Vous êtes sur la page 1sur 20

Analisis risiko dan ketidakpastian limpasan pada bendungan.

Studi
kasus: Bendungan Doroudzan, Iran

Abstrak
Sekarang ini banyak penelitian yang dikembangkan untuk menilai tingkat keamanan bendungan
yang ada dengan menggunakan metode matematika dan statistik. Dalam penelitian ini, lokasi
penelitian adalah Waduk Doroudzan yang terletak di bagian selatan Iran. Tujuan utama dari
analisis limpasan bendungan adalah memperkirakan ketinggian air pada bendungan kemudian
membandingkan hasil analisis komputer dengan elevasi puncak bendungan. Untuk itu, langkah-
langkah utama dari penelitian ini adalah menganalisis data banjir tahunan untuk memperkirakan
debit puncak di berbagai periode, selanjutnya dapat menghasilkan hidrograf berdasarkan perkiraan
debit puncak dan data hidrograf pada bendungan untuk menghitung ketinggian maksimum air di
bendungan. Dalam penelitian ini, koefisien limpasan spillway, kuantil pada debit puncak, dan
ketinggian permukaan air merupakan subjek ketidakpastian, kemudian simulasi Monte-Carlo
(MCS) dan Hypercube Latin sampling (LHS) digunakan untuk melakukan analisis ketidakpastian.
Sebagai tambahan, pengaruh dari perbedaan kecepatan angin memungkinkan terjadinya limpasan.
Hasil pecobaan menunjukkan bahwa ketinggian air dan kecepatan angin yang meningkat memiliki
dampak yang signifikan terhadap risiko melimpas.

1. Pendahuluan
Konsep sebuah analisis risiko memiliki sejarah yang panjang dan menjadi aspek utama dalam
kehidupan manusia. Pengaplikasian analisis risiko dan keamanan telah dikembangkan secara
bersamaan dengan memperluas berbagai aspek teknologi di semua cabang ilmu, termasuk teknik
dan lingkungan. Tujuan utama dari analisis risiko dan keselamatan adalah untuk mengidentifikasi
ancaman dari sistem yang ada dan memprediksi kemungkinan kedepan untuk memberikan ide
terbaik dalam mengambil keputusan. Dengan kata lain, analisis risiko tidak hanya memberikan
dukungan secara kuantitatif, tetapi juga membantu menemukan pilihan yang paling efektif dalam
mengambil keputusan. Contohnya, insinyur tidak akan pernah bisa mendesain sistem yang hebat
seperti jembatan, bendungan, sistem saluran pembuangan, dan sebagainya, tanpa beberapa bentuk
analisis risiko.
Cara yang efisien untuk mengelola sumber daya air adalah pembangunan bendungan untuk
menyimpan air dan mendistribusikannya pada saat yang tepat. Bendungan memiliki peran penting
dalam rekayasa sumber daya air dimana desain, konstruksi dan pemeliharaan yang baik sangat
berpengaruh untuk memenuhi pasokan air dan meminimalkan risiko kekurangan air. Desain yang
baik pada spillway dan bangunan kapasitas pengendalian banjir dapat memberikan keamanan pada
bendungan dan mencegah permasalahan yang tidak diinginkan seperti limpasan. Desain banjir
pada bendungan biasanya dihitung berdasarkan analisis frekuensi banjir pada debit puncak
menggunakan hidrograf banjir yang melalui bendungan sehingga dapat menentukan kapasitas
debit pada pintu pelimpah. Akan tetapi, limpasan pada bendungan masih bisa terjadi dan masalah
ini terdiri atas sepertiga dari semua kegagalan yang tidak bias di kendalikan (ICOLD, 1973).
Secara mendasar, pendekatan dalam mendesain bendungan difokuskan pada analisis deterministik
(peristiwa ekstream) seperti Probable Maximum Flood (PMF). PMF dihitung berdasarkan
Probable Maximum Precipitation (PMP) yang merupakan tingkat curah hujan terbesar untuk
jangka waktu tertentu dan digunakan untuk memprediksi volume banjir terbesar di lokasi
bendungan. PMF menganggap resiko kegagalan bendungan adalah nol sehingga aman untuk
kawasan dan populasi di hilir. Namun, PMF memiliki dua kekurangan yang seharusnya
dipertimbangan oleh insinyur bendungan yakni, variasi PMF dari waktu ke waktu hanya melihat
pada perubahan cuaca, dan kurangnya keseimbangan antara biaya, manfaat, dan resiko kegagalan
bendungan (Stedinger et al, 1996). Dengan meningkatkan model matematik dan statistik,
meningkatkan kemampuan program komputer, dan kemudahan mendapat banyak rekaman data
dalam periode yang panjang, sekarang saatnya untuk berpindah dari metode desain teknik secara
deterministik ke model probabilistik yang mempertimbangkan aspek ketidakpastian lebih tinggi
dalam variable dan permodelannya. Sudut pandang probabilistik membantu insinyur
menghasilkan distribusi data atau prediksi kinerja dengan kemungkinan-kemungkinan terkait yang
akan terjadi.
Dahulu, beberapa studi dilakukan untuk mempertimbangkan analisis resiko dan keandalan dalam
keamanan bendungan. Wood (1977) mengevaluasi resiko limpasan pada tanggul bendungan
dengan menerapkan pendekatan transformasi integral. Cheng, dkk (1982) mengevaluasi resiko
limpasan dengan menerapkan berbagai metode yakni, metode Integrasi langsung, simulasi Monte
Carlo, Mean Value First-Order Second-Moment (MFOSM), dan Advance First-Order Second-
Moment (AFOSM) kemudian membandingan metode yang satu dengan yang lainnya. The
Committee on The Safety of Existing Dams (1983) menyajikan indeks resiko kegagalan limpasan
dan struktur, lalu berdiskusi mengenai konsep desain berbasis resiko dalam rekayasa sistem
keairan. Singh dan Snorrason (1982, 1984) mempelajari mengenai sejarah kegagalan limpasan
bendungan dari berbagai bendungan-bendungan yang ada di dunia dan menemukan korelasi kuat
antara lebar limpasan dan ketinggian bendungan. Bowles (2001) mempelajari tentang konsep
rekayasa keairan mengenai resiko yang dapat di toleransi dan memberikan beberapa contoh untuk
kriteria resiko yang dapat ditoleransi agar bendungan tetap aman. Yanmaz dan Beser (2004)
menerapkan analisis frekuensi banjir dua variable untuk memperkirakan resiko limpasan pada
bendungan. Wang dan Bowles (2005) mempelajari lokasi limpasan yang berbeda dari sebuah
bendungan urugan tanah yang disebabkan oleh gelombang limpasan. Hasil penelitian mereka
menunjukan bahwa arah dan kecepatan angin memiliki efek di lokasi limpasan. Kwon dan moon
(2006) memperkenalkan tiga inovasi dalam meningkatkan penanganan resiko limpasan pada
bendungan berdasarkan konsep stokastik. Inovasi mereka yakni, metode estimasi kepadatan
probabilitas non-parametrik untuk variable yang dipilih, menerapkan sampling Hypercube Latin
untuk meningkatkan efisiensi dalam simulasi Monte Carlo, dan teknik sampling ulang Bootstrap
untuk menentukan ketinggian permukaan awal air di bendungan. Marengo (2006) mempelajari
kemungkinan limpasan selama pembangunan bendungan dengan berfokus pada elevasi
permukaan air hulu pada kondisi banjir. Kuo, dkk (2007) memberikan prosedur dan penerapan
analisis resiko dan keandalan Bendungan fietsui dengan mempertimbangkan lima aspek metode
analisis ketidakpastian (MFOSM, RPEM, HPEM, LHS, dan MCS) dan ketinggian air pada empat
kondisi awal dalam lima periode. Li dan Zhao (2010) memperkenalkan metode keandalan yang
bergantung pada waktu untuk memprediksi resiko kegagalan bendungan karena meningkatnya
efek gelombang sehingga mengurangi kapasitas struktur. Dalam penelitian lain, Goodarzi, dkk
(2012) menyajikan penerapan resiko dan analisis ketidakpastian terhadap gelombang limpasan
berdasarkan analisis frekuensi banjir Univariant dan Bivariant dengan menerapkan distribusi
logistik Gumble.
Dalam penelitian ini, analisis resiko dan ketidakpastian limpasan didasarkan pada analisis variable
banjir dan frekuensi kecepatan angin yang ada. Faktor-faktor ketidakpastian yakni koefisien
limpasan spillway, quantile pada debit puncak, dan kondisi ketinggian permukaan air. Monte-
Carlo simulation (MCS) dan Latin hypercube sampling (LHS) adalah dua metode sampling efektif
yang digunakan untuk melakukan analisis ketidakpastian dalam penelitian ini. Selain itu, pengaruh
perbedaan kecepatan angin dalam analisis resiko limpasan, termasuk faktor yang penting seperti
yang ada pada literatur, hal tersebut juga dipertimbangkan dalam penelitian ini

2. Permodelan Banjir
Tujuan utama dari analisis limpasan adalah memperkirakan ketinggian air pada bendungan dan
kecepatan angin, kemudian membandingkan hasil analisis dengan elevasi dipuncak bendung.
Persamaan yang sering digunakan dalam permodelan banjir pada rekayasa bendungan adalah:

Dimana Qin adalah debit yang masuk pada bendungan (m3/s), Qout adalah debit yang keluar dari
bendungan (m3/s), s adalah volume penyimpanan (m3), t adalah waktu (s). Bentuk penerapan
routing bendungan :

Dimana Qint dan Qint+1 adalah aliran yang masuk kedalam bendungan (m3/s), Qout dan Qout+1 adalah
aliran yang keluar dari bendungan (m3/s), St dan St+1 adalah volume penyimpanan (m3) pada t dan
t+1 masing-masing, ∆t adalah interval waktu (s).
Ketinggian air maksimum pada bendungan dapat diperkirakan menggunakan persamaan nomer 2.
Interval waktu (∆t) ditentukan berdasarkan panjang routing bendungan dan output akan meningkat
seiring penurunan ∆t. Dalam penelitian ini, interval waktu yang digunakan adalah 30 menit untuk
mengurangi ketidakpastian karena kemungkinan tingkat air tertinggi yang mungkin terjadi antara
t dan t+1. Runge-Kutta pada urutan keempat digunakan untuk menyelesaikan routing bendungan
pada investigasi ini.
3. Permodelan Angin
Angin berhembus bebas pada permukaan air di bendungan dan menghasilkan gelombang.
Ketinggian gelombang yang dihasilkan dipengaruhi oleh durasi angin, kecepatan angin,
kedalaman air pada bendungan, dan panjang dari permukaan air dimana angin berhembus. Ketika
angin berhembus diatas permukaan air, hal itu memberikan tekanan horizontal pada permukaan
air dan menyebabkan tumpukan air diatas air pada bendungan. Jika ketinggian air sangat dekat
dengan pucak bendungan, akan terbentuk gelombang dan meningkatkan kemungkinan melimpas.
Dalam kasus ini, susunan angin dan limpasan gelombang menjadi faktor yang digunakan dalam
evaluasi efek dari kecepatan angin pada elevasi permukaan air di bendungan. Oleh karena itu, ada
persyaratan antara angin pada periode kembali (Tw) dan kecepatan angin pada periode kembali
(VTw) untuk menghitung susunan angin, limpasan gelombang, dan ketingian total air pada
bendungan. Ketika angin menghantam bagian tepi, susunan akan terbentuk dan itu menyebabkan
rata-rata ketinggian air naik, dan tetap tinggi dibanding saat ketinggian normal. Fenomena ini
disebut susunan angin. USBR (1992) memberikan persamaan untuk menghitung susunan angin :

Dimana Ys (m) adalah kenaikan muka air akibat angin, F adalah panjang area yang terkena efek
angin (km), V adalah kecepatan angin diatas permukaan air (km/jam), dan D (m) adalah kedalaman
air rata-rata pada area yang terkena efek angin. Disisi lain, jika gelombang mengenai struktur
bendungan, seperti ketika gelombang menghantam dinding bendungan, maka energi dari
gelombang akan hilang dan terjadi turbulensi, kemudian sisa energi akan bergerak ke lereng hulu
bendungan. Oleh karena itu, limpasan gelombang didefinisikan sebagai perbedaan secara vertikal
antara ketinggian air tertinggi yang terjadi karena limpasan pada bendungan dan ketinggian air
pada kaki lereng. Berdasarkan pada ketinggian run-up, dapat ditentukan apakah terjadi limpasan
atau tidak. Parameter ini adalah fungsi dari karakteristik yang terukur dari gelombang, termasuk
ketinggian gelombang (Hs), panjang gelombang (L), kemiringan badan bendungan (θ), kekerasan,
dan permeabilitas dari tubuh bendungan. Hughes (2004) memberikan sebuah persamaan, yang
didasarkan pada fluktuasi momen gelombang sebagai berikut :

Dimana YR adalah maksimum gelombang regular (m), H0 adalah kedalaman air dari dasar ke
ketinggian air saat ini (m), Mf adalah kedalaman fluktuasi momen gelombang terintegrasi per
satuan lebar, ρ adalah kerapatan air (Kg/m3), dan θ adalah kemiringan tanggul. Hughes (2004)
juga memberikan hubungan empiris untuk memperkirakan fluktuasi momentum sebagai berikut :
Dimana A0 = 0.6392 (H / H0)2.0256, A1 = 0.1804 (H / H0)-0.391, dan H adalah ketinggian gelombang
yang dinyatakan dalam meter (Wang&Bowles, 2005). Ketinggian gelombang signifikan (Hs),
merupakan rata-rata tertinggi dari sepertiga kelompok gelombang dalam spektrum tertentu, dapat
dihitung dengan persamaan berikut (USBR,1992) :

Dimana V adalah kecepatan angin diatas permukaan air (km/jam) dan F adalah panjang area yang
terkena angin (km). Jadi, total tinggi gelombang (Hw) merupakan integrasi dari susunan angin dan
run-up gelombang pada bendungan dapat dihitung sebagai berikut :

4. Permodelan Risiko
Kegagalan system terjadi ketika system gagal menjalankan fungsinya secara objektif dan tidak
memenuhi persyaratan. Dengan kata lain, reabilitas atau kemungkinan tidak gagal didefinisikan
sebagai kemampuan system untuk memenuhi fungsinya dan biasanya diukur dengan mempelajari
interaksi beban (L) dan resistensi (R) berdasarkan analisis probabilitas. Ketika sebuah system
dapat bekerja, itu artinya ketahanan system melebihi beban, sedangkan jika beban melebihi
resistensi, maka sistem tidak dapat bekerja. Mengidentifikasi beban dan resistensi adalah hal
medasar dalam analisis resiko dan itu cenderung terjadi pada jenis struktur hidrolik dan
permasalahan fisika. Secara matematis, keandalan system (Ps) didefinisikan sebagai (Tung et al.
2005):

Dimana Ps adalah kemungkinan kegagalan. Analisis resiko juga dapat dicari menggunakan (Singh
et al. 2007):

Dimana Z adalah fungsi kinerja, Fungsi kinerja utama yang biasanya digunakan dalam rekayasa
system keairan adalah Z = R – L, Z = (R / L) - 1, dan Z = ln (R / L). Dari persamaan diatas, system
akan aman jika Z > 0, bilamana Z < 0 sistem tidak aman dan kegagalan akan terjadi, dan jika
kondisi Z = 0 itu disebut batas fungsi system atau menuju kegagalan.
5. Analisis Ketidakpastian
Alam memiliki variabilitas yang sangat besar, tapi informasi yang tersedia untuk mengukur
variabilitas ini biasanya terbatas. Karenanya, perencanaan, desain, operasi, manajemen sipil dan
rekayasa lingkungan sangat dipengaruhi oleh hal tak teduga dari peristiwa alam yang tidak pasti
dan mengarah ke kinerja sistem. Beberapa bagian dari system rekayasa keairan terkait dengan
berbagai jenis ketidakpastian, oleh karenanya sangat sulit untuk menilai perilaku sistem dengan
kepastian yang jelas. Satu masalah mengenai perbedaan variable ketidakpastian dalam hal
komplek dan model yang tidak segaris adalah menurunkan PDF dari variable ketidakpastian dan
menentukan momen statistik yang tepat atau distribusi kemungkinan dari model output. Selain itu,
banyak analisis di dunia didasarkan pada data historis yang tercatat, sementara biasanya catatan
historis tidak cukup panjang dan tidak mencakup semua jenis kegagalan. Oleh karena itu, sampling
digunakan sebagai metode untuk mendapat hasil dengan akurasi yang tepat. Sampling dapat
didefinisikan sebagai prosedur memilih individu dari suatu populasi tertentu untuk mengevaluasi
karakteristik dari populasi tersebut. Dengan kata lain, pengguanaan samping dari populasi adalah
tepat dan dapat membantu insinyur untuk meningkatkan kualitas data serta mengemat waktu dan
biaya. Hasil perkiraan dapat dianalisis secara statistik untuk memprediksi perilaku dari sistem dan
mengukur resiko limpasan lebih tepat. Seperti, keakuratan metode pengambilan sampel sangat
tergantung pada ukuran sampel, sampel yang besar (20.000 untuk MCS dan 10.000 untuk LHS)
dipertimbangkan dalam penelitian ini untuk meningkatkan ketepatan perhitungan. Sebagai contoh
sampel Hypercube Latin dapat bersatu dengan sampel yang lebih kecil, ukuran sampelnya
dianggap setengah dari teknik MCS.

5.1 Teknik Sampling (MCS dan LHS)


Simulasi Monte Carlo, sebagai salah satu metode numerik yang paling dikenal dan banyak
digunakan, yakni simulasi numerik dengan mereplikasi variable stokastik berdasarkan distribusi
statistik tertentu. Bagian dasar dari metode ini adalah iterasi dan generasi variable acak dari rentang
tertentu. Dengan kata lain, itu adalah simulasi numerik yang mereplikasi stokastik dalam variable
yang acak dari bagian-bagian distribusi kemungkinan ke proses model yang diinginkan. Untuk
mendapatkan angka yang acak berdasarkan simulasi monte carlo, menganggap X sebagai variable
bebas dan Fx(X) sebagai distribusi fungsi komulatifnya, fungsi invers dari setiap nilai u ~ u (0,1)
dapat ditulis sebagai :

Dimana Fx-1 adalah fungsi invers dan u memiliki distribusi yang seragam pada (0,1). Perlu dicatat
bahwa distribusi probabilitas secara continue dalam rekayasa sistem keairan adalah tren yang
sangat ketat untuk semua variable bebas X dan dengan demikian ada hubungan yang unik antara
Fx(x) dan u, dimana u = Fx(X). Untuk mendapatkan variable m secara acak menggunakan metode
CDF-invers, digunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Gambarlah varian acak yang seragam sebagai u ~ u (0,1) (angka acak)
2. Cari x dimana x = Fx-1 (u)
Namun ada dua kendala utama pada simulasi Monte Carlo, yakni membutuhkan perhitungan yang
besar untuk menghasilkan nilai acak dan keakuratan hasil sangat tergantung pada jumlah iterasi.
Meskipun akurasi simulasi monte carlo sangat tergantung pada jumlah iterasi, menerapkan metode
ini lebih mudah karena kemajuan teknologi komputer. Program computer digunakan untuk
menghasilkan variable acak yang berbeda mengenai distribusi kemungkinan yang ditentukan
untuk variable input kemudian menghitung ulang model berulang kali untuk mensimulasikan
semua hasil yang mungkin.
Dengan meningkatkan ukuran sample berdasarkan metode sampling dapat mengurangi kesalahan
sampling, sementara proses simulasi dan kinerja komputer untuk menghasilkan variasi acak akan
meningkat. Atas dasar ini, ada beberapa teknik pengurangan varians untuk meningkatkan
ketepatan hasil simulasi Monte Carlo tanpa perlu meningkatkan ukuran sampel (Tung et all. 2005).
Beberapa metode reduksi varians yang paling penting adalah teknik antitetik-variate, variate
control, teknik sampling penting, Latin Hypercube Sampling (LHS), sampling korelasi, dan teknik
sampling bertingkat. LHS adalah salah satu teknik pengurangan varians yang bisa meningkatkan
efisiensi statistik parameter output. Ini adalah metode yang sering digunakan untuk menjalankan
simulasi Monte Carlo untuk mencapai distribusi acak secara akurat. Dalam metode ini, kisaran
masing-masing variable dibagi menjadi interval yang tidak tumpang tindih dengan probabilitas
yang sama 1/m. Kemudian sebuah varian acak dipilih dari setiap rentang yang berkaitan dengan
distribusi kemungkinan yang di inginkan (Singh et all. 2007). Alogaritma sederhana dan utama
untuk menerapkan metode LHS adalah :
1. Bagilah rentang variable input
2. Cari nilai M yang seragam pada nomor acak dari U(0,1/M)
3. Lakukan permutasi acak
4. Tentukan variasi acak (xi,j) dengan menerapkan persamaan berikut :

Dimana ri,j dan pi,j adalah bilangan acak dan permutasi acak (Kwoon dan Moon, 2006).
Berdasarkan metode LHS, dihasilkan variate secara acak yang ditempatkan dalam interval terpisah
dengan kemungkinan 1/m. Sebagai contoh pada Gambar 1 menunjukan jarak setiap variabel m =
5 interval yang tidak tumpang tindih dengan kemungkinan dari 1/5 = 0.2. Disisi lain, penentuan
variate acak dari teknik Monte Carlo (MC) adalah distribusi secara acak dan itu bisa lebih dari satu
variate acak atau tidak ada variate acak yang ditempatkan di daerah probabilitas yang sama.
Gambar 2 mengilustrasikan perbedaan utama antara teknik MCS dan LHS. Seperti yang bisa
dilihat pada gambar, dengan metode sampling LHS setiap baris dan kolom diisi oleh lingkaran
hitam yang menunjukan penentuan variasi acak. Akan tetapi berdasarkan metode MCS, beberapa
baris dan kolom tidak mengandung lingkaran hitam dan beberapa baris dan kolom diisi lebih dari
satu variate acak.

Gambar 1. Area probabilitas m = 5 dengan persamaan probabilitas pada 1/5

6. Studi Kasus

6.1. Bendungan Doroudzan

Bendungan Doroudzan adalah salah satu bendungan terpenting di wilayah selatan Iran. Studi dan
penyelidikan awal bendungan itu dilakukan pada tahun 1963−1966 dan pembangunan bendungan
dimulai dan selesai masing-masing pada tahun 1970 dan 1974. Cekungan dari bendungan
serbaguna berbasis earth-fill ini terletak di dekat barat laut Shiraz di Sungai Kor dan di daerah
tangkapan Danau Bakhtegan. Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Kor adalah antara
30º08`−32º00` LU dan 51º43`−52º54` BT. Ketinggian titik tertinggi DAS adalah 3.749 m dari rata-
rata permukaan laut dan terletak di sebelah barat laut DAS. Total volume dan dead storage
bendungan masing-masing adalah 993 dan 133 (106 m3). Informasi dasar teknis Bendungan
Doroudzan, pandangan skematik tentang bendungan, dan cekungannya ditunjukkan masing-
masing pada Tabel 1 dan Gambar 3.
Gambar 2. Varian acak yang dihasilkan berdasarkan metode MCS dan LHS

Tabel 1. Karakteristik Fisik Waduk Doroudzan

Tipe Earth-fill
Tinggi 57 (m)
Panjang tepian 710 (m)
Lebar tepian 10 (m)
Volume isi 4.8 (106 m3)
Volume 993 (106 m3)
Dead storage 133 (106 m3)
Tipe spillway (limpahan) Ojee spillway

Bendungan ini merupakan sumber utama penyediaan air untuk 112.000 ha lahan pertanian,
kebutuhan domestik-industri, dan kebutuhan pembangkit listrik untuk Shiraz, ibu kota Provinsi
Fars, serta Marvdasht dan Zarghan sebagai dua kota utama lainnya di Provinsi Fars. Selain itu, jika
ada masalah dengan Bendungan Doroudzan pasti akan membenamkan dua situs warisan berharga
yang terletak di hilir bendungan, yaitu monumen Pasargadae dan Persepolis yang telah ada sejak
tahun 515 SM.

Semua data arus masuk, penyimpanan waduk, evaporasi/penguapan, dan pelepasan dari tahun
1975 hingga 2008 telah dikumpulkan oleh tim pengumpulan data Kementerian Pusat Data Energi
berbasis daratan/permukaan. Anggota tim mengumpulkan semua data meteorologi yang tersedia
termasuk arus masuk, ketinggian air, curah hujan, suhu, dll. untuk masing-masing pos di sepanjang
Sungai Kor, dan data yang direkam dikumpulkan dalam Microsoft Excel untuk penjaminan
kualitas data dan kontrol kualitas.

6.2. Tes Outlier

Pada langkah pertama penelitian ini, dilakukan tes outlier selama 34 tahun (1975−2008) pelepasan
maksimum tahunan untuk penentuan data yang berangkat dari garis tren (tren line). Tanpa tes
outlier, titik data tidak akan mengikuti tren populasi yang diasumsikan terlepas dari distribusi
probabilitas. Data yang berangkat dari garis tren terjadi di kedua ujung atas dan bawah, masing-
masing disebut outlier tinggi dan rendah. Dalam penelitian ini, analisis outlier (outlier tinggi dan
rendah) diimplementasikan menggunakan pendekatan Bulletin 17B (McCuen, 2005). Menurut
hasil tes ini, terdapat low event data dan harus dihilangkan dari seri banjir maksimum tahunan.
Karena itu, banyaknya data yang terekam dikurangi menjadi 33.

6.3. Analisis Frekuensi Banjir

Distribusi statistik yang berbeda disesuaikan dengan data banjir maksimum tahunan untuk
memperkirakan arus puncak di berbagai return period. Distribusi yang dicocokkan dengan
maksimum pelepasan tahunan pada tingkat signifikansi 0,05 adalah; Gumbel Max, General
Extreme Value (GEV), Gamma, Log-Gamma, Log-Logistic, Log-normal, Normal, dan Pearson 5
(3P). Kemudian, tes goodness-of-fit diterapkan untuk pemilihan distribusi terbaik berdasarkan uji
Chi Square (Tabel 2).

Meski hasil tes menunjukkan bahwa semua distribusi yang telah ditentukan dapat dipilih untuk
data banjir tercatat, distribusi GEV lebih cocok dari yang lain dan dipilih untuk memprediksi debit
puncak dalam return period berbeda. Selanjutnya, rata-rata dan standar deviasi dari perkiraan debit
puncak untuk return period yang diinginkan dihitung berdasarkan analisis frekuensi dan hasilnya
disajikan di Tabel 3.

Tabel 2. Uji Goodness-of-fit Banjir Tahunan Maksimum.

Distribusi Chi Square


Probabilitas Nilai Statistik Nilai Tabel Keterangan
Gumbel Max 0.318 9.487 Ok
GEV 0.288 9.487 Ok
Gamma 0.322 11.07 Ok
Log-Gamma 2.132 9.487 Ok
Log-Logistic 1.441 9.487 Ok
Log-normal 0.415 7.814 Ok
Normal 4.938 9.487 Ok
Pearson 5 (3P) 3.618 9.487 Ok

Gambar 3. Tampilan Skematik Bendungan Doroudzan dan Cekungannya.


Tabel 3. Rata-rata dan standar deviasi debit puncak di berbagai return period

T-tahun 2-Thn 10-Thn 20-Thn 50-Thn 100-Thn


µ1 524.191 755.388 871.876 1048.4 1201.14
σ1 21.56 52.74 78.83 126.3 173.85

6.4. Analisis Frekuensi Angin

Ada dua arah utama untuk kecepatan angin di Bendungan Doroudzan, yaitu arah barat daya dan
barat. Karena kecepatan angin barat lebih tinggi dari barat daya, dan arahnya bersama dengan
panjang fetch (Gambar 4), data angin barat telah digunakan dalam penelitian ini untuk evaluasi
susunan angin dan persiapan gelombang di penampungan bendungan. Distribusi statistik yang
berbeda dicocokkan dengan kecepatan angin maksimum tahunan selama 34 tahun (1975−2008)
untuk memperkirakan kecepatan maksimum dalam beberapa return period. Dalam hal ini,
distribusi berikut digunakan pada tingkat signifikansi 0,05; Gumbel max, General Extreme Value
(GEV), Gamma, Log-Gamma, Gamma 3P, Weibull, Weibull 3P, Log-normal 3P, Normal, Pearson
5 (3P). Uji goodness-of-fit diterapkan untuk menemukan distribusi terbaik oleh menggunakan uji
Chi Square dan hasilnya disajikan pada Tabel 4.

Berdasarkan uji goodness-of-fit, General Extreme Value (GEV), Gumbel Max, Log-Pearson, dan
distribusi lainnya yang digunakan dapat dipertimbangkan untuk analisis frekuensi angin. Dalam
studi ini, distribusi GEV dipilih dan kecepatan angin dan durasi minimum untuk mencapai tinggi
gelombang maksimum dihitung dalam 2, 10, 20, 50, dan 100 tahun return period dan hasilnya
disajikan pada Tabel 5

6.5. Karakteristik Statistik Variabel Tidak Pasti

Variabel berikut tunduk pada ketidakpastian dalam penelitian ini:

1. Banjir puncak di berbagai return period, (I): alasan utama untuk mempertimbangkan banjir
puncak sebagai variabel tidak pasti adalah kesalahan dalam pencatatan data, kurangnya data,
dan arus masuk lateral ke dalam waduk. Nilai untuk rata-rata dan standar deviasi banjir puncak
disajikan pada Tabel 3. Penting untuk dicatat bahwa perkiraan debit puncak berdasarkan
distribusi GEV telah digunakan untuk menghasilkan hidrograf inflow, kemudian hidrograf yang
dihasilkan dialirkan ke dalam waduk untuk menghitung tinggi air maksimum.
2. Level air awal, (H0); kedalaman rata-rata air di waduk dihitung berdasarkan pengamatan dan
pencatatan ketinggian air selama 33 tahun (1975−2008). Rata-rata dan standar deviasi
kedalaman air masing-masing adalah 43,16 (m) dan 1,63 (m). Selain itu, enam kedalaman
lainnya (dengan peningkatan 1,5 m) telah diasumsikan sebagai kedalaman awal untuk
mempertimbangkan efek perubahan kedalaman air awal pada probabilitas limpasan
(overtopping). Kedalaman yang dipertimbangkan tersebut adalah 43,16; 44,66; 46,16; 47,66;
49,16; 50,66; dan 52,16 m.
3. Koefisien debit pelimpah (C). Rata-rata dan standar deviasinya telah diasumsikan masing-
masing senilai 2,05 dan 0,069.Spesifikasi parameter input seperti mean (µ), standar deviasi
(σ), dan fungsi distribusi probabilitas (PDF) yang telah dicocokkan pada data tidak pasti
secara acak disajikan pada Tabel 6.

Gambar 4. Kenaikan angin di Cekungan Doroudzan.

Tabel 4. Uji goodness-of-fit untuk kecepatan angin tahunan maksimum.

Distribusi Chi Square


Probabilitas Nilai Statistik Nilai Tabel Keterangan
Gumbel Max 0.611 7.814 Ok
GEV 0.254 7.814 Ok
Gamma 0.820 7.814 Ok
Log-Gamma 0.627 9.487 Ok
Gamma (3P) 0.376 9.487 Ok
Weibull 1.176 7.814 Ok
Weibull (3P) 1.266 7.814 Ok
Log-normal (3P) 0.464 9.487 Ok
Normal 1.192 7.814 Ok
Pearson 5 (3P) 0.560 9.487 Ok
Tabel 5. Nilai kecepatan angin dan durasi minimum untuk mencapai tinggi gelombang
maksimum.

T-tahun CDF V (km/jam) Tmin (jam)


2 0.500 53.05 0.24
10 0.900 66.66 0.22
20 0.950 71.61 0.21
50 0.980 77.83 0.20
100 0.990 82.35 0.20

7. Model Overtopping Risk (Resiko Limpasan)

Sebagaimana dinyatakan di atas, fungsi kinerja sistem teknis dapat digambarkan dalam beberapa
bentuk dimana pemilihan masing-masing bentuk tergantung pada jenis distribusi fungsi kinerja
yang diinginkan. Dalam penelitian ini, hasil sistem telah dibandingkan dengan distribusi log-
normal dan normal, serta uji goodness-of-fit diterapkan untuk pemilihan distribusi yang sesuai
berdasarkan uji coba Anderson-Darling dan hasilnya disajikan pada Tabel 7.

Hasil tes mengungkapkan bahwa distribusi log-normal lebih cocok dengan data yang tersedia dari
pada distribusi normal; dan dengan demikian, bentuk log fungsi kinerja dipilih. Oleh karena itu,
bentuk log fungsi kinerja (Z) dapat dianggap sebagai berikut:

Informasi lebih lanjut tentang berbagai bentuk fungsi kinerja dan aplikasinya dalam sistem
rekayasa hidrolik disajikan oleh Yen (1979).

Langkah penting dan mendasar berikutnya adalah identifikasi beban dan hambatan dalam analisis
risiko limpasan bendungan. Kedua parameter ini sangat bergantung pada jenis struktur hidraulik
dan fisik dari masalah yang ditentukan. Karena, Limpasan terjadi ketika flood outlet tidak bisa
melepaskan air cukup cepat dan air naik ke atas bendungan dan meluap, ketinggian air di waduk
(Hmax) dan ketinggian bendungan (HR) masing-masing dapat dianggap sebagai beban dan
hambatan sistem. Oleh karena itu, probabilitas Limpasan sehubungan dengan fungsi kinerja karena
arus masuk yang berbeda dan kecepatan angin dapat dinyatakan sebagai berikut (Singh et al.
2007):

dan
Dimana, Zf adalah fungsi kinerja banjir, Zfw adalah fungsi kinerja banjir dan angin, HR adalah
ketinggian puncak bendungan, Hw adalah total tinggi gelombang, dan Hmax adalah level air
tertinggi saat terjadi banjir yang dapat dihitung dari persamaan routing reservoir. Akhirnya,
probabilitas Limpasan akan dihitung sebagai berikut:

Di mana, β adalah indikator indeks keandalan dan didefinisikan sebagai rasio rata-rata fungsi
kinerja (µz) terhadap standar deviasinya (σz).

Tabel 6. Properti statistik untuk parameter tidak pasti

Variabel Tipe PDF µ σ


H0 Random Normal 43.16-52.16 1.6341
I Random GEV Tabel 3 Tabel 3
C Random Normal 2.05 0.069

Tabel 7. Uji Goodness-of-fit untuk hasil sistem berdasarkan uji Anderson-Darling

T-tahun Distribusi Nilai Statistik Nilai Tabel


Probabilitas
2 Normal 0.824 2.50
2 Log-normal 0.176 2.50
10 Normal 0.827 2.50
10 Log-normal 0.171 2.50
20 Normal 0.872 2.50
20 Log-normal 0.203 2.50
50 Normal 0.894 2.50
50 Log-normal 0.212 2.50
100 Normal 0.870 2.50
100 Log-normal 0.215 2.50

7.1. Risiko Limpasan Akibat Banjir

Probabilitas limpasan dihitung untuk berbagai banjir dengan return period 2, 10, 20, 50, dan 100
tahun dan mempertimbangkan debit puncak, ketinggian air awal di waduk, dan koefisien debit
tumpahan (spillway discharge) sebagai variable tidak pasti. Semua variabel tidak pasti
diasumsikan sebagai variabel independen, sedangkan simulasi Monte-Carlo (dengan ukuran
sampel 20.000) dan pengambilan sampel hypercube Latin (dengan ukuran sampel 10.000)
diterapkan untuk analisis ketidakpastian. Probabilitas limpasan karena banjir di return period yang
berbeda dan level air awal disajikan dalam Tabel 8 dan 9.
Tabel 8. Risiko Limpasan menggunakan metode Monte Carlo sebagai akibat arus masuk yang
berbeda

H0 (m) T
2-thn 10-thn 20-thn 50-thn 100-thn
43.16 1.13E-11 1.67E-10 4.36E-10 2.60E-08 5.30E-07
44.66 3.60E-10 2.91E-09 4.99E-09 1.88E-07 2.53E-06
46.16 3.47E-09 7.95E-08 1.69E-07 2.28E-06 2.99E-05
47.66 2.95E-07 2.88E-06 5.69E-06 2.46E-05 3.13E-05
49.16 2.31E-06 1.46E-05 2.45E-05 4.02E-05 9.52E-05
50.66 4.58E-05 1.16E-04 2.59E-04 3.30E-04 3.89E-04
52.16 8.78E-04 2.75E-03 3.21E-03 3.73E-03 5.23E-03

Tabel 9. Risiko Limpasan menggunakan metode LHS sebagai akibat arus masuk yang berbeda

H0 (m) T
2-thn 10-thn 20-thn 50-thn 100-thn
43.16 5.66E-11 4.56E-10 7.83E-10 3.08E-08 8.06E-07
44.66 5.95E-10 3.35E-09 6.78E-09 3.94E-07 4.60E-06
46.16 4.04E-09 1.54E-07 2.69E-07 5.63E-06 4.40E-06
47.66 7.80E-07 5.32E-06 9.80E-06 3.61E-05 8.73E-05
49.16 5.70E-06 3.79E-05 4.25E-05 9.63E-05 1.77E-04
50.66 6.33E-05 1.76E-04 3.78E-04 4.09E-04 7.76E-04
52.16 9.95E-04 3.04E-03 4.43E-03 4.90E-03 6.12E-03

Berdasarkan tabel ini, dengan meningkatkan level air awal di setiap langkah, kemungkinan
limpasan (dalam return period konstan) dinaikkan untuk kedua pendekatan ketidakpastian yang
diadopsi dalam penelitian ini. Tren risiko terhitung menunjukkan bahwa probabilitas yang dihitung
dengan metode sampling Latin hypercube sedikit lebih tinggi dari hasil teknik Monte Carlo.
Gambar 5 dan 6 menunjukkan hasil risiko limpasan untuk dua tingkat air awal; 44,66 (m), dan
49,16 (m) berdasarkan kedua metode MCS dan LHS. Selanjutnya, tren perubahan risiko limpasan
versus ketinggian air awal di waduk untuk metode MCS dan LHS dalam 2 tahun dan return period
50 tahun ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 5. Risiko Limpasan dalam return period yang berbeda untuk H0 = 44,66 (m).
7.2. Risiko Limpasan Akibat Banjir dan Angin

Setelah mendapatkan kecepatan angin dalam return period yang berbeda, set-up angin dan run-up
gelombang dihitung berdasarkan persamaan yang disediakan oleh USBR. Set-up angin dan run-
up gelombang adalah fungsi dari level air awal di waduk, dan karenanya, mereka juga tunduk pada
ketidakpastian. Penting untuk diperhatikan bahwa, tidak ada korelasi kuat antara kecepatan angin
dan arus masuk (Corr = 0,152), dan, dengan demikian, nilai kecepatan angin dan banjir dihasilkan
secara terpisah. Gambar 8 menunjukkan sebuah plot pencar (scatter) sebagai alat yang berguna
untuk menentukan hubungan antara banjir tahunan maksimum dan kecepatan angin secara grafis.

Gambar 6. Risiko Limpasan dalam return period yang berbeda untuk H0 = 49,16 (m).

Oleh karena itu, tingkat air tertinggi di waduk dan total tinggi gelombang dihitung secara terpisah,
kemudian, ketinggian air total yang merupakan jumlah dari kedua faktor ini dijadikan sebagai
ketinggian air akhir dalam analisis risiko. Namun, banyak kombinasi arus masuk, kecepatan angin,
dan ketinggian air telah dipertimbangkan untuk mencakup kondisi paling pantas yang mungkin
akan terjadi di waduk. Risiko limpasan karena banjir dan kecepatan angin yang berbeda di lima
return period dan empat tingkat air awal dievaluasi dengan MCS dan pendekatan ketidakpastian
LHS dan hasilnya disajikan dalam Tabel 10 dan 11. Selain tabel, risiko limpasan berdasarkan
metode MCS versus Return Period yang berbeda untuk Tw = 2, 50; dan 100 tahun dan H0 = 49,16
m disajikan pada Gambar 9.

Tabel 10. Risiko terjadinya Limpasan karena banjir dan angin menggunakan MCS.

Tw H0 (m) T
2-thn 10-thn 20-thn 50-thn 100-thn
2-thn 47.66 3.45E-07 3.03E-06 6.46E-06 2.56E-05 3.25E-05
49.16 3.63E-06 1.78E-05 3.81E-05 9.18E-05 2.09E-04
50.66 5.86E-05 1.51E-04 3.82E-04 5.60E-04 9.34E-04
52.16 1.19E-03 3.32E-03 4.70E-03 6.91E-03 8.74E-03
10-thn 47.66 5.81E-07 3.83E-06 1.48E-05 4.44E-05 7.67E-05
49.16 3.92E-06 1.92E-05 4.12E-05 9.94E-05 2.25E-04
50.66 6.31E-05 1.63E-04 5.08E-03 6.05E-04 1.00E-03
52.16 9.83E-04 3.58E-03 1.62E-05 7.49E-03 9.01E-03
20-thn 47.66 6.36E-07 4.19E-06 4.43E-05 4.87E-05 8.34E-05
49.16 4.22E-06 2.06E-05 4.35E-04 1.07E-04 2.42E-04
50.66 6.66E-05 1.72E-04 5.27E-03 6.39E-04 1.06E-03
52.16 1.33E-03 3.71E-03 2.04E-05 7.78E-03 9.61E-03
50-thn 47.66 7.99E-07 5.24E-06 5.56E-05 6.11E-05 1.03E-04
49.16 5.29E-06 2.57E-05 5.56E-05 1.35E-04 3.01E-04
50.66 8.34E-05 2.15E-04 5.45E-04 8.02E-04 1.30E-03
52.16 1.67E-03 4.64E-03 6.60E-03 9.77E-03 1.62E-02
100-thn 47.66 1.07E-06 7.00E-06 2.73E-05 8.18E-05 1.36E-04
49.16 7.08E-06 3.44E-05 7.44E-05 1.81E-04 4.01E-04
50.66 1.11E-04 2.87E-04 7.29E-04 1.07E-03 1.71E-03
52.16 2.23E-03 6.19E-03 8.83E-03 1.31E-02 2.17E-02

Gambar 7. Resiko Limpasan vs ketinggian air awal di waduk untuk metode MCS dan LHS
dalam return period banjir 20 tahun dan 50 tahun.
Gambar 8. Plot Scatter untuk menentukan hubungan antara aliran masuk tahunan
maksimum dan kecepatan angina secara grafis

Tabel 11. Risiko terjadinya Limpasan karena banjir dan angin menggunakan LHS.

Tw H0 (m) T
2-thn 10-thn 20-thn 50-thn 100-thn
2-thn 47.66 7.95E-07 5.93E-06 1.07E-05 5.22E-05 9.35E-05
49.16 6.85E-06 4.39E-05 5.04E-05 1.22E-04 2.70E-04
50.66 7.02E-05 1.98E-04 3.97E-04 6.00E-04 1.01E-03
52.16 1.21E-03 3.34E-03 4.74E-03 7.00E-03 8.92E-03
10-thn 47.66 8.78E-07 5.93E-06 1.90E-05 5.49E-05 9.77E-05
49.16 6.14E-06 4.23E-05 5.34E-05 1.30E-04 2.86E-04
50.66 1.00E-03 2.01E-04 4.27E-04 6.44E-04 1.08E-03
52.16 9.34E-07 3.68E-03 5.27E-03 7.98E-03 1.00E-02
20-thn 47.66 6.44E-06 6.28E-06 2.04E-05 5.92E-05 1.04E-04
49.16 6.81E-05 4.07E-05 5.65E-05 1.38E-04 3.03E-04
50.66 1.35E-03 1.79E-04 4.50E-04 6.79E-04 1.14E-03
52.16 1.10E-06 3.80E-03 5.46E-03 8.27E-03 1.06E-02
50-thn 47.66 6.51E-06 7.34E-06 2.45E-05 7.16E-05 1.24E-04
49.16 8.49E-05 4.18E-05 6.78E-05 1.65E-04 3.62E-04
50.66 1.69E-03 2.23E-04 5.61E-04 8.42E-04 1.38E-03
52.16 1.37E-06 4.74E-03 6.80E-03 1.03E-02 1.72E-02
100-thn 47.66 8.30E-06 9.10E-06 3.15E-05 9.23E-05 1.57E-04
49.16 1.13E-04 4.05E-05 8.66E-05 2.11E-04 4.62E-04
50.66 2.25E-03 2.95E-04 7.44E-04 1.11E-03 1.79E-03
52.16 2.25E-03 6.29E-03 9.02E-03 1.36E-02 2.27E-02

Gambar 9. Resiko Limpasan banjir-angin dalam return period berbeda untuk H0=49,16 (m).

8. Kesimpulan dan diskusi

Keseluruhan prosedur analisis risiko dalam penelitian ini meliputi; analisis frekuensi banjir dan
kecepatan angin, rute waduk, dan integrasi set-up dan run-up angin untuk menghitung ketinggian
air tertinggi di waduk. Setelah itu, probabilitas limpasan dinilai dengan menggunakan Metode
MCS dan LHS sebagai dua metode sampling yang paling banyak digunakan di bidang rekayasa
sumber daya air, dan mempertimbangkan kuantil dari debit puncak banjir, kedalaman awal air di
waduk, dan koefisien debit spillway sebagai variabel tidak pasti.

Berdasarkan hasil yang dicapai, dengan meningkatkan level air awal di setiap langkah, probabilitas
limpasan (dalam return period konstan) dinaikkan untuk kedua pendekatan ketidakpastian yang
digunakan dalam penelitian ini. Untuk menunjukkan efek peningkatan level air awal di waduk
pada risiko limpasan, persentase peningkatan risiko di berbagai ketinggian air, return period angin
konstan (Tw = 20), dan dua return period banjir (T = 50, dan 100) menggunakan Metode MCS dan
LHS disajikan pada Tabel 12. Misal, dalam T = 50, H0 = 49,16 m; dan menggunakan metode MCS
nilai risikonya meningkat 119,71% dibandingkan dengan risiko limpasan dalam H0 = 47,66 m.
Penting untuk dicatat bahwa LHS mengkategorikan fungsi distribusi kumulatif (CDF) menjadi
beberapa subregion dan memaksa variabel input menjadi lebih baik daripada sampling acak
sederhana, dan karenanya, hasil yang diperkirakan adalah berbeda dengan metode MCS. Di sisi
lain, hasil mengungkapkan bahwa kecepatan angin bisa berdampak besar pada waduk yang terletak
di daerah berangin, dan probabilitas limpasan telah ditingkatkan dengan meningkatkan kecepatan
angin pada return period berbeda. Untuk mengilustrasikan pengaruh kecepatan angin pada risiko
limpasan, persentase peningkatan risiko akibat kecepatan angin berbeda untuk kedua metode LHS
dan MCS di H0 = 47,66 m; dan dua return period banjir dan empat return period kecepatan angin
disajikan pada Tabel 13. Berdasarkan hasil di Tw= 10, T = 50 dan menggunakan metode LHS,
risiko limpasan akibat peningkatan kecepatan angin 52,08% daripada saat kecepatan angin tidak
dipertimbangkan dalam analisis risiko.

Tabel 12. Persentase peningkatan risiko limpasan pada H0 berbeda dan Tw = 20-tahun.
H0 T = 50 T = 100
LHS MCS LHS MCS
47.66 - - - -
49.16 133.11% 119.71% 191.35% 190.17%
50.66 392.03% 497.20% 276.24% 338.02%
52.16 1117.97% 1117.53% 829.82% 806.60%

Tabel 13. Persentase peningkatan risiko limpasan pada kecepatan angin berbeda dan H0 = 47,66
m.
Tw T = 50 T = 100
LHS MCS LHS MCS
2 44.60% 4.07% 7.10% 3.83%
10 52.08% 80.49% 11.91% 145.05%
20 63.99% 97.97% 19.13% 166.45%
50 98.34% 148.37% 42.04% 229.07%

Singkatnya, pencantuman ketidakpastian variabel kunci menghasilkan rentang risiko limpasan


yang lebih luas dalam return period berbeda, dan memberikan informasi penting bagi pihak
pembuat keputusan untuk mengidentifikasi parameter penting yang diperlukan untuk pemantauan
secara efektif, dan mendeteksi kejadian yang mengindikasikan mode kegagalan (failure mode)
yang berkembang.

Vous aimerez peut-être aussi