Vous êtes sur la page 1sur 15

BAB III

TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
a. Nama : Ny. U
b. Umur : 33 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Tgl Masuk RS :
e. Tgl Masuk ICU :
f. Tgl Pengkajian : 1 januari 2018
g. Dx Medis : Tumor abdomen Post Laparatomi

2. Keluhan Utama
“Sesak nafas”

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUP Dr. Kariadi dengan keluhan perut terasanyeri dan keas
dari hasil pemeriksaan RS.Slawi ada benjolan di perut kurang lebih selama 2 bulan
perut mulai membesar , ada nyeri, terasa keras, nafsu makan menurun , BB menurun,
muntah mual dan lemas.

4. Pengkajian Fokus
a. Airway : Sputum dalam jumlah berlebih pada ETT, terdengar suara ronkhi,
pasien tampak batuk
b. Breathing : Pasien tampak sesak, Penggunaan otot bantu nafas, RR 32 x/menit,
SPO2 99 %, irama ireguler, terpasang ventilator
c. Circulation : Irama Jantung reguler, gambaran EKG : Sinus Takikardia, BB : 63
kg, TB : 166 cm, BMI : 22,8.
d. Dissability : GCS : E (4), M (5), V (ETT), wajah tampak mengerutkan dahi, Skala
nyeri CPOT 4 (nyeri sedang). TD : 130/90 mmHg, N : 105 x/mnt
5. Pemeriksaan Fisik
a. Kulit
1) Warna kulit kuning
2) Terdapat luka bekas operasi laparatomi
3) Turgor kulit : edema pada daerah ekstremitas, dengan skala edema 2 + cekung
(2 cm)
4) Tampak keluar pus pada daerah luka
b. Dada
1) Inspeksi : Simetris
2) Palpasi : Fremitus kanan dan kiri sama
3) Perkusi : Suara resonan
4) Auskultasi : Terdengar suara ronkhi
c. Abdomen
1) Inspeksi : Terdapat luka post operasi
2) Auskultasi : Bunyi usus 12 x/menit
3) Palpasi : Nyeri karena ada luka
4) Perkusi : Bunyi pekak

6. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kimia Klinik (BGA)
Satuan Nilai Keterangan
BGA Hasil
Rujukan
Temp 38.9 C
FIO2 60.0 %
pH 7.403 7.35 - 7.45
PCO2 28.6 mmHg 35-45 L
PO2 55.6 mmHg 83.0 - 108.0 L
HCO3 18.0 mmol/L 22-26 L
TCO2 18.9 mmol/L
BEecf -7.0 mmol/L
BE (B) -5.1 mmol/L -2 - 3 L
SO2c 89.1 95-100 L
A-aDo2 323.2 mmHg
RI 5.8
b. Hematologi
Nilai
Hematologi Hasil Satuan Keterangan
Rujukan
Hemoglobin 10.3 g/dL 13.00-16.00 L
Hematokrit 31.9 % 40-54 L
Eritrosit 3.9 10^6/uL 4.4-5.9 L
MCH 26.4 Pg 27.00-32.00 L
MCV 81.8 fL 76-96
MCHC 32.3 g/dL 29.00-36.00
Leukosit 24.9 10^3/uL 3.8-10.6 H
Trombosit 314 10^3/uL 150-400
RDW 18.7 % 11.60-14.80 H
MPV 10.6 fL 4.00-11.00

c. Pemeriksaan Penunjang
MSCT abdomen
Kesan : a) limfadenopati multiple di p.aorta abdominalis
b) p = 2,58 cm
B. ANALISA DATA
No Hari / Tgl Data Problem Etiologi
senin/ 1-1- Ds : - Nyeri Akut Luka insisi
2018 Do : Terdapat luka bekas post op
operasi, terdapat pus pada luka,
Leukosit (24.9)
P: terasa saat aktivitas berlebih
di bed.
1
Q: nyeri terasa seperti ditusuk-
tusuk
R: daerah abdomen
S: skala 4
T: sering tiba-tiba muncul saat
aktivitas
Senin / 1- Ds : - Ketidakefektifan Penurunan
1-2018 Do : Pasien tampak sesak nafas, pola nafas tekanan
2 penggunaan otot bantu nafas, RR inspirasi
32 x/mnt, Irama ireguler atau
ekspirasi
Senin / 1- Ds : - Ketidakefekitifan Mukus
1-2018 Do : Terdapat penumpukan bersihan jalan berlebih
3 sekret pada selang ETT, nafas
terdengar suara ronkhi, tampak
kesulitan mengeluarkan dahak.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus berlebih
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan tekanan inspirasi atau
ekspirasi.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

D. PERENCANAAN
No
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Paraf
Dx
Setelah dilakukan asuhan a) Auskultasi bunyi nafas
keperawatan selama 3 x 24 jam klien tiap 2-4 jam atau bila
akan memperlihatkan kemampuan diperlukan
meningkatkan dan mempertahankan b) Lakukan penghisapan
keefktifan jalan nafas, dengan sekret
1 Maria
kriteria hasil : c) Pertahankan suhu
a) Tidak terdengar suara ronkhi humidifier tetap hangat
b) Trachea tube bebas dari sekret (35-37 °C)
c) Tak tampak sekret d) Kolaborasi p-emberian
nebulizer
Setelah dilakukan asuhan a) Lakukan monitor
keperawatan selama 3 x 24 jam klien ventilator setiap 1 jam
dapat mempertahankan pola nafas b) Posisikan klien semi
yang efektif. Kriteria Hasil : fowler / nyaman
2 Maria
a) Nafas sesuai dengan irama c) Evaluasi tekanan /
ventilator kebocoran balon cuff
b) Volume nafas adekuat d) Monitor slang / cubing
c) Alarm ventilator tidak berbunyi ventilator dari terlepas,
d) RR rentang normal (16-20 terlipat, bocor atau
x/menit. tersumbat.
e) Amankan slang ETT
dengan fiksasi
e) Monitor suara nafas dan
pergerakan dada secara
teratur.
Setelah dilakukan asuhan a) Kaji skala nyeri pada
keperawatan selama 3 x 24 jam klien pasien
mengalami penurunan rasa nyeri, b) Monitor TTV pada
dengan kriteria hasil : pasien
a) Skala nyeri berkurang c) Melakukan manajemen
3 Maria
b) TTV dalam rentang normal nyeri dengan: terapi
c) Tampak rileks sentuhan, pijat kaki,
terapi musik
d) Kolaborasi pemberian
obat farmakologi

E. IMPLEMENTASI
No Hari /
Implementasi Respon
Dx Tgl
1, Senin / Monitor hemodinamik, dan S : Pasien mengatakan nyeri
2 1-1- lakukan pengkajian kepada O:
& 2018 klien a. Skala nyeri CPOT 4
3 b. Wajah tampak
menyeringai
c. Pasien tampak sesak
d. Penggunaan otot bantu
nafas
e. Irama nafas Ireguler
f. Terdengar suara ronkhi
g. Terdapat secret pada
selang ETT dan mulut
h. TD : 150/100 mmHg
i. N : 105 x/mnt
j. RR : 32 x/mnt
k. S : 37.5 °C
l. SPO2 : 96%
1 Oral hygiene S:-
O : Pasien tampak lebih segar
dan bersih
2 Melakukan suction S:-
O : Secret sedikit berkurang,
masih terdengar suara ronkhi.
1 Memberikan posisi semi S:-
fowler O : Pasien tampak rilek. Nafas
lebih teratur (reguler)
3 Manajemen nyeri : terapi S:
pijat kaki O : pasien tampak rileks, skala
nyeri CPOT 4
1 Monitor Hemodinamik S:-
& O:
3 a. Irama Reguler
b. RR : 28 x/mnt
c. TD : 147/ 97 mmHg
d. S : 38.2 °C
e. N : 121 x/mnt
f. SPO2 : 98 %
1 selasa / Monitor Hemodinamik S:-
2-1- O:
2018 a. Irama reguler
b. Penggunaan otot bantu
nafas berkurang
c. RR : 26 x /mnt
d. SPO2 : 100 %
2 Melakukan nebulizer S:-
O : obat masuk melalui
nebulizer, untuk mengencerkan
dahak
3 Memandikan pasien S:-
O : Pasien tampak bersih dan
lebih rileks
2 Melakukan suction S:-
O : Sekret berkurang, suara
ronkhi berkurang
3 Manajemen nyeri : terapi S:-
pijat kaki O : Pasien tampak rileks, skala
nyeri CPOT 2
1, Monitor hemodinamik S:-
2 O:
& a. S : 37.6 °C
3 b. N : 104 x/mnt
c. RR : 25 x/mnt
d. TD : 135/89 mmHg
e. SPO2 : 99%
f. Irama Reguler
1, rabu, Monitor Hemodinamik S:-
2 3- 1- O:
& 2018 a. S : 36.8 °C
3 b. N : 122 x/mnt
c. RR : 23x/mnt
d. TD : 137/93 mmHg
e. SPO2 : 99%
f. Irama Reguler
1 Melakukan suction S:-
O : Membuka jalan nafas,
secret berkurang, suara ronkhi
berkurang
2 Monitor pola nafas dan S:-
posisikan nyaman O : RR : 22 x / mnt,
penggunnaan otot bantu nafas
sedikit berkurang, SPO2 100%,
pasien tampak rileks, irama
nafas reguler.
1, Monitor hemodinamik S:-
2 O:
& a. S : 36.6 °C
3 b. N : 116 x/mnt
c. RR : 22x/mnt
d. TD : 128/97 mmHg
e. SPO2 : 100%

F. EVALUASI
Hari/Tgl/Jam No Dx Evaluasi Paraf
Senin /1-1- 1 S:- Maria
2018 (14.00) O:
a. Jalan nafas lebih bersih
b. Secret sedikit berkurang
c. Terdapat suara ronkhi
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
a. Melakukan suction
b. Kolaborasi pemberian nebulizer
2 S:-
O:
a. Pola nafas reguler
b. RR : 28 x/mnt
c. SPO2 : 98 %
d. Pen ggunaan otot bantu nafas sedikit
berkurang
3 S:-
O:
a. Skala nyeri CPOT 4
b. Pasien tampak lebih rileks
A : Masalah belum teratasi
P : Pertahankan intervensi
a. Manajemen nyeri : pijat kaki dan
distraksi
b. Kolaborasi pemberian analgetik
selasa / 2-1- 1 S:-
2018(08.00) O:
a. Secret tampak berkurang
b. Suara ronkhi berkurang
A : Masalah belum teratasi
P : Pertahankan intervensi
a. Melakukan suction
b. Kolaborasi pemberian nebulizer
2 S:-
O:
a. Pola nafas reguler
b. Penggunaan otot bantu nafas sedikit
berkurang
c. RR : 25 x/mnt
d. SPO2 :100%
A : Masalah belum teratasi
P : Pertahankan intervensi
a. Monitor pola nafas
b. Pertahankan posisi pasien
3 S:-
O:
a. Pasien tampak rileks
b. Skala nyeri CPOT 2
A : Masalah belum teratatasi
P : Pertahankan intervesi
a. Manajemen nyeri : pijat kaki
rabu/ 3-1- 1 S:-
2018 O:
(07.00) a. Jalan nafas tampak bersih
b. Suara ronkhi sedikit berkurang
A : Masalah belum teratasi
P : Pertahankan intervensi
a. Melakukan suction
b. Kolaborasi pemberian nebulizer
2 S:-
O:
a. Pola nafas reguler
b. Penggunaan otot bantu nafas berkurang
c. RR : 22 x/mnt
d. SPO2 : 100%
A : Masalah belum teratasi
P : Pertahankan intervensi
a. Monitor pola nafas
3 S:-
O:
a. Pasien tampak lebih rileks
b. Skala nyeri CPOT 1
A : Masalah teratasi
P : Lanjutkan intervensi
a. Posisikan pasien rileks
BAB IV
APLIKASI EBN

A. Identitas Klien
Ny.U(33 tahun)

B. Data Fokus
Ny.U (33) tahun dengan diagnosa medis tumor abdomen Post Laparatomi, berdasarkan
hasil pengkajian didapatkan pasien terpasang EET, terdapat penumpukan sekret pada
selang ETT, terdengar suara ronkhi saat dilakukann auskultasi, tampak kesulitan
mengeluarkan dahak, TD : 150/100 mmHg, N : 105 x/mnt, RR : 32 x/mnt, S : 37.5 °C,
SPO2 : 96 %

C. Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan aplikasi EBN


Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus berlebih

D. EBN yang diterapkan


Pengaruh Tindakan Suction Terhadap Perubahan Saturasi Oksigen Perifer

E. Alasan dan justifiasi penerapan EBN

1. Alasan : Penangganan untuk obstruksi jalan napas akibat akumulasi sekresi adalah
dapat dengan melakukan tindakan penghisapan lendir (suction) dengan memasukkan
selang kateter suction melalui hidung, mulut, Endotrakeal Tube (ETT) maupun
Tracheostomi (TC) yang bertujuan untuk membebaskan jalan napas, mengurangi
retensi sputum dan mencegah infeksi paru. apabila tindakan suction tidak dilakukan
pada pasien dengan gangguan bersihan jalan napas maka pasien tersebut akan
mengalami kekurangan suplai oksigen (hipoksemia), dan apabila suplai oksigen tidak
terpenuhi dalam waktu 5 menit maka dapat menyebabkan kerusakan otak yang
permanen. Cara yang mudah untuk mengetahui hipoksemia adalah dengan pemantauan
kadar saturasi oksigen (SpO2) yang dapat mengukur seberapa banyak persentase O2
yang mampu dibawa oleh hemoglobin. Pemantauan kadar saturasi oksigen (SpO2)
dapat dilakukan dengan pemantauan menggunakan alat oksimetri saturasi oksigen
perifer.

Justifikasi : Intensive Care Unit (ICU) merupakan ruang rawat rumah sakit dengan staf
dan perlengkapan khusus ditujukan untuk mengelola pasien dengan penyakit, trauma
atau komplikasi yang mengancam jiwa. Peralatan standar di Intensive Care Unit (ICU)
meliputi ventilasi mekanik untuk membantu usaha bernapas melalui Endotrakeal Tube
(ETT) atau Trakheostomi (TC). Salah satu dari indikasi klinik untuk pemasangan alat
ventilasi mekanik adalah gagal napas (Musliha, 2010).

Salah satu kondisi yang dapat menyebabkan gagal napas adalah obstruksi jalan napas,
termasuk obstruksi pada Endotrakeal Tube (ETT). Obstruksi jalan napas merupakan
kondisi yang tidak normal akibat ketidakmampuan batuk secara efektif, dapat
disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit infeksi,
imobilisasi, statis sekresi, dan batuk tidak efektif karena penyakit persyarafan seperti
cerebrovaskular accident (CVA), efek pengobatan sedatif, dan lain – lain (Hidayat,
2005).

Penangganan untuk obstruksi jalan napas akibat akumulasi sekresi adalah dapat dengan
melakukan tindakan penghisapan lendir (suction) dengan memasukkan selang kateter
suction melalui hidung, mulut, Endotrakeal Tube (ETT) maupun Tracheostomi (TC)
yang bertujuan untuk membebaskan jalan napas, mengurangi retensi sputum dan
mencegah infeksi paru. Secara umum pasien yang mengalami obstruksi jalan napas
memiliki respon tubuh yang kurang baik untuk mengeluarkan benda asing, sehingga
sangat diperlukan tindakan penghisapan lendir (suction) (Nurachmah & Sudarsono,
2000).

Menurut Wiyoto (2010), apabila tindakan suction tidak dilakukan pada pasien dengan
gangguan bersihan jalan napas maka pasien tersebut akan mengalami kekurangan
suplai oksigen (hipoksemia), dan apabila suplai oksigen tidak terpenuhi dalam waktu 5
menit maka dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen.
Cara yang mudah untuk mengetahui hipoksemia adalah dengan pemantauan kadar
saturasi oksigen (SpO2) yang dapat mengukur seberapa banyak persentase O2 yang
mampu dibawa oleh hemoglobin. Pemantauan kadar saturasi oksigen (SpO2) dapat
dilakukan dengan pemantauan menggunakan alat oksimetri saturasi oksigen perifer.
Dengan pemantauan kadar saturasi oksigen perifer yang benar dan tepat saat
pelaksanaan tindakan suction, maka kasus hipoksemia yang dapat menyebabkan gagal
napas hingga mengancam nyawa bahkan berujung pada kematian bisa dicegah lebih
dini.

2. Mengingat pentingnya pelaksanaan tindakan suction agar kasus gagal napas yang dapat
menyebabkan kematian dapat dicegah maka sangat diperlukan pemantauan saturasi
oksigen perifer yang tepat.
BAB V
PEMBAHASAN

A. Justifikasi pemilihan EBN


Menurut Smeltzer et al, (2010), indikasi tindakan suction adalah untuk menjaga jalan
napas tetap bersih (airway maintenance), apabila pasien tidak mampu batuk efektif dan
diduga terjadi aspirasi serta membersihkan jalan napas (bronchial toilet). Menurut Wiyoto
(2010), apabila tindakan suction tidak dilakukan pada pasien dengan gangguan bersihan
jalan napas maka pasien tersebut akan mengalami kekurangan suplai O2 (hipoksemia),
dan apabila suplai O2 tidak terpenuhi dalam waktu 5 menit maka dapat menyebabkan
kerusakan otak yang permanen. Cara yang mudah untuk mengetahui hipoksemia adalah
dengan pemantauan kadar saturasi oksigen (SpO2) yang dapat mengukur seberapa banyak
presentase O2 yang mampu dibawa oleh hemoglobin.

B. Mekanisme penerapan EBN


Penggunaan aplikasi dilakukan selama 3 hari sebelum memberikan tindakan suction atau
setelah melakukan tindakan suction, sehingga bisa mendapatkan data - data mengenai
saturasi oksigen perifer dengan pemantauan menggunakan bedside monitor atau oksimetri
saturasi oksigen.

C. Hasil yang dicapai dan membandingkannya


1. Hasil yang dicapai didapatkan:
Hari/Tgl/Jam SPO2 Sebelum Suction SPO2 Setelah Suction
Selasa / 10-10-
96% 98%
2017 (09.00)
(13.00) 97% 98%
Rabu / 11-10-
98% 100%
2017 (16.30)
(20.00) 99% 100%
Kamis / 12-10-
100% 100%
2017 (22.00)
05.30 99% 100%
2. Perbandingan
Berdasarkan hasil aplikasi EBN terdapat peningkatan saturasi oksigen perifer pada
responden antara sebelum dan sesudah dilakukan tindakan suction.

D. Kelebihan dan kekurangan EBN yang digunakan


1. Kelebihan
Pengunaan suction dalam kasusu sumbatan jalan napas dan mengalami penurunan
saturasi oksigen perifer wajib diberikan tindakan suction jika terdapat kriteria untuk
dilakukan tindakan suction, karena responden dengan sakit kritis yang dirawat di ruang
Intensive Care Unit (ICU) sebagian besar menghadapi kematian, mengalami kegagalan
multi organ, gagal napas, menggunakan ventilator, dan memerlukan support teknologi
tinggi (Menerez, 2012).

2. Kekurangan
Pengukuran saturasi oksigen perifer menggunakan bed side monitor atau oximetri
portabel, tidak dilakukan dengan pengukuran saturasi oksigen arteri untuk
menunjukkan hasil saturasi oksigen yang maksimal.

Vous aimerez peut-être aussi