: an international scientific
memilih pangan yang menyehatkan. consensus summit. Canada:
Jakarta: Penebar Swadaya; 2004. Nutrition, Metabolism and
13. Schwingshackl, G, Hoffmann. Long- Cardiovaskular Diseases;2015. p 8.
term effects of low glycemic 20. Hanifah N, Nindya T S. Hubungan
index/load vs. high kontribusi beban glikemik makanan
glycemic index/load diets on dan aktivitas fisik terhadap kejadian
parameters of obesity and obesity- gizi lebih pada remaja SMP full day
associated risks: a Surabaya. Universitas Airlangga.
systematic review and meta-analysis. Surabaya; 2013.
Department of Nutritional Sciences, 21. Abbas A, Murtaza S, Aslam F,
Faculty of Life Khawar A, Rafique S, Naheed S.
Sciences, University of Vienna, Effect of processing on nutritional
Austria; 2013. p 699-705. value of rice (Oryza sativa). World
14. Gibson, N. Development of a rapid Journal of Medical Sciences; 2011.
assessment method for the glycaemic 68–73.
index. Thesis. Pretoria : University of 22. Shikany, J.M, Phadke, R.P, Redden
Pretoria; 2010 D.T, et all. Effects of low- and high-
glycemic index/glycemic load diets

47
on coronary heart disease risk factors 30. Kurdanti, W, Suryanil, I,
in overweight/obese men. Syamsiatun, NH et all. Faktor-faktor
Metabolism Clinical and yang mempengaruhi kejadian
Experimental Journal, ELSEVIER; obesitas pada remaja. Jurnal Gizi
2009. p 1793-1801. Klinik Indonesia; 2015. hal 179-90.
23. Esfahani, A, Wong, J.M.W, 31. Atkinson, FS, Powell, KF, Brand-
Mirrahimi, A, et all. The application Miller, JC. International tables of
of the glycemic index and glycemic glycemic index and glycemic load
load in weight loss: A review of the values: 2008. Institute of Obesity,
clinical evidence. IUBMB Nutrition and Exercise,University of
Journal;2011. Sydney, New South Wales, Australia;
24. Monro, J.A and M.Shaw. Glycemic 2008. P 2281-82.
impact, glycemic glucose 32. Medawati A, Hadi H, Pramantara
equivalents, glycemic index, and IDP. Hubungan antara asupan energi
glycemic load : definitions, dan asupan lemak dan obesitas pada
distinctions, and implications. Vol. remaja SLTP di kota Yogyakarta dan
87 ;2008. 237-243. Kabupaten Bantul. Jurnal gizi klinik
25. Handono Priyo. Hubungan tingkat Indonesia. Yogyakarta. 2008
pengetahuan pada nutrisi, pola 33. Martınez Vizcano,dkk. Assessment of
makan, dan energi tingkat konsumsi an afterschool physical activity
dengan status gizi anak usia lima program to prevent obesity among 9-
tahun di wilayah kerja puskesmas. to 10-year-oldchildren: a cluster
Wonogiri: Giri Satria Husada; 2010 randomized trial. International of
26. Wulandari Syamsinar, Lestari Obesity. 2008.
Hariati. Faktor yang berhubungan 34. Salam Abdul. Faktor risiko kejadian
dengan kejadian obesitas pada obesitas pada remaja. Jurnal MKMI,
remaja di SMAN 4 Kendari tahun Vol 6 No.3. Makassar: Universitas
2016. Kendari: Universitas Halu Hasanudin; 2010. hal 37-43.
Oleo; 2016. 35. Wijaya, PAW, Sidiartha, IGL.
27. Sartika, RAD. Faktor risiko obesitas Hubungan berat badan lahir dengan
pada anak 5-15 tahun di Indonesia. status obesitas pada anak sekolah
Makara, Kesehatan, Vol. 15. Depok : dasar. Denpasar : Universitas
Universitas Indonesia; 2011. hal 37- Udayana; 2013.
43. 36. Parengkuan, RR. Hubungan
28. Jafar, Nurhaedar. Perilaku gizi pendapatan keluarga dengan kejadain
seimbang pada remaja. Fakultas obesitas pada sekolah dasar dikota
Kesehatan Masyarakat. Makassar: Manado. FK UNSRAT. Manado.
Universitas Hasanuddin; 2012. hal 1- 2012.
17. 37. Adiwinanto W. Pengaruh intervensi
29. Amelia Friska. Konsumsi pangan, olahraga di sekolah terhadap indeks
pengetahuan gizi, aktivitas fisik dan masa tubuh dan tingkat kesegaran
status gizi pada remaja di kota sungai kardiorespirasi pada remaja obesitas.
penuh kabupaten kerinci propinsi FK UNDIP. Semarang. 2008.
jambi. Kesehatan Masyarakat. 38. Surjadi,Charles. Globalisasi dan pola
Bogor. Institut Pertanian Bogor; makan mahasiswa: studi kasus di
2008. hal 11-6. Jakarta. CDK-205, Kesehatan,

48
Vol.40. Jakarta: Universitas Universitas Dipenogoro; 2009. h.
Atmajaya; 2013. hal 416-23 300-6.
39. Luppino,FS, Leonore M, Bouvy,P, et 48. Marfuah D. Anak obes mempunyai
all. Overweight, obesity, and durasi tidur lebih pendek
depression a systematic review and dibandingkan anak tidak obes.
meta-analysis of longitudinal studies. Profesi Vol 12 No 2. Surakarta;
Arch Gen Psychiatry VOL 67. 2015.
American medical association; 2010. 49. Marfuah D, Hadi, Haman, Huriyati,
p 220-7. Emy. Durasi dan kualitas tidur
40. Sada, Merinta. Hubungan body hubungannya dengan obeistas pada
image, pengetahuan gizi seimbang, anak sekolah di Kota Yogyakarta dan
dan aktifitas fisik terhadap status Kabupaten Bantul. Jurnal Gizi dan
gizi. Makassar: Universitas Dietetik Indonesia Vol 1 no 2.
Hasanuddin; 2012. hal 44-8. Yogyakarta: Universitas Gajah
41. Arikunto,S. Prosedur penelitian : Mada; 2013. h 93-101.
Suatu pendekatan praktek, Jakarta: 50. Patel SR, Hu FR. Short sleep
Rineka Cipta; 2006. duration and weight gain: a
42. Breum, L, Fernstorm, MH. Drug systematic review. Obesity Journal.
induced obesity. U.S.A: International Boston; 2008. h 643-53.
Textbook of Obesity, John Wiley &
Sons Ltd; 2001. p 269-78.
43. Zimmermann, U, Kraus, T,
Himmerich, H, et all. Epidemiology,
implications and mechanisms
underlying drug-induced weight gain
in psychiatric patients. Journal of
Psychiatric Research. 2003. p 194-6.
44. Roerig, JL, Steffen, KJ, Mitchell, JE.
Atypical antipsychotic-induced
weight gain. University of North
Dakota School of Medicine and
Health Sciences, USA: CNS Drug
Journal; 2011. p 1036-52.
45. Ginsburg, Gregory. Endocrine
changes in obesity. Massachusetts,
U.S.A: Harvard Medical School;
2016. p 45
46. Muherdiyantiningsih, Ernawati F,
Effendi R, Herman S. Sindrom
metabolic pada orang dewasa gemuk
di wilayah Bogor. PGM. Bogor.
2008.
47. M. Mexitalia, Utari Agustini, dkk.
Sindroma metabolik pada remaja
obesitas. Media medika indonesiana,
Volume 43, Nomor 6. Semarang:

49

Vous aimerez peut-être aussi