Vous êtes sur la page 1sur 6

Patofisiologi

Thalassemia adalah kelainan herediter dari sintesis Hb akibat dari gangguan produksi
rantai globin. Penurunan produksi dari satu atau lebih rantai globin tertentu (α,β,γ,δ) akan
menghentikan sintesis Hb dan menghasilkan ketidakseimbangan dengan terjadinya produksi
rantai globin lain yang normal.
Karena dua tipe rantai globin (α dan non-α) berpasangan antara satu sama lain dengan
rasio hampir 1:1 untuk membentuk Hb normal, maka akan terjadi produksi berlebihan dari
rantai globin yang normal dan terjadi akumulasi rantai tersebut di dalam sel menyebabkan sel
menjadi tidak stabil dan memudahkan terjadinya destruksi sel. Ketidakseimbangan ini
merupakan suatu tanda khas pada semua bentuk thalassemia. Karena alasan ini, pada sebagian
besar thalassemia kurang sesuai disebut sebagai hemoglobinopati karena pada tipe-tipe
thalassemia tersebut didapatkan rantai globin normal secara struktural dan juga karena defeknya
terbatas pada menurunnya produksi dari rantai globin tertentu.
Tipe thalassemia biasanya membawa nama dari rantai yang tereduksi. Reduksi bervariasi
dari mulai sedikit penurunan hingga tidak diproduksi sama sekali (complete absence). Sebagai
contoh, apabila rantai β hanya sedikit diproduksi, tipe thalassemia-nya dinamakan sebagai
thalassemia-β+, sedangkan tipe thalassemia-β° menandakan bahwa pada tipe tersebut rantai β
tidak diproduksi sama sekali. Konsekuensi dari gangguan produksi rantai globin mengakibatkan
berkurangnya deposisi Hb pada sel darah merah (hipokromatik). Defisiensi Hb menyebabkan sel
darah merah menjadi lebih kecil, yang mengarah ke gambaran klasik thalassemia yaitu anemia
hipokromik mikrositik. Hal ini berlaku hampir pada semua bentuk anemia yang disebabkan oleh
adanya gangguan produksi dari salah satu atau kedua komponen Hb : heme atau globin. Namun
hal ini tidak terjadi pada silent carrier, karena pada penderita ini jumlah Hb dan indeks sel darah
merah berada dalam batas normal.
Pada tipe trait thalassemia-β yang paling umum, level Hb A2 (δ2/α2) biasanya meningkat.
Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan rantai δ oleh rantai α bebas yang eksesif,
yang mengakibatkan terjadinya kekurangan rantai β adekuat untuk dijadikan pasangan. Gen δ,
tidak seperti gen β dan α, diketahui memiliki keterbatasan fisiologis dalam kemampuannya untuk
memproduksi rantai δ yang stabil; dengan berpasangan dengan rantai α, rantai δ memproduksi
Hb A2 (kira-kira 2,5-3% dari total Hb). Sebagian dari rantai α yang berlebihan digunakan untuk
membentuk Hb A2, dimana sisanya (rantai α) akan terpresipitasi di dalam sel, bereaksi dengan
membran sel, mengintervensi divisi sel normal, dan bertindak sebagai benda asing sehingga
terjadinya destruksi dari sel darah merah. Tingkat toksisitas yang disebabkan oleh rantai yang
berlebihan bervariasi berdasarkan tipe dari rantai itu sendiri (misalnya toksisitas dari rantai α
pada thalassemia-β lebih nyata dibandingkan toksisitas rantai β pada thalassemia-α).
Dalam bentuk yang berat, seperti thalassemia-β mayor atau anemia Cooley, berlaku
patofisiologi yang sama dimana terdapat adanya substansial yang berlebihan. Kelebihan rantai α
bebas yang signifikan akibat kurangnya rantai β akan menyebabkan terjadinya pemecahan
prekursor sel darah merah di sumsum tulang (eritropoesis inefektif).

Produksi Rantai Globin


Untuk memahami perubahan genetik pada thalassemia, kita perlu mengenali dengan baik
proses fisiologis dari produksi rantai globin pada orang sehat atau normal. Suatu unit rantai
globin merupakan komponen utama untuk membentuk Hb : bersama-sama dengan Heme, rantai
globin menghasilkan Hb. Dua pasangan berbeda dari rantai globin akan membentuk struktur
tetramer dengan Heme sebagai intinya. Semua Hb normal dibentuk dari dua rantai globin α (atau
mirip-α) dan dua rantai globin non-α. Bermacam-macam tipe Hb terbentuk, tergantung dari tipe
rantai globin yang membentuknya. Masing-masing tipe Hb memiliki karakteristik yang berbeda
dalam mengikat oksigen, biasanya berhubungan dengan kebutuhan oksigen pada tahap-tahap
perkembangan yang berbeda dalam kehidupan manusia.
Pada masa kehidupan embrionik, rantai ζ(rantai mirip-α) berkombinasi dengan rantai γ
membentuk Hb Portland (ζ2γ2) dan dengan rantai ε untuk membentuk Hb Gower-1 (ζ2ε2).
Selanjutnya, ketika rantai α telah diproduksi, dibentuklah Hb Gower-2, berpasangan dengan
rantai ε (α2ε2). Hb Fetal dibentuk dari α2γ2 dan Hb dewasa primer (Hb A) dibentuk dari α2β2. Hb
fisiologis yang ketiga, Hb A2, dibentuk dari rantai α2δ2.
Gambar 2. Gen rantai α yang berduplikasi pada kromosom 16 berpasangan dengan rantai-
rantai non-α untuk memproduksi bermacam-macam Hb normal.

Patofisiologi seluler
Kelainan dasar dari semua tipe thalassemia adalah ketidakseimbangan sintesis rantai
globin. Namun, konsekuensi akumulasi dari produksi rantai globin yang berlebihan berbeda-beda
pada tiap tipe thalassemia. Pada thalassemia-β, rantai α yang berlebihan, tidak mampu
membentuk Hb tetramer, terpresipitasi di dalam prekursor sel darah merah dan, dengan berbagai
cara, menimbulkan hampir semua gejala yang bermanifestasi pada sindroma thalassemia-β;
situasi ini tidak terjadi pada thalassemia-α.
Rantai globin yang berlebihan pada thalassemia-α adalah rantai γ pada tahun-tahun
pertama kehidupan, dan rantai β pada usia yang lebih dewasa. Rantai-rantai tipe ini relatif
bersifat larut sehingga mampu membentuk homotetramer yang, meskipun relatif tidak stabil,
mampu tetap bertahan (viable) dan dapat memproduksi molekul Hb seperti Hb Bart (γ4) dan Hb
H (β4). Perbedaan dasar pada dua tipe utama ini mempengaruhi perbedaan besar pada manifestasi
klinis dan tingkat keparahan dari penyakit ini.
Rantai α yang terakumulasi di dalam prekursor sel darah merah bersifat tidak larut
(insoluble), terpresipitasi di dalam sel, berinteraksi dengan membran sel (mengakibatkan
kerusakan yang signifikan), dan mengganggu divisi sel. Kondisi ini menyebabkan terjadinya
destruksi intramedular dari prekursor sel darah merah. Sebagai tambahan, sel-sel yang bertahan
yang sampai ke sirkulasi darah perifer dengan intracellular inclusion bodies (rantai yang
berlebih) akan mengalami hemolisis; hal ini berarti bahwa baik hemolisis maupun eritropoesis
inefektif menyebabkan anemia pada penderita dengan thalassemia-β.
Kemampuan sebagian sel darah merah untuk mempertahankan produksi dari rantai γ,
yang mampu untuk berpasangan dengan sebagian rantai α yang berlebihan untuk membentuk Hb
F, adalah suatu hal yang menguntungkan. Ikatan dengan sebagian rantai berlebih tidak diragukan
lagi dapat mengurangi gejala dari penyakit dan menghasilkan Hb tambahan yang memiliki
kemampuan untuk membawa oksigen.
Selanjutnya, peningkatan produksi Hb F sebagai respon terhadap anemia berat,
menimbulkan mekanisme lain untuk melindungi sel darah merah pada penderita dengan
thalassemia-β. Peningkatan level Hb F akan meningkatkan afinitas oksigen, menyebabkan
terjadinya hipoksia, dimana, bersama-sama dengan anemia berat akan menstimulasi produksi
dari eritropoetin. Akibatnya, ekspansi luas dari massa eritroid yang inefektif akan menyebabkan
ekspansi tulang berat dan deformitas. Baik penyerapan besi dan laju metabolisme akan
meningkat, berkontribusi untuk menambah gejala klinis dan manifestasi laboratorium dari
penyakit ini. Sel darah merah abnormal dalam jumlah besar akan diproses di limpa, yang
bersama-sama dengan adanya hematopoesis sebagai respon dari anemia yang tidak diterapi, akan
menyebabkan splenomegali masif yang akhirnya akan menimbulkan terjadinya hipersplenisme.
Apabila anemia kronik pada penderita dikoreksi dengan transfusi darah secara teratur,
maka ekspansi luas dari sumsum tulang akibat eritropoesis inefektif dapat dicegah atau
dikembalikan seperti semula. Memberikan sumber besi tambahan secara teori hanya akan lebih
merugikan pasien. Namun, hal ini bukanlah masalah yang sebenarnya, karena penyerapan besi
diregulasi oleh dua faktor utama : eritropoesis inefektif dan jumlah besi pada penderita yang
bersangkutan. Eritropoesis yang inefektif akan menyebabkan peningkatan absorpsi besi karena
adanya downregulation dari gen HAMP, yang memproduksi hormon hepar yang dinamakan
hepcidin, regulator utama pada absorpsi besi di usus dan resirkulasi besi oleh makrofag. Hal ini
terjadi pada penderita dengan thalassemia intermedia.
Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat diperbaiki, dan
terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin; sehingga penyerapan besi akan berkurang dan
makrofag akan mempertahankan kadar besi.
Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi besi menurun
akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak terjadi pada penderita thalassemia-β
berat karena diduga faktor plasma menggantikan mekanisme tersebut dan mencegah terjadinya
produksi hepsidin sehingga absorpsi besi terus berlangsung meskipun penderita dalam keadaan
iron overload.
Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon lain bernama
ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan makrofag menuju plasma dan
menghantarkan besi dari plasenta menuju fetus. Ferroportin diregulasi oleh jumlah penyimpanan
besi dan jumlah hepsidin. Hubungan ini juga menjelaskan mengapa penderita dengan
thalassemia-β yang memiliki jumlah besi yang sama memiliki jumlah ferritin yang berbeda
sesuai dengan apakah mereka mendapat transfusi darah teratur atau tidak. Sebagai contoh,
penderita thalassemia-β intermedia yang tidak mendapatkan transfusi darah memiliki jumlah
ferritin yang lebih rendah dibandngkan dengan penderita yang mendapatkan transfusi darah
secara teratur, meskipun keduanya memiliki jumlah besi yang sama.
Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat dengan protein
pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti pada thalassemia berat, transferrin
tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di plasma. Besi ini cukup berbahaya karena memiliki
material untuk memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya akan terakumulasi pada organ-organ,
seperti jantung, kelenjar endokrin, dan hati, mengakibatkan terjadinya kerusakan pada organ-
organ tersebut (organ damage).

Hipotesa Malaria
Pada tahun 1949, Haldane menyatakan adanya suatu keuntungan selektif untuk bertahan
hidup pada individu dengan trait thalassemia pada daerah endemik malaria. Hardane berpendapat
bahwa penyakit sel darah merah letal seperti pada thalassemia, anemia sel sabit, dan defisiensi
G6PD terdapat hampir secara eksklusif pada daerah tropis dan subtropis. Insidens dari mutasi
genetik ini pada populas tertentu merefleksikan adanya keseimbangan antara kematian dini pada
penderita homozigot dengan peningkatan kesehatan pada penderita heterozigot.
Mekanisme proteksi terhadap malaria pada penderita trait thalassemia belum jelas. Sel
Hb F telah didemonstrasikan dapat menghambat pertumbuhan parasit malaria, dan, berdasarkan
tingginya level Hb F tersebut pada bayi dengan trait thalassemia-β, malaria serebral fatal yang
diketahui dapat menyebabkan kematian pada bayi tersebut dapat dicegah. Sel darah merah pada
penderita Penyakit Hb H juga memiliki semacam efek supresif terhadap pertumbuhan parasit.
Namun efek ini tidak ditemukan pada penderita dengan trait thalassemia-α.

Vous aimerez peut-être aussi