Vous êtes sur la page 1sur 19

LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN CKD

DENGAN PEMBERIAN TINDAKAN PEMASANGAN KATETER URIN

DI RUANG IGD RSUD TUGUREJO

OLEH :

Nama : Hasdiman Samania

Nim : G3A017218

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

TAHUN AJARAN 2018-2019


LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ANSIN STASE KGD
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TENTANG
KASUS CKD (GAGAL GINJAL KRONIK)
DENGAN PEMBERIAN TINDAKAN
PEMASANGAN KATETER URIN

Disahkan Pada:
Hari/Tanggal : Senin, 9 Juni 2018

Mahasiswa

Hasdiman Samania
NIM: G3A017218

Menyetujui:

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

Hudiyanto, S.Kep Ns. Warsono, S.Kep.,KMB


LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL KRONIK

A. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Gagal ginjal kronis (GGK/CKD) adalah suatu sindrom klinis yang
disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung
progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular
kurang dari 50 mL/min. (Suyono, et al, 2001)
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2001)

2. Etiologi
Menurut Price & Wilson (2006), fraktur disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain :
a. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
b. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
c. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
d. Gangguan jaringan penyambung (lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik progresif)
e. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal)
f. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
g. Nefropati toksikmisalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal.
h. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher
kandung kemih dan uretra.
3. Tanda Dan Gelaja
Menurut Smeltzer & Bare (2001), tanda dan gejala dari fraktur
adalah sebagai berikut :
a. Kardiovaskuler
1) Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis
2) Pitting edema (kaki, tangan, sacrum), edema periorbital
3) Friction rub pericardial, pembesaran vena leher
b. Dermatologi
1) Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik
2) Pruritus, ekimosis
3) Kuku tipis dan rapuh
4) Rambut tipis dan kasar
c. Pulmoner
1) Krekels, Sputum kental dan liat
2) Pernafasan kusmaul
d. Gastrointestinal
1) Anoreksia, mual, muntah, cegukan
2) Nafas berbau ammonia
3) Ulserasi dan perdarahan mulut
4) Konstipasi dan diare
5) Perdarahan saluran cerna
e. Neurologi
1) Tidak mampu konsentrasi
2) Kelemahan dan keletihan
3) Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran
4) Disorientasi
5) Kejang, Rasa panas pada telapak kaki
6) Perubahan perilaku
f. Muskuloskeletal
1) Kram otot, kekuatan otot hilang
2) Kelemahan pada tungkai
3) Fraktur tulang, foot drop
g. Reproduktif : amenore, atrofi testekuler

4. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi
volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam
keadaan penurunan GFR / daya saring.Metode adaptif ini memungkinkan
ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak.Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.Selanjutnya karena
jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi
produk sisa.Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%.Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih
rendah itu ( Barbara C Long, 1996, 368).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala
uremia membaik setelah dialisis (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).

5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca,
Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein,
antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin)
2) Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa,
protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
b. Pemeriksaan EKG : Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri,
tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi,
hipokalsemia)
c. Pemeriksaan USG : Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks
ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises,
ureter proksimal, kandung kemih serta prostate
d. Pemeriksaan Radiologi : Renogram, Intravenous Pyelography,
Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan,
MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen
tulang, foto polos abdomen.
6. Pathways

Infeksi Vaskuler Zat toksik Obstuksi saluran

Reaksi Arteriosklerosis Tertimbun di ginjal


antigen Retensi urin Batu besar dan kasar Iritasi/cedera
Suplai darah ginjal jaringan
Menekan syaraf
perifer Hematuria

GFR menurun Nyeri pinggang Anemia

Gagal Ginjal Kronik

sekresi eritropoitis
Retensi Na turun
Sekresi protein
terganggu total CES naik Resiko Suplai nutrisi dalam produksi hb turun
gangguan darah turun
Perpospatemi Sindrom uremia Urokrom tertimbung nutrisi
tek. Kapiler naik oksihemoglobin turun
di kulit
Prutitis Gang. Keseimbagan Gang. perfusi Intoleransi
vol. Interstisial naik suplai O2 kasar turun
asam basa Perubahan warna kulit jaringan aktivitas

Gang. edema
Integritas kulit Produksi asam (kelebihan volume Payah jantung kiri bendungan atrium kiri
cairan) COP turun naik
Asam lambung
aliran darah suplai O2 jaringan suplai O2 ke tek. Vena pulmonalis
preload naik
Iritasi lambung ginjal turun turun otak turun
Neusea kapiler paru naik
beban jantung naik
RAA turun metab. turun syncope
Infeksi Perdarahan
Gang. (kehilangan edema paru
hipertrofi ventrikel
Keseimbangan retensi Na & timb. as. laktat naik kesadaran)
Gastritis Hematemasi kiri
volume cairan H2O naik Gang.
dan elektolit fatigue Penurunan Pertukaran gas
Mual muntah Anemia
Kelebihan nyeri sendi curah jantung
volume cairan
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut Doengoes (2000), pengkajian pada pasien gagal ginjal
adalah sebagai berikut :
a) Aktifitas dan Istirahat
Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur, kelemahan otot dan
tonus, penurunan ROM
b) Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada, peningkatan
JVP, tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub
c) Integritas Ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan, menolak,
cemas, takut, marah, irritable
d) Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin
pekat warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen
kembung
e) Makanan/Cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi,
anoreksia, mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites, penurunan
otot, penurunan lemak subkutan
f) Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan,
gangguan status mental,penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran, koma
g) Nyeri/Kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, distraksi, gelisah
h) Pernafasan
Pernafasan kusmaul (cepat dan dangkal), paroksismal nokturnal
dyspnea (+), batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema
pulmonal
i) Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi),
petekie, ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit,
ROM terbatas
j) Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas
k) Interaksi Sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti
biasanya.

2. Diagnosa
Menurut Doengoes (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa
keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah :
a. Penurunan curah jantung
b. Kelebihan volume cairan
c. Resiko gangguan nutrisi
d. Gangguan pertukaran gas
e. Gangguan integritas kulit
f. Intoleransi aktivitas
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan tindakan medis

3. Intervensi
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat.
Tujuan : Penurunan curah jantung tidak terjadi
Kriteria hasil : mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan
darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan
sama dengan waktu pengisian kapiler.
Intervensi :
1) Auskultasi bunyi jantung dan paru,
R/ Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
2) Kaji adanya hipertensi.
R/ Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
3) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya
(skala 0-10).
R/ HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
4) Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas.
R/ Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

b. Kelebihan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema


sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan
H2O)
Tujuan : Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
Kriteria hasil : tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi :
1) Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan
masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
2) Batasi masukan cairan, R: Pembatasan cairan akn menentukan
BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi
3) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan, R:
Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan
4) Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan
terutama pemasukan dan haluaran, R: Untuk mengetahui
keseimbangan input dan output
c. Resiko gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
1) Awasi konsumsi makanan / cairan,
R/ Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
2) Perhatikan adanya mual dan muntah.
R/ Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat
mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan
intervensi
3) Berikan makanan sedikit tapi sering.
R/ Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
4) Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan,
R/ Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
5) Berikan perawatan mulut sering,
R/ Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak
disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan
makanan

d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hiperventilasi


sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan : Pola nafas normal/stabil
Intervensi :
1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles,
R/ Menyatakan adanya pengumpulan sekret
2) Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam,
R/ Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
3) Atur posisi senyaman mungkin,
R/ Mencegah terjadinya sesak nafas
4) Batasi untuk beraktivitas,
R/ Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau
hipoksia

e. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritis


Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga
Kriteria hasil :
 Mempertahankan kulit utuh
 Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi :
1) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler,
perhatikan kadanya kemerahan,
R/ Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
2) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa,
R/ Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
3) Inspeksi area tergantung terhadap udem,
R/ Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
4) Ubah posisi sesering mungkin,
R/ Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi
buruk untuk menurunkan iskemia
5) Berikan perawatan kulit,
R/ Mengurangipengeringan , robekan kulit
6) Pertahankan linen kering,
R/ Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
7) Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk
memberikan tekanan pada area pruritis,
R/ Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko
cedera
8) Anjurkan memakai pakaian katun longgar,
R/ Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi
lembab pada kulit

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang


tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
1) Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
2) Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
3) Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
4) Pertahankan status nutrisi yang adekuat

g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan tindakan medis


(hemodialisa) b.d salah interpretasi informasi.
3) Kaji ulang penyakit/prognosis dan kemungkinan yang akan
dialami.
4) Beri pendidikan kesehatan mengenai pengertian, penyebab, tanda
dan gejala CKD serta penatalaksanaannya (tindakan
hemodialisa).
5) Libatkan keluarga dalam memberikan tindakan.
6) Anjurkan keluarga untuk memberikan support system.
7) Evaluasi pasien dan keluarga setelah diberikan penkes.
DAFTAR PUSTAKA

1. Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi


8. Jakarta : EGC
2. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U.
Jakarta: EGC; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
3. Doenges E, Marilynn, dkk. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman UntukPerancanaandan PendokumentasianPerawatan Pasien.
Edisi 3. Jakarta : EGC
4. Long, B C. (2001). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan
5. Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2002). Patofisiologi Konsep
Kllinis Proses-prosesPenyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
6. Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical – surgical nursing. Alih
bahasa : Setyono, J. Jakarta: Salemba Medika; 2001 (Buku asli diterbitkan
tahun 1999)
7. Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan
Medikal BedahBrunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
8. Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I
II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI
LAPORAN ANALISIS SINTESA

Nama Mahasiswa : Hasdiman Samania Tanggal : 04 Juni 2018


NIM : G3A017218 Ruang : IGD RSUD Tugurejo

1. Identitas Klien
Nama : Tn. S
Umur : 43 tahun

2. Diagnosa Medis : gagal ginjal kronis (CKD)


3. Dasar Pemikiran
CKD (Chronik Kidney Disease) adalah salah satu penyakt renal tahap akhir.
CKD merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible.
Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan elekrolit yang menyebabkan uremia atau retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah (smeltzer dan Bare, 2002).
Menurut Mansjoer (2007), gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju
filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan
berat. Biasanya penyakit ini disertai oliguria (pengeluaran kemih < 400
ml/hari). Karena pada CKD terjadi penurunan sirkulasi ginjal mengakibatkan
peningkatan tonusitas medular yang selanjutnya memperbesar reabsorbsi dari
cairan tubular distal. Oleh karenanya perubahan urine tipikal pada keadaan
perfusi rendah. Volume urine menurun sampai kurang dari 400 ml/hari.
Sehingga perlu dilakukan pemasangan kateter urethra untuk memantau
volume urine dan balance cairan pasien.

4. Analisa Sintesa
Penurunan laju filrasi glumerolus

Oliguria (pengeluaran kemih < 400 ml/hari)


Urine tipikal dalam keadaan perfusi rendah

Butuh pemantauan volume urine dan balance cairan

Dilakukan pemasangan kateter urine

5. Tindakan dan Rasional


Tindakan : pemasangan Kateter Urin
Rasional : Membantu untuk pengeluaran urine yang terganggu

6. Diagnosa Keperawatan
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan difungsi ginjal dan retensi
natrium.

7. Data Fokus
Tn. S, 43 tahun dibawa ke IGD setelah dengan penurunan kesadaran dan
lemas, terdapat oedem pada kedua kaki dan tangan kanan. Tingkatan
kesadaran, GCS : E2, M3, V2, TD : 77/46 mmHg, N : 124 x/m, S : 36,0 oC,
RR : 33 x/m, SpO2 : 79 %, MAP : 55 mmHg, Hb : 3,1 dan GDS : 37.

8. Prinsip-Prinsip Tindakan Keperawatan


a. Proteksi diri dengan masker dan handscoon steril
Rasional : meminimalkan resiko kontaminasi dan cega masuknya kuman
ke tubuh pasien.
b. Tangan kiri memegang penis lalu repusium ditarik sedikit kepangkalnya
dan bersihkan dengan kapas sublimat
Rasional :
c. Kateter diberi minyak pelumas atau jelli pada ujungnya ±12,5-17,5 cm,
lalau masukan perlahan-lahan ±17,5-20 cm dan sambil memberi ntruksi
pasien untuk mengambil nafas dalam untuk mengurangi rasa nyeri.
Rasional : memudahkan dalam memasukkan selang dan agar selang
kateter tidak tersangkut.
d. Jika tertahan jangan dipaksakan
Rasional : memasukkan dengan paksa akan memungkinkan terjadinya
lecet pada uretra
e. Setelah kateter masuk, isi balon dengan cairan aquads atau sejenisnya
untuk mengunci kateter supaya menetap dan tidak lepas dan bila
intermiten tarik kembali sambil intruksikan pasien untuk menarik nafas
dalam untuk mengurangi rasa nyeri.
Rasional : mengunci kateter dengan memasukkan cairan agar tidak mudah
lepas
f. Sambungkan kateter dengan kantung penampung dan fiksasi kearah atas
paha atau abdomen.
Rasional : menyambungkan kateter dengan kantung agar urin tertampung
dalam satu wadah dan tidak merembes.
g. Pelester kateter diatas pubis atau paha supaya tidak tertarik
Rasional : agar kateter tidak mudah lepas atau tertarik
h. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
Rasional : agar terhindar dari kuman dan bakteri.

9. Tujuan Tindakan
a. Menghilangkan ketidak nyamanan karena distraksi kandung kemih
b. Mendapat urine steril untuk spesement
c. Mengkaji residu urine
d. Penatalaksanaan pasien yang dirawat karena trauma medula spinalis,
gangguan neuromuskuler atau inkompeten kemih, serta paskah operasi
besar
e. Mengatasi obstrukasi aliran urine
f. Mengatasi retensi perkemihan
10. Bahaya yang Mungkin Terjadi dan Pencegahannya
a. Infeksi Saluran Kemih
Antisipasi : Untuk mencegah infeksi pada pasien yang memerlukan
pemasangan kateter dalam jangka waktu lama, maka perlu dilakukan
penggantian kateter secara berkala. Interval pergantiannya tergantung
jenis kateter yang digunakan, jika kateter karet / lateks biasa sebaiknya
diganti sedikitnya seminggu sekali, tetapi jika kateter yang dari
silikon/telfon umumnya diganti kira-kira 2-3 minggu sekali.
b. Parafimosis, yang disebabkan oleh kegagalan kulit preputium untuk
kembali ke posisi awal setelah dilakukan pemasangan kateter
c. Alergi pada pasien yang senstif dengan bahan dasar kateter
d. Terjadinya pembentukan saluran baru
e. Striktur uretra
Antisipasi : (1) sistem kateter hasus tetap tertutup, (2) durasi pemasangan
kateter haruslah seminimal mungkin, (3) antiseptik atau antibiotik topical
pada kateter, uretra, atau meatus tidak direkomendasikan, (4) walaupun
keuntungan profilaksis antibiotik dan antiseptik telah terbukti, tidak
direkomendasikan, (5) pelepasan kateter sebelum tengah malam setelah
prosedur operasi non-urologi mungkin bermakna, (6) pada pemasangan
jangka panjang sebaiknya kateter diganti secara teratur, walaupun belum
ada bukti ilmiah interval penggantian kateter, dan (7) terapi antibiotik
kronik tidak disarankan.
f. Perforasi uretra
g. Perdarahan
h. Batu saluran kemih
i. Kerusakan ginjal (biasanya terjadi pada pasien yang menggunakan
kateter dalam jangka waktu yang lama
11. Evaluasi
S: -
O : Terpasang oksigen, infus, kateter urin dan bed site monitor.
Terdapat oedema di kedua kaki dan tangan kanan.
GCS : E2, M5, V3
TD : 77/46 mmHg
N : 124 x/m,
S : 36,0 oC,
RR : 33 x/m,
SpO2 : 79 %
MAP : 55 mmHg
Hb : 3,1
GDS : 37.
A : Masalah eliminasi klien teratasi sebagian dengan dilakukannya
pemasangan kateter urin.
P : Pantau kateter urin secara berkala serta catat pemasukan cairan
melalui infus dan pengeluaran cairan melalui kateter urin. Jaga
agar klien tidak mencabut selang kateter urin klien.

Vous aimerez peut-être aussi