Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
KELAS V C
Disusun oleh :
SERANG
2018
Analisis Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kota Serang
berdasarkan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang
Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima
Oleh
yuniheydi@gmail.com
ABSTRAK
Pedagang kaki lima merupakan salah satu fenomena sosial yang terjadi di
Indonesia dan menjadi masalah sosial yang harus dihadapi berkaitan dengan
ketertiban dan keindahan tata ruang kota. Pedagang kaki lima biasanya
berdagang di ruang publik seperti badan jalan dan trotoar, yang seharusnya
digunakan untuk pejalan kaki. Untuk menertibkan Pedagang kaki lima maka di
Indonesia dibuatlah peraturan yang mengatur tempat dan waktu berdagang
pedagang kaki lima. Di Kota Serang terdapat Peraturan Daerah Kota Serang
Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima. Pada Peraturan Tersebut tertulis bahwa untuk menata pedagang kaki lima
maka pemerintah melakukan relokasi dan menetapkan tempat dimana pedagang
kaki lima akan berdagang. Namun hal tersebut malah membuat pendapatan
pedagang kaki lima menurun, sehingga masih ada pedagang kaki lima yang
kembali berdagang di ruang publik.
PENDAHULUAN
Kota merupakan pusat kehidupan yang dapat dilihat dari berbagai macam
sudut pandang pendekatan. Bagi sebagian masyarakat, kota merupakan pusat
kegiatan perekonomian yang dapat mengubah nasib hidup seseorang. Khususnya
masyarakat desa yang sering menganggap kota sebagai tempat yang menjanjikan
dalam hal mencari mata pencaharian. Hal inilah yang membuat masyarakat desa
berlomba-lomba untuk berpindah ke kota demi mengubah nasib hidup. Namun
yang terjadi urbanisasi menimbulkan permasalahan di perkotaan. Dengan
bertambahnya penduduk usia produktif dari desa ke kota maka akan menambah
angka tenaga kerja di kota tersebut, padahal kenyataannya di zaman modern ini
lapangan pekerjaan menjadi semakin berkurang akibat semakin canggihnya
teknologi yang menyebabkan beberapa profesi tidak dibutuhkan lagi dan
tergantikan oleh mesin. Sempitnya lapangan pekerjaan di perkotaan membuat
tingginya persaingan untuk mendapatkan pekerjaan. Saat ini untuk mendapatkan
pekerjaaan di perkotaan, tenaga kerja harus memenuhi tuntutan persyaratan kerja
dimana termasuk latar belakang pendidikan dan keahlian. Penduduk desa yang
hanya berbekal harapan tanpa keahlian dan pendidikan yang cukup akan
melakukan apa saja untuk bertahan hidup. Salah satunya dengan menggeluti
pekerjaan pada sektor informal.
Sektor informal adalah unit-unit usaha tidak resmi berskala kecil yang
menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa tanpa memiliki izin usaha
atau izin lokasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Sektor informal digambarkan sebagai kegiatan usaha berskala kecil yang
dikelola oleh individu-individu dengan tingkat kebebasan yang tinggi dalam
mengatur cara bagaimana dan dimana usaha tersebut dijalankan. Motivasi pekerja
di sektor informal umumnya adalah memperoleh pendapatan yang cukup untuk
sekedar mempertahankan hidup (survival). Salah satu bentuk pekerjaan di sektor
informal adalah pedagang kaki lima.
Menurut Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014, pedagang kaki
lima atau yang sering disebut dengan PKL adalah pelaku usaha yang melakukan
usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak
bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan
bangunan milik pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah kota dan/atau
swasta baik yang sementara/tidak menetap. Di kota besar seperti Kota Serang
keberadaan PKL sangat banyak. Dengan jumlah yang banyak para pedagang kaki
lima di Kota Serang dapat kita temui di Pasar Induk Rau, Pasar Royal, Alun-alun
Kota Serang, Stadion Maulana Yusuf, dan ditempat lainnya. Keberadaan PKL di
Kota Serang dianggap menggangu keamanan dan keindahan kota, lokasi usaha
PKL cenderung pada tempat-tempat yang strategis dengan mendekati keramaian
konsumen, sehingga kurang memperhatikan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan. PKL cenderung menempati ruang publik yang seharusnya tidak
diperbolehkan untuk berdagang, contohnya di badan jalan dan trotoar.
Di Pasar Induk Rau pada malam hari banyak sekali PKL yang berjualan
diluar area pasar. Hal tersebut mengganggu aktivitas pedagang yang berjualan di
lantai dua Pasar Induk Rau. “Kita disuruh naik ke atas, tetapi yang lain malah
berjualan pada malam hari. Kalau siang sih sudah beres. Malam hari
kebalikannya” ungkap Usman salah seorang pedagang sayuran di Pasar Induk
Rau kepada wartawan, Senin (14/3/2016)[1]. Usman menjelaskan, PKL yang
berjualan di malam hari seperti di Tanah Merah dan Blok M, PKL berjualan diluar
area pasar tepatnya di badan jalan. “Kami berjualan pada jam 10 malam hingga
pagi, kalau yang di luar tidak dimasukkan ke dalam. Kita juga bisa keluar lagi
sama seperti mereka,” kata Usman[2]. Manajer Operasional PT Pesona Banten
Persada Aeng Khaeruzzaman mengatakan, bahwa pihaknya khawatir bila hal ini
terus dibiarkan, maka akan memberikan dampak kepada pedagang yang sudah
direlokasi kembali lagi berjualan di bawah[3].
PEMBAHASAN
Menurut McGee dan Yeung (1977), PKL mempunyai pengertian yang sama
dengan ‘hawkers’, yang didefinisikan sebagai orang-orang yang menawarkan
barang dan jasa untuk dijual ditempat umum, terutama di pinggir jalan dan trotoar.
Dari hasil penelitian oleh Soedjana (1981) secara spesifik yang dimaksud dengan
PKL adalah sekelompok orang yang menawarkan barang dan jasa untuk dijual di
atas trotoar atau di tepi atau di pinggir jalan, di sekitar pusat
perbelanjaan/pertokoan, pasar, pusat rekreasi/hiburan, pusat perkantoran dan pusat
pendidikan, baik secara menetap atau setengah menetap, berstatus tidak resmi atau
setengah resmi dan dilakukan baik pagi, siang, sore maupun malam hari.
Sesungguhnya sektor informal bisa menjadi sebuah dilema. Pada satu sisi
sektor ini dapat menyerap banyak pekerja yang tidak dapat ditampung dalam
sektor formal. Disisi lain sektor ini dapat meningkatkan masalah lingkungan.
Untuk menanggulangi masalah ini ada beberapa Pemerintah berupaya untuk
menanggulangi dengan tidak mengacuhkan sektor informal, dan berharap sektor
ini akan musnah. Ada pula beberapa Pemerintah berupaya untuk menekan sektor
tersebut, agar lingkungan menjadi bersih. Lain halnya pada negara maju,
menyadari mereka sebagai bagian dari pertumbuhan ekonomi kota, maka mereka
mendukung dengan fasilitas yang memadai.
Menurut Mc Gee dan Yeung (1977:76) pola ruang aktivitas PKL sangat
dipengaruhi oleh aktivitas sektor formal dalam menjaring konsumennya. Lokasi
PKL sangat dipengaruhi oleh hubungan langsung dan tidak langsung dengan
berbagai kegiatan formal dan kegiatan informal atau hubungan PKL dengan
konsumennya. Untuk dapat mengenali penataan ruang kegiatan PKL, maka harus
mengenal aktivitas PKL melalui pola penyebaran, pemanfaatn ruang berdasarkan
waktu berdagang dan jenis dagangan serta sarana berdagang. Komponen penataan
ruang sektor informal, antara lain meliputi :
1. Lokasi
Berdasarkan hasil studi oleh Ir. Goenadi Malang Joedo (1997: 6-3),
penentuan lokasi yang diminati oleh sektor informal atau pedagang kaki lima
adalah sebagai berikut :
PKL umumnya berdagang pada jalur pejalan yang lebar dan tempat-
tempat yang sering dikunjungi orang dalam jumlah besar yang dekat dengan
pasar publik, terminal, daerah komersial.
2. Waktu Berdagang
TEMUAN STUDI
1. Lokasi
Di Kota Serang PKL biasanya menempati ruang publik pada badan jalan
dan trotoar yang ada di depan Pasar Induk Rau, Alun-alun Kota Serang,
Stadion Maulana Yusuf, dan masih banyak tempat lainnya.
2. Waktu Berdagang
PKL di Kota Serang biasanya berdagang sepanjang hari, mulai dari pagi
hingga sore. Bahkan PKL di alun-alun Kota Serang baru memulai kegiatan
berdagangnya pada malam hari.
Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penataan dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima
Berdasarkan Perda Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penataan dan
Pemberdayaan PKL Pasal 4, untuk menata PKL dilakukan dengan cara :
a. Pendataan PKL;
b. Pendaftaran PKL;
c. Penempatan dan pemindahan PKL;
d. Penetapan lokasi dan penghapusan lokasi PKL; dan
e. Peremajaan Lokasi PKL.
Output :
Outcome :
Diharapkan Pedagang Kaki Lima di Kota Serang tertib dan dapat berinovasi.
Analisis
Untuk menata para PKL maka Pemerintah Kota Serang mendata para PKL yang
ada di Kota Serang dan juga menetapkan serta memindahkan lokasi (relokasi)
para pedagang kaki lima. Namun kenyataanya masih banyak PKL yang tidak
mendaftarkan diri mereka sebagai pekerja di sektor informal (PKL). Relokasi
yang dilakukan pemerintah juga sia-sia. Masih banyak PKL di badan jalan dan
trotoar Pasar Induk Rau yang tidak mau dipindahkan ke dalam gedung PIR. Hal
ini dikarenakan pendapatan yang didapat PKL menjadi berkurang akibat dari
penurunan konsumennya. Dalam mengambil keputusan tempat relokasi
seharusnya pemerintah dapat merundingkan dengan para PKL (partisipatory
policy) tempat mana yang harus dijadikan relokasi atau bahkan merencanakan
tempat yang baru untuk dijadikan tempat berdagangnya PKL di Kota Serang,
contohnya seperti street food.