Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Human Immunedeficiency Virus (HIV) tergolong ke dalam kelompok retrovirus dengan materi genetik
dalam asam ribonukleat (RNA), menyebabkan AIDS dapat membinasakan sel T-penolong (T4), yang
memegang peranan utama dalam sistem imun. Sebagai akibatnya, hidup penderita AIDS terancam
infeksi yang tak terkira banyaknya yang sebenarnya tidak berbahaya, jika tidak terinfeksi HIV.
Berdasarkan data statistik, peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS diindonesia begitu cepat. Ternyata
dasar penularan awal epidemi ini disebabkan oleh jarum suntik. Diperkirakan saat ini terdapatlebih dari
1,3 juta penderita HIV/AIDS akibat jarum suntik. Jika terus berlanjut makan diperkirakan tahun 2020
jumlah itu akan meningkat menjadi 2,3 juta orang.
Dan sebagai mahasiswa keperawatan perlu memiliki pengetahuan tentang HIV/AIDS dan
penatalaksanaaannya secara komprehensif. Adapun yang melatarbelakangi penulisan makalah ini selain
tugas kelompok dan juga merupakan materi bahasa mata kuliah KMB . dimana mahasiswa dari setiap
kelompok akan membahas materi, sesuai judul masing-masing yang telah ditugaskan kepada masing-
masing kelompok. Dalam makalah ini akan dibahas tentang Asuhan keperawatan pada pasien HIV/AIDS
yang merupakan penyakit yang menyerang sistem kekebln tubuh manusia, yang dapat memudahkan
atau membuat rentan si penderita terhadap penyakit dari luar maupun dari dalam tubuh. AIDS
merupakan penyakit yang disebabkan oleh Human Immuno deficiency virus HIV.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui konsep dasar HIV / AIDS
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Medis
Pengertian
a. HIV adalah singkatan dari human Immunodeficiency Virus merupakan virus yang dapat
menyebabkan penyakit AIDS. Virus ini menyerang manusia dan menyerang sistem kekebalan (imunitas)
tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan infeksi Yang menyebabkan defisiensi (kekurangan)
sistem imun.
b. Aids adalah singkatan dari Acquired imune deficiency syndrome yaitu menurunnya daya tahan
tubuh terhadap berbagai penyakit karena adanya infeksi virus HIV (human Immunodeficiency virus).
Antibodi HIV positif tidak diidentik dengan AIDS, karena AIDS harus menunjukan adanya satu atau lebih
gejala penyakit skibat defisiensi sistem imun selular.
c. AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus
yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). (Aziz Alimul Hidayat, 2006)
d. AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana mengalami penurunan sistem
imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau kurang ) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV.
(Doenges, 1999)
e. AIDS adalah suatu penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi berat yang menyebabkan
terjadinya infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan kelainan imunolegik. (Price, 2005 : 241)
2. Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama
kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika
ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen
dibandingkan dengan HIV Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV. Transmisi infeksi HIV dan
AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
a. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
b. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
c. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
d. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B menurun,
diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
e. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan
infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang termasuk
kelompok resiko tinggi adalah :
HIV ditularkan dari orang ke orang melalui pertukaran cairan tubuh, termasuk darah, semen cairan,
vagina dan air susu. Urin dan isi saluran cerna tidak dianggap sebagai sumber penularan kecuali apabila
jelas tampak mengandung darah. Air mata, air Iiur, dan keringat mungkin mengandung virus tetapi
jumlahnya diperkirakan terlalu rendah untuk menimbulkan infeksi.
a. Hubungan sosial seperti jabatan tangan, bersentuhan, berciuman biasa, berpelukan, penggunaan
peralatan makan dan minum.
b. Gigitan nyamuk.
Masa inkubasi/masa laten sangat tergantung pada daya tahan tubuh masing-masing orang, rata-rata 5-
10 tahun. Selama masa ini orang tidak memperlihatkan gejala-gejala, walaupun jumlah HIV semakin
bertambah dan sel T4 semakin menururn. Semakin rendah jumlah sel T4, semakin rusak sistem
kekebalan tubuh. Pada waktu sistem kekebalan tubuh sudah dalam keadaan parah, seseorang yang
mengidap HIV/AIDS akan mulai menampakkan gejala-gejala AIDS.
4. Manifestasi Klinis
a. Berat badan turun secara mencolok, biasanya lebih dari 10% dalam waktu 1 bulan
b. Demam lebih dari 38oC, disertai keringat tanpa sebab yang jelas pada malam hari
e. Pembesaran kelenjar getah bening yang menetap, biasanya di sekitar leher dan lipatan paha
f. Gatal-gatal; Herpes kulit; serta Kelainan lain pada kulit, rambut, mata, rongga mulut, alat kelamin
dan lainnya.
Gejala Mayor
Gejala minor
a. Limfadenopati generalisata
b. Kandidiasis oro-faring
d. Batuk parsisten
e. Dermatitis
5. Pemeriksaan Diagnostik
2) Western blot (positif), , dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan
mulut, darah kering, atau urin pasien
4) Kultur HIV(positif; kalaudua kali uji kada secara berturut-turut mendeteksi enzim reverse
transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat)
5) Serologi
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan
diagnosa
8) Sel T limfosit
11) P24 (Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV ) Peningkatan nilai kuantitatif protein
mengidentifikasi progresi infeksi
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
2) CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi terhadap antigen)
c. Riwayat Penyakit
Histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan sekresi, untuk
mengidentifikasi adanya infeksi : parasit, protozoa, jamur, bakteri, viral.
d. Neurologis
e. Tes Lainnya:
1) Sinar X dada
2) Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya komplikasi lain
5) Skan Gallium
6) Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia lainnya.
7) Biopsis
10) Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru
6. Komplikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human
Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan
cacat.
b. Neurologik
1) Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel
saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi
social
4) Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
1) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi.
Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
2) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan
anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
3) Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat
infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides
dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan,gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi
scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal,rasa terbakar, infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
2) Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.
7. Penatalaksanaan Medis
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus
(HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
a. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi
b. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak
terlindungi
c. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human
Immunodeficiency Virus (HIV) nya
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini
menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim
pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3. Sekarang, AZT
tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 >
500 mm3
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus /
memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
1) Didanosine
2) Ribavirin
3) Diedoxycytidine
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus
perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk
menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
f. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi
Human Immunodeficiency Virus (HIV).
8. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan sebelum seseorang terinfeksi HIV. Hal ini diberikan pada seseorang yang
sehat secara fisik dan mental. Pencegahan ini tidak bersifat terapeutik; tidak menggunakan tindakan
yang terapeutik; dan tidak menggunakan identifikasi gejala penyakit. Pencegahan ini meliputi dua hal,
yaitu:
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder berfokus pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) agar tidak mengalami komplikasi
atau kondisi yang lebih buruk. Pencegahan ini dilakukan melalui pembuatan diagnosa dan pemberian
intervensi yang tepat sehingga dapat mengurangi keparahan kondisi dan memungkinkan ODHA tetap
bertahan melawan penyakitnya. Pencegahan sekunder terdiri dari teknik skrining dan pengobatan
penyakit pada tahap dini. Hal ini dilakukan dengan menghindarkan atau menunda keparahan akibat yang
ditimbulkan dari perkembangan penyakit; atau meminimalkan potensi tertularnya penyakit lain.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan ketika seseorang teridentifikasi terinfeksi HIV/AIDS dan mengalami
ketidakmampuan permanen yang tidak dapat disembuhkan. Pencegahan ini terdiri dari cara
meminimalkan akibat penyakit atau ketidakmampuan melalui intervensi yang bertujuan mencegah
komplikasi dan penurunan kesehatan.
Kegiatan pencegahan tersier ditujukan untuk melaksanakan rehabilitasi, dari pada pembuatan diagnosa
dan tindakan penyakit. Perawatan pada tingkat ini ditujukan untuk membantu ODHA mencapai tingkat
fungsi setinggi mungkin, sesuai dengan keterbatasan yang ada akibat HIV/AIDS.Tingkat perawatan ini bisa
disebut juga perawatan preventive, karena di dalamnya terdapat tindak pencegahan terhadap kerusakan
atau penurunan fungsi lebih jauh. Misalnya, dalam merawat seseorang yang terkena HIV/AIDS,
disamping memaksimalkan aktivitas ODHA dalam aktivitas sehari-hari di masyarakat, juga mencegah
terjadinya penularan penyakit lain ke dalam penderita HIV/AIDS; Mengingat seseorang yang terkena
HIV/AIDS mengalami penurunan imunitas dan sangat rentan tertular penyakit lain.
Selain hal-hal tersebut, pendekatan yang dapat digunakan dalam upaya pencegahan penularan infeksi
HIV/AIDS adalah penyuluhan untuk mempertahankan perilaku tidak beresiko. Hal ini bisa dengan
menggunakan prinsip ABCDE yang telah dibakukan secara internasional sebagai cara efektif mencegah
infeksi HIV/AIDS lewat hubungan seksual.
A = abstinensia, tidak melakukan hubungan seks terutama seks berisiko tinggi dan seks pranikah.
B = be faithful, bersikap saling setia dalam hubungan perkawinan atau hubungan tetap.
C = condom, cegah penularan HIV dengan memakai kondom secara benar dan konsisten untuk para
penjaja seksual.
Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antara klien dengan tim kesehatan lain
dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela kepentingan klien dan membantu klien memahami
semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional
maupun professional. Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai nara sumber
dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh
klien. Dalam menjalankan peran sebagai advocat (pembela klien) perawat harus dapat melindungi dan
memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam pelayanan keperawatan.
Selain itu, perawat juga harus dapat mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, hak-hak klien
tersebut antara lain: hak atas informasi; pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan
peraturan yang berlaku di rumah sakit/sarana pelayanan kesehatan tempat klien menjalani perawatan.
b. Peran Perawat sebagai Konselor
Perawat juga dapat melakukan tindakan kolaborasi dengan memberi rujukan untuk konseling psikiatri.
Konseling yang dapat diberikan adalah konseling pra-nikah, konseling pre dan pascates HIV, konseling KB
dan perubahan prilaku. Konseling sebelum tes HIV penting untuk mengurangi beban psikis. Pada
konseling dibahas mengenai risiko penularan HIV, cara tes, interpretasi tes, perjalanan penyakit HIV serta
dukungan yang dapat diperoleh pasien. Konsekuensi dari hasil tes postif maupun negatif disampaikan
dalam sesi konseling. Dengan demikian orang yang akan menjalani testing telah dipersiapkan untuk
menerima hasil apakah hasil tersebut positif atau negatif.
Mengingat beban psikososial yang dirasakan penderita AIDS akibat stigma negatif dan diskriminasi
masyarakat adakalanya sangat berat, perawat perlu mengidentifikasi adakah sistem pendukung yang
tersedia bagi pasien. Perawat juga perlu mendorong kunjungan terbuka (jika memungkinkan), hubungan
telepon dan aktivitas sosial dalam tingkat yang memungkinkan bagi pasien. Partisipasi orang lain, batuan
dari orang terdekat dapat mengurangi perasaan kesepian dan ditolak yang dirasakan oleh pasien.
Perawat juga perlu melakukan pendampingan pada keluarga serta memberikan pendidikan kesehatan
dan pemahaman yang benar mengenai AIDS, sehingga keluarga dapat berespons dan memberi
dukungan bagi penderita.
Aspek spiritual juga merupakan salah satu aspek yang tidak boleh dilupakan perawat. Bagi penderita
yang terinfeksi akibat penyalahgunaan narkoba dan seksual bebas harus disadarkan agar segera
bertaubat dan tidak menyebarkannya kepada orang lain dengan menjaga perilakunya serta
meningkatkan kualitas hidupnya. Bagi seluruh penderita AIDS didorong untuk mendekatkan diri pada
Tuhan, jangan berputus asa atau bahkan berkeinginan untuk bunuh diri dan beri penguatan bahwa
mereka masih dapat hidup dan berguna bagi sesama antara lain dengan membantu upaya pencegahan
penularan HIV/AIDS.
B. Konsep Keperawatan
1. Intervensi
Dx. Resiko Terjadi penularan dan peningkatan angka penderita HIV/AIDS Sehu bungan dengan
Intervensi :
Intervensi:
2. Implementasi
Dx. Resiko Terjadi penularan dan peningkatan angka penderita HIV/AIDS Sehu bungan dengan
Intervensi :
Intervensi:
3. Evaluasi
d. Masyarakat dapat melakukan penyuluhan keberbagai profesi terutama kelompok umur dan profesi
yang beresiko
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem
kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.
2. Etiologi AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1
menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.
3. Cara penularan AIDS yaitu melalui hubungan seksual, melalui darah (tansfuse darah, penggunaan
jarum suntik dan terpapar mukosa yang mengandung AIDS), transmisi dari ibu ke anak yang mengidap
AIDS.
B. Saran
Berdasarkan simpulan di atas, kami mempunyai beberapa saran, diantaranya adalah :
2. Mahasiswa dapat menerapkan asuhan keperawatan komunitas AIDS pada kelompok penderita
AIDS.
DAFTAR PUSTAKA
Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas; Konsep dan Aplikasi. Jakarta : Salemba
Medika
Nursalam. (2001). Proses & Dokumentasi Keperawatan. Konsep dan Praktik. Edisi pertama jilid 1. Jakarta.
Salemba Medika.
Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit .
Jakarta : EGC