Vous êtes sur la page 1sur 29

BAB 1.

PENDAHULUAN

Hygroma colli atau disebut juga cystic hygroma berasal dari kata hygros = lembab,
dan –oma = akhiran untuk arti tumor, sehingga dalam bahasa yunani diartikan sebagai
kista berisi cairan jernih. Hygroma merupakan kelainan kongenital dari sistem limfatik.
Hygroma pertama kali dideskripsikan oleh Wernher pada tahun 1843 sebagai lesi kista
limfatik yang dapat mengenai berbagai daerah anatomi pada tubuh manusia. Akan
tetapi, sebagian besar mengenai daerah kepala dan leher (75%), dengan predileksi
sebelah kiri (Sjamsuhidajat, 2010).
Hygroma colli yang besar dapat menimbulkan penekanan terhadap saluran nafas dan
pencernaan sehingga memerlukan penatalaksanaan sesegera mungkin.Modalitas terapi
utama berupa tindakan eksisi bedah untuk membuang lesi kista.Prognosis kista hygroma
colli bergantung pada ukurannya dan tindakan yang dilakukan karena jarang ada kasus
yang mengalami regresi spontan (Acevedo, 2010).
Bayi dan anak-anak yang ditemukan dengan massa di leher sering dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan radiologi untuk evaluasi lebih lanjut. Berbagai modalitas
seperti USG, CT-Scandan MRIdapat membantu membedakan jenis massa pada leher
ini.Foto polos diindikasikan apabila ada kompresi dan pergeseran struktur pada leher.

1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Hygroma colli, dikenal juga dengan cystic hygroma,cavernous lymphangioma,dan


juga jugular limfatik obstruktif.Hygroma colliberasal dari kata hygros = lembab, dan –
oma = akhiran untuk arti tumor, sehingga dalam bahasa yunani diartikan sebagai kista
berisi cairan jernih (Sjamsuhidajat, 2010). Hygroma collimerupakantumor kistik yang
berasal dari sequesterasi primitive sakus limfatikus daerah jugularis ( sistem kelenjar
limfe ) akibat defek perkembangan sistem limfatik. Hygroma biasanya ditemukan di
daerah kepala dan leher pada trigonum colli posterior tepat di atas klavikula dan jarang
ditemukan di aksila dan trungkus, tetapi dapat pula muncul pada seluruh daerah aliran
limfe (Trager, 2008).
2.2. Anatomi

Leher merupakan bagian tubuh yang memisahkan kepala dari bagian tubuh
lainnya. Komponen utama yang terdapat di leher adalah vena jugularis, arteri karotis,
saraf-saraf, esofagus, pita suara atau laring, vertebra servikal, dan otot
sternokleidomastoideus (Sjamsuhidajat, 2010).

Gambar 2.1 Anatomi Leher

Vena jugularis terdiri dari vena jugularis interna dan eksterna. Vena jugularis
interna menerima aliran darah dari wajah, otak, dan leher. Sedangkan vena jugularis
eksterna menerima aliran darah dari cranium dan wajah bagian dalam (Sjamsuhidajat,
2010).

2
Gambar 2.2 Vena Jugularis

Arteri karotis mendistribusikan darah ke kepala dan leher. Terdapat dua arteri
karotis mayor yang terdapat pada masing-masing sisi leher. Arteri karotis sinistra
berasal dari cabang arkus aorta, sedangkan arteri karotis dextra berasal dari cabang
trunkus brachiocephalika. Masing-masing arteri karotis ini bercabang menjadi arteri
karotis interna dan eksterna (Pameijer et all., 2009).
Saraf-saraf di daerah leher merupakan cabang-cabang saraf cranial dan servikal.
Faring, laring, trakea dan sebagian esofagus disebut sebagai kolumna viseralis.
Sedangkan tulang-tulang yang terdapat di leher terdiri dari tujuh tulang vertebra servikal
yang berfungsi untuk pergerakan kepala, melindungi korda spinalis, serta menyokong
otot-otot dan ligamen-ligamen leher (Pameijer et all., 2009).
Otot-otot leher merupakan struktur yang rumit, sehingga dibagi menjadi
komponen-komponen segitiga untuk memudahkan dalam memahami anatomi. Otot
sternokleidomastoideus yang berinsersi di prosesus mastoideus tulang temporal dan
berorigo di sternum membagi leher menjadi dua segitiga mayor, yaitu regio segitiga
posterior dan anterior (Pameijer et all., 2009).

3
Gambar 2.3Ilustrasi diagram anatomi segitiga anterior dan posterior leher

Regio segitiga posterior memiliki komponen otot yang lebih banyak daripada
segitiga anterior. Daerah ini dibatasi oleh otot trapezius (posterior),
sternokleidomastoideus (anterior), dan klavikula (inferior). Sedangkan daerah segitiga
anterior di dibatasi oleh mandibula (superior), midline (medial), dan
sternokleidomastoideus (lateral) (Pameijer et all., 2009).
Pada potongan axial daerah anatomi leher dibagi menjadi lima kompartemen atau
ruang utama, yaitu :
1. Ruang viseral
Merupakan ruang sentral yang terdiri dari organ visera seperti laring, tiroid,
hipofaring, dan esofagus servikal.
2. Ruang karotid
Merupakan sepasang ruangan di lateral dari ruang viseral yang terdiri dari
arteri karotis interna, vena jugularis interna, dan beberapa struktur saraf.
3. Ruang retrofaringeal
Merupakan ruangan kecil yang hanya berisi jaringan lemak dan berhubungan
dengan ruang suprahyoid dan mediastinum medial.
4. Ruang Servikal Posterior
Merupakan sepasang ruangan yang terdapat di posterolateral ruang karotid
dan terdiri atas jaringan lemak, nodus limfoid, dan elemen saraf.
5. Ruang Perivertebral
Ruangan ini merupakan ruangan luas yang mengelilingi korpus vertebra
termasuk otot-otot pre dan paravertebral.

4
Gambar 2.4 Potongan axial leher

2.3. Etiologi

Hygroma dapat terjadi sebagai temuan tunggal atau dapat juga ditemukan
bersamaan dengan defek lainnya sebagai suatu sindrom. Penyebabnya bervariasi
melibatkan faktor lingkungan, genetik, dan faktor yang tidak diketahui (Wilson, 1995;
Kamble et all., 2014).
 Faktor lingkungan :
- Infeksi virus maternal seperti Parvovirus
- Maternal substance abuse, seperti konsumsi alkohol selama kehamilan.
 Faktor genetik yang berhubungan dengan hygroma :
- Sebagian besar (60% – 70%) diagnosis prenatal dari hygroma berhubungan
dengan anomali kromosom, seperti sindrom Turner, yaitu abnormalitas
kromosom sex pada wanita dimana hanya terdapat satu kromosom X,
sindrom Down dan Klinefelter.
- Abnormalitas kromosom lain seperti trisomi 13, 18, dan 21.
- Sindrom Noonan
Hygroma yang berupa temuan tunggal dapat diturunkan sebagai kelainan
autosomal resesif dimana orang tuanya adalah silent carrier. Akan tetapi,
banyak kelainanhygroma ini ditemukan dengan penyebab yang tidak
diketahui.

5
2.4. Patofisiologi

Saluran limfe terbentuk pada usia kehamilan minggu keenam. Dari saluran ini,
akan terbentuk sakus yang akan menyediakan drainase ke sistem vena. Kegagalan
drainase ke sistem vena ini akan menyebabkan dilatasi dari saluran limfe, dan apabila
berukuran besar maka akan menjadi suatu hygroma. Pada embrio, drainase sistem
limfatiknya menuju ke sakus limfatik jugularis (Turkington, et al., 2005; Wilson, 1995).
Hubungan antara struktur primitif sistem limfatik dengan vena jugularis terbentuk
pada usia 40 hari kehamilan. Kegagalan pembentukan hubungan struktur ini
menyebabkan terjadinya stasis aliran limfe dan sakus limfatik jugularis akan melebar
sehingga terbentuk suatu kista di daerah leher. Apabila sistem drainase ke sistem vena
tidak juga terbentuk pada masa ini, maka akan terjadi lymphooedem perifer yang
progresif dan dapat menyebabkan kematian intrauterine (Wilson, 1995).
Aliran limfe yang statis akan menyebabkan kista membesar dan muncul sebagai
suatu massa pada leher bayi baru lahir. Obstruksi napas serius yang diakibatkan
olehhygromaini dapat terjadi pada bayi baru lahir. Obstruksi napas mungkin terjadi
akibat beberapa faktor, diantaranya: a) infiltrasi, dimana pada beberapa kasus, telah
ditemukan perluasan sampai ke linguae frenum dan regio sub-milohyoid, b)
makroglossia, dan c) efek dari perdarahan, yang mungkin timbul karena trauma pada
saat lahir yang menyebabkan perluasan kista sehingga terjadi peningkatan tegangan dan
tekanan dari trakea (Domansky, et all., 2007).
2.5. Gejala

Keluhan adalah adanya benjolan di leher yang telah lama atau sejak lahir tanpa
nyeri atau keluhan lain. Benjolan ini berbentuk kistik, berbenjol-benjol, dan lunak.
Permukaannya halus, lepas dari kulit, difus, berbatas tegas, dan sedikit melekat pada
jaringan dasar. Pada palpasi teraba ireguler. Kebanyakan terletak di regio trigonum
posterior colli. Sebagai tanda khas, pada pemeriksaan transluminasi positif tampak
terang sebagai jaringan yang tembus cahaya (Sjamsuhidajat, 2010).
Hygroma kecil dan sedang biasanya asimptomatis.Benjolan ini jarang menimbulkan
gejala akut, tetapi suatu saat dapat cepat membesar karena radang dan menimbulkan
gejala gangguan pernafasan akibat pendesakan saluran nafas seperti trakea, orofaring,
maupun laring. Bila lebih besar maka perluasan terjadi ke arah wajah, lidah, kelenjar

6
parotis, laring, atau dada (15% meluas ke mediastinum) dan dapat disertai komplikasi-
komplikasi lain. Dapat timbul gangguan menelan dan bernafas, sementara perluasan ke
aksilla dapat menyebabkan penekanan pleksus brakhialis dengan berbagai gejala
neurologik (Sjamsuhidajat, 2010).
2.6. Pemeriksaan Penunjang

1. Rontgen
Radiografi atau foto polos rontgen tidak membantu dalam mendiagnosa
hygroma. Massa hygromaterdiri dari jaringan lunak sehingga tidak memberikan
gambaran dengan kontras yang baik pada foto polos rontgen. Tampilan hygroma
pada foto polos hanya sebagai soft tissue mass dengan densitas sama dengan
jaringan lunak sekitar leher (Graesslin et all., 2007; Chervenak et all., 1983).
Foto polos rontgen bermanfaat bila hygroma meluas atau berlokasi pada
rongga tubuh, terutama jika tidak terdapat CT Scan dan MRI. Sebagai contoh, foto
rontgen toraks normal menyingkirkan adanya perluasan limfangioma servikal
yang besar ke mediastinum. Foto rontgen juga berguna untuk mengevaluasi trakea
dan sangat membantu pada tindakan anestesi dan intubasi trakea (Trager et all.,
2008).
2. Ultrasonografi (USG)
Telah diketahui bahwa diagnosis prenatal untuk hygroma dapat dilakukan
oleh USG transvaginal.Faktanya, kondisi ini sering didiagnosa selama
penggunaan USG prenatal dan penemuannya bisa tepat dan tidak
diragukan.Karakteristik USG Tata Laksana
Seorang bayi dengan diagnosis prenatal sebagai kista hygroma harus dilahirkan di
pusat pelayanan kesehatan yang memiliki sarana lengkap untuk mewaspadai komplikasi
neonatal. Seorang obstetri biasanya memutuskan metode melahirkan yang sesuai. Jika
hygromanya besar, harus dipersiapkan operasi sesar dan bekerja sama dengan
neonatalogist, otolaryngologist, pediatric surgeon dan anesthesiologist( Sandhyarani,
2015).
Setelah lahir, neonatus dengan kistahygroma yang persisten harus diawasi
terhadap obstruksi jalan napas. Observasi neonatus oleh neonatalogist setelah lahir
sangat direkomendasikan. Jika resolusi kista tidak terjadi setelah lahir, ahli bedah anak
harus dikonsul (Estroff, 2001).

7
Modalitas terpilih untuk hygroma adalah eksisi bedah, akan tetapi sudah ada
beberapa laporan kasus yang mendokumentasikan hasil yang cukup baik dengan
menggunakan agen sclerosant. Hygroma merupakan lesi jinak dan bisa tetap
asimptomatik dalam periode waktu yang cukup lama. Indikasi pengobatan adalah
apabila terjadi infeksi pada lesi, respiratory distress, disfagia, perdarahandi dalam kista,
peningkatan ukuran yang tiba-tiba, dan terbentuk sinus. Respiratory distress ditangani
dengan melakukan trakeostomi apabila terjadi kompresi laring atau trakea oleh massa
kista. Regresi spontan lesi ini jarang terjadi, meskipun ada beberapa pasien yang
menunjukkan terjadinya regresi parsial spontan (Acevedo, 2011).
1) Eksisi
Eksisi kista ini tidak mudah, karena melibatkan struktur dalam dan vital.
Perawatan ekstrim harus dilakukan untuk menghindari komplikasi selama operasi.
Komplikasi yang mungkin terjadi selama operasi adalah kerusakan nervus fasialis,
arteri fasial, arteri karotid, vena jugularis interna, duktus torasikus dan pleura, serta
eksisi inkomplit. Komplikasi post operasi yang mungkin terjadi adalah infeksi luka
operasi, perdarahan, hypertrophic scar, dan keluarnya cairan limfe dari luka operasi.
Pada 20% kasus, ditemukan adanya rekurensi setelah eksisi komplit (Acevedo,
2011).
Eksisi total merupakan pilihan utama. Pembedahan ini dimaksudkan untuk
mengambil keseluruhan massa kista. Akan tetapi, bila tumor besar dan telah
menyusup ke organ penting, seperti trakea, esofagus, atau pembuluh darah, ekstirpasi
total sulit dikerjakan. Oleh karena itu, penanganannya cukup dengan pengambilan
sebanyak-banyaknya kista, namun mungkin perlu dilakukan beberapa kali tindakan
operasi. Kemudianpascabedah dilakukan infiltrasi bleomisin subkutan untuk
mencegah kekambuhan. Hal ini merupakan cara penanganan yang paling baik dan
aman. Pada akhir pembedahan, pemasangan drainase sangat dianjurkan(Acevedo,
2011).
2) Aspirasi
Aspirasi perkutan diikuti oleh reakumulasi cepat dari cairan dalam kista atau
oleh perkembangan infeksi.Aspirasihygroma bisa dilakukan sebagai penanganan
sementara untuk mengurangi ukuran dari kista sehingga dapat mengurangi efek
tekanan terhadap saluran pernafasan dan pencernaan. Trakeostomi dan gastrostomi

8
dilakukan terutama pada pasien dengan gangguan menelan dan pernafasan yang
berat (Acevedo, 2011).
2.7. Komplikasi

Hygroma merupakan lesi yang jinak, akan tetapi dapat menimbulkan beberapa
komplikasi seperti (Acevedo, 2011):
1) Infeksi pada Lesi
Sumber infeksi dari hygroma ini biasanya merupakan sekunder dari fokus
infeksi di traktus respiratorius, meskipun bisa juga bersifat infeksi primer. Selama
proses infeksi, ukuran kista membesar dan menjadi hangat, merah, dan nyeri. Infeksi
bisa melibatkan seluruh kista atau sebagian kista. Selama infeksi aktif,
transiluminasi bisa tidak terlihat lagi dan kadang-kadang bisa menjadi abses.
2) Perdarahan
Pada perdarahan, kista menjadi keras dan tegang. Ruptur spontan pada hygroma
leher yang besar pernah dilaporkan sehingga memerlukan intervensi bedah segera.
3) Gangguan Pernafasan dan Disfagia
Gangguan ini disebabkan oleh penekanan oleh massa kista pada saluran
pernafasan dan pencernaan.

Faktor hormonal, genetik, gaya hidup, virus, herediter, dll

9
Tumor Colli

Benjolan/Pembengkakan

Perubahan jaringan sekitar Bengkak di leher Kerusakan Jaringan

Gangguan Fungsi Nyeri saat menelan Invasif Kuman

Gangguan mobilitas fisik nafsu makan menurun


Terputusnya kontinuitas
jaringan,

pembuluh darah dan terputusnya


syaraf perifer

Intake menurun,peningkatan asam lambung

Menurunnya daya tahan tubuh

Mual muntah
Infeksi

GangguanPemenuhan Nutrisi

Respon hipotalamus

Nyeri Akut/Kronis

Perasasaan tidak nyaman

Perdarahan

Sering terbangun, tidur kurang

Resti Defisit Volume Cairan Gangguan Pola Tidur

KOSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

10
1. Identitas diri klien
a. Pasien (diisi lengkap) : Nama, Tempat/Tgl. Lahir, Umur, Jenis Kelamin,
Alamat, Status Perkawinan, Agama, Suku Bangsa, Pendidikan, Pekerjaan,
Lama bekerja, Tgl Masuk RS.
b. Penanggung Jawab (diisi lengkap) : Sumber informasi, Keluarga terdekat
yang dapat dihubungi, Pendidikan, Pekerjaan, Alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama, biasanya ditemukan jantung berdebar-debar, kelemahan,
sesak napas, ataupun penurunan kesadaran.
b. Riwayat penyakit sekarang, yaitu tanda dan gejala yang menyertai keluhan
utama.
c. Riwayat penyakit dahulu, yaitu apakah klien pernah menderita penyakit
yang sama sebelumnya atau yang menjadi factor resiko seperti pernah
terpapar radiasi ataupun gaya hidup,
d. Riwayat penyakit keluarga, yaitu apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit yang sama sebelummnya.
3. Pengkajian perkebutuhan dasar manusia
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
Tanda : Keletihan, kelemahan umum
b. Sirkulasi
Gejala : Terdapat masalah tekanan darah
Tanda : pusing, gemetar
c. Integritas ego
Gejala : Perasaan cemas, takut, factor-faktor stress,misalnya: masalah
financial, gaya hidup
d. Eliminasi
Gejala : Perubahan eliminasi fekal
e. Makanan/ cairan
Gejala : penurunan berat badan, masalah dengan menelan, mengunyah.
Tanda : bibir kering, pecah,
f. Nyeri/ ketidaknyamanan

11
Gejala : Ada nyeri dengan derajat bervariasi, misalnya ketidaknyaman
ringan sampai berat,
Tanda : lokasi, intensitas, frekuensi, factor pencetus
g. Keamanan
Gejala : alergi atau sensitive (obat, makanan)
Tanda : munculnya proses infeksi, demam
h. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : keterbatasan kognitf, tingkat pendidikan, factor resiko keluraga
i. Neurosensori
Keluhan pening hilang timbul, sakit kepala,pingsan. Temuan fisik : status
mental disorientasi,confusion,kehilangan memori, perubahan pola bicara.
j. Respirasi
Kaji terhadap fibrosis paru yang ditandai : Dispnoe, kering, batuk non
produktif – terutama bleomisin

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul menurut Wilkinson Juidith M
dan Ahern R (2011) adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury
(biologi, kimia, fisik dan psikologis)

2. Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan


faktor mekanik, cedera kimiawi kulit, terapi radiasi, perubahan hormonal,
gangguan pigmentasi, factor mekanik.

3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan


perubahan fungsi tubuh, perubahan persepsi diri , penyakit, prosedur bedah.

4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan


tubuh berhubungan dengan mual, muntah, nyeri saat menelan, anoreksia.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur


infasiv pembedahan

6. Resiko cedera berhubungan gangguan persepsi


sensori akibat anestesi

12
7. Intolerensi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan, tirah baring dan imobilitas, gaya hidup kurang gerak.

8. Ansietas berhubungan dengan perubahan status


kesehatan atau menghadapi proses pengobatan

13
C. Intervensi Keperawatan

Rencana Keperawatan
N Diagnosa
o Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi

1 Nyeri akut NOC NIC


berhubungan a. Pain Level,
1. Lakukan
dengan agen injury b. pain control,
pengkajian nyeri
(biologi, kimia, fisik c. comfort level
secara
dan psikologis) Setelah dilakukan
komprehensif
tindakan keperawatan
termasuk lokasi,
selama …. Pasien tidak
karakteristik,
mengalami nyeri,
durasi, frekuensi
dengan kriteria hasil:
dan kualitas nyeri.
1. Mamp
u mengontrol R : mengetahui
nyeri (tahu tingkat neyri yang
penyebab nyeri, dirasakan pasien
mampu
2. Observasi
menggunakan
reaksi nonverbal
tehnik
dariketidaknyama
nonfarmakologi
nan
untuk
mengurangi R : reaksi

nyeri, mencari nonverval dapat

bantuan) menunjukkan
2. Melap tingkat nyeri yang
orkan bahwa dirasakan pasien
nyeri berkurang
3. Ajarkan
dengan
tentang teknik
menggunakan

14
manajemen nyeri non farmakologi:
3. Mamp
napas dalam,
u mengenali nyeri
relaksasi,
(skala, intensitas,
distraksi, kompres
frekuensi dan
hangat/ dingin
tanda nyeri)
4. Menya R : teknik non-
takan rasa farmakologi dapat
nyaman setelah membantu pasien
nyeri berkurang untuk
5. Tanda
mengurangi nyeri
vital dalam
yang dirasakan
rentang normal
4. Kolaborasi
pemberian obat
analgetik

R : pemberian
analgetik dapat
mengurangi nyeri

5. Berikan
informasi tentang
nyeri seperti
penyebab nyeri,
berapa lama nyeri
akan berkurang
dan antisipasi
ketidaknyamanan
dari prosedur

R : menambah
pengetahuan

15
pasien dan
keluarga tentang
penyakit yang
dialami
2 Kerusakan Integritas NOC: NIC
Kulit berhubungan Setelah dilakukan
1. I
dengan faktor asuhan keperawatan …
nspeksi luka pada
mekanik, jam, menunjukkan
setiap mengganti
penonjolan tulang. integritas kulit yang
balutan
baik dengan Kriteria R: Menilai keadaan
Hasil: kulit
1. Menunju 2. L

kkan integritas akukan perawatan

jaringan kulit dan luka atau kulit

membran mukosa secara rutin yang

yang dibuktikan dapat meliputi:


 Ubah dan atur
oleh indikator:
a. Suhu, posisi pasien

elastisitas, secara sering


 Pertahankan
hidrasi dan
jaringan
sensasi
b. Perfusi jaringan sekitar
c. Keutuhan kulit terbebas dari
2. Menunjukkan
drainase dan
penyembuhan luka:
kelembapan
primer yang
yang
dibuktikan oleh
berlebihan
indikator:  Lindungi
a. Penyatuan kulit
b. Penyatuan pasien dari

ujung luka kontaminasi


c. Pembentukan fases atau
jaringan parut. urine

16
 Lindungi
pasien dari
ekskresi luka
lain dan
ekskresi slang
drain pada
luka
R: Mencegah
terjadinya infeksi
dan mempercepat
penyembuhan
luka
3. Ajarkan
pada pasien dan
keluarga cara
mempertahankan
luka agar tetap
dalam keadaan
kering
R: Membantu
proses
penyembuhan luka
4. Konsult
asikan pada dokter
tentang
implementasi
pemberian
makanan dan
nutrisi enteral atau
paranteral.
R: untuk

17
meningkatkan
potensi
penyembuhan
luka

3 Gangguan citra Setelah dilakukan NIC


tubuh berhubungan tindakan keperawatan
1. Kaji dan
denganperubahan selama …. jam
dokumentasikan
fungsi tubuh, hambatan mobilitas
respon verbal dan
perubahan persepsi fisik teratasi dengan
non verbal pasien
diri , penyakit, kriteria hasil:
terhadap tubuh
prosedur bedah. 1. Gangguan citra
pasien
tubuh berkurang R : Mengetahui
yang dibuktikan persepsi klien
oleh selalu tentang dirinya.
menunjukkan 2. Identifikasi

adaptasi dengan mekanisme koping

ketunadayaan fisik, yang biasa

penyesuaian digunakan
R : Membantu
psikososial:
klien
perubahan hidup,
meningkatkan
citra tubuh positif,
gangguan citra
harga diri positif.
2. Menunjukkan citra tubuh.
3. Beri dorongan
tubuh, yang
kepada pasien dan
dibuktikan oleh
keluarga untuk
indikator sebagai
mengungkapkan
berikut (1-5: tidak
perasaan
pernah, jarang, R : Membantu
kadang-kadang, klien
sering, atau selalu meningkatkan
ditampilkan):

18
a. Kesesuaian gangguan citra
antara realitas tubuh.
4. Dukung
tubh, ideal
mekanisme koping
tubuh, dan
yang biasa
perwujudan
digunakan pasien
tubuh.
R : Membantu
b. Kepuasan
klien
terhadap
meningkatkan
penampilan dan
gangguan citra
fungsi tubuh.
c. Keinginan untuk tubuh.
5. Identifikasi cara
menyentuh
mengurangi
bagian tubuh
dampak kecacatan
yang mengalami
penampilan
gangguan.
melalui pakaian,
rambut palsu, atau
kosmetik jika
perlu.
R : Membantu
klien
meningkatkan
gangguan citra
tubuh.
6. Fasilitasi kontak
dengan individu
yang mengalami
perubahan citra
tubuh yang mirip
dengan pasien
R : Membantu klin
meningkatkan

19
gangguan citra
tubuh.
4 Resiko infeksi NOC : NIC
berhubungan a. Immune Status 1. Kaji tanda dan
b. Knowledge :
dengan prosedur gejala infeksi
Infection control
infasiv pembedahan R : mengetahui
c. Risk control
imfeksi lebih dini
Setelah dilakukan
dan membantu
tindakan keperawatan
penentuan
selama…… pasien tidak
intervensi
mengalami infeksi
selanjutnya
dengan kriteria hasil:
2. Pantau TTV
1. Klien bebas dari
selama operasi
tanda dan gejala
berlangsung
infeksi
2. Menunjukkan R : Peningkatan
kemampuan untuk suhu secara tiba-
mencegah tiba merupakan
timbulnya infeksi indikasi
3. Jumlah leukosit
terjadinya infeksi
dalam batas normal
3. Cuci tangan 6
4. Menunjukkan
langkah dalam 5
perilaku hidup sehat
5. Status imun, moment
gastrointestinal, R : meminimalisir
genitourinaria resiko terjadinya
dalam batas normal infeksi
4. G
unakan APD steril
R : Mecegah
infeksi silang
antara petugas
dan pasien

20
5. P
ertahankan
sterilisasi
instrumen
R : Mencegah
kontaminasi pada
alat dan
instrumen
6. L
akukan desinfeksi
secara sirkuler
R : Mengurangi
kontaminasi area
sekitar daerah
operasi
5 Resiko Cedera NOC : NIC
1. Tidurkan pasien di
berhubungan a. Risk control
meja operasi
dengan faktor resiko Setelah dilakukan
dengan posisi
gangguan persepsi tindakan keperawatan
sesuai kebutuhan
sensori selama…… pasien tidak
R : Mencegah
mengalami infeksi
pasien jatuh
dengan kriteria hasil: 2. Monitor
1. Klien bebas dari penggunaan
cedera instrumen, jarum,
dan kasa
R : Menegtahui
penggunaan
instrumen jarum
dan kasa
3. Tingkatkan
observasi
R : Meminimalisir

21
resiko cedera
pasien
5 Ketidakseimbangan NOC NIC

nutrisi: kurang dari Nutritional Status : 1. Kaji kemampuan


- Food and Fluid pasien untuk
kebutuhan tubuh
Intake mendapatkan
berhubungan Setelah dilakukan nutrisi yang
dengan mual, tindakan keperawatan dibutuhkan
selama………..pasien R : mengetahui
muntah, nyeri saat
menunjukkan : kemampuan
menelan, anoreksia. a. Adanya pasien dalam

peningkatan berat memenuhi

badan sesuai nutrisinya


2. Pantau BB klien
dengan tujuan R : Mengetahui
b. Berat badan ideal
status nutrisi
sesuai dengan
klien
tinggi badan 3. Ajarkan pasien
c. Mampu
bagaimana
mengidentifikasi
membuat catatan
kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda jadwal makanan

tanda malnutrisi harian.


R : membantu
klien untuk
makan tepat
waktu
4. Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
komsumsi Fe dan
vitamin
R : Meningkatkan
status nutrisi

22
klien
5. Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
jumlah kalori dan
nutrisi yang
dibutuhkan
pasien.
R : menentukan
jenis makanan
untuk
memperbaiki
status nutrisi
klien
6 Intolerensi aktivitas NOC: NIC
berhubungan Setelah dilakukan
2. Kaji tingkat
dengan tindakan keperawatan
kemampuan klien
ketidakseimbangan selama …. pasien
dalam
antara suplai dan menunjukkan
beraktivitas
kebutuhan, tirah pengetahuan tentang
R : mengetahui
baring proses penyakit dengan
tingkat
kriteria hasil:
kemampuan klien
1. Menunjukkan
dalam melakukan
toleransi aktivitas,
aktivitas
yang dibuktikan
oleh indikator 3. Observasi TTV
sebagai berikut R : membantu
(seebutkan 1-5: memantau
gangguan eksterm, tingkat
berat, sedang, kelemahan klien

23
ringan atau tidak 4. Libatkan keluarga
mengalami dalam membantu
gangguan) aktivitas sehari-
2. Berpartisipasi
hari
dalam aktivitas fisik
R : membantu
yang dibutuhkan
klien memenuhi
dengan
kebutuhannya
peningkatan
normal denyut 5. Dekatkan alat-alat

jantung, frekuensi yang dibutuhkan

pernapasan, dan klien

tekanan darah R : membantu

serta memantau klien memenuhi

pola dalam batas kebutuhannya

normal 6. Meningkatkan
3. Menampilkan
partisipasi klien
kehidupan aktivitas
dalam melakukan
sehari-hari (AKS)
aktivitas sehari-
dengan beberapa
hari sesuai
bantuan (misalnya,
dengan yangt
eliminasi dengan
dapat ditoleransi
bantuan ambulasi)
R : membantu
klien memenuhi
kebutuhan secara
mandiri

7 Ansietasberhubunga NOC NIC


n dengan - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction
perubahan status - Koping (penurunan
kesehatan atau Setelah dilakukan kecemasan)
menghadapi asuhan selama …… 1. Gunakan

24
pengobatan. kecemasan klien pendekatan yang
teratasi dgn kriteria menenangkan
hasil: R : memberikan
1. Klien mampu rasa nyaman
mengidentifikasi kepada pasien
dan 2. Jelaskan semua
mengungkapkan prosedur dan apa
gejala cemas yang dirasakan
2. Mengidentifikasi, selama prosedur
mengungkapkan R : agar klien
dan menunjukkan dapat mengerti
tehnik untuk dan memahami
mengontol cemas prosedur yang
3. Vital sign dalam akan
batas normal dilaksanakan
4. Postur tubuh, 3. Instruksikan
ekspresi wajah, kepada pasien
bahasa tubuh dan untuk
tingkat aktivitas menggunakan
menunjukkan teknik relaksasi
berkurangnya R : dapat
kecemasan mengurangi
kecemasan
pasien
4. Libatkan keluarga
untuk
mendampingi
pasien
R : support dari
keluarga dapat

25
mengurangi
kecemasan
pasien
5. Kolaborasi
pemberian obat
anti cemas
R : pemberian
obat cemas dapat
menurunkan
kecemasan
pasien

26
Daftar Pustaka

1. Sjamsuhidajat, R. et al. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah-de Jong Edisi 3.


Jakarta : EGC. Hal 461 – 465.
2. Acevedo L.Jason. 2011. Cystic Hygroma. Diunduh dari
http://www.emedicine.medscape.com/article/994055-overview#a0101 pada
tanggal 15 Oktober 2015.
3. Kamble V., Bhatia T., Patil Shaifali. 2014. Cystic hygroma with hydrops
fetalis : a rare case report. International Journal of Reproduction,
Contraception, Obstetric and Gynecology. September : 3 (3): 847 – 850.
Diunduh dari www.ijrcog.org pada tanggal 16 Oktober 2015.
4. Bilal Mirza, et al .2011 .Cystic Higroma. Department of Pediatric Surgery,
The Children's Hospital and The Institute of Child Health, Lahore, Pakistan.
Diunduh dariwww.jcasonline.compada tanggal 15 Oktober 2015.
5. Sabih, Durre. 2011. Cystic Hygroma Imaging. Diunduh dari
www.medicine.medscape.com/article/402757-overviewpada tanggal 15
Oktober 2015.
6. Turkington, et all. Neck Masses in Children. In British Journal Radiologi
(2005) 78, 75-88. British Institute of Radiology. Diunduh
dariwww.bjr.birjournals.org/cgi/content/full/78/925/75pada tanggal 15
Oktober 2015.

7. Nyberg, A., David, M.D., Mc Gahan P John, M.D., Pretorius H. Dolores,


M.D, Pilu Gianluigi, M.D. 2003. Diagnostic Imaging of Fetal Anomalies.
Lippincott williams & wilkins. 530 Walnut street. Philadelphia,PA 19106.
USA.

8. Varma, Thangam R. Cystc hygroma, colli. London: St. George’s Hospital &
Medical School. Diunduh dari www.sonoworld.com/fetus/page.aspx?
id=202pada tanggal 15 Oktober 2015.

9. Trager, Jochen, Seidensticker, Peter. 2008. Head and Neck in Paediatric


Imaging Text Book. Chapter 3:39-40.

27
10. Wiley, John. 2003. Prenatal Diagnosis of a Huge Cystic Hygroma Colli.
Journal Ultrasound Obstet Gynecol; 22: 323–324. Published online in Wiley
Inter Science. Diunduh dari

www.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/uog.219/pdfpada tanggal 15
Oktober 2015.

11. Sandhyarani, Ningthoujam. Anatomy of neck. Diunduh dari


www.buzzle.com/articles/anatomy-of-neck.htmlpada tanggal 15 Oktober
2015.

12. Pameijer, Frank et all. 2009. Neck spaces - Infrahyoid Neck ;Normal
Anatomy and Pathology. Radiology Department of the University Medical
Centre of Utrecht, the Rijnstate Hospital in Arnhem and the Rijnland hospital
in Leiderdorp, the Netherlands. Diunduh dari
www.radiologyassistant.nl/en/49c603213caffpada tanggal 15 Oktober 2015.

13. Ellis, Harrold. 2006.The Vein of The Head and Neck. In Clinical Anatomy
Text Book. UK: Blackwell publishing. Part 5::304.
14. Departemen of Human Genetics of Medicals Genetics. Cystic Higroma.
Emory University of Human Genetics. Diunduh dari
www.genetics.emory.edu/.../Emory_Human_Genetics_Cystic_Hy... - Amerika
Serikatpada tanggal 15 Oktober 2015.

15. Wilson, JW. 1995. Neonatal Respiratory Obstruction due to Hygroma Colli
Cysticum. Hospitals Group, Northern Ireland, City and County Hospital,
Londonderry.
16. Domansky, Mark, et all. 2007. Pediatric Neck Masses. Diunduh
dariwww.utmb.edu/otoref/grnds/pedi-neck-mass.../pedi-neck-mass-
071021.pdfpada tanggal 15 Oktober 2015.
17. Estroff, JA. 2001. Nuchal translucency in Turner syndrome. In: Cohen HL,
Sivit CJ, eds. Fetal & Pediatric Ultrasound. Columbus, OH: McGraw-Hill;
36-8.
18. Amin, Umar et all. 2007. Cystic Hygroma an Unusual Cause of Induced
Abortion in Journal: J Ayub Med Coll Abbottabad 2007; 19(1) : 61.

28
Diunduhdari www.docpdf.info/articles/hygroma+report+a+case.htmlpada
tanggal 15 Oktober 2015.
19. Graesslin, et all. 2007. Characteristics and Outcome of Fetal Cystic
Hygroma Diagnosed In the First Trimester. Acta obstet Gynecol Scand.
86(12):1442-6.
20. Chervenak,FA, et all. 1983. Fetal Cystic Higroma. Cause ang Natural
History. N ; J Med, Oct 6; 309(14):822-5.
21. Rasidaki M, Sifakis S, Vardaki E, et all. Prenatal diagnosis of a fetal chest
wall cystic lymphangioma using ultrasonography and MRI: a case report
with literature review. Fetal Diagn Ther. Nov-Dec 2005; 20 (6):504-7.
22. Cohen HL. Ascites and pleural effusion in hydrops. In: Cohen HL, Sivit CJ,
eds. Fetal and Pediatric Ultrasound. New York, NY: McGraw-Hill;2001:79-
82.
23. Mota R, Ramalho C, Monteiro J, et all. Envolving indication for the exit
procedure: usefulness of combining ultrasound and fetal MRI. Fetal Diagn
Ther. 2007; 22(2):107-11.

29

Vous aimerez peut-être aussi