Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
tindakan ibu terhadap penyakit ISPA. Dengan meningkatnya pengetahuan ibu tentang
ISPA maka akan langsung berhubungan dalam menurukan angka kejadian ISPA
(Notoatmodjo, 2007). Beberapa faktor yang berkaitan dengan tingginya angka
insiden ISPA antara lain status gizi balita. Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai
faktor risiko penting yang mempermudah terjadinya ISPA, hal ini berkaitan dengan
ketahanan tubuh balita. Selain itu kejadian ISPA juga dipengaruhi oleh kualitas udara.
Perubahan kualitas udara umumnya disebabkan oleh adanya polusi yaitu masuknya
bahan pencemar dalam jumlah tertentu yang dapat menyebabkan perubahan
komponen atmosfir normal. Salah satu contoh permasalahan polusi akibat asap
rokok, gangguan irkulasi udara (ventilasi) dan asap yang terjadi di dapur-dapur
tradisional ketika memasak (Aditama, 1992). Berdasarkan latar belakang diatas
prevalensi terjadinya ISPA semakin bayak maka diharapkan bagi mahasiswa
keperawatan untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pagi penderita ISPA
maka kami membuat makalah ini.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah proses pembelajaran ini diharapkan mahasiswa mampu memberikan
proses keperawatan secara benar terhadap penderita ISPA.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Mengetahui definisi dan etiologi dari ISPA.
1.2.2.2 Mengetahui patofisiologi dari ISPA.
1.2.2.3 Mengetahui manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik dan
penatalaksanaan dari ISPA.
1.2.2.4 Mengetahui komplikasi dan prognosis dari ISPA.
1.2.2.5 Mengetahui proses keperawatan dalam menangani ISPA pada anak.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang
benar ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA
meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah
(klinikita, 2007). Berikut ini adalah beberapa pengertian ISPA menurut para ahli,
yaitu : ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, istilah ini
diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infection (ARI).
Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran
napas mulai dari hidung (saluran pernapasan atas) sampai alveoli (saluran pernapasan
bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus rongga telinga tengah dan pleura
(Depkes, 2001).
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah suatu penyakit yang
terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun di negara
maju dan sudah mampu dan banyak dari mereka perlu masuk Rumah Sakit karena
penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan
anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa (Klinikita,
2007).
Program Pemberantasan Penyakit ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2
golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas
derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit
batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas
lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit
jalan napas bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik.
Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang ditemukan pada balita. Bila ditemukan
harus diobati dengan antibiotik penisilin, semua radang telinga akut harus mendapat
antibiotik (Rasmaliah, 2004).
4
Masuk ke bronkus
Terjadi Peradangan
ISPA
B1 B2 B3 B4 B5 B6
Batuk, hyperthermi penciuman nyeri telan, malaise
Nyeri tersumbat nafsu makan
Tenggorokan mucus menurun
9
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit
akan lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran
pernafasan, mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya
infeksi saluran pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak
terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
Sebelum dilakukan penatalaksanaan ISPA terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaan test diagnostistik menurut sandra M.Nettina (2000) yaitu:
a. Pemeriksaaan darah lengkap yaitu Hb, leukosit, hematokrit, dan trombosit
b. Foto rontgent : thorax
2.9 Penatalaksanaan
Berikut ini adalah pengobatan ISPA berdasarkan klasifikasinya yakni:
1. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,
oksigendan sebagainya.
2. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita
tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian
kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik
pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
3. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan
di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat
batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti
kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat
penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek
bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah
(eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap
sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi
antibiotik (penisilin) selama 10 hari.
12
4. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara adalah memakai
penutup hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota keluarga atau
orang yang sedang menderita penyakit ISPA.
2.10 Komplikasi
Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang sembuh sendiri
5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lainnya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah
sinusitis paranasal, penutupan tuba eusthacii dan penyebaran infeksi.
1. Sinusitis paranasal
Komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar karena pada bayi dan anak
kecil sinus paranasal belum tumbuh. Gejala umum tampak lebih besar, nyeri
kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan biasanya didaerah sinus frontalis
dan maksilaris. Proses sinusitis sering menjadi kronik dengan gejala malaise,
cepat lelah dan sukar berkonsentrasi (pada anak besar). Kadang-kadang disertai
sumbatan hidung, nyeri kepala hilang timbul, bersin yang terus menerus disertai
secret purulen dapat unilateral ataupun bilateral. Sinusitis paranasal ini dapat
diobati dengan memberikan antibiotic.
2. Penutupan tuba eusthachii
Tuba eusthachii yang buntu memberi gejala tuli dan infeksi dapat
menembus langsung kedaerah telinga tengah dan menyebabkan otitis media akut
(OMA). Gejala OMA pada anak kecil dan bayi dapat disertai suhu badan yang
tinggi (hiperpireksia) kadang menyebabkan kejang demam. Anak sangat gelisah,
terlihat nyeri bila kepala digoyangkan atau memegang telinganya yang nyeri
(pada bayi juga dapat diketahui dengan menekan telinganya dan biasanya bayi
akan menangis keras). Kadang-kadang hanya ditemui gejala demam, gelisah,
juga disertai muntah atau diare.
3. Penyebaran infeksi
Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring kearah bawah seperti
laryngitis, trakeitis, bronkiis dan bronkopneumonia. Selain itu dapat pula terjadi
komplikasi jauh, misalnya terjadi meningitis purulenta (Adelle, 2002)
2.11 Prognosis
Secara umum terdapat tiga faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor
lingkungan, faktor individu anak dan faktor perilaku.
14
1. Faktor lingkungan
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak
dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga
akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang
keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu
dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih
dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah
bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi.
b. Ventilasi rumah
a. Umur anak
c. Status gizi
Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting
untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang
adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak
yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Disamping itu adanya
hubungan antara gizi buruk dan terjadinya campak dan infeksi virus berat
lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap infeksi.
Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA
dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang
kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai
16
nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang,
balita lebih mudah terserang “ISPA berat” bahkan se rangannya lebih lama.
d. Vitamin A
e. Status Imunisasi
Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapat
kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian
besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka
peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya
pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas
ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status
imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkenbangan
penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat.
Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian
imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif
sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi
pertusis (DPT) 6% lematian pneumonia dapat dicegah.
3. Faktor perilaku
unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah
tangga, satu dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu
atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan
berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.
18
BAB III
PROSES KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
a. Umur: Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak
usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering
menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut(Anggana Rafika, 2009).
b. Jenis kelamin: Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2
tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada
laki-laki di negara Denmark (Anggana Rafika, 2009).
c. Kondisi Lingkungan: Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah
anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk
ISPA. Penelitian oleh Kochet al (2003) membuktikan bahwa kepadatan
hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat
.Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan
pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun
diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi
rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang
terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak
(Anggana Rafika, 2009)
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Klien mengeluh demam
b. Riwayat penyakit sekarang: Dua hari sebelumnya klien mengalami
demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu
makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.
19
g. Pemeriksaan Penunjang
3.3 Intervensi
pakaian yang tipis dan dapat menyerap untuk pakaian yang tebal dan tidak akan
keringat seperti pakaian dari bahan katun. menyerap keringat.
Atur sirkulasi udara Penyedian udara bersih.
Berikan makan porsi kecil tapi sering dan Untuk menjamin nutrisi
dalam keadaan hangat. adekuat/meningkatkan kalori total
Berikan oral sering, buang secret berikan Nafsu makan dapat dirangsang pada
wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu situasi rileks, bersih, dan menyenangkan.
dan ciptakan lingkungan beersih dan
menyenangkan
Kolaborasi: konsultasi ke ahli gizi untuk Metode makan dan kebutuhan kalori
memberikan diet sesuai kebutuhan klien. didasarkan pada situasi atau kebutuhan
individu untuk memberikan nutrisi
maksimal.
Intervensi Rasional
Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor
(skala 0 – 10 ), factor yang memperburuk yang berhubungan berguna untuk memilih
atau meredakan, lokasi, durasi, dan intervensi yang cocok dan untuk
karakteristiknya. mengevaluasi keefektifan dari terapi yang
diberikan.
Anjurkan klien untuk menghindari Mengurangi bertambah beratnya penyakit
(steroid oral, IV, dan inhalasi, & analgesik) reaksi alergi/menghambat pengeluaran
histamin dalam inflamasi pernafasan.
Analgesik untuk mengurangi nyeri.
Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin, Mencegah penyebaran pathogen melalui
jika ditutup dengan tisu buang segera cairan
ketempat sampah
Diagnosa keperawatan : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi
berlebihan sekunder akibat proses inflamasi
Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif
Kriteria Hasil : frekuensi nafas normal 16-20x/menit, bunyi nafas hilang, kongesti
hilang, jalan nafas bersih.
Intervensi Rasional
Kaji perubahan pola nafas Pola nafas berubah karena ada sumbatan
jalan nafas
Tingkatkan masukan cairan Hidrasi apat membantu mengencerkan
cairan
26
yang terinfeksi
Kolaborasi dalam pemberian pengobatan Untuk mambantu menghilangkan kongesti
sedini mungkin
Observasi tanda-tanda vital Kekurangan cairan dapat meningkatkan
suhu tubuh
Kolaborasi dalam pemberian cairan Pemenuhan kebutuhan cairan secara tepat,
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada anak-anak
dengan gejala batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut muncul secara
bersamaan. penyebab ISPA yaitu virus, bakteri, alergen spesifik, perubahan cuaca
dan lingkungan, aktifitas, dan asupan gizi yang kurang. Komplikasi ISPA adalah
asma, demam kejang, tuli, syok. Pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan
penbaikan gizi dan peningkatan gizi pada balita penyusunan atau pengaturan menu,
cara pengolahan makanan, variasi menu, perbaikan dan.sanitasi lingkungan,
pemeliharaan kesehatan perorangan.
ISPA merupakan salah satu penyebab utama dari tingginya angka kematian
dan angka kesakitan pada balita dan bayi di Indonesia. Adapun yang termasuk ISPA
adalah influenza, campak, faringitis, trakeitis, bronkhitis akut, brokhiolitis, dan
pneumonia (Yuliastuti, 1992). Berbagai strategi yang dapat dilakukan untuk
pencegahan dan pemberantasan ISPA oleh masyarakat di antaranya adalah
meningkatkan kesadaran akan pentingnya pemberian makanan bergizi, pentingnya
pemberian imunisasi dan kebersihan lingkungan.
4.2 Saran
ISPA merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada anak di negara
berkembang. Oleh karena itu sebagai manusia yaang ingin memiliki tubuh sehat
maka selayaknya kita menjaga kesehatan dan keseimbangan sistem tersebut. Salah
satunya dengan menjaga sanitasi lingkungan. Maka dari itu perawat haruslah
mengetahu tentang ISPA dan penatalaksanaan pada pasien dengan ISPA.
28
DAFTAR PUSTAKA
Catzel, Pincus & Ian robets alih bahasa Yohanes Gunawan. (1990). Kapita Seleta
Pediatri (ed 2). Jakarta: EGC.
Faris. (2010). Infeksi Saluran Pernafasan Atas. Diakses 20 Mei 2012, dari
http://smartpatient.wordpress.com/2010/02/05/infeksi-saluran-napas-akut-
ispa/
Hidayat. (2009). Askep ISPA pada Anak. Diakses 12 Mei 2012, dari
http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/24/askep-ispa-pada-anak/
Satriya, Benny. (2010). ISPA pada Anak. Diakses 4 Mei 2012, dari http://askep-
benny.blogspot.com/2010/02/infeksi-saluran-pernafasan-akut-ispa.html.
Suriadi, Yuliani R. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: CV Sagung Seto.
29
Vietha. (2009). ASKEP Anak Preschool dengan ISPA. Diakses 12 Mei 2012, dari
http://viethanurse.wordpress.com/2009/02/25/asuhan-keperawatan-anak-
preschool-dengan-ispa/.
Woensel JBM, dkk. (2003). Viral lower respiratory tract infection in infants and
young children. BMJ: 327 : 36-40
nd
Whalley & wong. (1991). Nursing Care of Infant and Children (2 vol). USA: CV.
Mosby-Year book. Inc
Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja. (1997). Beberapa Masalah Perawatan Intensif
Neonatus. Jakarta: Balai penerbit FKUI.