Vous êtes sur la page 1sur 29

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


ISPA adalah infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan yaitu organ
tubuh yang di mulai dari hidung ke alveoli beserta adneksa (Romelan, 2006). Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian tersering
pada anak di negara berkembang. Pada akhir tahun 2000, ISPA mencapai enam kasus
di antara 1000 bayi dan balita. Tahun 2003 kasus kesakitan balita akibat ISPA
sebanyak lima dari 1000 balita (Oktaviani, 2009). Setiap anak balita diperkirakan
mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya dan proporsi kematian yang disebabkan
ISPA mencakup 20-30% (Suhandayani, 2007). Untuk meningkatkan upaya perbaikan
kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan RI menetapkan 10 program prioritas
masalah kesehatan yang ditemukan di masyarakat untuk mencapai tujuan Indonesia
Sehat 2010, dimana salah satu diantaranya adalah Program Pencegahan Penyakit
Menular termasuk penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Depkes RI, 2002).
Anak-anak merupakan kelompok masyarakat yang rentan untuk terserang
berbagai penyakit khususnya penyakit infeksi. Menurut temuan organisasi kesehatan
dunia (WHO) diperkirakan 10 juta anak meninggal tiap tahun. Yang disebabkan
karena diare, HIV/AIDS, Malaria dan ISPA (Depkes RI, 2007). Penyakit ISPA
merupakan suatu masalah kesehatan utama di indonesia karena masih tingginya
angka kejadian ISPA terutama pada Aak-Anak dan balita. ISPA mengakibatkan
sekitar 20%-30% kematian anak balita. ISPA merupakan salah satu penyebab
kunjungan pasien pada sarana kesehatan. Sebanyak 40%-60% kunjungan berobat
dipuskesmas dan 15%-30% kunjungan berobat dirawat jalan dan rawat inap (Triska,
2007).
Tingginya angka kejadian ISPA pada bayi di Indonesia, salah satunya
disebabkan oleh pengetahuan ibu yang sangat kurang tentang ISPA. Pengetahuan
adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap
suatu objek tertentu sehingga dari pengetahuan tersebut dapat mempengaruhi
2

tindakan ibu terhadap penyakit ISPA. Dengan meningkatnya pengetahuan ibu tentang
ISPA maka akan langsung berhubungan dalam menurukan angka kejadian ISPA
(Notoatmodjo, 2007). Beberapa faktor yang berkaitan dengan tingginya angka
insiden ISPA antara lain status gizi balita. Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai
faktor risiko penting yang mempermudah terjadinya ISPA, hal ini berkaitan dengan
ketahanan tubuh balita. Selain itu kejadian ISPA juga dipengaruhi oleh kualitas udara.
Perubahan kualitas udara umumnya disebabkan oleh adanya polusi yaitu masuknya
bahan pencemar dalam jumlah tertentu yang dapat menyebabkan perubahan
komponen atmosfir normal. Salah satu contoh permasalahan polusi akibat asap
rokok, gangguan irkulasi udara (ventilasi) dan asap yang terjadi di dapur-dapur
tradisional ketika memasak (Aditama, 1992). Berdasarkan latar belakang diatas
prevalensi terjadinya ISPA semakin bayak maka diharapkan bagi mahasiswa
keperawatan untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pagi penderita ISPA
maka kami membuat makalah ini.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah proses pembelajaran ini diharapkan mahasiswa mampu memberikan
proses keperawatan secara benar terhadap penderita ISPA.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Mengetahui definisi dan etiologi dari ISPA.
1.2.2.2 Mengetahui patofisiologi dari ISPA.
1.2.2.3 Mengetahui manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik dan
penatalaksanaan dari ISPA.
1.2.2.4 Mengetahui komplikasi dan prognosis dari ISPA.
1.2.2.5 Mengetahui proses keperawatan dalam menangani ISPA pada anak.
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi ISPA

ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang
benar ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA
meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah
(klinikita, 2007). Berikut ini adalah beberapa pengertian ISPA menurut para ahli,
yaitu : ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, istilah ini
diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infection (ARI).
Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran
napas mulai dari hidung (saluran pernapasan atas) sampai alveoli (saluran pernapasan
bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus rongga telinga tengah dan pleura
(Depkes, 2001).
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah suatu penyakit yang
terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun di negara
maju dan sudah mampu dan banyak dari mereka perlu masuk Rumah Sakit karena
penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan
anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa (Klinikita,
2007).
Program Pemberantasan Penyakit ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2
golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas
derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit
batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas
lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit
jalan napas bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik.
Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang ditemukan pada balita. Bila ditemukan
harus diobati dengan antibiotik penisilin, semua radang telinga akut harus mendapat
antibiotik (Rasmaliah, 2004).
4

2.2 Klasifikasi ISPA


Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002):

2.1.1 ISPA ringan


Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan
gejala batuk pilek dan sesak.
2.1.2 ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala gejala sesak napas, suhu
0
tubuh lebih dari 39 C dan bila bernapas mengeluarkan suara seperti
mengorok.
2.1.3 ISPA berat
Gejala meliputi : kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak
teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis)
dan gelisah.
2.3 Epidemiologi ISPA
Kerentanan agen yang menyebabkan nasofaring akut adalah universal,
tetepi karena alasan yang kurang mengerti kerentanan ini bervariasi pada
orang yang sama dari waktu kewaktu. Anak menderita rata-rata lima sampai
delapan infeksi setahun dan angka terjadi selama umur 2 Tahun pertama
frekuensi Nasofaringitis akut berbanding langsung dengan angka pemejanan,
dan sekolah taman kanak-kanak sertra pusat perawatan harian mungkin
epidemiologi sebenarnya. Kerentanan dapat bertambah karena nutrisi yang
jelek (Nelson, 2000).
2.4 Etiologi Penyakit ISPA
ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk ke saluran
nafas. Penyebab lain adalah faktor lingkungan rumah, seperti halnya
pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah dan kepadatan hunian
rumah. Pencemaran udara dalam rumah yang sangat berpengaruh terhadap
kejadian ISPA adalah asap pembakaran yang digunakan untuk memasak.
Dalam hal ini misalnya bahan bakar kayu. Selain itu, asap rokok yang
ditimbulkan dari salah satu atau lebih anggota yang mempunyai kebiasaan
5

merokok juga menimbulkan resiko terhadap terjadinya ISPA (Depkes RI,


2002).
Menurut Notoatmodjo (2007), ventilasi rumah dibedakan menjadi
dua yaitu ventilasi alamiah dan ventilasi buatan. Ventilasi alamiah yaitu
dimana aliran udara di dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah melalui
jendela, pintu, lubang angin, dan lubang-lubang pada dinding. Ventilasi
alamiah tidak menguntungkan, karena juga merupakan jalan masuknya
nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah. Ventilasi buatan yaitu dengan
menggunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara misalnya kipas angin
dan mesin penghisap udara. Namun alat ini tidak cocok dengan kondisi
rumah di pedesaan. Ventilasi rumah yang kurang akan lebih memungkinkan
timbulnya ISPA pada bayi dan anak balita karena mereka lebih lama berada di
rumah sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi.
Virus-virus yang menyebabkan ISPA yaitu :
1. Miksovirus
2. Adenovirus menjadi penyebab infeksi pada saluran napas yang berdampak
terjadinya komplikasi berupa pembengkakan pada perut, mata merah, dan
infeksi kandung kemih.
3. Coronavirus bila dilihat dengan mikroskop nampak seperti mahkota.
Bentuk mahkota ini ditandai oleh adanya “Protein S” yang berupa sepatu,
sehingga dinamakan “spike protein”, yang tersebar d isekeliling
permukaan virus. “Protein S” inilah yang berperan penting dal am proses
infeksi virus terhadap manusia.
4. Micoplasma merupakan genus mikroorganisme yang sangat pleomorfik,
penyebab faringitis ringan pada manusia.
Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA
diantaranya bakteri stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang
di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian
atas yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri dan virus tersebut
menyerang anak-anak usia dibawah 2 tahun yang kekebalan tubuhnya lemah
atau belum sempurna. Peralihan musim kemarau ke musim hujan juga
menimbulkan risiko serangan ISPA.
6

2.5 Faktor Resiko ISPA


Menurut Depkes RI (2002), faktor resiko terjadinya ISPA secara
umum yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku
(Putra Prabu, 2009).

2.5.1 Faktor lingkungan


1. Pencemara udara dalam rumah .
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak
dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru
sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada
rumah yang ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah,
bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan balita bermain (Putra
Prabu, 2009).
2. Ventilasi rumah
Ventilasi adalah proses penyediaan udara atau pengarahan udara ke
atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Membuat
ventilasi udara serta pencahayaan di dalam rumah sangat diperlukan
karena akan mengurangi polusi asap yang ada di dalam rumah sehingga
dapat mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang lama kelamaan
bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA. Luas penghawaan atau ventilasi
a1amiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai (Putra Prabu, 2009).
3. Kepadatan hunian rumah
Kepadatan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor
polusi dalam rumah yang telah ada. Begitu juga keadaan jumlah kamar
yang penghuninya lebih dari dua orang, karena bisa menghalangi proses
pertukaran udara bersih sehingga menjadi penyebab terjadinya ISPA (Putra
Prabu, 2009).
2.5.2 Faktor individu anak
1. Umur anak
Insiden penyakit pernapasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia
dini pada anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA
tertinggi pada umur 6-12 bulan (Putra Prabu, 2009).
7

2. Berat badan lahir


Anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah akan mengalami
lebih berat infeksi pada saluran pernapasan. Hal ini dikarenakan
pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah
terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan
lainnya (Putra Prabu, 2009).
3. Status gizi
Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA
dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh
yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak
mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada
keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang “ ISPA berat “ bahkan
serangannya lebih lama (Putra Prabu, 2009).
2.5.3 Faktor perilaku
Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA
pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di
keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun oleh anggota keluarga lainnya.
Peran aktif keluarga atau masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting
karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam
masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh kita
semua karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga itu balita dan
anggota keluarganya yang sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan
terampil menangani penyakit ISPA ketika anaknya sakit (Putra Prabu, 2009).
2.6 Patofisiologi dan WOC
Penyebab dari saluranakut adala bakteri, virus, jamur, dan benda-benda asing
lainya (Wong Donna, 2004). Berdasarkan penyebab diatas yang paling
mencetuskan ISPA adalah virus. Virus tersebut dinamakan Streptocus dan
Shaphy Lococus, kemudian masuk melalui partikel udara dan melekat pada
epitel sel di hidung. Kemudian masuk ke bronkus dan ke Traktus respralorius
atau sel nafas, sehingga menimbulkan tanda dan gejala influensa seperti:
batuk, pilek pegal-pegal, demam, sakit kepala, batuk, sakit pada tenggorokan,
tidak nafsu makan, gelisah atau rewel (Republika, 2004).
8

Dari faktor predisposisi pada penyakit ISPA adalah imunisasi yang


tidak lengkap, kurang gizi, dan lingkungan yang tidak sehat (Tempo
Interaktif, 2004). Komplikasi yang dapat menyebarkan infeksi sehingga
menurunkan ke saluran pernafasan bawah dapat melihatkan bronkus yang
menimbulkan bronchitis, penyebaran lebih lanjut ke jaringan paru yang
menyebabkan pneumonia. Infeksi dapat juga menyebar ke telinga bagian
tengah yang menyebabkan otritis, dan sinusitisatau infeksi sinus ( tempo
Interaktif, 2004).

Virus (steptococus dan shaphy lococus)

Masuk melalui partikel udara (Proplet)

Melekat pada epitel sel hidung

Masuk ke bronkus

Tampak tanda dan gejala influenza

Terjadi Peradangan

ISPA

B1 B2 B3 B4 B5 B6
Batuk, hyperthermi penciuman nyeri telan, malaise
Nyeri tersumbat nafsu makan
Tenggorokan mucus menurun
9

2.7 Manifestasi Klinis


Menurut dr. Maulana Adrian dalam tanda-tanda bahaya dapat dilihat
berdasarkan tanda-tanda yang tampak di pemeriksaan klinik dan pemeriksaan
laboratorium. Tanda-tanda klinis Menurut dr. Maulana Adrian tersebut antara
lain:
a. Pada system pernapasan adalah nafas tidak teratur dan cepat, retraksi atau
tertariknya kulit kedalam dinding dada, napas cuping hidung, sesak,
kebiruan, suara lemah atau hilang suara napas seperti ada cairannya
sehingga terdengar keras
b. Pada sistem peredaran darah dan jantung : denyut jantung cepat atau
lemah, hipertensi, hipotensi dan gagal jantung.
c. Pada sistem Syaraf adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, kejang dan koma.
d. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
e. Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun
adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi
buruk.
f. Tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah:
kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari
setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun,
mendengkur, mengi, demam dan dingin.
Sedangkan tanda dan gejala menurut Departemen Kesehatan RI 2002
dalam (Putra Abu, 2009). adalah :
a. ISPA ringan: Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan
gejala batuk pilek dan sesak.
b. ISPA sedang : ISPA sedang apabila timbul gejala gejala sesak napas,
0
suhu tubuh lebih dari 39 C dan bila bernapas mengeluarkan suara seperti
mengorok. Selain itu :
1) Pernafasan cepat.
Umur < 1 tahun : 50 kali / menit atau lebih.
Umur 1-4 tahun : 40 kali / menit atau lebih.
10

2) Wheezing (nafas menciut-ciut).


3) Sakit/keluar cairan dari telinga.
4) Bercak kemerahan (campak)
5) Tenggorokan berwarna merah.
c. ISPA berat : Gajalanya meliputi kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak
teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis)
dan gelisah. Selain itu gejala sedang/ringan ditambah satu atau lebih
gejala berikut:
1. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas
2. Kesadaran menurun
3. Bibir / kulit pucat kebiruan
4. Stridor (nafas ngorok) sewaktu istirahat
5. Adanya selaput membran difteri
6. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu
bernapas

1. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam


muncul jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun.
Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi.
O O
Suhu tubuh bisa mencapai 39,5 C-40,5 C.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada
meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas,
gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta
kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi
akan menjadi susah minum dan bahkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama
bayi tersebut mengalami sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi
saluran pernafasan akibat infeksi virus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena
adanya lymphadenitis mesenteric.
11

7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit
akan lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran
pernafasan, mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya
infeksi saluran pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak
terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
Sebelum dilakukan penatalaksanaan ISPA terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaan test diagnostistik menurut sandra M.Nettina (2000) yaitu:
a. Pemeriksaaan darah lengkap yaitu Hb, leukosit, hematokrit, dan trombosit
b. Foto rontgent : thorax
2.9 Penatalaksanaan
Berikut ini adalah pengobatan ISPA berdasarkan klasifikasinya yakni:
1. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,
oksigendan sebagainya.
2. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita
tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian
kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik
pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
3. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan
di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat
batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti
kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat
penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek
bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah
(eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap
sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi
antibiotik (penisilin) selama 10 hari.
12

Sedangkan untuk perawatan di rumah antara lain:


1. Mengatasi demam
Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan
memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan
dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6
jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan
dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres,
dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
2. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan
tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau
madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
3. Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-
ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.
Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
4. Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya)
lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak,
kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
5. Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu
tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek,
bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan
menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat
tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada
anak antara lain:
1. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik,
2. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh terhadap
penyakit baik.
3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
13

4. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara adalah memakai
penutup hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota keluarga atau
orang yang sedang menderita penyakit ISPA.
2.10 Komplikasi
Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang sembuh sendiri
5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lainnya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah
sinusitis paranasal, penutupan tuba eusthacii dan penyebaran infeksi.
1. Sinusitis paranasal
Komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar karena pada bayi dan anak
kecil sinus paranasal belum tumbuh. Gejala umum tampak lebih besar, nyeri
kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan biasanya didaerah sinus frontalis
dan maksilaris. Proses sinusitis sering menjadi kronik dengan gejala malaise,
cepat lelah dan sukar berkonsentrasi (pada anak besar). Kadang-kadang disertai
sumbatan hidung, nyeri kepala hilang timbul, bersin yang terus menerus disertai
secret purulen dapat unilateral ataupun bilateral. Sinusitis paranasal ini dapat
diobati dengan memberikan antibiotic.
2. Penutupan tuba eusthachii
Tuba eusthachii yang buntu memberi gejala tuli dan infeksi dapat
menembus langsung kedaerah telinga tengah dan menyebabkan otitis media akut
(OMA). Gejala OMA pada anak kecil dan bayi dapat disertai suhu badan yang
tinggi (hiperpireksia) kadang menyebabkan kejang demam. Anak sangat gelisah,
terlihat nyeri bila kepala digoyangkan atau memegang telinganya yang nyeri
(pada bayi juga dapat diketahui dengan menekan telinganya dan biasanya bayi
akan menangis keras). Kadang-kadang hanya ditemui gejala demam, gelisah,
juga disertai muntah atau diare.
3. Penyebaran infeksi
Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring kearah bawah seperti
laryngitis, trakeitis, bronkiis dan bronkopneumonia. Selain itu dapat pula terjadi
komplikasi jauh, misalnya terjadi meningitis purulenta (Adelle, 2002)
2.11 Prognosis
Secara umum terdapat tiga faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor
lingkungan, faktor individu anak dan faktor perilaku.
14

1. Faktor lingkungan

a. Pencemaran udara dalam rumah

Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak
dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga
akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang
keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu
dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih
dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah
bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi.

Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi


udara, diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis, pneumonia pada anak-
anak yang tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi pada
kelompok umur 9 bulan dan 6 – 10 tahun.

b. Ventilasi rumah

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau


dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi
adalah mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen
yang optimum bagi pernapasan dan membebaskan udara ruangan dari bau-
bauan, asap ataupun debu dan zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran
udara.

c. Kepadatan hunian rumah

Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan


nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah,
satu orang minimal menempati luas rumah 8m². Dengan kriteria tersebut
diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas.
Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam
rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada hubungan bermakna
antara kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada bayi, tetapi
disebutkan bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan memberi
korelasi yang tinggi pada faktor ini.
15

2. Faktor individu anak

a. Umur anak

Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit


pernapasan oleh veirus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan tetap
menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6 –12 bulan.

b. Berat badan lahir

Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan


mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat
badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena
pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah
terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan
lainnya.

c. Status gizi

Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan


perkembangan anak dipengaruhi oleh: umur, keadaan fisik, kondisi
kesehatannya, kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan dan
aktivitas dari si anak itu sendiri. Penilaian status gizi dapat dilakukan antara
lain berdasarkan antopometri : berat badan lahir, panjang badan, tinggi badan,
lingkar lengan atas.

Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting
untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang
adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak
yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Disamping itu adanya
hubungan antara gizi buruk dan terjadinya campak dan infeksi virus berat
lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap infeksi.

Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA
dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang
kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai
16

nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang,
balita lebih mudah terserang “ISPA berat” bahkan se rangannya lebih lama.

d. Vitamin A

Sejak tahun 1985 setiap enam bulan Posyandu memberikan kapsul


200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu sampai dengan empat tahun.

Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan


menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesifik dan tampaknya tetap
berada dalam nilai yang cukup tinggi. Bila antibodi yang ditujukan terhadap
bibit penyakit dan bukan sekedar antigen asing yang tidak berbahaya,
diharapkan adanya perlindungan terhadap bibit penyakit yang bersangkutan
untuk jangka yang tidak terlalu singkat

e. Status Imunisasi

Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapat
kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian
besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka
peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya
pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas
ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status
imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkenbangan
penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat.

Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian
imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif
sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi
pertusis (DPT) 6% lematian pneumonia dapat dicegah.

3. Faktor perilaku

Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada


bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik
yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan
17

unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah
tangga, satu dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu
atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan
berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.
18

BAB III

PROSES KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Menurut Khaidir Muhaj (2008):

1. Identitas Pasien
a. Umur: Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak
usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering
menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut(Anggana Rafika, 2009).
b. Jenis kelamin: Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2
tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada
laki-laki di negara Denmark (Anggana Rafika, 2009).
c. Kondisi Lingkungan: Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah
anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk
ISPA. Penelitian oleh Kochet al (2003) membuktikan bahwa kepadatan
hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat
.Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan
pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun
diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi
rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang
terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak
(Anggana Rafika, 2009)
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Klien mengeluh demam
b. Riwayat penyakit sekarang: Dua hari sebelumnya klien mengalami
demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu
makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.
19

c. Riwayat penyakit dahulu: Klien sebelumnya sudah pernah mengalami


penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit keluarga: Menurut anggota keluarga ada juga yang
pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.(kaitkan apa
ada pengaruh keturunan/ congenital)
e. Riwayat sosial: Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan
yang berdebu dan padat penduduknya
f. Riwayat Tumbuh Kembang : BB, TB, perkembangan tiap tahap
(berguling, duduk, merangkak, berjalan)
g. Riwayat Nutrisi : Pemberian ASI, pemberian susu formula, pola
perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik di fokuskan pada pengkajian sistem pernapasan :
a. Pengkajian tanda – tanda vital dan kesadaran klien
b. Inspeksi :
1) Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan.
2) Tonsil tanpak kemerahan dan edema.
3) Tampak batuk tidak produktif.
4) Tidak ada jaringna parut pada leher.
5) Tidak tampak penggunaan otot- otot pernapasan
tambahan,pernapasan cuping hidung, tachypnea, dan hiperventilas.
c. Palpasi
1) Adanya demam.
2) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher / nyeri
tekan pada nodus limfe servikalis.
3) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid.
d. Perkusi
1) Suara paru normal (resonance)
e. Auskultasi
1) Suara napas vesikuler / tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.
2) Bentuk dada: normal.
3) Pola nafas : teratur/ tidak teratur .
20

4) Jenis nafas : vesikuler.


5) Suara nafas tambahan : ronchi/wheezing.
6) Sesak nafas : tidak .
7) Alat bantu nafas : tidak
8) Masalah keperawatan: bersihan jalan napas tidak efektif

Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola,


kedalaman, usaha serta irama dari pernafasan.

1. Pola: cepat (tachynea) atau normal.


2. Kedalaman: nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya
dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan
abdomen. Usaha: kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti
disertai dengan adanya bersin.
3. Irama pernafasan: bervariasi tergantung pada pola dan
kedalaman pernafasan.
f. Pemeriksaan lain
1. Sistem kardiovaskuler B2
Irama jantung: normal, Bunyi jantung: normal, Akral : panas, Masalah
keperawatan : Hyperthermia
2. Sistem persyarafan B3
Kesadaran : composmentis, Penglihatan: normal, Pendengaran: normal,
Penciuman : tidak normal (tertutup mukus)
3. Sistem perkemihan B4
Jumlah urin: normal, Warna: normal(kuning), Bentuk alat kelamin:
normal, Uretra : normal
4. Sistem pencernaan B5
Nafsu makan: menurun, Mulut: bersih, Mukosa: lembab, Tenggorokan :
nyeri telan, Perut:kembung, Pembesaran hepar:tidak, Pembesaran lien:
tidak, Buang air besar: tidak teratur, Masalah keperawatan : pemenuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan
5. Sistem musculoskeletal dan integument B6
21

Kemampuan gerak sendi: bebas, Warna kulit: normal, Turgor:baik,


Odema : tidak ada

g. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :

a. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah


biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman diantaranya Stafilococus,
Stafilococus, dan Stafilococus.
b. Pemeriksaan hitung darah (deferential count): laju endap darah meningkat
disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia.
c. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Benny: 2010)

3.2 Diagnosis Keperawatan

Peningkatan suhu tubuh berhubungan Defisit volume cairan berhubungan dengan


dengan proses infeksi. peningkatan kehilangan cairan akibat
diaphoresis (berkeringat banyak) berkaitan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan dengan demam.
tubuh berhubungan dengan nyeri telan.
Risiko penularan infeksi ke orang lain
Gangguan rasa nyaman: Nyeri telan berhubungan dengan kurang pengetahuan
berhubungan dengan inflamasi pada tentang infeksi kuman.
membran mukosa faring dan tonsil.
22

Bersihan jalan nafas tidak efektif Intoleransi aktivitas berhubungan dengan


berhubungan dengan sekresi berlebihan malaise.
sekunder akibat proses inflamasi.

3.3 Intervensi

Diagnosa keperawatan : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi


Tujuan : suhu tubuh normal
Kriteria Hasil : suhu tubuh klien berkisar antara 36 ,5– 37,5 °C
Intervensi Rasional
Observasi tanda-tanda vital Pemantauan TTV yang teratur
menentukan perkembangan perawatan
selanjutnya.
Anjurkan klien/keluarga untuk kompres Dengan menberikan kompres maka terjadi

pada kepala/aksila proses konduksi/perpindahan panas


dengan bahan perantara.
Anjurkan klien untuk menggunakan Proses hilangnya panas akan terhalangi

pakaian yang tipis dan dapat menyerap untuk pakaian yang tebal dan tidak akan
keringat seperti pakaian dari bahan katun. menyerap keringat.
Atur sirkulasi udara Penyedian udara bersih.

Anjurkan klien untuk minum 120-135 Kebutuhan cairan meningkat karena

ml/hari (umur 1tahun) penguapan tubuh meningkat.


Anjurkan klien istirahat di tempat tidur Tirah baring untuk mengurangi

selama fase febris penyakit. metabolism dan panas.


Kolaborasi dengan dokter dalam Untuk mengontrol infeksi pernafasan dan

pemberian terapi, antipiretika menurunkan panas


23

Diagnosa keperawatan : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan nyeri telan
Tujuan :Nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil: Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah pada BB
normal. Klien dapat menoleransi diet yang dianjurkan. Tidak menunjukkan tanda
malnutrisi
Intervensi Rasional
Kaji kebiasaan diet, input-output dan Untuk menentukan kebutuhan kalori,
timbang BB setiap hari. menyusun tujuan BB dan evaluasi
keadekuatan rencana nutrisi.

Berikan makan porsi kecil tapi sering dan Untuk menjamin nutrisi
dalam keadaan hangat. adekuat/meningkatkan kalori total

Berikan oral sering, buang secret berikan Nafsu makan dapat dirangsang pada
wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu situasi rileks, bersih, dan menyenangkan.
dan ciptakan lingkungan beersih dan
menyenangkan

Tingkatkan tirah baring Untuk mengurangi kebutuhan metabolic

Kolaborasi: konsultasi ke ahli gizi untuk Metode makan dan kebutuhan kalori
memberikan diet sesuai kebutuhan klien. didasarkan pada situasi atau kebutuhan
individu untuk memberikan nutrisi
maksimal.

Diagnosa keperawatan : Gangguan rasa nyaman: Nyeri telan berhubungan dengan


inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil
Tujuan : meningkatkan kenyamanan; nyeri terkontrol/teratasi
Kriteria Hasil: klien mengikuti tindakan yang dianjurkan, nyeri berkurang atau hilang
24

Intervensi Rasional
Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor
(skala 0 – 10 ), factor yang memperburuk yang berhubungan berguna untuk memilih
atau meredakan, lokasi, durasi, dan intervensi yang cocok dan untuk
karakteristiknya. mengevaluasi keefektifan dari terapi yang
diberikan.
Anjurkan klien untuk menghindari Mengurangi bertambah beratnya penyakit

alergen/iritan terhadap debu, bahan kimia,


asap rokok, dan mengistirahatkan atau
meminimalkan bicara bila suara serak.
Anjurkan untuk melakukan kumur air Peningkatan sirkulasi pada daerah

hangat tenggorokan serta mengurangi nyeri


tenggorokan.
Berikan kompres hangat pada bagian nyeri Untuk menghilagkan rasa nyeri

Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi Kortikosteroid digunakan untuk mencegah

(steroid oral, IV, dan inhalasi, & analgesik) reaksi alergi/menghambat pengeluaran
histamin dalam inflamasi pernafasan.
Analgesik untuk mengurangi nyeri.

Diagnosa keperawatan : Risiko penularan infeksi ke orang lain berhubungan dengan


kurang pengetahuan tentang infeksi kuman
Tujuan : menurunkan risiko penyebaran infeksi, tidak terjadi komplikasi
Kriteria Hasil : klien mengikuti tindakan yang dianjurkan, tidak terjadi penularan
Intervensi Rasional
Batasi pengunjung sesuai indikasi Menurunkan potensial terpalan pada
penyakit infeksius.
25

Jaga keseimbangan antara istirahat dan Menurunkan konsumsi /kebutuhan


aktifitas keseimbangan O2 dan memperbaiki
pertahanan klien terhadap infeksi,
meningkatkan penyembuhan.

Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin, Mencegah penyebaran pathogen melalui
jika ditutup dengan tisu buang segera cairan
ketempat sampah

Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan


anak usia dibawah 2 tahun. konsumsi umum dan menurunkan tahanan terhadap
vitamin C, A dan mineral seng atau anti infeksi
oksidan jika kondisi tubuh menurun/
asupan makanan berkurang
Kolaborasi : Pemberian obat sesuai hasil Dapat diberikan untuk organisme khusus
kultur yang teridentifikasi dengan kultur dan
sensitifitas atau diberikan secara profilatik
karena resiko tinggi

Diagnosa keperawatan : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi
berlebihan sekunder akibat proses inflamasi
Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif
Kriteria Hasil : frekuensi nafas normal 16-20x/menit, bunyi nafas hilang, kongesti
hilang, jalan nafas bersih.

Intervensi Rasional
Kaji perubahan pola nafas Pola nafas berubah karena ada sumbatan
jalan nafas
Tingkatkan masukan cairan Hidrasi apat membantu mengencerkan

cairan
26

Lakukan inhalasi 2x sehari Dengan menghirup uap dapat


mengencerkan sekresi dan mengurangi
inflamasi mukosa
Anjurkan klien memilih posisi semi fowler Untuk meningkatkan drainase dari sinus

yang terinfeksi
Kolaborasi dalam pemberian pengobatan Untuk mambantu menghilangkan kongesti

sistemik atau topical nasal atau tenggorok

Diagnosa keperawatan : Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan


kehilangan cairan akibat diaphoresis (berkeringat banyak) berkaitan dengan demam
Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria Hasil : intake cairan adekuat (1 tahun : 120-135 ml/hari), tidak terdapat tanda-
0
tanda dehidrasi, suhu normal 36,5-37,5 C
Intervensi Rasional
Anjurkan klien minum 120-135 ml perhari Hal ini dapat memenuhi kebutuhan cairan
selama fase akut kecuali ada kontraindikasi dalam tubuh
Observasi tanda-tanda dehidrasi Dapat mengetahui kekurangan cairan

sedini mungkin
Observasi tanda-tanda vital Kekurangan cairan dapat meningkatkan

suhu tubuh
Kolaborasi dalam pemberian cairan Pemenuhan kebutuhan cairan secara tepat,

intravena bila per oral tidak memungkinkan


27

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada anak-anak
dengan gejala batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut muncul secara
bersamaan. penyebab ISPA yaitu virus, bakteri, alergen spesifik, perubahan cuaca
dan lingkungan, aktifitas, dan asupan gizi yang kurang. Komplikasi ISPA adalah
asma, demam kejang, tuli, syok. Pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan
penbaikan gizi dan peningkatan gizi pada balita penyusunan atau pengaturan menu,
cara pengolahan makanan, variasi menu, perbaikan dan.sanitasi lingkungan,
pemeliharaan kesehatan perorangan.
ISPA merupakan salah satu penyebab utama dari tingginya angka kematian
dan angka kesakitan pada balita dan bayi di Indonesia. Adapun yang termasuk ISPA
adalah influenza, campak, faringitis, trakeitis, bronkhitis akut, brokhiolitis, dan
pneumonia (Yuliastuti, 1992). Berbagai strategi yang dapat dilakukan untuk
pencegahan dan pemberantasan ISPA oleh masyarakat di antaranya adalah
meningkatkan kesadaran akan pentingnya pemberian makanan bergizi, pentingnya
pemberian imunisasi dan kebersihan lingkungan.
4.2 Saran

ISPA merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada anak di negara
berkembang. Oleh karena itu sebagai manusia yaang ingin memiliki tubuh sehat
maka selayaknya kita menjaga kesehatan dan keseimbangan sistem tersebut. Salah
satunya dengan menjaga sanitasi lingkungan. Maka dari itu perawat haruslah
mengetahu tentang ISPA dan penatalaksanaan pada pasien dengan ISPA.
28

DAFTAR PUSTAKA

American Medical Association. (2007). Acute respiratory tract infection guideline


summary. USA: Author.

Catzel, Pincus & Ian robets alih bahasa Yohanes Gunawan. (1990). Kapita Seleta
Pediatri (ed 2). Jakarta: EGC.

Departemen Kesehatan RI. (2002). Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi


Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita.
Jakarta: Author.

Faris. (2010). Infeksi Saluran Pernafasan Atas. Diakses 20 Mei 2012, dari
http://smartpatient.wordpress.com/2010/02/05/infeksi-saluran-napas-akut-
ispa/

Gordon, et al. (2001). Nursing Diagnoses: definition & Classification 2001-2002.


Philadelpia: Mosby.

Hidayat. (2009). Askep ISPA pada Anak. Diakses 12 Mei 2012, dari
http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/24/askep-ispa-pada-anak/

Manurung, Santa. 2009. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pernafasan.


Jakarta: Trans Info Media

Satriya, Benny. (2010). ISPA pada Anak. Diakses 4 Mei 2012, dari http://askep-
benny.blogspot.com/2010/02/infeksi-saluran-pernafasan-akut-ispa.html.

Suriadi, Yuliani R. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: CV Sagung Seto.
29

Vietha. (2009). ASKEP Anak Preschool dengan ISPA. Diakses 12 Mei 2012, dari
http://viethanurse.wordpress.com/2009/02/25/asuhan-keperawatan-anak-
preschool-dengan-ispa/.

Woensel JBM, dkk. (2003). Viral lower respiratory tract infection in infants and
young children. BMJ: 327 : 36-40

nd
Whalley & wong. (1991). Nursing Care of Infant and Children (2 vol). USA: CV.
Mosby-Year book. Inc

Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja. (1997). Beberapa Masalah Perawatan Intensif
Neonatus. Jakarta: Balai penerbit FKUI.

Vous aimerez peut-être aussi