Vous êtes sur la page 1sur 18

IV.

ANALISIS MODEL RANTAI PASOK

4.1. Gambaran Umum Cluster Buah di Jawa Barat

Sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah


Daerah diberikan kewenangan untuk membangun daerahnya sesuai dengan potensi dan
unggulan yang dimiliki. Dalam konteks pembangunan ekonomi, secara umum kontribusi
sektor industri, khususnya sektor manufaktur masih menghadapi berbagai kendala dan
masalah. Kendala dan masalah tersebut antara lain : a) Lemahnya infrastruktur listrik, air dan
transportasi; b) Terbatasnya kemampuan sumber daya manusia; c) Potensi sumber daya yang
dimiliki belum dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan baku industri; d) Iklim
usaha dan investasi daerah yang kurang kondusif; e) Belum sinerginya beragam program dan
kebijakan antar sektor.

Di sisi lain, daerah mempunyai sumber daya alam yang berpotensi sebagai bahan
baku industri, diperlukan arah dan fokus pembangunan industri daerah, yang dalam hal ini
dapat melalui konsep One Village One Product (OVOP). Sukses telah diraih Thailand dalam
mengembangkan konsep One Tambon One Product (OTOP) dan salah satu Provinsi di
Jepang, yaitu Oita Prefecture mengembangkan konsep One Village One Product (OVOP).

Strategi pengembangan semua sektor ekonomi, antara lain melalui pendekatan


OVOP, diharapkan akan memberikan tambahan lapangan kerja, peningkatan pendapatan
daerah, peningkatan produktivitas, peningkatan ekspor, tumbuhnya usaha-usaha baru dan
berkembangnya inovasi yang akan membantu terwujudnya masyarakat yang dicita-citakan,
yaitu masyarakat berdaya saing, sejahtera dan maju.

Berbagai pendekatan pembangunan telah dipergunakan dalam menyusun perencanaan


industri, walaupun tidak selalu optimal. Pendekatan pembangunan wilayah telah menjadi
cikal bakal istilah klaster yang berkembang dengan pendekatan lain. Secara konvensional
perencanaan industri dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan berikut :

1. Pendekatan Bahan Baku, biasa dilakukan untuk memperhitungkan industri yang


dikembangkan berbasiskan ketersediaan bahan baku. Pengembangan industri kehutanan
yang lebih banyak di luar Jawa daripada di Jawa pada rentang waktu 1970-1990 adalah
salah satu model pendekatan bahan baku. Pertimbangan utama adalah masalah
pemindahan atau transportasi bahan baku. Ribuan tenaga kerja didatangkan dari pulau
Jawa untuk mengelola industri tersebut.
2. Pendekatan Pasar, dilakukan terhadap perencanaan industri consumer goods mengingat
jumlah penduduk yang sangat besar sebagai pasar potensial. Industri mebel hampir tidak
ada yang dikembangkan di Pulau Kalimantan walaupun sumber bahan baku kayu berasal
dari daerah tersebut. Tidak tersedianya pelabuhan peti kemas sebagai salah satu perangkat
pemasaran produk mebel, menjadi salah satu alasan penting.

3. Pendekatan Tenaga Kerja, menjadi pertimbangan paling khas di Indonesia. Keputusan


pemilihan industri padat karya atau padat modal dengan mesin-mesin otomatis menjadi
bahan perdebatan. Angkatan kerja menganggur yang hampir mencapai tingkat 40%
memerlukan pertimbangan khusus dalam perencanaan industri. Negara-negara terkemuka
yang telah sukses menggunakan pendekatan klaster justru mengimpor tenaga kerja dari
negara lain karena kekurangan, tetapi Indonesia justru sebaliknya. Pendekatan tenaga
kerja, dalam artian general worker, telah tampak di Indonesia pada industri rokok.

4. Pendekatan Teknologi (Foot Loose), adalah konsep pembangunan industri dengan hanya
mengandalkan penguasaan teknologi. Industri seperti ini tidak bergantung kepada bahan
baku, dapat dipasarkan kemana saja atau justru pasarnya sudah given, dan tidak
memerlukan tenaga kerja banyak. Contoh terbaik adalah industri elektronika dimana
dengan mudah dipindahkan oleh investor dari suatu daerah ke daerah lain bahkan kini
keluar dari negara Indonesia.

Seperti telah dikemukakan, fokus pembangunan industri jangka menengah adalah


penguatan dan penumbuhan klaster-klaster industri inti yang berjumlah sepuluh kelompok
industri, yaitu : 1) industri makanan dan minuman; 2) industri pengolahan hasil laut; 3)
industri tekstil dan produk tekstil; 4) industri alas kaki; 5) industri kelapa sawit; 6) industri
barang kayu (termasuk rotan); 7) industri karet dan barang karet; 8) industri pulp dan kertas;
9) industri mesin listrik dan peralatannya; serta 10) industri petrokimia. Pengembangan
sepuluh klaster industri inti dilakukan secara komprehensif dan integrative, yang didukung
secara simultan dengan pengembangan industri terkait (related industries) dan industri
penunjang (supporting industries).

Pada tahun 2006 departemen perindustrian membentuk dan membina klaster industri
pengolahan buah di darah jawa barat. Fokus klaster pengolahan buah adalah daerah Cirebon,
Indramayu, Majalengka dan Kuningan. Secara umum tujuan pembentukan klster ini adalah
untuk peningkatan daya saing ekonomi masyarakat melalui berbagai aktivitas usaha yang
bersifat kemitraan (partnership) dan saling melengkapi satu sama lain diantara para
pemangku kepentingan.

Industry pengolahan buah yang dikembangkan adalah industry pengolahan buah


mangga. Karena daerah Cirebon, Indramayu, majalengka dan kuningan merupakan daerah
penghasil mangga yang terbesar di Jawa barat.

4.2. Rantai Pasok Buah Mangga

4.2.1. Struktur Rantai Pasok

Menurut Chopra dan Meindl (2004), suatu rantai pasok terdiri dari berbagai
pihak, baik terlibat secara langsung maupun yang tidak langsung. Tidak hanya
terkait pada produsen dan pemasok tetapi juga pada distributor dan customer.
Rantai pasok bersifat dinamis dan memiliki aliran informasi, produk dan uang.
Tujuan utama dari rantai pasok adalah memenuhi kepuasan pelanggan, bagi
perusahaan adalah untuk mendapatkan keuntungan. Kegiatan rantai pasok ini
dimulai dari adanya order yang diajukan oleh customer dan berakhir setelah
kepuasan customer terpenuhi.

Struktur rantai pasok buah mangga di Jawa Barat terdiri atas beberapa faktor.
Diawali dari sumber bahan baku dari berbagai sumber, proses pengolahan buah
mangga menjadi produk-produk buah mangga, atau proses distribusi buah mangga
kepada konsumen. Struktur rantai pasok mangga di Jawa Barat, memiliki
beberapa pola sebagai berikut :

1. Struktur Rantai Pasok 1

Petani – Industri Pengolahan – Toko oleh-oleh – Konsumen

Pada struktur rantai pasok 1 grade mangga yang diperjualbelikan adalah


mangga dengan grade C, dengan harga grade C berkisar antara Rp 6.000,- per
Kg sampai Rp 7.000,- per Kg. Mangga yang diserap oleh industri pengolahan
buah mangga hanya 30%, sedangkan sisanya dijual dalam bentuk buah
mangga segar. Proses pembayaran untuk buah mangga dilakukan secara tunai.
Dimana petani memiliki hubungan atas dasar kepercayaan karena biasanya
petani menjual mangga yang diproduksinya hanya kepada Industri Pengolahan
langganannya. Biaya pemanenen dan distribusi ditanggung oleh petani. Untuk
produk olahan mangga biaya distribusi ditanggung oleh pemilik Industri
pengolahan untuk disebarkan di toko oleh-oleh. Sistem pembayaran dilakukan
jika barang di toko tersebut laku terjual.

2. Struktur Rantai Pasok 2

Petani –Industri Pengolahan – Konsumen

Pada struktur rantai pasok 2 grade mangga yang diperjualbelikan adalah


mangga dengan grade C, dengan harga grade C berkisar antara Rp 6.000,- per
Kg sampai Rp 7.000,- per Kg. Proses pembayaran untuk buah mangga
dilakukan secara tunai. Aliran mangga sama seperti struktur rantai pasok 1.
Perbedaan struktur rantai pasok 2 dan struktur rantai pasok 1 adalah dimana
biaya distribusi langsung ditanggung oleh konsumen. Konsumen datang
langsung ke tempat industri pengolahan dan memesan dalam volume besar.
Pembayaran yang terjadi untuk produk olahan mangga dilakukan secara tunai.

3. Struktur Rantai Pasok 3

Petani – Pedagang Pengumpul Kecil – Industri Pengolahan – Toko Oleh-oleh


– Konsumen

Struktur rantai pasok 3, grade mangga yang dijual sama dengang grade
mangga pada struktur rantai pasok 1 dan 2. Aliran mangga dan produk hampir
sama dengan struktur rantai pasok 1, dimana produk olahan dijual dulu di toko
oleh-oleh. Perbedaannya terletak pada aliran buah mangga pada struktur rantai
pasok 1 dari petani langsung ke Industri pengolahan sedangkan pada struktur
rantai pasok 3 dari petani melalui pedagang pengumpul kecil baru ke Industri
pengolahan.

4. Struktur Rantai Pasok 4

Petani – Pedagang Pengumpul Kecil – Industri Pengolahan – Konsumen

Struktur rantai pasok 4, grade mangga yang dijual sama dengang grade
mangga pada struktur rantai pasok 1, 2 dan 3. Aliran mangga dan produk
hampir sama dengan struktur rantai pasok 2, dimana produk olahan dijual
langsung ke konsumen. Perbedaan struktur rantai pasok 2 dan struktur rantai
pasok 4 terletak pada aliran buah mangga pada struktur rantai pasok 2 dari
petani langsung ke Industri pengolahan sedangkan pada struktur rantai pasok 4
dari petani melalui pedagang pengumpul kecil baru ke Industri pengolahan.

5. Struktur Rantai Pasok 5

Petani – Pedagang Pengumpul Kecil – Pedagang Pengumpul Besar –


Pedagang Pengecer di Pasar Lokal – Konsumen Lokal

Pada struktur rantai pasok 5 grade mangga yang diperjualbelikan adalah


mangga dengan grade B dan grade C, dengan harga grade B sebesar Rp
14.000,00 dan harga grade C berkisar antara Rp 6.000,- per Kg sampai Rp
7.000,- per Kg. Harga yang berlaku yang terjadi dalam proses penjualan
tersebut adalah harga yang terjadi di pasar saat teransaksi terjadi. Proses
pembayaran yang berlaku adalah pembayaran tunai. Dimana petani memiliki
hubungan atas dasar kepercayaan karena biasanya petani menjual mangga
yang diproduksinya hanya kepada pedagang pengumpul kecil langganannya.

6. Struktur Rantai Pasok 6

Petani – Pedagang Pengumpul Besar – Pedagang Pengecer di Pasar Lokal –


Konsumen Lokal

Pada struktur rantai pasok 6 grade mangga yang diperjualbelikan adalah


mangga dengan grade B dan grade C, dengan harga grade B sebesar Rp
14.000,00 dan harga grade C berkisar antara Rp 6.000,- per Kg sampai Rp
7.000,- per Kg. Proses pembayaran yang berlaku sama dengan pola struktur
rantai pasok 5 yaitu pembayaran tunai dan harga yang berlaku juga merupakan
harga yang terjadi di pasar saat teransaksi berlangsung. Dimana petani
memiliki hubungan atas dasar kepercayaan karena biasanya petani menjual
mangga yang diproduksinya hanya kepada pedagang pengumpul besar
langganannya.

7. Struktur Rantai Pasok 7

Petani – Pedagang Pengumpul Kecil – Pedagang Pengumpul Besar –


Pedagang di Pasar Induk – Pedagang Pengecer di Luar Daerah – Konsumen

Pada struktur rantai pasok 7 grade mangga yang diperjualbelikan adalah


mangga dengan grade A dan grade B, dengan harga grade A sebesar Rp
17.000,- per kg dan harga grade B Rp 15.000,- per kg. Proses jual beli antara
pedagang pengumpul besar dengan pedagang di luar daerah Cirebon,
Indramayu dan Majalengka terjadi seperti pada struktur rantai pasok 2, bahkan
tidak menutup kemungkinan terjadinya perdagangan antar pulau karena
biasanya para pedagang pengumpul dari luar pulau melakukan pembelian
mangga melalui pasar induk yang terdapat di Jakarta (Pasar Induk keramat
Jati) dan Bandung (Pasar Induk Caringin) atau langsung melakukan pembelian
kepada pedagang pengumpul besar yang ada di Cirebon, Indramayu dan
Majalengka.

Sistem pembayaran yang terjadi pada rantai pasok 7 adalah pembayaran secara
tunai ataupun pembayaran di muka. Sistem pembayaran di muka terjadi
apabila terjadi pesanan yang melebihi volume penjualan seperti biasanya.
Diperlukan modal yang besar apibila pesanan dari luar pulau melebihi volume
penjualan ke pasar induk yang dilakukan oleh pedagang pengumpul besar.

8. Struktur Rantai Pasok 8

Petani – Pedagang Pengumpul Besar – Pedagang di Pasar Induk – Pedagang


Pengecer di Luar Daerah – Konsumen

Pada struktur rantai pasok 8 grade mangga yang diperjualbelikan sama dengan
pada struktur rantai pasok 7 yaitu mangga dengan grade A dan grade B,
dengan harga grade A sebesar Rp 17.000,- per kg dan harga grade B Rp
15.000,- per kg. Perbedaan struktur rantai pasok 7 dan struktur rantai pasok 8
hanya terletak pada aliran mangga dari petani pada struktur rantai pasok 7
menuju pedagang pengumpul kecil, sedangkan pada struktur rantai pasok 8
aliran mangga dari petani langsung menuju ke pedagang pengumpul besar.
Sistem pembayaran pun sama dengan struktur rantai pasok 7 yaitu sistem
pembayaran dimuka.

9. Struktur Rantai Pasok 9

Petani – Pedagang Pengumpul Kecil – Pedagang Pengumpul Besar –


Supermarket – Konsumen

Struktur rantai pasok 9 grade mangga yang diperjualbelikan adalah mangga


dengan grade A dan grade B, dengan harga grade A sebesar Rp 20.000,- per kg
dan harga grade B berkisar antara Rp 17.000,- sampai Rp 18.000,- per kg.
Sistem penjualan yang terjadi dalam struktur rantai pasok 9 adalah sistem
penjualan kontrak yang terjadi antara pedagang pengumpul besar dengan pihak
supermarket. Yang dimaksud dengan sistem penjualan kontrak di sini adalah
sistem penjualan dimana pedagang pengumpul harus mampu memenuhi
volume permintaan tetap oleh pihak supermarket dalam kurun waktu periode
tertentu. Pedagang pengumpul dibayar atas jumlah penjualan mangga dalam
kurun waktu satu sampai dua minggu dihitung semenjak hari pengiriman
mangga ke pihak supermarket.

Pada struktur rantai pasok 9 ini pedagang pengumpul besar kurang menyukai
karena adanya sistem pembayaran tunda dan pembayaran dilakukan atas
jumlah mangga yang terjual saja. Pedagang pengumpul besar mengalami
kesulitan dalam memenuhi grade yang diminta oleh supermarket karena grade
yang harus dipenuhi sama dengan grade untuk ekspor, sedangkan harga yang
diterima pedagang pengumpul besar dari supermarket lebih rendah dari harga
yang diterima bila mangga tersebut untuk ekspor.

10. Struktur Rantai Pasok 10

Petani – Pedagang Pengumpul Besar – Supermarket – Konsumen

Struktur rantai pasok 10 tidak jauh berbeda dengan struktur rantai pasok 9,
seperti sistem pembayaran yang dilakukan serta grade mangga yang
diperjualbelikan sama seperti pada struktur rantai pasok 9. Adapun
perbedaannya hanya pada struktur rantai pasok 9 aliran mangga dari petani
mengalir melalui pedagang pengumpul kecil terlebih dahulu, sedangkan pada
struktur rantai pasok 10 aliran mangga dari petani mengalir langsung ke
pedagang pengumpul besar.

11. Struktur Rantai Pasok 11

Petani – Pedagang Pengumpul Kecil – Pedagang Pengumpul Besar – eksportir


– Konsumen luar negeri.

Pada struktur rantai pasok 11 terjadi perdagangan antar Negara, dimana pihak
eksportir merupakan penentu atas harga pembeliaan yang berlaku kepada
pedagang pengumpul besar. Sistem pembayaran yang terjadi pada struktur
rantai pasok 11 adalah sistem pembayaran tunai dengan kontrak pembelian
oleh eksportir atas pedagang pengumpul besar. Dalam pola saluran pemasaran
ini pedagang pengumpul besar mengalami kesulitan dalam memenuhi mangga
di jawa barat untuk memenuhi syarat untuk ekspor tidak sebanding dengan
jumlah permintaan ekspor yang tinggi. Pada struktur rantai pasok 11 grade
mangga yang diperjualbelikan adalah mangga dengan grade A.

12. Struktur Rantai Pasok 12

Petani – Pedagang Pengumpul besar – Eksportir – Konsumen Luar Negeri

Struktur rantai pasok 12 tidak jauh berbeda dengan struktur rantai pasok 11,
dalam hal sistem pembayaran serta grade mangga yang diperjualbelikan.
Perbedaan antara struktur rantai pasok 11 dan struktur rantai pasok 12 hanya
pada aliran mangga di struktur rantai pasok 11 terlebih dahulu melalui
pedagang pengumpul kecil sedangkan pada struktur rantai pasok 12 langsung
menuju ke pedagang pengumpul besar.

Anggota rantai pasok yang menjelaskan aliran komoditas mulai dari hulu sampai
hilir dijelaskan pada tabel xxx.

Tingkata
Anggota Proses Aktivitas
n
Produsen  Petani  Budidaya Melakukan pembibitan,
 Industri Pengolahan  Distribusi penanaman, perawatan,
 Penjualan pemanenan. Setelah
panen petani akan
mendistribusikan ke
bandar, ke Industri
pengolahan atau dijual
langsung di pasar
tradisional.
Pengolah  Pedagang  Pembelian Bandar melakukan
pengumpul kecil  Sortasi pembeliaan buah mangga
 Pedagang  Pengolahan dari petani, selanjutnya
pengumpul besar  Penyimpanan di sortasi dan
 Eksportir  Penjualan didistribusikan kepada
 Industri pengolahan eksportir dan Industri
pengolahan.
Ekspotir melakukan
pembelian buah mangga
ke bandar, lalu mangga
akan dijual ke pasar luar
negeri.
Industri pengolahan
melakukan pembelian ke
bandar dan petani,
mangga akan diolah lalu
dipasarkan di toko oleh-
oleh maupun langsung ke
konsumen.
Ritel  Supermarket  Pembelian Melakukan pembelian ke
 Toko Oleh-oleh  Penyimpanan bandar/eksportir untuk
 Penjualan selanjutnya penjualan ke
konsumen.
Konsumen  Pedagang pengecer  Pembeliaan Melakukan pembelian
di pasar lokal produk olahan mangga
 Pedagang pengecer dari pasar tradisional,
di luar daerah toko oleh-oleh atau
 Pedagang di pasar langsung ke Industri
induk Pengolahan
 Masyarakat umum

4.2.2. Entitas Rantai

a) Produk

Entitas rantai pasokan menggambarkan elemen-elemen di dalam rantai


pasok. Elemen-elemen ditinjau dari produk, pasar, stakeholder dan situasi
persaingan dari rantai pasok. Buah mangga merupakan salah satu buah musiman
yang sangat digemari di dalam negeri, dan mempunyai prospek yang baik sebagai
komoditas ekspor. Pada umumnya mangga dikonsumsi segar, tetapi untuk
menambah nilai tambah dan daya tahan dipasaran mangga diolah menjadi produk
olahan seperti asinan, manisan, sirop dan dodol manggga. Buah mangga yang
banyak dikonsumsi dalam keadaan segar dan mempunyai nilai ekonomis yang
cukup tinggi antara lain varietas Gedong, Golek, Manalagi, Cengkir dan
Arumanis. Standar grading buah mangga di Indonesia menurut Dirjen Pertanian
Tanaman Pangan dapat dilihat pada tabel xx, dan Standar mutu buah mangga
menurut SNI dapat dilihat pada tabel xx.

Produksi buah mangga 80% dijual segar, dan sisanya diolah menjadi
produk olahan seperti manisan mangga, minuman sari buah, sirop, pure dan
dodol. Mangga yang digunakan sebagai bahan baku IKM ini biasanya grade C .
Tabel xx. Grading Buah Mangga di Indonesia Menurut Jenis dan Ukurannya

Varietas Besar (gr) Sedang (gr) Kecil (gr) Sangat Kecil (gr)

Arumanis > 400 350 - 400 300 - 349 250 – 299

Golek > 500 450 – 500 400 – 449 350 – 399

Gedong > 250 200 – 250 150 – 199 100 – 149

Manalagi > 400 350 - 400 300 - 349 250 - 299


Sumber : Dirjen Pertanian Tanaman Pangan, 1992

Tabel xx. Standar Mutu Buah Mangga Menurut SNI

Kriteria Mutu I Mutu II

1. Kesamaan sifat varietas Seragam Seragam


2. Tingkat ketuaan Tua dan tidak terlalu matang Tua dan tidak terlalu matang
3. Kekerasan Keras Cukup Keras
4. Ukuran Seragam Kurang Seragam
5. Kerusakan max (%) 5 10
6. Kotoran Bebas Bebas
7. Busuk max (%) 1 1
Sumber : SNI 01-3164-1992

b) Pasar

Jangkauan pemasaran mangga dari Cirebon, Indramayu dan Majalengka


tidak hanya ke wilayah Jawa Barat tetapi juga ke wilayah luar Jabar seperti
Jakarta, Sumatra Utara dan Sumatra Barat. Petani menjual mangga ke pengumpul
dalam bentuk hasil panen seadanya dikenal dengan nama ”bentuk rucah”,
campuran berbagai jenis mangga, ukuran dan tingkat kematangan buah.
Selanjutnya oleh pengumpul dilakukan sortasi berdasarkan varietas, ukuran dan
kematangan, dihasilkan mangga grade (A dan B) sebanyak 70% dan sisanya
mangga grade C 30%. Cara sortasi ini sesuai dengan penelitian Iswariyadi (1993),
yaitu :

Tabel xx. Pengelompokan Kelas Mangga Menurut Ukuran


Kelas Nama Ukuran biji Komposisi
(Butir/ku) (%)
I VIP (Grade A) 210 40

II Super (Grade B) 280 30

III Rucah (Grade C) 300 30


Sumber : Iswariyadi, 1993

Pengumpul kecil atau pengumpul besar merupakan titik awal


pendistribusian mangga, mereka menjual mangga grade A dan B dalam satu
kelas (grade A/B) dijual ke pasar induk, pasar moderen dan eksportir sedangkan
grade C dijual ke pasar tradisional lokal yang tersebar di Majalengka, Cirebon
dan Indramayu atau dijual kepada Industri pengolahan buah mangga. Petani tidak
bisa menjual langsung ke pasar induk atau pasar modern karena ada persyaratan
yang sulit dipenuhi seperti jumlah volume penjualan dan kontinyuitas pengiriman
sedangkan penjualan langsung ke pasar modern terkendala dengan ketidak
tahuan prosedur dan proses pembayaran.

Pasar induk merupakan pasar acuan, harga beli yang ditawarkan


merekadijadikan pedoman dalam perhitungan menetapkan harga beli oleh
pedagang sebelumnya sampai ke tingkat petani. Tinggi rendahnya harga yang
ditawarkan pasar induk tergantung kepada keseimbangan antara jumlah
penawaran dan permintaan. Pada masa panen raya, harga jual mangga rendah
sampai mencapai titik terendah dikarenakan suplai mangga melebihi permintaan
pasar dan ada kiriman panen dari daerah lain terutama Jatim dan Jateng.
Sebaliknya pada musim panceklik harga jual mangga mahal dan mencapai harga
tertinggi dikarenakan permintaan mangga melebihi supplay.

c) Pemangku kepentingan

Banyak pihak yang berperan sebagai pemangku kepentingan dalam


anggota rantai pasok. Pemangku tersebut adalah petani mangga, pengumpul kecil,
pengumpul besar, industri pengolahan, pedagang pengecer di pasar lokal,
pedagang pengecer di luar daerahpedagang di pasar induk, supermarket dan toko
oleh-oleh.
d) Kemitraan

Petani menjalin kemitraan dengan pedagang pengumpul besar dengan


mekanisme dimana petani memperoleh bantuan modal usaha tani dari pedagang
pengumpul besardi awal kegiatan usaha taninya, dan selanjutnya dibayar saat
panen dan menjual produk ke pengumpul besar tersebut dengan tingkat harga jual
yang berlaku saat teransaksi tersebut.

Kewajiban pedagang pengepul besar antara lain adalah : 1) menyediakan


bibit berkualitas sesuai permintaan komoditas mangga ; 2) menyediakan input
lainnya sesuai kebutuhan petani mitra; 3) menyediakan modal kerja; 4)
menampung dan memasarkan hasil mangga dari petani. Sementara itu, petani
berkewajiban : 1) melakukan budidaya secara baik sesuai dengan varietas yang
diminta pasar; 2) melaporkan jadwal kegiatan terutama jadwal tanam dan panen;
3) menjual seluruh hasil produksinya ke pedagang pengumpul besar.

4.2.3. Sasaran Rantai

a) Sasaran Pasar

Produk hulu yang dihasilkan dari buah mangga yaitu buah mangga segar
dan produk olahan mangga. Produk mangga segar dibedakan menjadi tiga grade
yaitu grade A, grade B, grade C. kualitas mangga grade A dan grade B yaitu
buahnya memiliki warna merah merata, bentuk sempurna, berat untuk grade A >
2,2 ons per buah dan berat untuk grade B < 2,2 ons per buah, tanpa cacat dan
getah yang tertinggal di kulit. Grade mangga jenis C yaitu buah yang rusak
karena jatuh pada saat pemanenan, gigitan lalat buah dan hama pengganggu
lainnya, bentuk yang tidak sempurna (buah tidak dapat diberdirikan, terlalu besar
atau terlalu kecil, banyak getah yang tertinggal pada kulit buah).

Mangga grade C kepada pedagang pengecer di pasar local, Industri


pengolahan, Mangga dengan grade B akan dijual ke pasar induk dan pedagang
dari luar daerah. Sedangkan untuk mangga grade A ditujukan untuk pasar modern
seperti supermarket dan untuk konsumen luar negeri.

b) Sasaran Pengembangan

c) Pengembangan kemitraan
Pengembangan kemitraan yang dilakukan kepada petani mangga agar
kualitas mangga yang dihasilkan sesuai dengan keinginan pasar maka perlu
dibina dalam melakukan budidaya pertanian mangga dari mulai penanaman,
pemupukan dan pemanenan.

4.2.4. Manajemen Rantai

a) Struktur Manajemen

Pada rantai pasokan Mangga di Jawa Barat, anggota rantai pasok mulai
dari petani, pedagang pengumpul kecil dan besar, pedagang pengecer local,
pedagang pengecer luar daerah, pedagang pasar induk, supermarket dan eksportir
belum menggunakan sistem manajemen yang baik. Petani mangga bertindak
sebagai produsen yang menanam dan membudidayakan mangga. Pengumpul kecil
dan besar membeli hasil panen mangga dari petani, pengumpul melakukan sortasi
dan grading. Pedagang local,Pedagang luar daerah dan eksportir akan membeli
mangga dari pengumpul besar dan melakukan sortasi dan pengemasan. Mangga
yang telah dikemas akan langsung dijual ke konsumen.

b) Pemilihan Mitra

Kriteria yang digunakan dalam pemilihan petani pada rantai pasokan


mangga adalah petani yang mampu memproduksi mangga sesuai dengan kualitas
yang diinginkan dan sanggup memasok secara kontiniu. Sedangkan untuk
pemilihin pedagang pengumpul, pedagang pengecer, pedagang pasar induk dan
eksportir yang dipakai adalah memiliki reputasi yang baik dan melakukan
pembayaran sesuai dengan jawalnya.

c) Kesepakatan Kontraktual

Kesepakatan yang terjadi antara petani dan pedagang pengumpul keci dan
besar, belum menggunakan kesepakatan kontraktual tertulis. Kesepakatan yang
terjadi biasanya berupa kesepakatan jual beli yang didasarkan atas dasar
kepercayaan. Biasanya kesepakatan kontraktual terjadi antara pedagang
pengumpul besar dengan supermarket dan eksportir. Kesepakatan yang diatur
mengenai kualitas produk, volume produksi, harga, waktu pengiriman, dan produk
yang ditolak.
d) Sistem Transaksi

Sistem teransaksi yang diterapkan pada rantai pasok buah mangga


berbeda-beda seperti pembayaran tunai, pembayaran tunda satu hari dan
pembayaran saat musim panen berakhir. Sistem pembayaran dari pedagang
pengumpul ke petani yang hasil panennya sedikit biasanya dilakukan secara tunai,
pembayaran tidak tunai biasanya diberikan pedagang yang tidak memiliki uang
tunai (menunggu hasil dari penjualan). Sistem pembayaran pada saat akhir musim
panen dilakukan kepada petani yang volume penjualannya banyak dan atas
permintaan petani itu sendiri. Sistem pembayaran oleh eksportir yaitu satu hari
setelah transaksi berlangsung. Proses teransaksi antara pedagang pengumpul
ditentukan oleh mutu mangga yang dihasilkan petani serta kedekatan hubungan
secara personal diantara keduanya. Semakin dekat hubungan diantara keduanya ,
maka harga yang diterima petani akan semakin sesuai dengan kualitas mangga
yang dihasilkannya.

e) Dukungan Kebijakan

Kebijakan pemerintah yang diharapkan oleh petani mangga adalah


berkaitan dengan permodalan. Pemerintah diharapkan mengeluarkan kebijakan
yang mampu mendorong agar sector perbankan mengucurkan dananya kepada
petani. Beberapa program pemerintah pusat yang mendukung seperti program
kredit usaha rakyat (KUR) belum membantu petani mangga, karena masih
mensyaratkan adanya agunan atas modal yang dipinjamnya.

4.2.5. Sumberdaya Rantai

a) Fisik

Sumber daya fisik rantai pasok mangga meliputi lahan pertanian, kondisi
jalan transportasi, dan infrastruktur lainnya seperti stasiun, bandara, sarana dan
prasarana pengangkutan

b) Teknologi

Penetapan teknologi yang tepat sangat penting untuk mendapatkan buah


mangga yang berkualitas. Teknologi pemilihan bibit dan pengendalian hama
adalah teknologi yang sangat mempengaruhi kualitas mangga yang dipanen.
Dalam pemilihan bibit mangga dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya
perbanyakan dengan biji, okulasi dan pencangkokkan. Teknologi pengendalian
hama dilakukan dengan cara pemotongan bagian yang terkena hama dan
penyemprotan dengan pestisida kimia. Petani masih menggunakan pestisida kimia
daripada yang alami. Pestisida kimia baik digunakan tujuh hari sebelum panen
dilakukan.

Petani belum seluruhnya menerapkan teknologi yang sama, sehingga


kualitas mangga yang dihasilkan menjadi beragam. Sebagian besar petani masih
menggunakan teknologi sederhana dalam budidaya mangga. Keterbatasan modal
dan pengetahuan mengenai teknologi budidaya merupakan faktor yang
menyebabkan petani tidak dapat menggunakan teknologi yang tepat

4.2.6. Proses Bisnis Rantai

a) Pola Distribusi

Pola distribusi yang dibangun oleh anggota rantai pasok memiliki pola
yang berbeda. Pola tersebut dibangun berdasarkan kemudahan aplikasi di
lapangan dan upaya untuk menghemat biaya. Menurut Chopra dan Meindl
(2004) ada enam pola jaringan distribusi yang berbeda untuk memindahkan
produk dari produsen ke konsumen, yaitu :

1. Manufacturer storage with direct shiping, yaitu produk dikirim secara


langsung dari produsen ke konsumen akhir tanpa melalui perantara ritel.

2. Manufacturer storage with direct shiping and in-transit merge, yaitu


produk dikirim ke konsumen akhir dengan sebelumnya disimpan di
gudang transit.

3. Distributor storage with package carrier delivery, yaitu produk dikirim ke


konsumen akhir melalui jasa kurir atau perusahaan ekspedisi. Persediaan
disimpan di gudang distributor atau ritel sebagai perantara.

4. Distributor storage with last mile delivery, seperti pada pola distribusi
sebelumnya namun pihak ekspedisi memiliki tempat penyimpanan yang
menyebar dan berdekatan dengan lokasi konsumen (hanya beberapa mil).

5. Manufacture/distributor storage with customer pickup, yaitu produk


dikirim ke lokasi penjemputan sesuai dengan yang diinginkankonsumen.
6. Retail storage with customer pickup, yaitu stok disimpan secara local di
took-toko ritel. Konsumen dapat memesan produk dengan menelepon atau
mendatangi secara langsung took-toko ritel.

Pola distribusi mangga di daerah Jawa Barat tidak sepenuhnya sama


dengan pola-pola distribusi di atas, tetapi secara umum mengikuti pola
distributor storage with package carrier delivery. Petani mangga menjual
hasil panennya kepada pengumpul kecil atau pengumpul besar. Selanjutnya
mangga tersebut disimpan dalam gudang milik pedagang pengumpul besar.
Mangga akan disortir sesuai dengan grade yang telah ditetapkan dan dikirim
ke pasar local, pasar induk, dan supermarket. Sedangkan eksportir mengambil
sendiri mangga yang dipesannya dengan menggunakan mobil truk yang
memiliki pendingin (cool truck). Mangga dikirim ke Negara tujuan ekspor
menggunakan jasa ekspedisi.

Permasalahan biaya pengiriman dan daya simpan produk yang pendek


menjadi faktor penentu distribusi produk. Mangga memiliki 6-14 hari pasca
pemanenan untuk memasarkan mulai dari produsen sampai ke konsumen.
Dalam hal ini, peran distributor sangat penting untuk dapat mendistribusikan
mangga dengan efisien dan kualitas baik dalam waktu yang relative singkat.

b) Pendukung anggota rantai

Ada beberapa faktor-faktor pendukung anggota rantai yaitu pelatihan dan


dukungan modal.

1. Pelatihan

Salah satu dukungan yang diperlukan petani adalah pelatihan-pelatihan


teknis budidaya, pengolahan pasca panen dan manajemen usaha.
Melalui kelompok tani, petani diberikan pelatihan teknik budidaya
mangga yang baik, pengendalian hama terpadu dan pelatihan
manajemen usaha. Melalui pelatihan-pelatihan teknis budidaya dan
pengolahan pasca panen, petani diharapkan dapat meningkatkan
kinerjanya baik itu mutu produk maupun kuantitasnya. Sedangkan
pelatihan manajemen usaha yang diberikan kepada petani dan pelaku
usaha mangga berupa pelatihan perencanaan bisnis, pelatihan ekspor-
impor dan pelatihan manajemen mutu.
2. Dukungan pembiayaan

Petani masih mengalami kendala dalam permodalan karena persoalan


birokrasi yang rumit dalam peminjaman ke perbankan. Petani belum
optimal dalam memanfaatkan kesempatan pinjaman modal ke
perbankan melalui program kredit usaha rakyat (KUR) yang
dirancang pemerintah untuk membantu industri kecil menengah
(IKM).

4.2.7. Kunci Sukses

Keberhasilan suatu rantai pasok tergantung dari sejauh mana pihak-pihak


yang terlibat di dalamnya mampu menerapkan kunci sukses yang mendasari setiap
aktifitas di dalam perdagangan. Kunci sukses tersebut merupakan praktek-praktek
penting yang jika dijalankan dengan baik, dapat memperlancar aktivitas bisnis di
sepanjang rantai pasokan. Kunci sukses tersebut adalah :

a) Trust building

Kepercayaan yang terbangun diantara anggota rantai pasok mampu


mendukung kelancaran aktivitas rantai pasok, seperti kelancaran transaksi,
penjualan, distribusi produk, dan distribusi informasi pasar. Membangun
kepercayaan diantara pihak-pihak yang bekerjasama, dapat dilakukan dengan
membuat kesepakatan yang baik tertulis maupun tidak tertulis. Apabila
kesepakatan tersebut dijalankan dengan sebaik-baiknya, maka para pelaku rantai
pasokan dapat menjalankan tanggung jawabnya masing-masing. Dengan demikian
trust building yang terbangun di dalam rantai pasokan dapat menciptakan rantai
pasokan yang kuat.

b) Koordinasi dan Kerjasama

Koordinasi diantara anggota rantai pasokan sangat penting untuk


mewujudkan kelancaran rantai pasokan. Koordinasi yang ada terbatas pada tiga
hal yaitu jenis, kuantitas pesanan dan harga tetapi belum berkoordinasi dalam
bentuk perencanaan. Koordinasi dalam bentuk perencanaan memungkinkan
terjadinya transparasi informasi pasar mulai dari hulu hingga hilir. Kerjasama
diantara anggota rantai pasokan tersebut harus diintensifkan agar koordinasi
berjalan dengan baik.

c) Kemudahan akses pembayaran

Akses pembiayaan dari lembaga keuangan yang mudah dan administrasi


yang tidak berbelit-belit akan memudahkan setiap anggota rantai pasok dalam
mengembangkan usahanya. Akses pembiayaan yang mudah dapat terjadi jika
terdapat koordinasi dari semua unsure dan pelaku yang terkait dengan aspek
pembiayaan, baik secara langsung seperti penguatan permodalan maupun yang
tidak langsung seperti penjaminan kredit.

d) Dukungan pemerintah

Peran pemerintah sebagai fasilitator, regulator dan motivator sangat


penting dalam mewujudkan iklim usaha yang kondusif. Distribusi informasi pasar,
pelatihan keuangan, pelatihan budidaya dan pengendalian hama terpadu serta
kebijakan yang mendukung perdagangan produk mangga turut mendorong
kemajuan usaha mangga. Dengan demikian, peran pemerintah untuk mendorong
berkembangnya produk mangga dapat meningkatkan daya saing rantai
pasokannya.

Chopra S dan P. Meindl. 2007. Supply Chain Management : Strategy, Planning and
Operation. Pearson Prentice Hall.

Satuhu, S. 2000. Penanganan Mangga Segar untuk Ekspor. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Vous aimerez peut-être aussi