Vous êtes sur la page 1sur 42

REFERAT

Hepatitis

Disusun oleh:
Indra Fransis Liong
11.2017.039

dr. pembimbing/penguji :
dr. Agus S, Sp.PD
dr. Budi S, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 05 NOVEMBER 2018 – 12 JANUARI 2018

1
BAB 1

PENDAHULUAN

Hepatitis adalah istilah umum yang berarti radang hati dan dapat disebabkan oleh
beberapa mekanisme, termasuk agen infeksius. Virus hepatitis dapat disebabkan oleh
berbagai macam virus yang berbeda seperti virus hepatitis A, B, C, D dan E. Penyakit
kuning adalah ciri karakteristik penyakit hati dan bukan hanya karena virus hepatitis,
diagnosis yang benar hanya dapat dilakukan dengan pengujian SERA pada pasien untuk
mendeteksi adanya antivirus pada antibodi. Sebagian besar kasus terkait hepatitis karena
transfusi disebabkan oleh hepatitis A virus (HAV) atau virus hepatitis B (HBV), kedua
hanya dikenal hepatitis manusia, virus ini dikenal pada tahun 1975. Pada waktu itu,
Hepatitis C sudah ada, tapi dikenal dengan sebutan hepatitis non A non B (NANB). Pada
tahun 1989 virus hepatitis non A-B diidentifikasi dan dikloning, kemudian dinamai virus
hepatitis C (HCV) (WHO, 2010).
Virus-virus ini selain dapatmemberikan peradangan hati akut, juga dapat menjadi
kronik. Virus-virus hepatitis dibedakandari virus-virus lain yang juga dapat menyebabkan
peradangan pada hati oleh karena sifat hepatotropik virus-virus golongan ini. Petanda
adanya kerusakan hati (hepatocellular necrosis)adalah meningkatnya transaminase dalam
serum terutama peningkatan alanin aminotransferase(ALT) yang umumnya berkorelasi
baik dengan beratnya nekrosis pada sel-sel hati.Bentuk hepatitis yang dikenal adalah
HAV (Hepatitis A) dan HBV (Hepatitis B). kedua istilah ini lebih disukai daripada istilah
lama yaitu hepatitis infeksiosa dan hepatitis serum, sebab kedua penyakit ini dapat
ditularkan secara parenteral dan non parenteral.Hepatitis virus yang tidak dapat
digolongkan sebagai Hepatitita A atau B melalui pemeriksaan serologi disebut sebagai
Hepatitis non-A dan non-B (NANBH) dan saat ini disebut Hepatitis C.
Selanjutnya ditemukan bahwa jenis hepatitis ini ada 2 macam, yang pertama dapat
ditularkan secara parenteral (Parenterally Transmitted) atau disebut PT-NANBH dan yang
kedua dapat ditularkan secara enteral (Enterically Transmitted) disebut ET-NANBH.Tata
nama terbaru menyebutkan PT-NANBH sebagai Hepatitis C dan ET-NANBH sebagai
Hepatitia E.

Virus delta atau virus Hepatitis D (HDV) merupakan suatu partikel virus yang
menyebabkan infeksi hanya bila sebelumnya telah ada infeksi Hepatitis B, HDV dapat
timbul sebagai infeksi pada seseorang pembawa HBV.

2
BAB II

PEMBAHASAN

Anatomi dan Histologi Hepar

Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia
terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas,
yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan
atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas
organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus
oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior
dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh
peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior,
diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.1

Macam-macam ligamennya:

1. Ligamentum falciformis: Menghubungkan hepar ke dinding anterior abdomen dan


terletak di antara umbilicus dan diafragma.
2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig. falciformis ;
merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.
3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan bagian dari
omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sebelah
proximal ke hepar.Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan
duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari
Foramen Wislow.
4. Ligamentum Coronaria Anterior kiri–kanan dan Lig coronaria posterior kiri-kanan
:Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.
5. Ligamentum triangularis kiri-kanan : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior
dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.
Secara anatomis, organ hepar terletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan
melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang
normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus
kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi
hepar secara topografisbukan secara anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.

3
Hepar Secara Mikroskopis
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan
elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym hepar
mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons
yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk
ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut
berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang
meliputinya terediri dari sel-sel fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang
artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain.Lempengan
sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid. Pada
pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli.2Di tengah-tengah
lobuli terdapat 1 vena sentralisyg merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang
menyalurkan darah keluar dari hepar).Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap
tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang
mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris.Cabang dari vena porta dan
A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak
percabangan Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-
sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke
dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar,air keluar dari saluran empedu
menuju kandung empedu.

4
Fisiologi Hepar
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi
tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati
yaitu:

1. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat

Pembentukan, perubahan dan pemecahan karbohidrat, lemak dan protein saling


berkaitan satusama lain.Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus
menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam
hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan
glikogen menjadi glukosa disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan
sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa
monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai
beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP,
dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat
diperlukan dalam siklus krebs).

2. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak

Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan


katabolisis asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :

1. Senyawa 4 karbon – KETON BODIES


2. Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan
gliserol)
3. Pembentukan cholesterol
4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi
kholesterol.Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid.

3. Fungsi hati sebagai metabolisme protein

Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. Dengan proses deaminasi,
hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses transaminasi,
hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-
satunya organ yg membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi
produksi urea.Urea merupakan end product metabolisme protein.∂ - globulin selain
dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang. β – globulinhanya
dibentuk di dalam hati. Albumin mengandung ± 584 asam amino dengan BM 66.000.

5
4. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah

Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X.
Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor ekstrinsik, bila
ada hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin harus
isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K
dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.

5. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin

Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K

6. Fungsi hati sebagai detoksikasi

Hati adalah pusat detoksikasi tubuh. Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi,
reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat
racun, obat over dosis.

7. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas

Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui
proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin sebagai imun
livers mechanism.

8. Fungsi hemodinamik

Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/
menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25% dan di
dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi
oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada
waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk
mempertahankan aliran darah.

Hepatitis Akut

Hepatitis virus akut adalah proses peradangan jaringan hati akibat infeksi virus hepatitis
yang berlangsung kurang dari 6 bulan.

Transmisi secara enterik:


Terdiri atas virus hepatitis A (HAV) dan virus hepatitis E (HEV)
 Virus tanpa selubung

 Tahan terhadap cairan empedu

6
 Ditemukan di tinja

 Tidak dihubungkan dengan penyakit hati kronik

Tidak terjadi viremia yang berkepanjangan atau kondisi karier intestinal

1. Virus Hepatitis A (HAV)

Hepatitis A virus akut merupakan infeksi virus yang ditularkan melalui transmisi enteral
virus RNA yang mempunyai diameter 27 nm. Virus ini bersifat self-limiting dan biasanya
sembuh sendiri, lebih sering menyerang individu yang tidak memiliki antibodi virus
hepatitis A seperti pada anak-anak, namun infeksi juga dapat terjadi pada orang dewasa.
Jarang terjadi fulminan (0.01%) dan transmisi menjadi hepatitis konis tidak perlu ditakuti,
tidak ada hubungan korelasi akan terjadinya karsinoma sel hati primer. Karier HAV sehat
tidak diketahui. Infeksi penyakit ini menyebabkan pasien mempunyai kekebalan seumur
hidup.2

HAV terdiri dari asam nukleat yang dikelilingi oleh satu atau lebih protein.beberapa virus
juga memiliki outer-membran envelop. Virus ini bersifat parasite obligat intraseluler,
hanya dapat bereplikasi didalam sel karena asam nukleatnya tidak menyandikan banyak
enzim yang diperlukan untuk metabolisme protein, karbohidrat atao lipid untuk
menghasilkan fossat energi tinggi. Biasanya asam nukleat virus menyandi protein yang
diperlukan untuk replikasi dan membungkus asam nukleatnya pada bahan kimia sel
inang.

Replikasi HAV terbatas di hati, tetapi virus ini terdapat didalam empedu, hati, tinja dan
darah selama masa inkubasi dan fase akhir preicterik akut penyakit.

HAV digolongkan dalam picornavirus, subklasifikasi sebagai hepatovirus, diameter 27 –


28 nm dengan bentuk kubus simetrik, untai tunggal (single stranded), molekul RNA linier
7,5 kb, pada manusia terdiri dari satu serotipe, tiga atau lebih genotipe, mengandung
lokasi netralisasi imunodominan tunggal, mengandung tiga atau empat polipeptida virion
di kapsomer, replikasi di sitoplasma hepatosit yang terinfeksi, tidak terdapat bukti adanya
repliksai di usus, menyebar pada galur primata non manusia dan galur sel manusia.1,2

Masa inkubasi 15 – 50 hari (rata-rata 30 hari), distribusi di seluruh dunia, endemisitas


tinggi di negara berkembang, HAV diekresi di tinja oleh orang yang terinfeksi selama 1-2
minggu sebelum dan 1 minggu setelah awitan penyakit.Viremia muncul singkat (tidak
lebih dari 3 minggu) kadang – kadang sampai 90 hari pada infeksi yang membandel atau
infeksi yang kambuh. Eksresi feses yang memanjang (bulanan) dilaporkan pada neonatus
yang terinfeksi. Transmisi enterik (fekal – oral) predominan di antara anggota keluarga.

7
Kejadian luar biasa duhubungkan dengan sumber umu yang digunakan bersama, makanan
yang terkontaminasi dan air, tidak terbukti adanya penularan maternal – neonatus,
prevalensi berkorelasi dengan standar sanitasi dan rumah tinggal ukuran besar, transmisi
melalui transfusi darah jarang terjadi.

Faktor resiko lain meliputi paparan pada :


 Pusat perawatan sehari untuk bayi dan anak balita

 Institusi untuk developmentary disadvantage

 Berpergian kenegara berkembang

 Perilaku seks anal – oral

 Pemakaian bersama pada IVDU

PATOGENESIS

Pada prinsipnya, diferensiasi terjadi dalam dua bentuk :

1. Initial non-cytotoxic reaction dengan tingkat replikasi yang tinggi

2. Reaksi cypopathogenic dengan produksi virus yang rendah, tanda-tanda


peradangan dan pengembangan imunitas. Nekrosis sel hati disebabkan
oleh limfosit T (CD8+) spesifit terhadap virus, dengan sel T-induced
cytolysis yang terjadi pada respon imun. Virus ini kemudia dinetralkan
oleh antibodi. HAV mampu memicu hepatitis autoimun.

STADIUM PENYAKIT

1. Stadium Inkubasi

Periode antara infeksi HAV dan munculnya gejala berkisar 15 – 49 hari, rata-
rata 25-30 hari. Inkubasi tergantung jumlah virus dan kekebalan tubuh.
2. Stadium Prodromal

Ditandai dengan gejala seperti : mual, muntah, nafsu makn menurun, merasa
penuh diperut, diare (sembelit), yang diikuti oleh kelemahan, kelelahan, demam,
sakit kepala, gatal-gatal, nyeri tenggorokan, nyeri sendi, gangguan penciuman
dan pengecapan, sensitif terhadap cahaya, kadang-kadang batuk. Gejala ini
seperti “febrile influenza infection”. Pada anak-anak dan remaja gejala
gangguan pencernaan lebih dominan, sedangkan pada orang dewasa lebih sering
menunjukkan gejala ikterik disertai mialgia.

8
3. Stadium Klinis

90% dari semua pasien HAV akut adalah subklinis, sering tidak terdeteksi.
Akhir dari prodromal dan awal dari fase klinis di tandai dengan urin yang
berwarna coklat, urobilinogenuria persisten, proteinuria ringan dan
microhaematuria dapat berkembang. Feses biasanya acholic, dengan terjadinya
ikteric (60-70% pada anak-anak, 80-90% pada dewasa). Sebagian gejala
mereda, namun demam bisa tetap terjadi. Hepatomegali, nyeri tekan hepar
splenomegali, dapat ditemukan. Akhir masa inkubasi LDL dapat meningkat
sebagai espresi duplikasi virocyte, peningkatan SGOP, SGPT, GDH. Niali
Transaminase biasanya tidak terlalu diperlukan untuk menentukan derajat
keparahan. Peningkatan serum iron selalu merupakan ekspresi dari kerusakan
sel hati. AP dan LAP meningkat sedikit. HAV RNA terdeteksi sekitar 17 hari
sebelum SHPT meningkat dan beberapa hari sbelum HAV IgM muncul. Viremia
bertahan selama rata-rata 79 hari setelah peningkatan GPT , durasinya sekitar 95
hari.
4. Penyembuhan

fase ikterik berlangsung sekitar 2-6 minggu. Parameter laboratorium benar-


benar normal setelah 4-6 bulan. Normalisasi dari serum asam empedu juga
dianggap sebagai perameter dari penyembuhan.
Pemeriksaan dari hepatitis A dapat dilakukan pemeriksaan IgM anti HAV dapat dideteksi
selama fase akut dan 3-6 bulan setelahnya.Anti HAV yang positif tanpa IgM anti HAV
mengindikasikan infeksi lampau.

2. Virus Hepatitis E (HEV)

9
Virus hepatitis E merupakan visur yang ditransmisikan melalui enterik yang banyak
terjadi terutama di India, Asia, Afrika dan Amerika tengah, di area geografis tersebut HEV
merupakan penyebab paling umum dari hepatitis akut. Memounyai epidemiologi yang
hampir sama dengan HAV, memeiliki 32-34 nm, nonenvelop, HAV like virus dengan 7600
nukleotida, rantai tunggal , genom RNA dengan tiga overla ORF (open reading frames),
terbesar adalah ORF1 mengkode protein nonstruktural yang terlibat dalam replikasi virus.
Gene sedang adalah ORF2 mengkode protein nukleikapsid, dan yang terkecil, ORF 3
mengkode protein struktural yang fungsinya belum diketahui. Pada manusia hanya terdiri atas
satu serotipe, empat sampai lima genotipe utama. 4 dapat menyebar pada sel embrio diploid
paru, replikasi hanya terjadi pada hepatosiit.1 virus dapat dideteksi di dalam tinja, empedu
dan hati dan di eksresikan di dalam tinja selama masa inkubasi. Respon imun untuk antigen
virus terjadi sangat awal selama infeksi akut. Kedua IgM anti HEV dan IgG anti HEV dapat
dideteksi, tetapi menurun secara mendadak setelah infeksi akut, dan mencapai level terendah
dalam 9-12 bulan.

Masa inkubasi HEV rata-rata 40 hari, distribusi luas dalam bentuk epidemi dan endemi,
hepatitis seporadik sering terjadi pada dewasa muda di negara yang sedang berkembang,
penyakit epidemi dengan sumber penularan melalui air, intrafamilial kasus sekunder jarang,
dilaporkan adanya transmisi maternal – neonatal, di negara maju infeksi sering berasal dari
orang yang kembali pulang setelah melakukan perjalanan, atau imigran baru dari daerah
endemik. Viremia yang memanjang atau pengeluaran di tinja merupakan kondisi yang tidak
sering dijumpai. Zoonosi: babi dan binatang lain.

Pada umumnya gejala hepatitis E muncul sekitar 2 sampai 7 minggu setelah terpapar
virus dan biasanya berlangsung 2 bulan dengan gejala klinis yaitu jaundice, urin gelap seperti
the, nyeri sendi, hilang nafsu makan, nyeri perut, pembengkakan hati, mual, muntah, dan
demam. Kebanyakan HEV akan mengalami pulih seluruhnya tanpa komplikasi. Hepatitis E
dapat di dapat diobati sesuai sintom yang ada tidak ada obat spesifik untuk hepatitis E, selain
itu pasien dapat tiring baring, makan makanan yang sehat, hindari minum alcohol.

Pada hepatitis E belum tersedia pemeriksaan serologi komersial yang telah disetujui FDA.
IgM dan IgG anti HEV baru dapat dideteksi oleh pemeriksaan untuk riset. IgM anti HEV
dapat bertahan selama 6 minggu setelah puncak dari penyakitIgG anti HEV dapat tetap
terdeteksi selama 20 bulan.

10
Gambar : respon imun HEV

Transmisi Melalui Darah

Terdiri atas virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis D (HDV), dan virus hepatitis C
(HCV).

1. Virus Hepatitis B

Virus hepatitis B adalah virus DNA hepatotropik, hepadnaviridae terdiri atas 6


genotip (A sampai H), terkait dengan derajat beratnya dan respon terhadap terapi.
Terdiri dari 42 nm partikel sferis dengan inti nukleokapsid, densitas elektron,
diameter 27 nm, selubung luar lipoprotein dengan ketebalan 7 nm. Inti HBV
mengandung ds DNA partial (3,2 kb) dan :
 Protein polimerase DNA dengan aktivasi reserve transkriptase

 Antigen hepatitis B core (HbcAg) merupakan protein struktural

 Anti hepatitis B e (HbeAg) merupakan protein non-struktural yang


berkorelasi secara tidak sempurna dengan replikasi anti HBV

Selubung lipoprotein HBV mengandung :

 Antigen permukaan hepatitis B (HbsAg) dengan tiga selubung protein :


utama besar dan menengah

 Lipid minor dan komponen karbohidrat

 HbsAg adalah bentuk partikel non infeksius dengan bentuk sferis 22 nm atau
tubular

11
Satu serotipe utama dengan banyak subtipe berdasarkan keanekaragaman protein
HbsAg. Virus HBV mutan merupakan konsekuensi proof reading yang terbatas dari
reverse transkriptase atau munculnya resistensi, hal tersebut meliputi :

 HbeAg negatif mutasi precore/core

 Mutasi yang diinduksi oleh vaksin HBV

 Mutasi YMDD oleh karena lamivudin

Hati merupakan tempat utama replikasi disamping tempat lainnya.

Masa inkubasi HBV 15 – 180 hari (rata-rata 60 – 90 hari). Viremia berlangsung


selama beberapa minggu sampai bulan setelah infeksi akut.Infeksi persisten
dihubungakan dengan hepatitis kronik, sirosis dan kanker hati. HBV ditemukan di
darah, semen, sekret servikovaginal, saliva, cairan tubuh lainnya.Cara transmisi:
 Melalui darah : penerima produk darah, IVDU, pasien hemodialisis, pekerja
kesehatan, pekerja yang terpapar darah

 Transmisi seksual

 Penetrasi jaringan (perkutan) atau permukosa : tertusuk jarum, penggunaan


ulang peralatan medis yang terkontaminsi, penggunaan bersama pisau cukur
dan silet, tato, akupuntur, tindik, penggunaan sikat gigi bersama.

 Transmisi maternal – neonatal, maternal – infant

 Tak ada bukti penyebaran fekal – oral.

PATOGENESIS

Infeksi VHB berlangsung dalam dua fase. Selama fase proliferatif, DNA VHB
terdapat dalam bentuk episomal, dengan pembentukan virion lengkap dan semua antigen
terkait. Ekspresi gen HBsAg dan HBcAg di permukaan sel disertai dengan molekul MHC
kelas I menyebabkan pengaktifan limfosit T CD8+ sitotoksik. Selama fase integratif, DNA
virus meyatu kedalam genom pejamu. Seiring dengan berhentinya replikasi virus dan
munculnya antibodi virus, infektivitas berhenti dan kerusakan hati mereda. Namun risiko
terjadinya karsinoma hepatoselular menetap. Hal ini sebagian disebabkan oleh disregulasi
pertumbuhan yang diperantarai protein X VHB. Kerusakan hepatosit terjadi akibat
kerusakan sel yang terinfeksi virus oleh sel sitotoksik CD8+ (Kumar etal, 2012).

12
10 12
Proses replikasi VHB berlangsung cepat, sekitar 10 -10 virion dihasilkan setiap
hari. Siklus hidup VHB dimulai dengan menempelnya virion pada reseptor di permukaan
sel hati (Gambar 3). Setelah terjadi fusi membran, partikel core kemudian ditransfer ke
sitosol dan selanjutnya dilepaskan ke dalam nucleus (genom release), selanjutnya DNA
VHB yang masuk ke dalam nukleus mula-mula berupa untai DNA yang tidak sama
panjang yang kemudian akan terjadi proses DNA repair berupa memanjangnya rantai
DNA yang pendek sehingga menjadi dua untai DNA yang sama panjang atau
covalentlyclosed circle DNA (cccDNA). Proses selanjutnya adalah transkripsi
cccDNAmenjadi pre-genom RNA dan beberapa messenger RNA (mRNA) yaitu mRNA
LHBs, MHBs, dan mRNA SHBs (Hardjoeno, 2007).

Semua RNA VHB kemudian ditransfer ke sitoplasma dimana proses translasi


menghasilkan protein envelope, core, polimerase, polipeptida X dan pre-C, sedangkan
translasi mRNA LHBs, MHBs, dan mRNA SHBs akan menghasilkan protein LHBs,
MHBs, dan SHBs. Proses selanjutnya adalah pembuatan nukleokapsid di sitosol yang
melibatkan proses encapsidation yaitu penggabungan molekul RNA ke dalam HBsAg.
Proses reverse transcription dimulai, DNA virus dibentuk kembali dari molekul RNA.
Beberapa core yang mengandung genom matang ditransfer kembali ke nukleus yang dapat
dikonversi kembali menjadi cccDNA untuk mempertahankan cadangan template
transkripsi intranukleus. Akan tetapi, sebagian dari protein core inibergabung ke kompleks
golgi yang membawa protein envelope virus. Protein core memperoleh envelope
lipoprotein yang mengandung antigen surface L,M, dan S, yang selanjutnya ditransfer ke
luar sel (Hardjoeno, 2007).

Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus Hepatitis B. Virus Hepatitis B
mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar kemudian mengalami
penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Virus melepaskan mantelnya di sitoplasma,
sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus sel dinding
hati. Asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA
hospes dan berintegrasi pada DNA tersebut. Proses selanjutnya adalah DNA VHB
memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi virus baru. Virus Hepatitis B
dilepaskan ke peredaran darah, terjadi mekanisme kerusakan hati yang kronis disebabkan
karena respon imunologik penderita terhadap infeksi (Mustofa & Kurniawaty, 2013).

Proses replikasi virus tidak secara langsung bersifat toksik terhadap sel, terbukti
banyak carrier VHB asimtomatik dan hanya menyebabkan kerusakan hati ringan. Respon
imun host terhadap antigen virus merupakan faktor penting terhadap kerusakan
hepatoseluler dan proses klirens virus, makin lengkap respon imun, makin besar klirens

13
virus dan semakin berat kerusakan sel hati. Respon imun host dimediasi oleh respon
seluler terhadap epitop protein VHB, terutama HBsAg yang ditransfer ke permukaan sel
hati. Human LeukocyteAntigen (HLA) class I-restricted CD8+ cell mengenali fragmen
peptida VHBsetelah mengalami proses intrasel dan dipresentasikan ke permukaan sel hati
oleh molekul Major Histocompability Complex (MHC) kelas I. Proses berakhir dengan
penghancuran sel secara langsung oleh Limfosit T sitotoksik CD8+ (Hardjoeno, 2007).

Manifestasi Klinis Hepatitis B

Manifestasi klinis infeksi VHB pada pasien hepatitis akut cenderung ringan. Kondisi

asimtomatis ini terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa adanya riwayat hepatitis akut.

Apabila menimbulkan gejala hepatitis, gejalanya menyerupai hepatitis virus yang lain

tetapi dengan intensitas yang lebih berat (Juffrie et al, 2010)

Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu:

1. Fase Inkubasi

Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus. Fase
inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan rata-rata 60-90 hari.
2. Fase prodromal (pra ikterik)
Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus.

Awitannya singkat atau insidous ditandai dengan malaise umum, mialgia, artalgia,

mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia. Diare atau konstipasi dapat

terjadi. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau

epigastrum, kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan

kolestitis.

3. Fase ikterus

Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan

munculnya gejala. Banyak kasus pada fase ikterus tidak terdeteksi. Setelah timbul

ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi

perbaikan klinis yang nyata.

4. Fase konvalesen (penyembuhan)

14
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi hepatomegali dan

abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan sudah lebih sehat dan

kembalinya nafsu makan. Sekitar 5-10% kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih

sulit ditangani, hanya <1% yang menjadi fulminan (Sudoyo et al, 2009).

Diagnosis serologis telah tersedia dengan mendeteksi keberadaan dari IgM antibodi

terhadap antigen core hepatitis (IgM anti HBc dan HbsAg)

 Keduanya ada saat gejala muncul

 HbsAg mendahului IgM anti HBc

 HbsAg merupakan petanda yang pertama kali diperiksa secara rutin

 HbsAg dapat menghilang biasanya dalam beberapa minggu sampai bulan


setelah kemunculannya, sebelum hilangnya IgM anti Hbc.

HbeAg dan HBV DNA :

 HBV DNA di serum merupakan petanda yang pertama muncul, akan tetapi
tidak rutin diperiksa

 HbeAg biasanya terdeteksi setelah kemunculan HbsAg

 Kedua petanda tersebut menghilang dalam beberapa minggu atau bulan pada
infeksi yang sembuh sendiri selanjutnya akan muncul anti HBs dan anti Hbe
menetap

 Tidak diperlukan lagi untuk diagnosis rutin

IgG anti HBc

 Menggantikan IgM anti HBc pada infeksi yang sembuh

 Membedakan infeksi lampau atau infeksi yang berlanjut

 Tidak muncul pada pemberian vaksin HBV

Antibodu terhadap HbsAg (Anti Hbs)

 Antibodi terakhir yang muncul

 Merupakan antibodi penetral

15
 Secara umum mengindikasikan kesembuhan dan kekebalan terhadap
reinfeksi

 Dimunculkan dengan vaksinasi HBV.

Hepatitis D
Virus akut Hepatitis D merupakan virus RNA tidak lengkap, memerlukan bantuan
dari HBV untuk ekspresinya, patogenitas tapi tidak untuk replikasi. Hanya dikenal satu
serotipe dengan tiga genotip. Partikel sferis 35-27 nm, diselubungi oleh lapisan lipoprotein
HBV (HbsAg) 19 nm struktur mirip inti. Mengandung suatu antigen nuclear
phosphoprotein (HDV antigen) :
 Mengikat RNAterdiri dari 2 isomorf : yang lebih kecil mengandung 195
asam amino dan yang lebih besar mengandung 214 asam amino.

16
 Antigen HDV yang lebih kecil mengangkut RNA ke dalam inti, merupakan
sel esensial untuk replikasi

 Antigen HDV yang lebih besar : menghambat replikasi HDV RNA dan
berperan pada perakitan HDV

RNA HDV merupakan untai tunggal, covalenty close dan sirkular, mengandung kurang
dari 1680 nukleotida, merupakan genom RNA terkecil diantara virus biantang.
Hepatitis D dapat terinfeksi bersamaan dengan hepatitis B atau pada pasien yang
sebelumnya sudah terinfeksi hepatitis B. Pada infeksi akut, akan terdapat peningkatan IgM
anti-HDV dan akan hilang dalam 30 – 40 hari. Pada penderita dengan infeksi kronis HDV,
akan terdapat peningkatan titer dari IgM dan IgG anti-HDV. Penyebaran infeksi hepatitis D
sudah mendunia, dan memiliki dua jenis bentukan epidemologi. Di daerah mediteranian
(Afrika, Eropa selatan, Timur), HDV endemik pada penderita hepatitis B, penyebarannya
terutama akibat kontak erat antar orang. Di daerah yang tidak endemik hepatitis B
penyebaran hepatitis D melalui tranfusi darah dan produknya, cairan tubuh penderita seperti
cairan sperma, cairan vagina, darah.

Infeksi hepatitis D seringkali bersifat asimtomatik pada 90% penderita. Infeksi


hepatitis D sering sekali sulit dibedakan dengan hepatitis B karena gejala hepatitis yang
mirip. Periode inkubasi hepatitis D yaitu sekitar 21-45 hari, namun lebih cepat terdeteksi
lebih baik untuk mencegah menjadi sirosis hati. Gejala klinis yang umum yaitu kulit dan
mata kuning, rasa lelah, mual, muntah, warna urin berubah menjadi gelap seperti the, gatal-
gatal, nyeri sendi, kehilangan nafsu makan, dan nyeri perut.

Pasien HbsAg positif dengan :

 Anti HDV dan HDV RNA sirkulasi (pemeriksaan bl\elum mendapat


persetujuan)

 igM anti HDV dapat muncul sementara

koinfeksi HBV/HDV

 HbsAg positif

 IgM anti Hbc positif

 Anti Hdv dan atau HDV RNA

Superinfeksi HDV

17
 HbsAg positif

 igG anti HBc positif

 Anti HDV akan menurun sampai tak terdeteksi dengan adanya perbaikan
infeksi.1

Gambar (f) HBV/HDV coinfection, (g)HBV/HDV superinfection

Hepatitis C
Virus Hepatitis C mempunyai selubung glikoprotein dan merupakan virus RNA untai
tunggal, dengan partikel sferis dan inti nukleokapsid 33 nm. Virus ini termasuk klasifikasi
flaviviridae, genus hepacivirus. Genom HCV terdiri atas 9400 nukleutida, mengkode
protein besar sekitar seridu 3000 asam amino.

 1/3 bagian dari poliprotein terdiri ats protein struktural

 Protein selubung dapat menimbulkan antibodi netralisasi

 Regiovipervariabel terletak di E2

 Sisa 2/3 dari poliprotein terdiri ats protein nonstruktural yang terlibat
dalam replikasi HCV

Hanya ada satu serotipe yang dapat diidentifikasi, terdapat banyak genotip dengan
distribusi yang berfariasi diseluruh dunia.

Masa inkubasi HCV diperkirakan 15 – 160 hari (puncak pada sekitar 50 hari).
Viremia yang berkepanjangan dan infeksi yang persisten umum dijumpai (55-855).
Distribusi geografik luas. Infeksi yang menetap dihubungkan dengan hepatitis kronik,
sirosis dan kanker hati.

Cara transmisi :

18
 Darah (predominan) : IVDU dan penetrasi jaringan, resepien produk darah

 Transmisi seksual : efisiensi rendah, frekuensi rendah

 Maternal – neonatal : efisiensi rendah, frekuensi rendah

Hepatitis C virus merupakan RNA virus yang merupakan genus Hepacivirius dari
famili Flaviridae. Pada saat terjadi infeksi, paling mudah diketahui dengan pemeriksaan
secara genetik melihat adanya HCV RNA. HCV RNA dapat diketahui beberapa hari
setelah terjadi infeksi sebelum timbul anti-HCV dan berlangsung selama infeksi masih
terjadi. Penyebaran hepatitis C yang utama adalah darah. Penggunaan skreening hepatits B
pada donor darah mengurangi penyebaran hepatitis ini dibandingkan tahun 1980-an, tetapi
dengan ditemukannya pemeriksaan HCV RNA semakin menurunkan angka
penyebarannya. Jalan lain yang memungkinkan adalah melalui jarum suntik diantara
pengguna obat-obatan, hubungan seksual, ibu-bayi yang dikandung. Penelitian lain
menyebutkan bahwa penyebaran terjadi pada pelaku seksual yang berganti-ganti pasangan,
tetapi tidak dengan pasangan tetap. Infeksi ini tidak menyebar melalui susu ibu. Diantara
populasi umum, petugas kesehatan memiliki angka insidensi yang tinggi, kemungkinan
disebabkan kecelakaan kerja. Kelompok lain yang memiliki insidensi tinggi adalah
penderita dengan hemodialisis teratur, transplantasi organ, dan yang membutuhkan tranfusi
dalam terapi kemoterapi untuk kanker. Gejala dari 10% sampai 20% yang teinfeksi akan
menderita gejala seperti kelelahan, hilangnya nafsu makan, perut sakit, mual, muntah,
penyakit kuning dan air seni berwarna pekat, dan dapat ditemukan hepatomegaly maupun
splenomegaly.

Ikterus (jaundice)
Pada masa penyembuhan, gejala kuning ini akan berangsur-angsur hilang, tetapi
pembesaran hati dan peningkatan kadar enzim hati masih terjadi, kondisi ini bervariasi antara
2 – 12 minggu, dan biasanya lebih lama pada infeksi hepatitis B dan C (3 – 4 bulan). Infeksi
hepatitis B akan diperberat apabila bersamaan dengan infeksi ini terjadi infeksi hepatitis D
atau terjadi infeksi hepatitis D pada kasus infeksi kronis hepatitis B. Pada pasien dengan
gangguan sistem pertahanan tubuh, penderita yang mengalami infeksi hepatitis B tidak terjadi
perbaikan, bahkan terjadi peningkatan dari HbeAg yang berarti terjadi aktivasi replikasi
kembali. Pada kondisi ini terjadi perubahan genetik dari hepatitis B (mutasi) sehingga infeksi
akan lebih berat.

Penyebab Ikterus
I. Ikterus prahepatik

19
Ikterus ini terjadi akibat produksi bilirubin yang meningkat, yang terjadi pada
hemolisis sel darah merah (ikterus hemolitik). Kapasitas sel hati untuk mengadakan konjugasi
terbatas apalagi bila disertai oleh adanya disfungsi sel hati, akibatnya bilirubin indirek akan
meningkat, dalam batas tertentu bilirubin direk juga meningkat dan akan segera diekskresikan
ke dalam saluran pencernaan, sehingga akan didapatkan peninggian kadar urobilinogen di
dalam tinja.

Peningkatan pembentukan Bilirubin dapat disebabkan oleh:

1. Kelainan pada sel darah merah


2. Infeksi seperti malaria, sepsis dan lain-lain
3. Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti obat-obatan, maupun yang berasal dari dalam
tubuh seperti yang terjadi pada reaksi tranfusi dan eritroblastosis fetalis.

II. Ikterus Pasca Hepatik ( obstruktif )


Bendungan dalam saluran empedu akan menyebabkan peningkatan bilirubin
konjugasi larut dalam air. Sebagai akibat bendungan, bilirubin ini akan mengalami regurgitasi
kembali ke dalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah. Selanjutnya akan masuk ke
ginjal dan diekskresikan sehingga kita menemukan bilirubin dalam urin. Pengeluaran
bilirubin kedalam saluran pencernaan berkurang, sehingga akibatnya tinja akan berwarna
dempul karena tidak mengandung sterkobilin. Urobilinogen dalam tinja dan dalam air kemih
akan menurun. Akibatnya penimbunan biliruin direk, maka kulitdan sklera akan berwarna
kuning kehijauan. Kulit akan terasa gatal, penyumbatan empedu (kolestasis) dibagi dua, yaitu
intrahepatik bila penyumbatan terjadi antara sel hati dan duktus kholedous dan ekstra hepatik
bila sumbatan terjadi di dalam duktus koledokus.

III. Ikterus Hepatoselular (hepatik)


Kerusakan sel hati akan menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu, sehingga
bilirubin direk akan meningkat. Kerusakan sel hati juga akan menyebabkan bendungan di
dalam hati sehingga bilirubin darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang
kemudian akan menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam darah. Bilirubin
direk ini larut dalam air sehingga mudah diekskresikan oleh ginjal ke dalam air kemih.
Adanya sumbatan intrahepatik akan menyebabkan penurunan ekskresi bilirubin dalam
saluran pencernaan yang kemudian akan menyebabkan tinja berwarna pucat, karena
sterkobilinogen menurun.

Diagnosis serologi

 Deteksi anti HCV

20
 Anti HCV dapat dideteksi pada 60% pasien selama masa akut dari penyakit,
35% sisanya akan terdeteksi pada beberapa minggu atau bulan kemudian

 Secara umum anti HCV akan tetap terdeteksi untuk periode yang panjang, baik
pada pasien yang mengalami kesembuhan spontan maupun yang berlanjut
menjadi kronik.

21
HCV RNA

 Merupakan petanda yang paling awal muncul pada infeksi akut hepatitis C

 Muncul setelah beberapa minggu terinfeksi

 Pemeriksaan yang mahal, untuk mendiagnosis penyakit tidak rutin dilakukan,


kecuali pada keadaan dimana disurigai adanya infeksi pada pasien dengan anti
HVC negatif

 Diemukan pada infeksi kronis HCV.

Perjalan Hepatitis C (akut) Perjalanan Hepatitis C (kronik)

Hepatitis Kronik

Hepatitis kronis adalah terjadinya peradangan dan nekrosis hati yang berlangsung
minimal 6 bulan.1

Klasifikasi Dari Hepatitis Kronis 1,2

 Berdasarkan penyebab/etiologi
o Hepatitis viral kronis: Hepatitis B, B plus D, C dan virus-virus lain
o Hepatitis autoimun: tipe 1, 2, dan 3
o Hepatitis kronis karena obat-obatan
o Hepatitis disebabkan kelainan genetik: penyakit Wilson, def α1 antitripsin

 Berdasarkan pemeriksaan histopatologis dapat dibagi 3 yaitu:


1. Hepatitis Kronik Persisten
Terdapatnya infiltrasi sel-sel radang di daerah portal, fibrosis periportal sedikit
sekali atau tidak ada, arsitektur lobular normal, limiting plate pada hepatosit utuh,
piece meal necrosis (-). Umumnya pasien asimtomatik atau mengalami gejala
konstitusi ringan (lemah, anoreksia, mual). Pada pemeriksaan fisik hati membesar,

22
lembek, kenyal. Limpa tidak teraba, ikterik ringan. Pada laboratorium peningkatan
ringan aktivitas aminotransferase. Perkembangan menjadi hepatitis kronik aktif
dan sirosis sangat jarang terjadi, terutama pasien hepatitis kronis persisten
idiopatik atau autoimun.

2. Hepatitis Kronik Lobular


Terdapat fokus nekrosis dan peradangan dalam lobulus hati. Secara morfologis
mirip hepatitis akut yang sedang sembuh perlahan. Limiting plate utuh, fibrosis
periportal sedikit atau tidak ada, arsitektur lobulus normal. Jarang menjadi
hepatitis kronis aktif dan sirosis.
Dapat dianggap varian hepatitis kronik persisten dengan komponen lobuler
dengan gambaran klinis/laboratoriumnya serupa. Kadang-kadang aktivitas klinis
meningkat spontan, mirip hepatitis akut, perburukan sementara gambaran
histologis.

3. Hepatitis Kronik Aktif


Ditandai oleh nekrosis hati yang terus-menerus, peradangan portal/periportal dan
lobuler serta fibrosis. Keparahan dari ringan sampai berat. Dapat menimbulkan
sirosis, gagal hati, dan kematian.
Bentuk ringan: erosi ringan dari limiting plate dengan beberapa piece meal
nekrosis tanpa nekrosis bridging atau penumpukan rosette.
Bentuk berat: septa fibrous meluas ke kolumna sel hati, pembentukan rosette,
nekrosis bridging sel hepar, saluran porta dan vena sentralis, juga antara portal.
Jika terkena multilobulus dan mengenai seluruh hati terjadi perburukan cepat
bahkan gagal hati akut.
Klinis walaupun ada yang asimtomatik, tapi sebagian besar dengan konstitusi
ringan sampai berat, terutama rasa lelah. Lebih sering ditemukan hipertensi portal,
kadar aminotransferase cenderung lebih tinggi dan ikterik (hiperbilirubinemia).
Pada 20-50% biopsi juga sudah mengalami sirosis, bersamaan dengan hepatitis
kronik aktifnya.

Hepatitis B Kronik

Pengidap hepatitis B kronik diketahui dengan terdapatnya HbsAg dalam darah lebih dari
6 bulan.3 Hepatitis B kronik tidak selamanya harus didahului oleh serangan hepatitis B akut.
Pada beberapa keadaan, hepatitis akut langsung diikuti oleh perjalanan ke arah kronisitas.
Keadaan lain, walaupun seperti akut, ternyata sudah terjadi hepatitis kronis. Kira-kira 10%
orang dewasa dan 90% neonatus yang terinfeksi akut menjadi kronis. Insidensi ditemukannya
HbsAg mendekati 5% penduduk dunia (300 juta orang). Lebih dari 10%nya tinggal di
SubSahara dan Asia Tenggara. Dari yang terinfeksi secara kronis 20%nya akan menjadi

23
sirosis atau hepatoseluler karsinoma (HCC) dan sekitar 1-2 juta orang pertahun yang akan
meninggal dunia.1-5

PATOGENITAS INFEKSI HEPATITIS B KRONIK


Virus hepatitis B bersifat tidak sitopatik, kerusakan hepatosit terjadi akibat lisis hepatosit
melalui mekanisme imunologis. Kesembuhan dari infeksi VHB bergantung pada integritas
sistem imunologis seseorang. Infeksi kronis terjadi jika terdapat gangguan respon imunologis
terhadap infeksi virus. Selama infeksi akut, terjadi infiltrasi sel-sel radang antara lain limfosit
T yaitu sel NK (Non spesific Killer) dan sel T sitotoksik. Antigen virus, terutama HbcAg dan
HbeAg, yang diekspresikan pada permukaan hepatosit bersama-sama dengan glikoptotein
HLA kelas I, mengakibatkan hepatosit yang terinfeksi menjadi target untuk lisis oleh limfosit
T. walaupun ekspresi HLA oleh hepatosit normal cukup memadai, ekspresi ini akan semakin
diperkuat oleh peningkatan aktivitas interferon endogen yang diproduksi selama fase awal
infeksi virus. Interferon juga akan mengaktifkan enzim seluler termasuk 2-5 oligoadenilat
sintetase, endonuklease dan protein kinase. Enzim-enzim tersebut akan menghambat sintesis
protein virus dengan cara degradasi mRNA atau menghambat proses translasi. Perubahan-
perubahan akibat interferon ini akan menimbulkan suatu status antiviral pada hepatosit yang
tidak terinfeksi, dan mencegah reinfeksi selama proses lisis hepatosit yang terinfeksi.
Hepatitis virus B yang berlanjut menjadi kronik menunjukkan bahwa respons imunologis
selular terhadap infeksi virus tidak baik. Jika respons imunologis buruk, lisis hepatosit yang
terinfeksi tidak akan terjadi, atau berlangsung ringan saja. Virus terus berproliferasi
sedangkan faal hati tetap normal. Kasus demikian disebut pengidap sehat. Di sini ditemukan
kadar HbsAg serum tinggi dan hati mengandung sejumlah besar HbsAg tanpa adanya
nekrosis hepatosit.6
Pasien dengan respons imunologis yang lebih baik menunjukkan nekrosis hepatosit yang
terus berlangsung, tetapi respons ini tidak cukup efektif untuk eliminasi virus dan terjadilah
hepatitis kronik. Gangguan respons imunologis ini penting terutama pada pasien leukemia,
gangguan ginjal atau transplantasi organ, penerima obat imunosupresif, homoseksual, pasien
AIDS dan neonatus.1,6
Kegagalan lisis hepatosit yang terinfeksi virus oleh limfosit T dapat terjadi akibat berbagai
mekanisme:
1. Fungsi sel T supresor yang meningkat
2. Gangguan fungsi sel T sitotoksik
3. Adanya antibodi yang menghambat pada permukaan hepatosit
4. Kegagalan pengenalan ekspresi antigen virus atau HLA class I pada permukaan
hepatosit. Kapasitas produksi atau respons terhadap interferon endogen yang kurang
akan menyebabkan gangguan ekspresi HLA class I tersebut sehingga tidak akan
dikenal oleh sel limfosit T.1,6

24
DIAGNOSTIK6

Hepatitis kronik adalah penyakit yang berlangsung secara perlahan dan


menyelinap.Keluhan yang ada tidak sejalan dengan beratnya kerusakan jaringan hati. Pada
separuhnya, pasien datang dengan gejala penyakit hati kronik yang jelas seperti ikterus, asites
atau gejala hipertensi portal. Jarang sekali ditemukan ensefalopati hepatik pada saat pertama
kali pasien datang berobat. Kadang-kadang pasien datang sudah dengan karsinoma primer.

Pada perjalanan penyakitnya bisa terjadi relaps yang ditandai dengan perasaan tambah
lelah dan kadar transaminasi serum semakin meningkat. Keadaan ini berkaitan dengan
serokonversi HbeAg menjadi Anti-Hbe. Serokonversi terjadi secara spontan pada 10-15%
pasien, atau timbul setelah terapi interferon, sesudah penghentian terapi antikanker, cangkok
organ atau pemberian kortikosteroid. DNA VHB dapat menetap positif walaupun sudah
terjadi serokonversi.

Eksaserbasi akut dengan DNA VHB positif tetapi HbeAg negatif terjadi pada keadaan
viremia oleh virus mutan daerah pre-core. Pada keadaan reaktivasi ini pemeriksaan IgM anti-
HBc positif. Akan tetapi reaktivasi dapat pula berupa perubahan HbeAg negatif menjadi
HbeAg dan DNA VHB yang positif.

Pada keadaan ini gambaran klinis bervariasi dari tanpa gejala sampai gagal hati fulminan.
Kelainan hasil laboratorium tidka terlalu menyolok. Terdapat peninggian ringan kadar
bilirubin, transaminase, dan γ-globulin. Kadar albumin biasanya normal. Kadar HbsAg dalam
serum biasanya berbanding terbalik dengan beratnya hepatitis kronik. Pada tingkat lanjut,
HbsAg sukar ditemukan di dalam darah, tetapi IgM Anti-HBc positif. HbeAg, Anti-Hbe, dan
DNA VHB mungkin positif, mungkin pual negatif. Dengan teknik PCR (Polymerase Chain
Reaction) DNA VHB bisa dideteksi bahkan pada kasus dengan HbsAg negatif.

Gejala klinis bila hepatitis B sudah mengalami gangguan untuk terjadi sirosis hati akan
mengalami gejala seperti kegagalan parenkim hati, hipertensi portal, asites, esefalopati
hepatitis. Keluhan yang akan dirasakan terjadinya kemampuan jasmani, nausea , nafsu makan
menurun, mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna seperti the, pembesaran perut
dan kaki bengkak, perdarahan saluran cerna atas, perasaan gatal yang hebat, bahkan dapat
menyebabkan tidak sadarkan diri bila sudah terjadi encephalopathy karena hepatitis.

Gejala yang terjadi bila sudah mengakibatkan kegagalan sirkulasi dari parenkim hati akan
adanya gejala edema, icterus, spider nevi, alopesia pectoralis, kerusakan hati, asiter, rabut

25
pubis rontok, eritema palmaris, atrofi testis, dan bisa kelainan darah (anemia, hematom), dan
dapat sampai koma. Bila terjadi hipertensi portal aka nada gejala varises esophagus,
splenomegaly, perubahan sumsum tulang, caput medusa,asites, collateral veinhemorroid, dan
kelainan sel darah tepi.

Ada klasifikasi serosis menurut child-pugh

26
HEPATITIS C KRONIS
Prevalensi hepatitis virus C (HCV) meningkat di seluruh dunia. WHO memperkirakan lebih
dari 170 juta individu di seluruh dunia terjangkit HCV.8

Insiden HCV di Indonesia sampai saat ini belum ada data pasti, namun dari pemeriksaan
terhadap penderita HCV (+) dilaporkan terdapat 44,8% HCV RNA (+), dan HCV RNA (+) ini
lebih banyak ditemukan pada usia tua dan ekonomi rendah.9

Kadar HCV dalam cairan tubuh seperti saliva, sperma, urin, feses dan sekresi vagina amat
rendah dibandingkan di dalam serum. Transmisi HCV melalui hubungan seksual hanya kurang
dari 3-7%. Hal ini dapat dieliminir lagi dengan pemakaian kondom. Insiden meningkat pada free
sex, mempunyai penyakit seksual yang menular, homoseksual, lama kawin dan meningkatnya
jumlah virus.

Hepatitis virus C mempunyai kemampuan untuk bermutasi dalam replikasi RNA (quasi
spesies) yang pada akhirnya akan mempunyai sensitivitas yang berbeda terhadap
penatalaksanaan. Tingkatan perubahan (diversity) akan berbanding lurus dengan resistensi
terhadap terapi interferon.

27
Ada enam genotip utama dan sejumlah subtipe dari HCV berdasarkan pendekatan
molekular. HCV genotip 1, khususnya 1b, tidak berespon terhadap terapi sama seperti genotip 2
dan 3. Genotip 1 juga dihubungkan dengan penyakit liver yang lebih berat dan resiko yang lebih
tinggi untuk mendapat HCC.6,8

PATOGENESA

Bila seorang terinfeksi HCV sebagian kecil akan sembuh sempurna dan sebagian besar
menjadi kronis dengan terbentuknya antibodi terhadap virus C (anti HCV). Reaksi imunologis
bersifat humoral dan selular dimana sistem humoral membentuk IgM anti HCV dan imunologik
selular mengaktivasi sel sitotoksik untuk menghancurkan virus C dengan bantuan MHC (mayor
histocompability) dan interferon, dimana interferon melalui enzim 2,5 oligo adenylate sintetase
menghambat pembentukan protein virus (replikasi virus).

Bila sel T sitotoksik mampu mengeliminasi virus akan terjadi penyembuhan dan bila gagal
akan menjadi hepatitis kronik. Walaupun anti HCV negatif selama lebih dari 6 bulan dan
Hepatitis Virus C
transaminase normal namun kalau masih ditemukannya HCV RNA (+) maka penderita dianggap
sebagai pengidap hepatitis C.7 RNA-HCV 2-7 hari

Koinfeksi dengan HBV juga telah dihubungkan


Hepatitis Akutpeningkatan keparahan hepatitis C kronik
dan mempercepat laju ke arah sirosis. Tambahan koinfeksiAnti
dengan HBV
HCV 6-12 bln mempengaruhi
perkembangan ke arah HCC.

Sembuh/Resolusi Carier Hep C Hep C Kronis


RNA-HCV (-) RNA-HCV (+) RNA-HCV (+)
IgM anti HCV (-) IgM anti HCV (-) IgM anti HCV (+)
ALT Normal ALT Normal ALT Meninggi

20-30% 60-80% 20-30%

Sirosis / Hepatoma Sirosis

20%

28

Hepatoma
DIAGNOSIS6

Karena gejala klinis sangat minimal maka pemeriksaan penunjang memang mempunyai
peranan yang sangat penting.

Diagnosis ditegakkan dengan: Anti HCV positif “Marker of infection”

HCV RNA positif “Marker of viremia”

BEBERAPA PEMERIKSAAN PENUNJANG ANTARA LAIN:

1. Laboratorium
Tes anti bodi Hepatitis C
Skrining serologis anti HCV mencakup enzim immunoassay (EIA) yaitu EIA 1 dan EIA 2
yang 97% spesifik. Cara ini untuk membedakan kasus akut dan kronis. EIA generasi
ketiga sudah dapat mendeteksi antibodi 4-10 minggu setelah terinfeksi. Rekombinan
imunoblot assay (RIBA) yaitu RIBA-2 digunakan untuk konfirmasi infeksi HCV dengan
hasil EIA positif pada populasi resiko rendah.

29
HCV RNA dengan PCR digunakan untuk mendeteksi infeksi dalam 1-3 minggu terpapar.
Sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 90%.
Viral load test diperiksa secara kualitatif digunakan untuk memperkirakan hasil anti HCV
yang sepertinya menggambarkan progresifitas penyakit.
Genotip virus penting dalam terapi penderita, akan membantu dalam melihat hasil dan
lama terapi. Secara klinis perbedaan yang relevan adalah antara genotip 1 dan genotip 2
dan 3. Genotip 1 biasanya diterapi 12 bulan sedang yang lain 6 bulan.
Pemeriksaan yang harus dilakukan sebelum pengobatan:
 Anti HCV anti bodi EIA
 Genotip
 HCV RNA kuantitatif; reverse transcriptase PCR lebih sensitif dari DNA
 Pemeriksaan ALT dan AST, bilirubin dan level albumin
 Skrining koinfeksi
2. USG hati dan sistem biliar untuk menyingkirkan kemungkinan diagnostik lain.
3. Biopsi hati
Biopsi hati sebenarnya tidak diharuskan pada awal pengobatan, dilakukan untuk menilai
aktivitas penyakit hati yang dihubungkan dengan HCV. Evaluasi histologis dari biopsi
hati dapat meramalkan prognosa dan progresifitas penyakit. Temuan biopsi juga dapat
menyingkirkan penyebab lain sehingga dianjurkan pada pemeriksaan awal infeksi HCV.
Tapi ada juga bila hanya tidak dijumpai adanya remisi menetap.

PENATALAKSANAAN

Tidak ada terapi spesifik untuk hepatitis akut, tatalaksana diberikan suportif dengan
asupan kalori yang cukup. Pemantauan ditujukan pada untuk memastikan tidak terjadi
kronisitas.

Untuk pencegahan diberikan vaksin hepatitis B sebelum paparan.

a. Imunoprofilaksis vaksin hepatitis B sebelum paparan.


Vaksinasi HBV diberikan secara intramuskular, diulang pada 1 dan 6 bulan
kemudian.
Indikasi pemberian:
1. Imunisasi universal untuk bayi baru lahir.

2. Vaksinasi untuk anak sampai umur 19 tahun (bila belum divaksinasi)

30
3. Grup resiko tinggi: pasangan dan anggota keluarga yang kontak
dengan karier hepatitis B, pekerja kesehatan dan pekerja yang
terpapar darah, homoseksual dan biseksual pria, individu dengan
banyak pasangan seksual, resipien transfusi darah, pasien
hemodialisis, sesama narapidana, individu dengan penyakit hati
yang telah ada.
b. Imunoprofilaksis pasca paparan dengan vaksin hepatitis B dan imunogobulin
hepatitis B (HBIG)
Indikasi:

1. Kontak seksual dengan individu yang terinfeksi hepatitis akut:

a. Dosis 0,04-0,07 ml/kg HBIG sesegera mungkin setelah


paparan.
b. Vaksin HBV pertama diberikan pada saat atau hari yang
sama pada sisi lain.
c. Vaksin kedua dan ketiga diberikan 1 dan 6 bulan kemudian.
2. Neonatus dari ibu yang diketahui mengidap HbsAg positif:

a. Setengah mililiter HBIG diberikan dalam waktu 12 jam


setelah lahir di bagian anterolateral otot paha atas.
b. Vaksin HBV dengan dosis 5-10 ug, diberikan dalam waktu
12 jam pada sisi lain, diulang pada 1 dan 6 bulan.
Untuk terapi hepatitis B kronik, saat ini dikenal 2 kelompok terapi yaitu:
1. Kelompok imunomodulasi

a. Interferon.

b. Timosin alfa 1

c. Vaksinasi terapi.

2. Kelompok terapi antiviral

31
a. Lamivudin

b. Adefovir dipivoksil

a) Interferon (IFN) alfa.

IFN adalah kelompok protein intracelular yang normal ada dalam tubuh
dan diproduksi oleh berbagai macam sel. Beberapa fungsi interferon adalah
sebagai antiviral, imunomodulator, anti ploriferatif dan antifibrotik. Interferon
tidak memiliki fungsi anti viral secara langsung namun merangsang berbagai
macam protein efektir yang mempunyai fungsi antiviral.

Fungsi IFN untuk hepatitis B terutama karena efek imunomodulator.


Pada pasien hepatitis B terjadi penurunan kadar IFN, sebagai akibatnya terjadi
gangguan penampilan molekul HLA kelas I pada membran hepatosit yang
sangat diperlukan agar sel T dapat mengeali sel-sel hepatosit yang terinfeksi
VHB.

IFN merupakan pilihan pada pasien Hepatitis B kronik nonsirotik


dengan HbeAg positif dengan aktifitas penyakit ringan sampai sedang.

b) Timosin alfa 1.

Timosin adalah suatu jenis sitotoksin yang berfungsi merangsang limfosit.


Pemberian timosin pada pasien hepatitis B ktonik dapat menurunkan replikasi
VHB dan menurunkan kadar atau menghilangkan DNA VHB. Keunggulan
obat ini adalah tidak adanya efek samping seperti IFN. Dengan kombinasi
dengan IFN, obat ini meningkatkan efektifitas IFN.

c) Vaksinasi terapi.

Salah satu langkah maju dalam bidang vaksinansi hepattis B adalh


kemingkinanm menggunakan vaksin hepatitis B untuk pengobatan infeksi
VHB.

32
Salah satu dasar prinsip vaksinansi terapi adalah penggunaan vaksin
yang menyertakan epitop yang mampu merangsang sel T sitotoksik yang
bersifat Human Leucocyte Antigen (HLA)- restricted, diharapkan sel T
sitotoksik tersebut mampu mengahcnurkan sel hati yang terinfeksi VHB.

d) Lamivudin.
Lamivudin menghambat enzim reverse transkriptase yang berfungsi
dalam transkripsi balik dari RNA menjadi DNA yang terjadi dalam replikasi
VHB. Lamivudin menghambat produksi VHB baru dan mencegah terjadinya
infeksi hepatosit sehat yang belum terinfeksi, tetapi tidak mempngaruhi sel-
sel yang telah terinfeksi.

Penggunaan lamivudin pada anak-anak dianjurkan 3 mg/kgBB tiap hari


selama 52 minggu.

e) Adefivir dipovoksil
Adefovir dipivoksil menghambat enzim reverse transkriptase.
Keuntungan penggunaan adefovir adalah jarang terjadinya kekebalan. Dengan
demikian obat ini merupakan obat yang ideal untuk terapi hepatitis B kronik
dengan penyakti hati yang parah. Kerugiannya adalah ahrga yang mahal dan
masih kurangnya data mengenai keamanan dalam jangka yang sangat
panjang. Jika diberikan setiap hari selama 48 minggu, terbukti memeberikan
hasil yang signifikan.

33
Indikator respon pengobatan yang diharapkan adalah klirens virus, ditunjukkan dengan tidak
terdapatnya HCV RNA di serum dengan menggunakan test yang paling sensitif. Respon virus
pada akhir pengobatan (End of Treatment Viral Response = ETVR) dinyatakan dengan tidak
dijumpainya HCV RNA pada akhir pengobatan. Respon virus menetap (Sustained Viral

34
Response = SVR) dinyatakan dengan HCV RNA pada 6 bulan setelah menyelesaikan
pengobatan.

RESPON VIRUS MENETAP (SVR)

SVR adalah berkorelasi baik dengan manfaat perubahan fibrosis hati, pencegahan HCC dan
perbaikan klinis lain. Alanin Aminotransferase (ALT) sebagai indikator biokimia hepatitis
mempunyai beberapa kelemahan antara lain:

1. Penggunaan ALT untuk menggambarkan suatu respon (ETR atau SR) mempunyai angka
kesalahan 15%
2. Penggunaan ALT untuk menggambarkan tidak respon mempunyai angka kesalahan 10-
50% tergantung pada adanya sirosis, penggunaan regimen interferon yang lebih kuat atau
produk interferon seperti pegylated (PEG)-IFN

TERAPI PASIEN YANG BELUM PERNAH DITERAPI SEBELUMNYA 12

Rekomendasi dari Konsensus Asia Pasifik tentang penatalaksanaan Hepatitis C kronik


adalah terapi kombinasi dengan interferon/ribavirin. Lama terapi 6 bulan untuk genotip 2 dan 3
atau genotip 1 dengan beban virus rendah (<2.000.000 virus ekivalen/ml) dan 12 bulan untuk
genotip 1 dan 4 dengan beban virus tinggi (>2.000.000 virus ekivalen/ml). Pemakaian IFN dosis
tinggi setiap hari selama 4-6 minggu pertama pengobatan (terapi induksi) memperbaiki efikasi
antiviral tetapi belum dapat dibuktikan meningkatkan SVR. Jika terapi kombinasi tidak tersedia
atau kontraindikasi maka monoterapi IFN dan regimen khusus atau produk lain yang menambah
efikasi masih mempunyai peranan.

PASIEN YANG TIDAK MEMBERI RESPON VIRUS MENETAP

Yang termasuk golongan ini adalah pasien yang respon tetapi kemudian relaps ataupun yang
tidak respon sama sekali, walaupun pada beberapa pasien ini ada terlihat manfaat perlambatan
progresi ke arah fibrosis dan perbaikan klinis.

Rekomendasi Konsensus Asia Pasifik:

35
Terapi ulangan harus dipertimbangkan pada pasien yang relaps setelah ETR terhadap
pengobatan sebelumnya dengan regimen yang kini dipertimbangkan suboptimal, misal IFN 3
juta U, tiga kali seminggu selama 6 bulan.

Rekomendasi yang dianjurkan antara lain:

a. IFN 3 juta U, 3x/minggu, selama 6 bulan ditambah ribavirin 1000-1200 mg/hari, sesuai
dengan berat badan.
b. Monoterapi IFN optimal seperti dosis yang lebih tinggi dan/atau waktu yang lebih lama,
atau penggunaan produk iFN yang lebih kuat.

Efek Samping Ribavirin dan Interferon

Efek samping segera berupa flu like symptom, mual, iritabilitas, insomnia, diare, gangguan
pendengaran, visual, dan anoreksia. Efek samping jangka panjang berupa penurunan berat badan,
sering buang air besar, banyak tidur, efek psikologis (anxietas, depresi, dan iritabilitas), rambut
rontok, insomnia, trombositopenia dan lekopenia. Ribavirin (7-10%) dapat menimbulkan anemia
hemolitik.

36
37
38
39
BAB III

KESIMPULAN
Hepatitis virus akut adalah inflamasi hati akibat infeksi virus hepatitis yang berlangsung
selama < 6 bulan.Hepatitis akut merupakan infeksi sistemik yang mempengaruhi terutama
hati.Hampir semua kasus disebabkan oleh virus ini yaitu : hepatitis virus a (hav), hepatitis virus b(hbv), dan
hepatitis virus c (hcv).Secara umum agen penyebab hepatitis virus dapat siklasifikasikan
kedalam dua group yaitu hepatitis dengan transmisi secara enterik dan transmisi melalui darah,
transmisi secara enterik terdiri atas virus hepatitis a (hav) dan virus hepatitis e (hev), transmisi
melalui darah terdiri atas virus hepatitis b (hbv), virus hepatitis d (hdv), dan virus hepatitis c
(hcv).Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang berupa serologiVirus hepatitis akut bersifat self limited dan tidak ada antivirus
spesifik untuk virus ini, pengobatan hanya bersifat simptomatis, perbaiki diet dan keadaan
umum.

Hepatitis A merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Hepatitis A (HAV). HAV
ditularkan dari orang ke orang melalui mekanisme fekal-oral. Seseorang bisa tertular karena
memakan makanan yang terkontaminasi oleh HAV.

Hepatitis B merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Hepatitis B (HBV). Secara
umum seseorang dapat tertular HBV melalui hubungan seksual, penggunaan jarum suntuk
yang bergantian pada IDU, menggunakan alat yang terkontaminasi darah dari penderita (pisau
cukur, tato, tindik), 90% berasal dari ibu yang terinfeksi HBV, transfusi darah, serta lewat
peralatan dokter.

Penyakit hepatitis C merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Hepatitis C (HCV).
Penularannya spesifik memalui darah, misalnya pada donor darah, atau penggunaan narkoba
suntik. Sebagian besar kejadian penyakit adalah asimptomatik, namun ada juga yang
menunjukkan gejala diantaranya anoreksia, mual dan muntah, demam dan kelelahan, berlanjut
untuk menjadi penyakit kuning. Diagnosisnya dengn tes virologi dan tes serologi.

40
41
Daftar Pustaka

1. Suwitra Sp.PD. Hepatitis virus akut dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed IV Jilid I.
Sanityoso, andri. Jakarta : pusat penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2006

2. L.Kasper MD, Dennis dkk. Acute viral hepatitis. Harrison's Principles Of Internal
Medicine19th Edition. United States of America: Mc Graw Hill. 2012.

3. Kuntz, Erwin dan Hans-Dieter Kuntz. Acute viral hepatitis. Hepatology Principles And
Practice. Germany : Springer Medizin Verlag Heidelberg. 2006

4. Siegenthaler, Walter. Viral hepatitisgastrointestinal symptoms. Differential DiagnosisIn


Internal Medicine From Symptom To Diagnosis. New York : Thieme. 2007

5. Poterucha, John J. Chronic viral hepatitis. Mayo Clinic Gastroenterology And


Hepatology Board Review Third Edition. Usa. 2008

6. Gani RA. Pengobatan terkini hepatitis kronik B dan C. Divisi Hepatologi Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2005: 1-6.
7. A.Sanityoso. Hepatitis Virus Akut. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi Keempat.
Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2007. 427-442.
8. Heathcote, J. Abbas, Z. Albery, A. Benhamau, Y. Chen, C..Hepatitis B. World
Gastroenterology Organisation. 2008.

42

Vous aimerez peut-être aussi