Vous êtes sur la page 1sur 11

Analisis Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kota Serang

berdasarkan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang


Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima

Disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Implementasi Kebijakan Publik

Dosen Pengampu : Riswanda, S.Sos, M.AP, Ph.D

KELAS V C

Disusun oleh :

Nur Widiastuti 6661160035


Syifa Rahmayanti 6661160093
Yuni Heydi Simbolon 6661160105
Siti Rahmah Oktaviani 6661160120

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

SERANG

2018
Analisis Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kota Serang
berdasarkan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang
Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima

Oleh

Yuni Heydi Simbolon

yuniheydi@gmail.com

ABSTRAK

Pedagang kaki lima merupakan salah satu fenomena sosial yang terjadi di
Indonesia dan menjadi masalah sosial yang harus dihadapi berkaitan dengan
ketertiban dan keindahan tata ruang kota. Pedagang kaki lima biasanya
berdagang di ruang publik seperti badan jalan dan trotoar, yang seharusnya
digunakan untuk pejalan kaki. Untuk menertibkan Pedagang kaki lima maka di
Indonesia dibuatlah peraturan yang mengatur tempat dan waktu berdagang
pedagang kaki lima. Di Kota Serang terdapat Peraturan Daerah Kota Serang
Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima. Pada Peraturan Tersebut tertulis bahwa untuk menata pedagang kaki lima
maka pemerintah melakukan relokasi dan menetapkan tempat dimana pedagang
kaki lima akan berdagang. Namun hal tersebut malah membuat pendapatan
pedagang kaki lima menurun, sehingga masih ada pedagang kaki lima yang
kembali berdagang di ruang publik.

Kata Kunci : Pedagang Kaki Lima, Peraturan Daerah

PENDAHULUAN

Kota merupakan pusat kehidupan yang dapat dilihat dari berbagai macam
sudut pandang pendekatan. Bagi sebagian masyarakat, kota merupakan pusat
kegiatan perekonomian yang dapat mengubah nasib hidup seseorang. Khususnya
masyarakat desa yang sering menganggap kota sebagai tempat yang menjanjikan
dalam hal mencari mata pencaharian. Hal inilah yang membuat masyarakat desa
berlomba-lomba untuk berpindah ke kota demi mengubah nasib hidup. Namun
yang terjadi urbanisasi menimbulkan permasalahan di perkotaan. Dengan
bertambahnya penduduk usia produktif dari desa ke kota maka akan menambah
angka tenaga kerja di kota tersebut, padahal kenyataannya di zaman modern ini
lapangan pekerjaan menjadi semakin berkurang akibat semakin canggihnya
teknologi yang menyebabkan beberapa profesi tidak dibutuhkan lagi dan
tergantikan oleh mesin. Sempitnya lapangan pekerjaan di perkotaan membuat
tingginya persaingan untuk mendapatkan pekerjaan. Saat ini untuk mendapatkan
pekerjaaan di perkotaan, tenaga kerja harus memenuhi tuntutan persyaratan kerja
dimana termasuk latar belakang pendidikan dan keahlian. Penduduk desa yang
hanya berbekal harapan tanpa keahlian dan pendidikan yang cukup akan
melakukan apa saja untuk bertahan hidup. Salah satunya dengan menggeluti
pekerjaan pada sektor informal.

Sektor informal adalah unit-unit usaha tidak resmi berskala kecil yang
menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa tanpa memiliki izin usaha
atau izin lokasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Sektor informal digambarkan sebagai kegiatan usaha berskala kecil yang
dikelola oleh individu-individu dengan tingkat kebebasan yang tinggi dalam
mengatur cara bagaimana dan dimana usaha tersebut dijalankan. Motivasi pekerja
di sektor informal umumnya adalah memperoleh pendapatan yang cukup untuk
sekedar mempertahankan hidup (survival). Salah satu bentuk pekerjaan di sektor
informal adalah pedagang kaki lima.

Menurut Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014, pedagang kaki
lima atau yang sering disebut dengan PKL adalah pelaku usaha yang melakukan
usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak
bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan
bangunan milik pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah kota dan/atau
swasta baik yang sementara/tidak menetap. Di kota besar seperti Kota Serang
keberadaan PKL sangat banyak. Dengan jumlah yang banyak para pedagang kaki
lima di Kota Serang dapat kita temui di Pasar Induk Rau, Pasar Royal, Alun-alun
Kota Serang, Stadion Maulana Yusuf, dan ditempat lainnya. Keberadaan PKL di
Kota Serang dianggap menggangu keamanan dan keindahan kota, lokasi usaha
PKL cenderung pada tempat-tempat yang strategis dengan mendekati keramaian
konsumen, sehingga kurang memperhatikan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan. PKL cenderung menempati ruang publik yang seharusnya tidak
diperbolehkan untuk berdagang, contohnya di badan jalan dan trotoar.

Di Pasar Induk Rau pada malam hari banyak sekali PKL yang berjualan
diluar area pasar. Hal tersebut mengganggu aktivitas pedagang yang berjualan di
lantai dua Pasar Induk Rau. “Kita disuruh naik ke atas, tetapi yang lain malah
berjualan pada malam hari. Kalau siang sih sudah beres. Malam hari
kebalikannya” ungkap Usman salah seorang pedagang sayuran di Pasar Induk
Rau kepada wartawan, Senin (14/3/2016)[1]. Usman menjelaskan, PKL yang
berjualan di malam hari seperti di Tanah Merah dan Blok M, PKL berjualan diluar
area pasar tepatnya di badan jalan. “Kami berjualan pada jam 10 malam hingga
pagi, kalau yang di luar tidak dimasukkan ke dalam. Kita juga bisa keluar lagi
sama seperti mereka,” kata Usman[2]. Manajer Operasional PT Pesona Banten
Persada Aeng Khaeruzzaman mengatakan, bahwa pihaknya khawatir bila hal ini
terus dibiarkan, maka akan memberikan dampak kepada pedagang yang sudah
direlokasi kembali lagi berjualan di bawah[3].

Kondisi ini menjadi perhatian publik karena menimbulkan berbagai persoalan


terhadap kelancaran lalu lintas, estetika, keamanan, kenyamanan, kebersihan, dan
fungsi prasarana kawasan. Sehubungan dengan hal tersebut, keberadaan lokasi
PKL dan aktivitas perdagangannya perlu ditata oleh Pemerintah Daerah, maka
dibuatlah Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penataan
dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Dibuatnya Peraturan Daerah ini
diharapkan PKL dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif, tertib, bersih,

*[1], [2], [3] Sumber : Kabar Banten


indah, aman dan nyaman sehingga berdampak pada peningkatan perekonomian
masyarakat khususnya di Kota Serang.

PEMBAHASAN

Menurut McGee dan Yeung (1977), PKL mempunyai pengertian yang sama
dengan ‘hawkers’, yang didefinisikan sebagai orang-orang yang menawarkan
barang dan jasa untuk dijual ditempat umum, terutama di pinggir jalan dan trotoar.
Dari hasil penelitian oleh Soedjana (1981) secara spesifik yang dimaksud dengan
PKL adalah sekelompok orang yang menawarkan barang dan jasa untuk dijual di
atas trotoar atau di tepi atau di pinggir jalan, di sekitar pusat
perbelanjaan/pertokoan, pasar, pusat rekreasi/hiburan, pusat perkantoran dan pusat
pendidikan, baik secara menetap atau setengah menetap, berstatus tidak resmi atau
setengah resmi dan dilakukan baik pagi, siang, sore maupun malam hari.

Sesungguhnya sektor informal bisa menjadi sebuah dilema. Pada satu sisi
sektor ini dapat menyerap banyak pekerja yang tidak dapat ditampung dalam
sektor formal. Disisi lain sektor ini dapat meningkatkan masalah lingkungan.
Untuk menanggulangi masalah ini ada beberapa Pemerintah berupaya untuk
menanggulangi dengan tidak mengacuhkan sektor informal, dan berharap sektor
ini akan musnah. Ada pula beberapa Pemerintah berupaya untuk menekan sektor
tersebut, agar lingkungan menjadi bersih. Lain halnya pada negara maju,
menyadari mereka sebagai bagian dari pertumbuhan ekonomi kota, maka mereka
mendukung dengan fasilitas yang memadai.

Menurut Mc Gee dan Yeung (1977:76) pola ruang aktivitas PKL sangat
dipengaruhi oleh aktivitas sektor formal dalam menjaring konsumennya. Lokasi
PKL sangat dipengaruhi oleh hubungan langsung dan tidak langsung dengan
berbagai kegiatan formal dan kegiatan informal atau hubungan PKL dengan
konsumennya. Untuk dapat mengenali penataan ruang kegiatan PKL, maka harus
mengenal aktivitas PKL melalui pola penyebaran, pemanfaatn ruang berdasarkan
waktu berdagang dan jenis dagangan serta sarana berdagang. Komponen penataan
ruang sektor informal, antara lain meliputi :
1. Lokasi

Berdasarkan hasil studi oleh Ir. Goenadi Malang Joedo (1997: 6-3),
penentuan lokasi yang diminati oleh sektor informal atau pedagang kaki lima
adalah sebagai berikut :

 Terdapat akumulasi orang yang melakukan kegiatan bersama-


sama pada waktu yang relatif sama, sepanjang hari.
 Berada pada kawasan tertentu yang merupakan pusat-pusat
kegiatan perekonomi kota dan pusat non ekonomi perkotaan,
tetapi sering dikunjungi dalam jumlah besar.
 Mempunyai kemudahan untuk terjadi hubungan antara pedagang
kaki lima dengan calon pembeli, walaupun dilakukan dalam ruang
relatif sempit.
 Tidak memerlukan ketersediaan fasilitas dan utilitas pelayanan
umum.

PKL umumnya berdagang pada jalur pejalan yang lebar dan tempat-
tempat yang sering dikunjungi orang dalam jumlah besar yang dekat dengan
pasar publik, terminal, daerah komersial.

2. Waktu Berdagang

Menurut McGee dan Yeung (1977:76) dari penelitian di kota-kota di Asia


Tenggara menunjukkan bahwa pola aktivitas PKL menyesuaikan terhadap
irama dari ciri kehidupan masyarakat sehari-hari. Penentuan periode waktu
kegiatan PKL didasarkan pula atau sesuai dengan perilaku kegiatan formal.
Dimana perilaku kegiatan keduanya cenderung sejalan, walaupun pada saat
tertentu kaitan aktivitas keduanya lemah atau tidak ada hubungan langsung
antara keduanya.

3. Sarana Fisik Perdagangan Dan Jenis Dagangan


a. Jenis Dagangan
 Makanan dan minuman, terdiri dari pedagang yang berjualan
makanan dan minuman yang telah dimasak dan langsung
disajikan ditempat maupun dibawa pulang. Hasil analisis di
beberapa kota-kota di Asia Tenggara menunjukkan bahwa
penyebaran fisik PKL ini biasanya mengelompok dan
homogen dengan kelompok mereka. Lokasi penyebarannya di
tempat-tempat strategis seperti di perkantoran, tempat
rekreasi/hiburan, sekolah, ruang terbuka/taman, persimpangan
jalan utama menuju perumahan/diujung jalan tempat
keramaian.
 Pakaian/tekstil/mainan anak/kelontong, pola pengelompokan
komoditas ini cenderung berbaur aneka ragam dengan
komoditas lain. Pola penyebarannya sama dengan pola
penyebaran pada makanan dan minuman.
 Buah-buahan, jenis buah yang diperdagangkan berupa buah-
buah segar. Komoditas perdagangkan cenderung berubah-ubah
sesuai dengan musim buah. Pengelompokkan komoditas
cenderung berbaur dengan jenis komoditas lainnya. Pola
sebarannya berlokasi pada pusat keramaian.
 Rokok/obat-obatan, biasanya pedagang yang menjual rokok
juga berjualan makanan ringan, obat, permen. Jenis komoditas
ini cenderung menetap. Lokasi sebarannya di pusat-pusat
keramaian atau dekat dengan kegiatan-kegiatan sektor formal.
 Barang cetakan, jenis dagangan adalah majalah, koran, dan
buku bacaan. Pola pengelompokkannya berbaur dengan jenis
komoditas lainnya. Pola penyebarannya pada lokasi strategis di
pusat-pusat keramaian. Jenis komoditas yang diperdagangkan
relatif tetap.
 Jasa perorangan, terdiri dari tukang membuat kunci, reparasi
jam, tukang gravier/stempel/cap, tukang pembuat pigura. Pola
penyebarannya pada lokasi pusat pertokoan. Pola
pengelompokannya membaur dengan komoditas lainnya.
b. Sarana Fisik Pedagang Kaki Lima
 Pikulan/Keranjang, bentuk sarana ini digunakan oleh para
pedagang yang keliling atau semi menetap. Bentuk ini
dimaksudkan agar barang dagangan mudah untuk dibawa
berpindah-pindah tempat.
 Gelaran/alas, pedagang menjajakan barang dagangannya diatas
kain, tikar, dan lain-lain. Bentuk sarana ini didikategorikan PKL
yang semi menetap.
 Jongko/meja, bentuk sarana berdagang yang menggunakan
meja/jongko dan beratap atau tidak beratap. Sarana ini
dikategorikan jenis PKL yang menetap.
 Gerobak/kereta dorong, bentuk sarana terdapat dua jenis, yaitu
beratap dan tidak beratap. Sarana ini dikategorikan jenis PKL
yang menetap dan tidak menetap. Biasanya untuk menjajakan
makanan dan minuman,rokok.
 Warung semi permanen, terdiri dari beberapa gerobak yang diatur
bereret yang dilengkapi dengan meja dan bangku-bangku
panjang. Bentuk sarana ini beratap dari bahan terpal atau plastik
yang tidak tembus air. PKL dengan bentuk sarana ini
dikategorikan PKL menetap dan biasanya berjualan makanan dan
minuman.
4. Pola Penyebaran PKL dan Pola Pelayanan PKL
a. Pola penyebaran
Menurut Mc Gee dan Yeung (1977:76) pola penyebaran PKL
dipengaruhi oleh aglomerasi dan aksesibilitas.
 Aglomerasi, aktivitas PKL selalu akan memanfaatkan
aktivitas-aktivitas di sektor formal dan biasanya pusat-pusat
perbelanjaan menjadi salah satu daya tarik lokasi sektor
informal untuk menarik konsumennya. Adapun cara PKL
menarik konsumen dengan cara berjualan berkelompok
(aglomerasi). Para PKL cenderung melakukan kerjasama
dengan pedagang PKL lainnya yang sama jenis dagangannya
atau saling mendukung seperti penjual makanan dan minuman.
Pengelompokan PKL juga merupakan salah satu daya tarik
bagi konsumen, karena mereka dapat bebas memilih barang
atau jasa yang diminati konsumen.
 Aksesibilitas, para PKL lebih suka berlokasi di sepanjang
pinggir jalan utama dan tempat-tempat yang sering dilalui
pejalan kaki.
b. Pola Pelayanan PKL
Menurut Mc Gee dan Yeung (1977:82-83) sifat pelayan PKL
digolongkan menjadi :
 Unit PKL tidak menetap, Unit ini ditunjukkan oleh sarana fisik
perdagangan yang mudah dibawa, atau dengan kata lain ciri
utama dari unit ini adalah PKL yang berjualan bergerak dari
satu tempat ke tempat lain. Biasanya bentuk sarana fisik
perdagangan berupa kereta dorong, pikulan / keranjang.
 Unit PKL setengah menetap, Ciri utama unit ini adalah PKL
yang pada periode tertentu menetap pada suatu lokasi
kemudian bergerak setelah waktu berjualan selesai (pada sore
hari atau malam hari).
 Unit PKL menetap, Ciri utama unit ini adalah PKL yang
berjualan menetap pada suatu tempat tertentu dengan sarana
fisik berdagang berupa kios beratap.

TEMUAN STUDI

1. Lokasi
Di Kota Serang PKL biasanya menempati ruang publik pada badan jalan
dan trotoar yang ada di depan Pasar Induk Rau, Alun-alun Kota Serang,
Stadion Maulana Yusuf, dan masih banyak tempat lainnya.
2. Waktu Berdagang
PKL di Kota Serang biasanya berdagang sepanjang hari, mulai dari pagi
hingga sore. Bahkan PKL di alun-alun Kota Serang baru memulai kegiatan
berdagangnya pada malam hari.

3. Sarana Fisik Perdagangan Dan Jenis Dagangan


Biasanya PKL di Kota Serang menggunakan gerobak dan gelaran (alas)
dan jenis dagangan yang sering dijumpai di Kota Serang adalah makanan
(street food) serta minuman.

4. Pola Penyebaran PKL dan Pola Pelayanan PKL


Untuk pola penyebaran PKL di Kota Serang kebanyakan menggunakan
pola aglomerasi (berkelompok) dan aksesbilitas. Untuk pola aglomerasi
dapat kita jumpai di alun-alun Kota Serang, sedangkan untuk pola
aksesbilitas dapat kita jumpai di sekitar sekolahan, kampus ataupun
kantor. Pola pelayanan PKL di Kota Serang bermacam-macam, ada yang
menetap, setengah menetap, dan tidak menetap (berpindah-pindah lokasi).

Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penataan dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima

Berdasarkan Perda Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penataan dan
Pemberdayaan PKL Pasal 4, untuk menata PKL dilakukan dengan cara :

a. Pendataan PKL;
b. Pendaftaran PKL;
c. Penempatan dan pemindahan PKL;
d. Penetapan lokasi dan penghapusan lokasi PKL; dan
e. Peremajaan Lokasi PKL.

Sedangkan untuk memberdayakan PKL maka dilakukan dengan cara :

a. Peningkatan kemampuan berusaha;


b. Fasilitasi akses permodalan;
c. Fasilitasi bantuan sarana dagang;
d. Penguatan kelembagaan;
e. Fasilitasi peningkatan produksi;
f. Pengolahan, pengembangan jaringan dan promosi; dan
g. Pembinaan dan bimbingan teknis.

Output :

Mengurangi ketidaktertiban lokasi berdagang pedagang kaki lima di Kota Serang

Outcome :

Diharapkan Pedagang Kaki Lima di Kota Serang tertib dan dapat berinovasi.

Analisis

Untuk menata para PKL maka Pemerintah Kota Serang mendata para PKL yang
ada di Kota Serang dan juga menetapkan serta memindahkan lokasi (relokasi)
para pedagang kaki lima. Namun kenyataanya masih banyak PKL yang tidak
mendaftarkan diri mereka sebagai pekerja di sektor informal (PKL). Relokasi
yang dilakukan pemerintah juga sia-sia. Masih banyak PKL di badan jalan dan
trotoar Pasar Induk Rau yang tidak mau dipindahkan ke dalam gedung PIR. Hal
ini dikarenakan pendapatan yang didapat PKL menjadi berkurang akibat dari
penurunan konsumennya. Dalam mengambil keputusan tempat relokasi
seharusnya pemerintah dapat merundingkan dengan para PKL (partisipatory
policy) tempat mana yang harus dijadikan relokasi atau bahkan merencanakan
tempat yang baru untuk dijadikan tempat berdagangnya PKL di Kota Serang,
contohnya seperti street food.

Vous aimerez peut-être aussi