Vous êtes sur la page 1sur 9

HUBUNGAN ANTARA AMBANG DENGAR DENGAN KLIRENS KREATININ PADA

PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK

Kevin Stevanus Jeremia*, dr. Hendradi Surjotomo Sp.THT-KL**, dr. Nur Samsu, Sp. PD-KGH***.
*Program Studi Pendidikan Dokter FKUB
**Laboratorium THT FKUB
***Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam FKUB

ABSTRAK
GangguanҐpendengaranҐdapatҐmenurunkan kualitasҐhidupҐpenderitanya. SaatҐini penatalaksaan utama adalah
deteksi dini pada populasi Ґberesiko. Beberapa faktorҐresiko gangguan pendengaran yang dimiliki oleh penyakit ginjal
kronik. Menurut WHO, gangguan pendengaranҐmempengaruhi 360 juta jiwa pada tahun 2011 atau setara 5,3%
populasi dunia. Penyebab pasti dan patogenesisҐgangguan pendengaran pada penderita penurunan fungsi ginjal
belum diketahui. Vilayur Ґmenduga penurunan Ґklirens kreatinin sebagai penyebab tuli sensorineural pada PGK. .
Klirens kreatinin dapat dinilai melalui laju filtrasi glomerulus pada pasien. Jenis penelitian yang dilakukan adalah
penelitian Ґepidemiologis observasional analitik dengan pendekatan cross sectional untuk memahami hubungan
antara klirens kreatinin dengan nilaiҐambang dengar pada penderita penyakit ginjal kronik. Dan dilakukan pengolahan
data secaraҐdeskriptif, untuk melihatҐprevalensi kejadian tuli dan korelasi klirens kreatinin dengan nilai ambang
dengar. Hasil dari penelitian ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada laju filtrasi glomerulus
pada pasien dengan ambang dengar normal dan tuli. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah prevalensi
tuli pada penderita penyakit ginjal kronikҐadalah 47,2%. LajuҐfiltrasi glomerulus pasien tuli lebih rendah daripada
telinga normal pada penyakit ginjalҐkronik, namun tidak Ґbermakna (p> 0,05). Laju filtrasi glomerulus berkorelasi positif
terhadap ambang dengar pada penyakit ginjalҐkronik, namun memilikiҐkorelasi yang tidak bermakna (p>0,05).

Kata kunci: Ambang dengar, Tuli, Penyakit Ginjal Kronis, Laju Filtrasi Glomerulus, Klirens, Kreatinin
THE CORELATION OF THRESHOLD VALUE OF HEARING WITH CREATININE CLEARANCE IN
PEOPLE WITH CHRONIC KIDNEY DISEASE
Kevin Stevanus Jeremia*, dr. Hendradi Surjotomo Sp.THT-KL**, dr. Nur Samsu, Sp. PD-KGH***.
*Medical Program, Faculty of Medicine, Brawijaya University
**Laboratorium of Ear, Nose, and Throat Medical Faculty of Brawijaya University
***Laboratorium of Internal Medicinie Medical Faculty of Brawijaya University

HearingҐloss can lower the quality ofҐlife of the sufferer. AtҐthis moment, the mainҐtreatment is early detection in
populationsҐat risk. Some risk factorsҐfor hearingҐloss also owned by chronic kidney disease. AccordingҐto
WHO, hearing lossҐaffects 360Ґmillion people in 2011 or the equivalent of 5.3% of the population of the world. The
exact cause and pathogenesis of hearing loss in people with decreased kidney function is not yet
known. Vilayur presume that decrease of creatinine clearance is theҐmain cause of sensorineural deafness in patient
with chronic kidney disease. Creatinine clearance can be measuredҐby glomerular filtrate rate value. The type of this
research is analitical observational epidemiological studies withҐcross sectional approach to elucidate the relationship
betweenҐcreatinine clearance and thershold valueҐof hearing in people with chronic kidney
disease. And descriptive data processing is carried out, toҐsee the prevalence the incidence of deafness and the
correlation of creatinine clearance with the threshold value of hearing. The result of thisҐstudy did not shows there is a
significantҐdifference on Measuring creatinine clearanceҐon the deaf and non- deaf patient with chronic kidney
disease. The conclusions from this research is theҐprevalenceҐof deafness and in people with chronic kidney
disease was 47.2%. Glomerular filtrate rateҐbetween deaf patient isҐlower than normal patient with chronic kidney
disease, but hasҐno meaningfulҐrate (p> 0.05). Glomerular filtrate rate has positiveҐcorrelation to the threshold value
of hearing on chronic kidney disease, but have noҐmeaningfulҐcorrelation (p > 0.05).
Keyword : ThresholdҐValue, Deaf, Chronic Kidney Disease, Glomerular Filtrate Rate, Creatinine Clearance
Pendahuluan Populasi penelitian Ґini adalah semua penderita
dengan LFG 15-60ml/menit/1.73m2 yang berobat ke
GangguanҐpendengaran dapat menurunkan klinik penyakit dalam ҐRSUD Dr Saiful Anwar Malang.
kualitas hidup penderitanya. PadaҐsaatҐini SampelҐpenelitian adalah penderita LFG 15-60
penatalaksaan utama adalah deteksi dini pada mL/menit/1.73m2 yang berobat ke klinik penyakit
populasiҐberesiko.. GangguanҐnilai ambang dengar dalam RSUD Dr Saiful AnwarҐMalang yang memenuhi
pada penyakit ginjal kronik merupakan masalah kriteriaҐinklusi.
kesehatan yang Ґsering diteliti. Prevalensinya Besar sampel (n) dihitung dengan rumus berikut:
mencapai Ґ40-70% sedangkan Ґjenisnya adalah tuli 2
sensorineural Ґdengan kecurigaan lesi padaҐkoklea.  Z  Z 
𝑛 =    3
Namin, Ґpatomekanisme gangguan pendengaran
 0.5 Ln((1  r ) /(1  r )) 
pada Ґpenyakit ginjal kronik belum Ґjelas.
=
Beberapa faktor resiko gangguan 2
pendengaran dimiliki oleh pasien penyakit ginjal  2.326  1.645 
   3
kronik. PenelitianҐSeo dan Vilayur telah  0.5 Ln((1  (0.605)) /(1  (0.605))) 
menyimpulkan bahwa penurunan fungsi ginjal = 35.09 atau dibulatkan menjadi 36 orang
merupakan faktorҐresiko tuli yang independen PengambilanҐsampel padaҐpenelitian ini
terhadapҐhipertensi dan diabetes. menggunakan tehnik consecutive sampling dengan
PenelitianҐAntonelli, sepertiҐdikutip oleh Thodi kriteria inklusiҐdan eksklusi :
menemukan pada anak-anakҐpenderita penyakit ginjal Kriteria inklusi sampel :
kronik juga mengalami penurunan pendengaran. 1. Penderita penyakit ginjalҐkronik dengan LFG 15-
PenatalaksanaanҐyang dilakukan sepertiҐobat yang 60ml/menit/1.73m2 yang datang berobat ke klinik
ototoksikҐdan hemodialisis jugaҐtidak berkorelasi penyakit dalam RSUD Dr Saiful Anwar Malang
terhadap terjadinyaҐtuli. Parameter yang terdiagnosis danҐmendapatkan terapi
padaҐpemeriksaan darah seperti kadar serum sesuai SPM (Standar Pelayanan Medis) sejak 3
elektrolit, hematokrit, BUN, kreatinin serum, gula bulan terakhir .
darah, kolesterol darah, hormon paratiroid, vitamin 2. Penderita dengan Ґrentang usia lebih dari atau
B12, asamҐfolat, dan 2- microglobulin telahҐditeliti sama dengan 19 tahun sampai usia kurang dari
namun belumҐdapat menjelaskan fenomena ini. atau Ґsama dengan 65 tahun saat dilakukannya
Metabolisme tulang Ґpenyakit ginjal kronis penelitian.
mengalami Ґkelainan yang ditandai dengan defisiensi 3. Penderita bersedia untuk ikut serta dalam
vitamin D, hiperparatiroid, hiperkalsemi dan penelitian Ґdengan menandatangani pernyataan
hiperfosfatemi. Beberapa penyakit Ґpendengaran bersedia ikut serta dalam penelitian setelah
disebabkanҐoleh gangguan metabolisme tulang mendapatkan penjelasan.
seperti otosklerosis danҐpenyakit Paget. Kriteria eksklusiҐsampel dengan kelainan anatomi
Melihat pemaparan diatasҐCT-Scan dapat telinga, tuli kongenital/sejak lahir dan penyakit telinga
digunakan untuk membantuҐmenjelaskan hubungan luar dan tengah yang dapat mengakibatkanpenurunan
antara KlirensҐKreatinin dengan Nilai Ambang Dengar pendengaranҐsecara permanen denganҐmelihat hasil
pada Penderita Penyakit Ginjal Kronik. Sehingga pemeriksaanҐotoskopi.
penelitianҐsangat penting untuk dilakukan Ґdan
diharapkan nantinya dapat Ґbermanfaat dalam Ilmu Tempat dan Waktu Penelitian
Kedokteran. Tempat penelitian dan pengambilan sampel
dilakukan diҐklinik Penyakit Dalam RSUD Dr Saiful
Anwar Malang. Pemeriksaan audiometri nada murni
dilakukan di klinik THT bagian neurotologiҐRSUD Dr
Metode Penelitian
SaifulҐAnwar Malang oleh perawat yang bertugas.
Populasi danҐsampel Pemeriksaan darah dilakukan di Ґlaboratorium sentral
RSUD Dr Saiful Anwar Malang. Penelitian dilakukan
setelah didapatkan Ґethical clearance sampai jumlah 2. Dengan menggunakan tensimeter raksa
sampel yang Ґdiperlukan terpenuhi. dilakukan pengukuranҐtekanan darah.
3. Sampel yangҐmemenuhi kriteria inklusi diberi
Analisis data penjelasan Ґmengenai tujuan penelitian dan
rencana pemeriksaan yang dilakukan. Bila
1. Distribusi karakteristik sampel penelitian bersediaҐikut dalam penelitian, selanjutnya
dianalisisҐdenganҐmenggunakan statistik menandatangani surat persetujuanҐikut dalam
deskriptif danҐdisajikan dalam bentuk tabel penelitian.
frekuensi distribusi. 4. Dilakukan pemeriksaanҐaudiotimpanometri di
2. KorelasiҐdensitas kapsul otik (numerik) dengan poliklinik THT bagian neurotologi RSUD Dr
ambang dengar (numerik) diuji dengan Saiful Anwar MalangҐsesuai dengan standar
menggunakan uji Pearson jika berdistribusi operasional prosedur audiotimpanometri dari
normal atauҐSpearman jika tidak berdistribusi SMF THT RSUDҐDr Saiful Anwar Malang oleh
normal. perawat yang ditunjuk. Prosedur tindakan
sebagaiҐberikut :
Tujuan Penelitian  Penderita dalam posisiҐduduk dengan arah
MengetahuiҐhubungan antara klirens membelakangi pemeriksa
kreatinin dengan gangguan nilai ambang dengar pada
 Audiometer interacoustics AA222
penyakit ginjal kronis.
dihidupkan, tombol-tombolҐpengoperasian
Prosedur Pengambilan Data alat diatur dan headphone dipasang tepat
di depan telinga
Instrumen penelitian  Berikan perintah sederhanaҐdan jelas
1. Alat pemeriksaanҐtelinga yaitu lampu kepala, kepada pasien untukҐmenekan tombol
pemilin kapas, kapas dan otoskopi. Otoskopi yang respon bila mendengarҐbunyi /nada
digunakan adalah Heine mini 3000. sekecil apapun
2. Alat pengukurҐtekanan darah yaitu tensimeter  Lakukan pemeriksaan dari telinga yang
raksa dan stetoskop keluhannya lebihҐringan
3. Alat audiometri nada murni merk Interacoustics  Dilakukan pemeriksaan hantaran udara
AA222 yangҐtelah terkalibrasi. (AC) dimulai dariҐfrekuensi 1000 Hz
4. Alat pengukur sampel darah yaitu Cobas 6000 dengan memberi sinyal pada intensitas 0
yang telahҐterkalibrasi. dB, kemudian naik 10 dB, sampai
memperoleh ambangҐdengar. Dilanjutkan
Persiapan dengan pemeriksaan pada nada 2000,
1. Membuat proposal penelitian, lembar 4000,8000, 1000, Ґ500 Hz dengan cara
pengumpul data, dan surat persetujuan ikut yangҐsama
sertaҐpenelitian.  Berikan secara irreguler pada setiap
2. Memberikan penjelasan tentang penelitian ini pemberianҐnada sebanyak 2-3 kali
kepada mitra kerja yangҐterdiri dari dokter dan rangsangan
perawat di klinik penyakit dalam RSUD Dr Saiful  Lakukan pemeriksaan hantaran udara
Anwar Malang serta perawat yang bertugas di pada keduaҐtelinga
klinik THT-KL bagianҐneurotologi RSUD Dr  Hasil tes Ґdicatat pada formulir audiogram,
Saiful Anwar Malang. dengan simbol (0) menggunakan spidol
merah untuk telinga kanan dan simbol (x)
Pemeriksaan pendengaran menggunakan spidol biru untuk telinga kiri.
1. RekamҐmedik sampel yang berobat ke klinik HubungkanҐdengan garis tegas hingga
penyakit dalam RSUD Dr Saiful Anwar Malang membentukҐgrafik
dipilih Ґdan diambil data sekunder berupa  Lakukan pemeriksaan hantaran tulang atau
identitas, lama mengidapҐpenyakit dan BC denganҐcara :
pengobatan yang telahҐdiberikan. o GantiҐheadphone dengan bonefibrator
o PasangҐbonefibrator pada os mastoid 5. Apron
dengan sedikit penekanan
o Lakukan pemeriksaan dengan cara B. Persiapan
yangҐsama pada hantaran udara 1. Tidak ada persiapanҐkhusus terhadap
hanya frekuensi dan intensitas pasien
terbatas yaitu : 500 Hz, 1000 Hz, 2000 2. Apabila pemeriksaan menggunakan
Hz, 4000 Hz. obat kontrasҐpasien harus memeriksa
o Catat respon pasien pada formulir fungsi ginjalҐ (ureum dan creatinin)
audiogram dengan menggunakan sebelum pemeriksaan CT scan
simbolҐ (<) untuk telinga kiri dan 3. Lakukan 6Ґlangkah cuci tangan
simbol (>) untuk telinga kanan, 4. LakukanҐ5S (Senyum, Salam, Sapa,
hubungkanҐdengan titik-titik sehingga Sopan dan Santun)
membentuk grafik 5. Perkenalkan diriҐpetugas ke
 Jika perlu Ґdilakukan masking pada pasien/keluarga pasien
hantaran udara (AC) dan hantaran tulang 6. Lakukan identifikasi pasien meliputi
(BC). (nama, alamat, Ґumur/tanggal lahir dan
 Dilakukan pemeriksaan timpanometri nomer register)
 Dokumentasi hasil audiotimpanometri 7. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan,
dalam formulirҐaudiotimpanogram. pada pasien/keluargaҐpasien dan
 Dilanjutkan pemeriksaan SISI : pengisian lembar inform concern
o Tentukan ambang dengar 8. Melepaskan semuaҐbenda logam atau
o Berikan Ґrangsang 20 dB di atas radioopaque pada daerah yang akan
ambang dengar dilakukan pemeriksaan
o Tiap 5 detik diberikan bunyi naik C. Pemeriksaan Tindakan
secara Ґotomatis sebanyak 1 dB 1. CTҐkondisi tulang
sampai 20 kali 2. Kasus non tumor/traumaҐbasis cranii :
o Dihitung berapa kali pasien dapat dibuat potongan axial dan coronal 2
membedakan bunyi tersebut mm sejajar axis os
o RekrumentҐpositif jika skor 70-100% petrosumҐmencakup seluruh os
dan dinyatakan sebagai tuli koklea petrosum, tanpa kontras, kondisi tulang
 DilanjutkanҐpemeriksaan Threshold Tone (WindowҐWidth dan Window Level
Decay yang tinggi)
o PasienҐdiberikan rangsang terus- 3. Kasus tumorҐatau infeksi:
menerus 5 dB di atas ambang dengar a. Potongan axial 2-5 mm mencakup
hingga pasien tidak mendengar. seluruh osҐpetrosum tanpa dan
o SaatҐsudah tidak mendengar, dengan kontras, kondisi tulang dan
rangsang dinaikkan 5 dB hingga soft tissue
pasien mendengar kembali, kemudian b. PotonganҐcoronal 2-5 mm sebagai
dilanjutkanҐsampai pasien tidak bisa tambahan, dalam kondisi tulang dan
mendengar lagi. soft tissue mencakup daerah os
o Hal dilakukanҐberulang hingga total petrosumҐabnormal
lama pemeriksaan 60 detik. 4. Proses cetak Ґhasil scanning ke film
o Positif bila lebihҐdari 25 dB sesuai identitas pasien dan proyeksi
scanning
Pemeriksaan CTҐScan Mastoid 5. Pastikan filmҐscanning baik tanpa ada
A. Persiapan Alat pengulangan
1. PesawatҐCT scan yang siap digunakan 6. Film siap dibaca Ґdokter ahli radiologi
2. Workstation CT scan dan perangkat
komputerҐyang terkait, siap digunakan D. Paska Pemeriksaan
3. Injector pump siap digunakan 1. Rapikan pasienҐdan alat-alat
4. Alat pelindungҐdiri (bila diperlukan) setelah digunakan
2. Lepaskan Ґalat pelindung diri (bila ambang dengar. HasilҐpemeriksaan dinyatakan nilai
digunakan) ambang dengar dengan satuan desibel(dB).
3. Lakukan 6 langkahҐcuci tangan
Ambang dengar Ґrerata yang dapat
digolongkan sebagai tuli adalah apabila lebih dari 25
dB sedangkan tuli dianggapҐmengganggu apabila
Hasil Penelitian lebih dari 40 dB.
Penelitian dilakukanҐpada bulan Juni hingga Hasil Pemeriksaan Audiometri
Oktober 2016 dengan jumlah sampel 36 orang yang Hasil Telinga (n = 72)
memenuhi kriteria penelitianҐdan menyetujui untuk Audiom Kanan Kiri Total
ikut dalam Ґpenelitian. etri
5.1.1 Karakteristik Subyek Penelitian n % % n %
Karakteristik subyek yang didata dalam N
penelitian ini meliputiҐvariabel jenis kelamin, diabetes, Normal 15 20, 13 18, 2 38,
hipertensi, bising, Ґusia, ototoksik, hasil pemeriksaan 8 1 8 9
laboratorium ureum, Ґkreatinin serum, serta laju filtrasi Tuli 21 29, 23 31, 4 61,
glomerulus. 2 9 4 1
Tabel 5.1 Karakterisik Subyek Penelitian >25- 15 20, 19 26, 3 47,
Berdasarkan Jenis Kelamin, 40 dB 8 4 4 2
Hipertensi, Diabetes, Ototoksik dan >40 6 8,3 4 5,6 1 13,
Bising dB 0 9
Variabel (n=36) n % Sebanyak 38,9% telinga memiliki ambang dengar
Jenis Kelamin rerata normal sedangkanҐ61,1% sisanya memiliki
Pria 18 50 % ambang dengar rerata yang terdiri dari 47,2% dengan
Wanita 18 50 % ambang dengar < 40 dB dan 13,9% dengan ambang
Diabetes dengar > 40 dB. Dari 44Ґtelinga tuli terdapat terdapat
Ya 23 63,89 % 1 telinga dengan dengan riwayat tuli mendadak
Tidak 13 36,11 % sebelumnya, yaitu telinga kanan subyek no. 19 dengan
Hipertensi ambang dengar rerata >90 dB sehingga jumlah telinga
Ya 28 77,78 % tuli dapatҐjuga diperhitungkan menjadi 43 dari 71
Tidak 8 22,22 % telinga atau 60,5%.
Ototoksik 5.1.3 Hasil Pemeriksaan Laju Filtrasi Glomerulus
Ya 5 13,89 % SemuaҐsubyek penelitian diambil sampel
Tidak 31 86,11 % darahnya untuk mendapatkan nilai dari ureum,
Bising kreatinin serum, dan laju filtrasi glomerulus. Dari 36
Ya 8 22,22% pasien, nilai rata-rata laju filtrasi glomerulus adalah
Tidak 28 77,78 % sebesar 35,06 ±Ґ10,54 dengan nilai terendah 17,10
dan nilai tertinggi 52,70.
Subyek penelitian Ґini adalah sama, baik laki- Hasil pengukuran laju filtrasi glomerulus (n=36)
laki maupun wanita sebesar masing-masing 50%. (n = Mean Terendah Tertinggi
Sebanyak 77,78% memiliki Ґfaktor resiko hipertensi 36) + SD
dan 63,89% memiliki faktor resiko diabetes. LFG 35,06 17,10 52,70
Sedangkan yang memiliki faktor resiko ototoksik dan +
riwayat terpapar bisingҐmasing-masing hanya sebesar 10,54
13,89% dan 22,22%.
Uji Statistik

5.1.2 Hasil Pemeriksaan Audiometri Uji Beda


Semua subyek dilakukan pemeriksaan
audiometri nada murni Ґuntuk mendapatkan nilai Telinga subyekҐdigolongkan berdasarkan
nilai ambang dengarnya. Telinga dengan ambang
dengar >25 dB di kategorikanҐsebagai tuli dan >40dB Untuk mengetahuiҐhubungan antar variabel
di kategorikan sebagai tuli berat. Variabel yang di dilakukan Uji Korelasi. ҐKarena pada Uji Normalitas
bandingkan adalah laju filtrasi glomerulus. variabel terdistribusi nomal, maka dilakukan uji
korelasi pearson.
Uji Beda laju filtrasi glomerulus pada
Telinga normal dan tuli Uji Korelasi antara Ambang dengar Kanan
Normal Tuli P terhadap Laju Filtrasi Glomerulus
(n=19) (n=17) Variabel Koefisien p
LFG 37,68± 32,71± 0,159
9,38 11,21 relasi (r)
Laju Filtrasi 0,317 0,060
Hasil pengukuranҐlaju filtrasi glomerulus
pada kelompok telinga dengan ambang dengar normal Glomerulus
37,68±9,38 sedangkan pada kelompok telinga dengan
ambang dengar tuli sebesar 32,71±11,21. BerdasarkanҐuji Pearson, tidak terdapat
Berdasarkan uji Ґstatistik Mann-Whitney tidak terdapat korelasi bermakna antara laju filtrasi glomerulus
perbedaan bermakna (p>0,05) terhadap ambang dengar kanan pada penelitian ini
(p>0,05).
Uji Normalitas
Uji Korelasi antara Ambang dengar Kiri terhadap
Sebelum dilakukan analisis statistik, data
Laju Filtrasi Glomerulus
numerik terlebihҐdahulu dilakukan uji normalitas untuk
Variabel Korelasi p
mengetahui apakah data terdistribusiҐnormal atau
tidak. relasi (r)
Uji Normalitas Variabel Ambang Dengar Laju Filtrasi 0,260 0,125
dan Laju Filtrasi Glomerulus Glomerulus
Variabel Nilai p
Laju Filtrasi Glomerulus 0,024b* Berdasarkan uji Pearson, tidak terdapat
Ambang Dengar Kanan 0,204b* korelasi bermaknaҐantara laju filtrasi glomerulus
terhadap ambang dengar kiri pada penelitian ini
Ambang Dengar Kiri 0,291b* (p>0,05).
Ambang Dengar Rerataa 0,266b*
Uji Korelasi antara Ambang dengar Rerataa
* p > 0,05
terhadap Laju Filtrasi Glomerulus
a Pada telinga yang lebih baik Variabel Korelasi p
b Setelah ditransformasikan relasi (r)
Laju Filtrasi 0,294 0,082
Dari Uji normalitas Shapiro-Wilk, ambang Glomerulus
dengar kanan, ambang dengar kiri, dan ambang
dengar rerata masing-masingҐmempunyai nilai Keterangan : apada telinga yang lebih baik
signifikansi sebesar 0,204, 0,291, dan 0,266 sehingga
dapat disimpulkanҐbahwa untuk variabel-variabel Berdasarkan uji Pearson, tidak terdapat
tersebut berdistribusi normal (p>0,05). Sedangkan korelasi bermaknaҐantara laju filtrasi glomerulus
variabel laju filtrasi glomerulus mempunyai nilai terhadap ambang Ґdengar rerata pada penelitian ini
signifikansi sebesar 0,024 sehingga dapat disimpulkan (p>0,05).
bahwa untuk variabel tersebut tidak berdistribusi
normal (p<0,05).
Prevalensi Gangguan nilai ambang dengar Pada
Uji Korelasi Penyakit Ginjal Kronik di RSSA
Pada penelitian ini gangguan nilai ambang
dengar diҐkelompokkan sesuai dengan kriteria ISO.
NormalҐjika nilai ambang dengar <25dB, Tuli jika nilai
ambang dengar >25-40dB dan Tuli berat jika nilai
ambang dengar >40dB. PrevalensiҐyang di dapatkan
yaitu, sebesar 47,2% pasienҐmengalami gangguan
ambang dengar tuli, dan 13,9% pasien mengalami
gangguanҐambang dengar tuliҐberat.

Analisa Klirens Kreatinin dengan Gangguan Nilai


Ambang dengar
Gangguan pendengaran pada penderita PGK
diduga terkait Ґdengan penurunan fungsi ginjal,
khususnya klirensҐkreatinin. Vilayur dkk menemukan
bahwa prevalensiҐtertinggi terjadinya tuli
sensorineural terjadiҐpada pasien penyakit ginjal
kronik denganҐlaju filtrasi glomerulus < 45
mL/menit/1.73m2. YoungҐdkk menemukan bahwa
prevalensi tertinggiҐterjadinya tuli sensorineuraol
terjadi pada pasien Ґpenyakit ginjal kronik dengan laju
filtrasi glomerulus < 60 mL/menit/2.73m2. Penelitian
tersebut sesuai Ґdengan penelitian ini dimana pasien
tuli terbanyak Ґditemukan pada pasien penyakit ginjal
kronik sedang-berat dan berat (12 dari 17 pasien tuli).
Kesimpulan
Prevalensi Ґtuli pada penderita penyakit ginjal
kronik adalah 47,2%. Laju Filtrasi Glomerulus tidak
memiliki korelasi Ґbermakna terhadap ambang dengar
kanan, ambang dengar kiri, dan ambang dengar rerata
(p>0,05). Laju Ґfiltrasi glomerulus penderita penyakit
ginjal kronik tuli lebih rendah daripada normal,
walaupun tidakҐada perbedaan signifikan (p>0,05).
Status penyakit ginjal sedang-berat lebih banyak
dimiliki penderitaҐpenyakit ginjal kronik tuli daripada
normal, namun status penyakit ginjal berat lebih
banyak dimilikiҐpenderita penyakit ginjal kronik normal
daripada tuli, walaupun tidak ada perbedaan signifikan
(p>0,05). LajuҐfiltrasi glomerulus tidak berkorelasi
terhadapҐambang dengar pada penderita penyakit
ginjal kronik (p>0,05).

Vous aimerez peut-être aussi