Vous êtes sur la page 1sur 5

MITIGASI PADA BENCANA STUNAMI

Istilah tsunami merupakan adopsi dari bahasa Jepang. Tsunami menurut Beni
(2006), adalah istilah yang berasal dari bahasa Jepang yang sekarang sudah menjadi
istilah yang biasa dipakai di seluruh penjuru dunia.

Tsunami berasal dari kata tsu yang berarti pelabuhan dan nami memiliki arti
ombak. Masyarakat Jepang biasanya setelah terjadi bencana tsunami akan pergi ke
pelabuhan untuk melihat seberapa besar kerusakan yang ditimbulkan, sehingga
dipakailah istilah tsunami (Sutowijoyo 2005).
Tsunami merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia.
Tsunami adalah gelombang besar yang dihasilkan oleh gempa bumi di dasar
samudera, letusan gunung api, atau longsoran masa batuan di sekitar basin samudera
(Djunire 2009).
Simandjuntak (1994) mengartikan tsunami sebagai salah satu kejadian alam
yang dicirikan oleh terjadinya pasang naik yang besar secara medadak yang biasanya
terjadi sesaat setelah terjadi goncangan gempa bumi tektonik. Gelombang yang
dihasilkan oleh bencana alam ini dapat menghancurkan daerah pemukiman yang
berada di dekat pantai.
Berdasarkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG)
(2006), tsunami adalah gelombang laut yang mampu menjalar dengan kecepatan
tinggi hingga lebih dari 900 km/jam, gelombang ini disebabkan oleh gempa bumi
yang terjadi di dasar laut.
Tsunami sendiri sangat berkaitan dengan perubahan bentuk dasar laut dengan cepat
karena adanya faktor-faktor geologi, seperti letusan gunung berapi ataupun gempa
bumi (Sudrajat 1994).
2. Karakteristik
Karakteristik umum dari tsunami pada dasarnya berbeda dengan karakteristik
ombak pada biasanya. Ombak merupakan gelombang air yang dihasilkan dari tiupan
angin, sedangkan tsunami merupakan gelombang yang dibentuk akibat adanya
kegiatan geologi bumi. Tsunami merupakan gelombang yang dapat mencapai panjang
gelombang lebih dari 150 km, serta memiliki kecepatan gelombang seperti pesawat
jet, yaitu sekitar 800 km/jam (King 1972). Menurut PVMBG (2006), kecepatan
gelombang tsunami bergantung pada kedalaman laut.

Tsunami memiliki panjang gelombang antara dua puncaknya lebih dari 100
km di laut lepas dan selisih waktu antara kedua puncak tersebut diperkirakan antara
10 menit sampai 1 jam. Pada saat mencapai pantai yang dangkal, teluk, atau muara
sungai, gelombang ini kemudian akan menurun kecepatannya, namun tinggi
gelombang akan meningkat sehingga sangat bersifat merusak benda-benda yang
berada di sekitar pantai.

Berikut adalah tabel yang menerangkan tentang hubungan antara kedalaman


gempa, kecepatan gelombang, dan panjang gelombang tsunami (PVBMG 2006):

Mitigasi Tsunami Mitigasi meliputi segala tindakan yang mencegah bahaya,


mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya, dan mengurangi daya rusak suatu
bahaya yang tidak dapat dihindarkan. Mitigasi adalah dasar managemen situasi
darurat. Mitigasi dapat didefinisikan sebagai “aksi yang mengurangi atau
menghilangkan resiko jangka panjang bahaya bencana alam dan akibatnya terhadap
manusia dan harta-benda” (FEMA, 2000). Mitigasi adalah usaha yang dilakukan
oleh segala pihak terkait pada tingkat negara, masyarakat dan individu.
Untuk mitigasi bahaya tsunami atau untuk bencana alam lainnya, sangat diperlukan
ketepatan dalam menilai kondisi alam yang terancam, merancang dan menerapkan
teknik peringatan bahaya, dan mempersiapkan daerah yang terancam untuk
mengurangi dampak negatif dari bahaya tersebut. Ketiga langkah penting tersebut:
1) penilaian bahaya(hazard assessment), 2) peringatan (warning), dan
3) persiapan (preparedness) adalah unsur utama model mitigasi. Unsur kunci lainnya
yang tidak terlibat langsung dalam mitigasi tetapi sangat mendukung
adalah penelitian yang terkait (tsunami-related research).
Langkah-langkah mitigasinya:

1. Menerbitkan peta wilayah rawan bencana


2. Memasang rambu-rambu peringatan bahaya dan larangandi wilayah rawan
bencana
3. Mengembangkan sumber daya manusia satuan pelaksana
4. Mengadakan pelatihan penanggulangan bencana kepada masyarakat di
wilayah rawan bencana
5. Mengadaka penyuluhan atas upaya peningkatan kewaspadaan masyarakat di
wilayah rawan bencana
6. Menyiapkan tempat penampungan sementara di jalur-jalur evakuasi jika
terjadi bencana
7. Memindahkan masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana ke tempat
yang aman
8. Membuat banguna untuk mengurangi dampak bencana
9. Membentuk pos-pos siaga bencana
Penerapan teknologi informasi terhadap tanda-tanda bencana alam:
A. Radio komunikasi
Radio komunikasi adalah pilihan mutlak untuk komunikasi di tingkat
lokal,terutama bagi satuan tugas pelaksana penaggulangn bencana alam dan
penangana pengungsi. Alat ini minimal telah tersebar di seluruh wilayah rawan
bencana.
B. Telepon
Melalui telepon , semua pihak dapat berbagi informasi dan komunikasi dengan
mudah karena hampir semua masyarakat mempunyai telepon
C. Pengeras suara
Pengeras suara merupakan pilihan untuk mengkomunikasikan kondisi kerawanan
bencana alam dalamcakupan wilayah yang sangat terbatas
D. Kentongan
Kentongan adalah alat komunikasi tradisional yang cukup akrab dengan
kehidupan masyarakat di berbagai pelosok dikawasa di indonesia. Isi pesan yang
disampaikan melalui tanda kentongan hendaknya singkat dan bermakna. Seperti
bunyi kentongan yang berbeda memiliki arti yang berbeda juga.

Menghindari Dampak Tsunami:


1. Sebelum terjadinya tsunami
 Mengenali apa yang disebut tsunami
 Memastikan struktur dan letak rumah
 Jika tinggal atau berada di pantai, segera menjauhi pantai
 Jika terjadi getaran atau gempa bumi, segera menjauhi pantai
 Selalu sedia alat komunikasi
2. Saat terjadi tsunami
 Bila berada di dalam ruangan, segera keluar untuk menyelamatkan diri
 Berlari menjauhi pantai
 Berlari ke tempat yang aman atau tempat lebih tinggi

3. Sesudah terjadi tsunami


 Periksa jika ada keluarga yang hilang ataupun yang terluka
 Minta pertolongan jika ada keluarga yang yang hilang atau terluka
 Jangan berjalan di sekitar daerah tsunami atau pantai, karena kemungkinan
terjadi bahaya susulan

Vous aimerez peut-être aussi