Vous êtes sur la page 1sur 14

ASUHAN KEPERAWATAN

Pada Pasien Pasca Operasi Jantung

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah kardiovaskuler 1

Dosen Pengampu :Ns. Dedep Nugraha,M.Kep

Disusun oleh:

Nama:Iin Sekarsari

Nim :S16027

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hapir semua pasien.
Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan bagi pasien. Maka tak heran
jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan
yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala macam prosedur
asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat segala macam
prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Perawat dan bidan mempunyai peranan yang sangat
penting dalam setiap tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah
operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara fisik
maupun psikis. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan yang
dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anestesi,
perawat/bidan) di samping peranan pasien yang kooperatif selama proses perioperatif.
Ada tiga faktor penting yang terkait dalam pembedahan, yaitu penyakit pasien, jenis pembedahan
yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor tersebut faktor pasien merupakan hal yang paling
penting, karena bagi penyakit tersebut tidakan pembedahan adalah hal yang baik/benar. Tetapi bagi
pasien sendiri pembedahan mungkin merupakan hal yang paling mengerikan yang pernah mereka
alami.

B.Rumusan Masalah
1.Apa definisi bedah jantung?
2.Apa saja Klasifikasi Bedah Jantung ?
3.Apa Tujuan Operasi Bedah Jantung ?
4 .Apa resiko Bedah jantung?
5.Bagaimana Perawatan Pasca Bedah?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Bedah jantung adalah Usaha atau operasi yang dikerjakan untuk melakukan koreksi
kelainan anatomi atau fungsi jantung.

B. Klasifikasi
1. Operasi jantung terbuka, yaitu operasi yang dijalankan dengan membuka rongga jantung
dengan memakai bantuan mesin jantung paru (mesin extra corporal).
2. Operasi jantung tertutup, yaitu setiap operasi yang dijalankan tanpa membuka rongga
jantung misalnya ligasi PDA, Shunting aortopulmonal.

C. Tujuan Operasi Bedah Jantung


Operasi jantung dikerjakan dengan tujuan bermacam-macam antara lain :

1. Koreksi total dari kelainan anatomi yang ada, misalnya penutupan ASD, Pateh VSD,
Koreksi Tetralogi Fallot.
2. Transposition Of Great Arteri (TGA). Umumnya tindakan ini dikerjakan terutama pada
anak-anak (pediatrik) yang mempunyai kelainan bawaan.
3. Operasi paliatif, yaitu melakukan operasi sementara untuk tujuan mempersiapkan
operasi yang definitive atau total koreksi karena operasi total belum dapat dikerjakan
saat itu, misalnya shunt aortopulmonal pada TOF, Pulmonal atresia.
4. Repair yaitu operasi yang dikerjakan pada katub jantung yang mengalami insufisiensi.
5. Replacement katup yaitu operasi penggantian katup yang mengalami kerusakan.
6. Bypass koroner yaitu operasi yang dikerjakan untuk mengatasi stenosis/sumbatan arteri
koroner.
7. Pemasangan inplant seperti kawat ‘pace maker’ permanen pada anak-anak dengan blok
total atrioventrikel.
8. Transplantasi jantung yaitu mengganti jantung seseorang yang tidak mungkin
diperbaiki lagi dengan jantung donor dari penderita yang meninggal karena sebab lain.

D. Toleransi dan Perkiraan Resiko Operasi


Toleransi terhadap operasi diperkirakan berdasarkan keadaan umum penderita yang
biasanya ditentukan dengan klasifikasi fungsional dari New York Heart Association.
Klas I : Keluhan dirasakan bila bekerja sangat berat misalnya berlari
Klas II : Keluhan dirasakan bila aktifitas cukup berat misalnya berjalan cepat.
Klas III : Keluhan dirasakan bila aktifitas lebih berat dari pekerjaan sehari-hari.
Klas IV : Keluhan sudah dirasakan pada aktifitas primer seperti untuk makan dan
lain-lain sehingga penderita harus tetap berbaring ditempat tidur.
Waktu terbaik (Timing) untuk melakukan operasi hal ini ditentukan berdasarkan resiko
yang paling kecil.Misalnya umur yang tepat untuk melakukan total koreksi Tetralogi Fallot
adalah pada umur 3 – 4 tahun.
Hal ini yaitu berdasarkan klasifikasi fungsional di mana operasi katub aorta karena suatu
insufisiensi pada klas IV adalah lebih tinggi dibandingkan pada klas III.Hal ini adalah saat
operasi dilakukan.Operasi pintas koroner misalnya bila dilakukan secara darurat resikonya 2x
lebih tinggi bila dilakukan elektif.

E. Perawatan Pasca-bedah
Perawatan pasca bedah dimulai sejak penderita masuk ke ICU.Untuk mengetahui problem
pasca bedah dianjurkan untuk mengetahui problem penderita pra bedah sehingga dapat diantisipasi
dengan baik.Misalnya problem pernapasan, diabetes dan lain-lain.

F. Perawatan Pasca Bedah


1. Perawatan di ICU.
A. Monitoring Hemodinamik.
Setelah penderita pindah di ICU maka serah terima antara perawat yang mengantar
ke ICU dan petugas/perawat ICU yang bertanggung jawab terhadap penderita tersebut
: Dianjurkan setiap penderita satu perawat yang bertanggung jawab menanganinya
selama 24 jam.
Pemantauan yang dikerjakan harus secara sistematis dan mudah :
1) CVP, RAP, LAP.
2) Denyut jantung.
3) Wedge presure dan PAP.
4) Tekanan darah.
5) Curah jantung.
6) Obat-obat inotropik yang digunakan untuk support fungsi jantung dosisnya, rutenya
dan lain-lain.
7) Alat lain yang dipakai untuk membantu seperti IABP, pacuh jantung dll.
B. EKG
Pemantauan EKG setiap saat harus dikerjakan dan dilihat irama dasar jantung dan
adanya kelainan irama jantung seperti AF, VES, blok atrioventrikel
dll. Rekording/pencatatan EKG lengkap minimal 1 kali dalam sehari dan tergantung
dari problem yang dihadapi terutama bila ada perubahan irama dasar jantung yang
membahayakan.
C. Sistem pernapasan
Biasanya penderita dari kamar operasi masih belum sadar dan bahkan diberikan
sedasi sebelum ditransfer ke ICU. Sampai di ICU segera respirator dipasang dan dilihat
:
1) Tube dan ukuran yang diapakai, melalui mulut / hidung.
2) Tidalvolume dan minut volume, RR, FiO2, PEEP.
3) Dilihat aspirat yang keluar dari bronkhus / tube, apakah lendirnya normal,
kehijauan, kental atau berbusa kemerahan sebagai tanda edema paru ; bila perlu
dibuat kultur.
D. Sistem neurologis
Kesadaran dilihat dari/waktu penderita mulai bangun atau masih diberikan obat-
obatan sedatif pelumpuh otot. Bila penderita mulai bangun maka disuruh
menggerakkan ke 4 ektremitasnya.
E. Fungsi ginjal
Dilihat produksi urine tiap jam dan perubahan warna yang terjadi akibat
hemolisis dan lain-lain. Pemerikasaan ureum / kreatinin bila fasilitas memungkinkan
harus dikerjakan.
F. Gula darah
Bila penderita adalah diabet maka kadar gula darah harus dikerjakan tiap 6 jam dan
bila tinggi mungkin memerlukan infus insulin.
G. Laboratorium
Setelah sampai di ICU perlu diperiksa :
1) HB,HT,trombosit.
2) ACT.
3) Analisa gas darah.
4) LFT / Albumin.
5) Ureum, kreatinin, gula darah.
6) Enzim CK dan CKMB untuk penderita bintas koroner.

H. Drain
Drain yang dipasang harus diketahui sehingga perdarahan dari mana mungkin bisa
diketahui. Jumlah drain tiap satuan waktu biasanya tiap jam tetapi bila ada perdarahan
maka observasi di kerjakan tiap ½ jam. Atau tiap ¼ jam. Perdarahan yang terjadi lebih
dari 200 cc untuk penderita dewasa tiap jam dianggap sebagai perdarahan pasca bedah
dan mungkin memerlukan retorakotomi untuk menghentikan perdarahan.
I. Foto thoraks
Pemerikasaan foto thoraks di ICU segera setelah sampai di ICU untuk melihat ke
CVP, Kateter Swan Ganz.Perawatan pasca bedah di ICU harus disesuaikan dengan
problem yang dihadapi seperti komplikasi yang dijumpai.Umumnya bila fungsi
jantung normal, penyapihan terhadap respirator segera dimulai dan begitu juga
ekstratubasi beberapa jam setelah pasca bedah.
J. Fisioterapi.
Fisioterapi harus segera mungkin dikerjakan termasuk penderita dengan
ventilator.Bila sudah ekstubasi fisioterapi penting untuk mencegah retensi sputum
(napas dalam, vibrilasi, postural drinase).
2. Perawatan setelah di ICU / di Ruangan.
Setelah klien keluar dari ICU maka pemantauan terhadap fungsi semua organ terus
dilanjutkan. Biasanya pindah dari ICU adalah pada hari ke dua pasca bedah.Umumnya
pemeriksaan hematologi rutin dan thoraks foto telah dikerjakan termasuk laboratorium
LFT, Enzim CK dan CKMB
Hari ke 3 lihat keadaan dan diperiksa antara lain :
a. Elektrolit thrombosis.
b. Ureum
c. Gula darah.
d. Thoraks foto
e. EKG 12 lead.
Hari ke 4 : lihat keadaan, pemeriksaan atas indikasi.
Hari ke 5 : Hematologi, LFT, Ureum dan bila perlu elektrolit, foto thoraks tegak.
Hari ke 6 - 10 : pemerikasaan atas indikasi, misalnya thrombosis.

3. Obat – obatan
ini biasanya diberikan analgetik karena rasa sakit daerah dada waktu batuk akan
mengganggu pernapasan klien. Obat-obat lain seperti anti hipertensi, anti diabet, dan
vitamin harus sudah dimulai, expectoransia, bronchodilator, juga diperlukan untuk
mengeluarkan sputum yang banyak sampai hari ke 7 atau sampai klien pulang.
4. Perawatan luka
dapat tertutup atau terbuka. Bila ada tanda-tanda infeksi seperti kemerahan dan
bengkak pada luka apalagi dengan tanda-tanda panas, lekositosis, maka luka harus dibuka
jahitannya sehingga nanah yang ada bisa bebas keluar. Kadang-kadang perlu di kompres
dengan antiseptik supaya nanah cepat kering. Bila luka sembuh dengan baik jahitan sudah
dapat di buka pada hari ke delapan atau sembilan pasca bedah. Untuk klien yang gemuk,
diabet kadang-kadang jahitan dipertahankan lebih lama untuk mencegah luka terbuka.
5. Fisioterapi
setelah klien exstubasi maka fisioterapi harus segera dikerjakan untuk mencegah
retensi sputum yang akan menyebabkan problem pernapasan. Mobilisasi di ruangan mulai
dengan duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, berjalan disekitar tempat tidur,
berjalan ke kamar mandi, dan keluar dari ruangan dengan dibimbing oleh fisioterapis atau
oleh perawat.

G. Diagnosa Keperawatan
1. Menurunnya curah jantung berhubungan dengan kehilangan darah dan fungsi jantung
yang terganggu.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan trauma akibat pembedahan dada ekstensi.
3. Nyeri berhubungan dengan trauma operasi.
4. Terjadinya hipertermi berhubungan dengan terjadinya infeksi atau sindrom pasca
perikardiotomi.
H. Proses Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi Rasional

1 Menurunnya curah Setelah dilakukan 1. Observasi TTV 1. Mengetahui


jantung proses keperawatan keadaan umum
berhubungan dengan selama 2x24 jam pasien
kehilangan darah diharapkan curah
dan fungsi jantung jantung pasien 2. perbedaan
yang terganggu. normaluntuk menjaga frekuensi,
gaya hidup yang 2. Raba nadi (radial, kesamaan dan
diinginkan dengan carotid, femoral, keteraturan nadi
KH : dorsalis pedis) catat menunjukkan efek
frekuensi, keteraturan, gangguan curah
K : pasien dan amplitude (penuh/kuat) jantung pada
keluarga pasien dan simetris. Catat sirkulasi
mengetahui apa yang adanya pulsus alternan, sistemik/perifer.
menyebabkan dari nadi bigeminal, atau
menurunnya curah deficit nadi.
jantung.
3. Auskultasi bunyi
A : pasien dan jantung, catat frekuensi,
keluarga pasien bisa irama. Catat adaya
menunjukan denyut jantung ekstra,
bagaimana cara untuk penurunan nadi. 3. disritmia
menjaga curah khusus lebih jelas
jantung tetap stabil. terdeteksi dengan
pendengaran dari
P : pasien dan pada dengan
keluarga pasien bisa palpasi.
mempertahankan Pendenganaran
curah jantung tetap terhadap bunyi
stabil jantung ekstra
atau penurunan
P : - TTV normal : nadi membantu
(TD : 110/70-120/80 mengidentifikasi
mmHg, Suhu: 36,5- disritmia pada
37,50 C, RR: 16-
24 x/mnt, Nadi: 60- pasien tak
100 x/mnt terpantau
4. Pantau keluaran urin
- Tidak ada bunyi 4. untuk
jantung tambahan S3 5. Pantau status mengetahui fungsi
(gallop) dan S4 kardivaskuler setiap ginjal
(murmur) jam sampai stabil
melalui parameter 5. untuk
- keluaran urin hemodinamik mengevaluasi
adekuat efektifitas
pengobatan,
- tidak ada edema banyak parameter
digunakan untuk
- Peralatan pemantau mengevaluasi
hemodinamik 6. Kolaborasi obat anti fungsi
memperlihatkan hasil aritmia kardiovaskuler
normal ( tekanan vena
central (CVP) normal 6. Meringankan
antara 2-8 mmHg atau beban jantung
3-11 cm air, curah
jantung normal antara
3-5L/menit, tekanan
kapiler pulmonal
(PCWP) normal yaitu
6-12 mmHg, indeks
jantung normal 2,5-
3,5 L/mnt/mm2,
tekanan vaskuler
sistemik normal
antara 600-1400
dynes/sec, rerata
tekanan arteri normal
70-100mmHg)

2 Gangguan Setelah dilakukan 1. Observasi TTV 1. Mengetahui


pertukaran gas proses keperawatan keadaan umum
berhubungan dengan selama 1x24 jam pasien
trauma akibat pertukaran gas
pembedahan dada adekuat dengan KH : 2. AGD dan
ekstensi. volume tidal
K : pasien dan 2. Pantau gas darah menunjukan
keluarga pasien volume tidal, tekanan efektifitas
mengetahui penyebab ventilator dan
dari gangguan inspirasi puncak, dan perubahan yang
pertukaran gas parameter ektubasi harus dilakukan
untuk
A : pasien dan memperbaiki
keluarga pasien pertukaran gas
mampu menunjukan
bagaimana cara 3. Sianosis kuku
mengatasi gangguan menunjukkan
pertukaran gas vasokontriksi
3. Observasi warna respon tubuh
P : pasien dan kulit, membran mukosa terhadap
keluarga pasien dan kuku. Catat adanya demam/menggigil
mampu mengatasi sianosis perifer (kuku) namun sianosis
gangguan pertukaran atau sianosis sentral. pada daun telinga,
gas membran mukosa
dan kulit sekitar
P : - TTV normal : mulut
(TD : 110/70-120/80 menunjukkan
mmHg, Suhu: 36,5- hipoksemia
0
37,5 C, RR: 16- sistemik.
24 x/mnt, Nadi: 60-
100 x/mnt 4. Krekel
menunjukan
-AGD normal : (PO2 kongesti paru,
: 80-95 mmHg, penurunan atau
PCO2 : 35-45 mmHg, hilangnya suara
HCOO-3 : 21-26 4. Auskultasi dada nafas menunjukan
mmHg, PH : 7,35- terhadap suara nafas pneumothoraks
7,45, SO2 : 90-
100 mmHg) 5. Membantu
mencegah retensi
- suara nafas vesikuler sekresi dan
athelektasis
- jalan nafas tidak
terganggu 6. Membantu
menjaga jalan
- mukosa dan dasar nafas tetap paten,
kuku berwarna merah 5. Berikan fisioterapi mencegah
muda dadasesuai resep atelectasis dan
memungkinkan
pengembangan
paru.
6. Anjurkan untuk
menarik nafas dalam,
batuk efektif, berpindah
posisi, memakai
spirometer dan
mematuhi terapi nafas.

3 Nyeri berhubungan Setelah dilakukan 1. Observasi TTV. 1. Untuk


dengan trauma proses keperawatan mengetahui
operasi. selama 1x24 jam keadaan umum
diharapkan nyeri pasien.
pasien dapat
berkurang dengan 2. Untuk
KH: 2. Tentukan riwayat mengetahui skala
nyeri misalnya lokasi, nyeri.
K : pasien dan frekuensi, durasi
keluraga pasien
mengetahui penyebab 3. Berikan tindakan
dari nyerinya kenyamanan 3. Meringankan
dasar
(reposisi, gosok nyeri dan
A : pasien dan punggung) dan aktivitas memberikan rasa
keluarga pasien hiburan nyaman.
mampu menunjukan
bagaimana cara 4. penggunaan
menangani nyerinya ketrampilan manajemen
nyeri (teknik relaksasi,
P : pasien dan visualisasi, bimbingan
keluarga pasien imajinasi) musik, 4. Memberikan
mampu mengatasi sentuhan terapeutik rasa nyaman pada
nyerinya saat nyeri.
5. kontrol Kolaborasi :
P : - TTV normal : berikan analgesik sesuai
(TD : 110/70-120/80 indikasi misalnya
mmHg, Suhu: 36,5- Morfin metadon atau
37,50 C, RR: 16- campuran narkotik
24 x/mnt, Nadi: 60-
100 x/mnt
‐ Skala nyeri 5. Untuk
normal (1-3) mempercepat
hilangnya nyeri
‐ Wajah tidak dan untuk
meringai kesakitan penghilang rasa
nyeri.

4 Terjadinya Setelah dilakukan


1. Observasi TTV 1. Untuk
hipertermi proses keperawatan khususnya suhu mengetahui
berhubungan dengan selama x24 jam keadaan umum
terjadinya infeksi pasien dapat pasien
atau sindrom melakukan aktifitas
pascaperikardiotomi. seperti biasa dengan2. 2.
Gunakan teknik steril Menurunkan
KH : saat mengganti balutan kemungkinan
terjadinya infeksi
K : pasien dan 3. Observasi adanya
keluarga pasien gejala sindrom pasca3. Terjadi pada
mengetahui penyebab perikardiotomi : 10% sampai 40%
hipertermi atau demam, malese, efusi pasien setelah
demam pericardium, nyeri bedah jantung
sendi
A : pasien dan
keluarga pasien
4. Ajarkan teknik
mampu menunjukan kompres air hangat
cara mengurangi untuk mengurangi
demam demam

P : pasien dan 5. Kolaborasi pemberian 4. Untuk


keluarga pasien antiradang sesuai resep mengurangi
mampu melakukan demam
pengurangan demam

P : - TTV normal :
(TD : 110/70-120/80
mmHg, Suhu: 36,5-
37,50 C, RR: 16-
5. Untuk
24 x/mnt, Nadi: 60-
menghilangkan
100 x/mnt
gejala peradangan
(mis : demam,
- tidak ada bengkak bengkak, rasa
penuh, kaku atau
- tidak ada kemerahan gatal, dan
kelelahan)
- tidak ada rasa nyeri

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bedah jantung adalah Usaha atau operasi yang dikerjakan untuk melakukan koreksi
kelainan anatomi atau fungsi jantung.
Diagnosa Keperawatan
1. Menurunnya curah jantung berhubungan dengan kehilangan darah dan fungsi jantung
yang terganggu.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan trauma akibat pembedahan dada ekstensi.
3. Nyeri berhubungan dengan trauma operasi.
4. Terjadinya hipertermi berhubungan dengan terjadinya infeksi atau sindrom pasca
perikardiotomi.
Perawatan pasCA bedah :
1. Perawatan iCU
2. Perawatan setelah iCu/diruangan
3. Obat obatan
4. Perawtan luka
5. fisioterapi

B. Saran
1. Kepada mahasiwa bisa dijadikan referensi untuk menyusun asuham keprawatan
2. Untuk tenaga kesehatan bisa dijadikan ilmu untuk melakukan tindakan
DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.


Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005. Kiat Sukses menghadapi Operasi. Sahabat
Setia : Yogyakarta.
Effendy, Christantie. 2002. Handout Kuliah Keperawatan Medikal Bedah : Preoperatif Nursing,
Tidak dipublikasikan : Yogyakarta.
Shodiq, Abror. 2004. Operating Room, Instalasi Bedah Sentral RS dr. Sardjito
Yogyakarta, Tidak dipublikasikan : Yogyakarta.
Sjamsulhidayat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. EGC : Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah :
Brunner Suddarth, Vol. 1. EGC : Jakarta.

Vous aimerez peut-être aussi