Vous êtes sur la page 1sur 12

Karbon Tanah dan Pendugaan Karbon…(I Wayan Susi D.; Chairil A.S.

KARBON TANAH DAN PENDUGAAN KARBON TEGAKAN


Avicennia marina (Forsk.) Vierh. DI CIASEM, PURWAKARTA (Soil Carbon and
Carbon Estimation of Avicennia marina (Forsk.) Vierh. Stand at Ciasem, Purwakarta)*)
Oleh/By :
I Wayan Susi Dharmawan dan/and Chairil Anwar Siregar
Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam
Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 165; Telp. 0251-8633234, 7520067; Fax 0251-8638111 Bogor
*) Diterima : 19 Maret 2008; Disetujui : 05 Nopember 2008

ABSTRACT
Increasing CO 2 concentration in the atmosphere is one of the factors which causes global climate change in
the world. Development and conservation of forest vegetation such as mangrove forest is one of the ways for
decreasing CO 2 concentration in atmosphere. Avicennia marina (Forsk.) Vierh. belongs to mangrove forest
species that has high ability for carbon sequestration. In this research, carbon estimation in A. marina stand
and analysis of soil organic carbon were conducted. The research was conducted at BKPH Ciasem, KPH
Purwakarta, Perum Perhutani Unit III West Java and Banten. Average of soil organic carbon was 2.9%
from five soil sampling points. The content of soil organic carbon was categorized as moderate. From the
destructive sampling activity in the field, the following allometric models were obtained: above ground
biomass Y = 0.1848(DBH)2.3524 R2 = 0.9839, below ground biomass Y = 0.1682(DBH)1.7939 R2 = 0.8581,
and total biomass Y = 0.2905(DBH)2.2598 R2 = 0.9815. A. marina stand at BKPH Ciasem had potency of total
biomass content and total carbon content of 364.9 and 182.5 ton/ha, respectively. The uptake of total CO 2
and average CO 2 at BKPH Ciasem were 669.0 ton/ha and 14.2 ton/tree, respectively.
Keywords: Mangrove forest, biomass, carbon sequestration

ABSTRAK
Meningkatnya kandungan karbondioksida (CO 2 ) di atmosfer merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya perubahan iklim dunia (global climate change). Penambatan karbondioksida melalui berbagai
vegetasi hutan, misalnya di hutan mangrove diyakini sebagai salah satu upaya penurunan kandungan gas
karbondioksida dari atmosfer. Avicennia marina (Forsk.) Vierh. sebagai salah satu jenis pohon pada tegakan
mangrove memiliki potensi penambatan karbondioksida yang cukup besar. Selain melakukan pendugaan
kandungan karbon pada tegakan Avicennia marina, juga dilakukan analisis karbon organik tanah. Kegiatan
penelitian ini dilakukan di BKPH Ciasem, KPH Purwakarta, Perum Perhutani Unit III – Jawa Barat dan
Banten. Dari lima plot pengambilan contoh tanah, diperoleh hasil rata-rata kandungan karbon organik tanah
sebesar 2,9%. Kandungan karbon organik tanah ini tergolong sedang. Berdasarkan hasil dari sampling
dengan merusak pohon di lapangan, diperoleh persamaan allometrik kandungan biomasa (Y) sebagai berikut:
untuk biomasa atas Y = 0,1848(DBH)2,3524 R2 = 0,9839, untuk biomasa bawah Y = 0,1682(DBH)1,7939 R2 =
0,8581, dan untuk biomasa total Y = 0,2905(DBH)2,2598 R2 = 0,9815. Tegakan A. marina di BKPH Ciasem
memiliki potensi kandungan biomasa total sebesar 364,9 ton/ha dan kandungan karbon sebesar 182,5 ton/ha.
Nilai serapan CO 2 total tegakan A. marina (Forsk.) Vierh. di BKPH Ciasem adalah 669,0 ton/ha dengan nilai
serapan CO 2 rata-rata 14,2 ton/ pohon.
Kata kunci : Hutan mangrove, biomasa, sekuestrasi karbon

I. PENDAHULUAN Saat ini, hutan mangrove di dunia hanya


tersisa sekitar 17 juta hektar; 22 % dari
Kawasan hutan mangrove merupa- luas tersebut terdapat di Indonesia yang
kan suatu kawasan yang berfungsi seba- sebagian besar telah mengalami kerusak-
gai jembatan antara lautan dan daratan. an dan perubahan status peruntukannya.

317
Vol. V No. 4 : 317-328, 2008

Snedaker (1978) memberikan pe- pada tahun 1995 menyatakan bahwa hu-
ngertian yang panjang mengenai hutan tan mangrove di Indonesia hanya tersisa
mangrove, yakni suatu kelompok jenis 2,06 juta hektar, yang berarti berkurang
tumbuhan berkayu yang tumbuh di se- seluas 1,18 juta hektar (Susilo, 1995).
panjang garis pantai tropika dan subtro- Kecenderungan tersebut mengindikasikan
pika yang terlindung dan merupakan la- bahwa terjadi degradasi hutan mangrove
han pantai dengan tipe tanah anaerob. yang cukup nyata, yaitu sekitar 200 ribu
Hutan mangrove adalah hutan dengan ve- hektar/tahun. Hal tersebut disebabkan
getasi yang hidup di muara sungai, da- oleh kegiatan konversi menjadi lahan
erah pasang surut, dan tepi laut (Baehaqie tambak, penebangan liar, dan sebagainya
dan Indrawan, 1993). (Dahuri, 2002). Pada tahun 1999/2000,
Hutan mangrove disebut juga coastal Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan
woodland atau “tidal vegetation” atau dan Perhutanan Sosial – Departemen Ke-
“hutan bakau” atau “rawa garam” atau hutanan melaporkan bahwa Indonesia
“intertidal zone” (Allen, 1973). Mang- memiliki potensi mangrove seluas 9,2 ju-
rove merupakan suatu tempat yang berge- ta ha. Sebanyak 5,3 juta ha hutan mang-
rak akibat adanya pembentukan tanah rove di Indonesia dalam kondisi rusak.
lumpur dan daratan secara terus-menerus Kerusakan mangrove sebagian besar ter-
oleh tumbuhan sehingga secara perlahan- jadi di luar kawasan hutan yaitu sebanyak
lahan berubah menjadi semi daratan. 69,8% atau 3,7 juta ha dan sisanya sekitar
Kostermans (1982) menyebut mangrove 30,2% atau 1,6 juta ha terjadi di dalam
sebagai vegetasi berjalan yang cenderung kawasan hutan. Untuk mengurangi laju
mendorong terbentuknya tanah timbul degradasi hutan mangrove tersebut dapat
melalui suksesi alami atau buatan dengan dirancang mekanisme hutan mangrove
terbentuknya vegetasi baru pada tanah sebagai kawasan hutan yang memberikan
timbul tersebut. jasa lingkungan. Jasa lingkungan terse-
Berbagai pengertian mangrove terse- but berupa potensi hutan mangrove seba-
but sebenarnya mempunyai arti yang sa- gai penyerap karbon yang dapat dijual
ma, yaitu formasi hutan khas daerah tro- kepada pihak-pihak investor.
pika dan sedikit subtropika, terdapat di Potensi hutan mangrove sebagai pe-
pantai rendah dan tenang, berlumpur, se- nyerap karbon merupakan salah satu
dikit berpasir, serta mendapat pengaruh fungsi hutan mangrove yang sampai saat
pasang surut air laut. Mangrove juga me- ini informasi dan datanya relatif masih
rupakan mata rantai penting dalam peme- belum tersedia (Brown, 1997; Ketterings
liharaan keseimbangan siklus biologi di et al., 2001; Niklas, 1994; Reiss, 1991).
suatu perairan. Padahal, informasi dan data tentang po-
Luas ekosistem mangrove di Indo- tensi hutan mangrove sebagai penyerap
nesia mencapai 75% dari total mangrove karbon tersebut merupakan informasi
di Asia Tenggara. Ekosistem mangrove penting yang dapat digunakan oleh peme-
Indonesia memiliki keragaman jenis ter- rintah Indonesia sebagai bahan penawar-
tinggi di dunia. Pada tahun 1982, luas hu- an untuk mendapatkan kompensasi dana
tan mangrove di Indonesia diperkirakan dari pihak-pihak investor.
sekitar 4,25 juta hektar, terutama terdapat Penelitian ini bertujuan untuk men-
di sepanjang pesisir pulau-pulau besar In- dapatkan informasi tentang potensi kar-
donesia seperti Sumatera, Kalimantan, bon tanah dan formulasi pendugaan kar-
dan Papua (FAO, 1982). Pada tahun bon pada tegakan Avicennia marina
1987, dari hasil survei diperoleh informa- (Forsk.) Vierh. di Bagian Kesatuan Pe-
si bahwa luas hutan mangrove tersebut mangkuan Hutan (BKPH) Ciasem, Kesa-
berkurang dan hanya tersisa seluas 3,24 tuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwa-
juta hektar. Bahkan hasil survei terakhir karta. Dengan adanya penelitian ini

318
Karbon Tanah dan Pendugaan Karbon…(I Wayan Susi D.; Chairil A.S.)

diharapkan bahwa potensi hutan mang- bilan contoh tanah hanya di lapisan
rove khususnya tegakan Avicennia mari- atas tanah saja.
na (Forsk.) Vierh. sebagai penyerap kar- b. Contoh tanah diambil secara komposit
bon dapat dihitung secara tepat dan aku- pada lima titik sampling tanah. Lima
rat. titik tersebut terletak pada masing-ma-
sing plot sampling merusak (destruc-
tive sampling). Posisi lima titik samp-
II. METODOLOGI ling tanah tersebut adalah satu titik di
tengah dan empat titik lainnya masing-
A. Lokasi dan Waktu Penelitian masing di ujung plot (Gambar 1).
Bentuk plot sampling merusak adalah
Kegiatan penelitian dilaksanakan di
persegi panjang.
BKPH Ciasem, KPH Purwakarta, Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten 5 10 meter 2
pada bulan Mei-Oktober 2007. Secara
administratif pemerintahan, lokasi ini ter-
letak di Desa Blanakan, Kecamatan Ci-

10 meter
asem, Kabupaten Purwakarta. 1

B. Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan da-


lam penelitian ini meliputi meteran, phi- 4 3
band, golok, chainsaw, gergaji kayu,
Gambar (Figure) 1. Disain titik-titik (1, 2, 3,
cangkul, timbangan, karung, tali pengi- 4, dan 5) pengambilan sampel tanah (Design
kat, plastik, spidol, pensil, kamera, kal- of sampling soil at point 1, 2, 3, 4 and 5)
kulator, buku catatan, dan komputer.
c. Contoh tanah tersebut kemudian di-
C. Metode Penelitian analisa di laboratorium untuk penghi-
tungan kandungan karbon dan kan-
Kegiatan dalam penelitian ini dilak- dungan hara lainnya.
sanakan melalui beberapa tahapan seba- d. Lebih kurang 10 g contoh tanah dige-
gai berikut : rus hingga menjadi bubuk halus de-
1. Analisis Kandungan Karbon dan ngan menggunakan willey mill dan vi-
Kandungan Hara Lainnya pada bration mill untuk kemudian dianalisis
Tanah kandungan karbonnya dengan meng-
gunakan NC Analyzer.
Pada kegiatan ini diteliti kandungan
karbon dan kandungan hara lainnya (N, 2. Pengukuran Jumlah Biomasa pada
P, K, Ca, Mg, Na, Al, H) yang ada pada Vegetasi Mangrove
tanah mangrove pada kedalaman 0-20 Pada kegiatan ini dibuat petak peng-
cm. Prosedur yang dilakukan untuk ambilan contoh berbentuk lingkaran de-
pengukuran kandungan karbon dan kan- ngan ukuran diameter plot 40 m yang
dungan hara lainnya pada tanah adalah mewakili vegetasi mangrove dengan
sebagai berikut: ulangan sebanyak tiga kali. Petak peng-
a. Contoh tanah diambil pada kedalaman ambilan contoh tersebut diletakkan seca-
0-20 cm. Pengambilan contoh tanah ra purposive sampling untuk mengetahui
ini tergantung pada tingkat genangan sebaran kelas diameter vegetasi mang-
air di hutan mangrove. Karena lokasi rove. Prosedur yang dilakukan dalam
penelitian selalu tergenang oleh air la- pengukuran biomasa ini adalah sebagai
ut setinggi 20-30 cm, maka pengam- berikut (MacDicken, 1999) :

319
Vol. V No. 4 : 317-328, 2008

a. Diameter dan tinggi pohon yang ada di b. Untuk bagian selain batang, masing-
semua plot sebanyak 47 pohon diukur, masing contoh dikeringkan di dalam
mulai dari yang berdiameter kecil oven pada suhu 85OC selama 48 jam
sampai dengan besar (dalam penelitian kemudian ditimbang untuk mendapat-
ini diperoleh sebanyak 47 pohon con- kan berat kering contoh. Nilai biomasa
toh dengan sebaran kelas DBH 6,4- diperoleh dari penghitungan nilai berat
35,2 cm). kering total untuk bagian-bagian te-
b. Kemudian diameter dan panjang ne- gakan dengan menggunakan persama-
kromas (tegakan, tunggul yang mati) an (JIFPRO, 2000):
yang terdapat dalam plot, diukur.
SDW
c. Pengambilan sampling merusak untuk TDW = xTFW ……………….……(2)
pohon dilakukan pada empat plot pe- SFW
nelitian berukuran 10 m x 10 m Keterangan:
(Gambar 2). Semua bagian pohon di- TDW : Berat Kering Total (kg)
timbang dan diukur diameter serta TFW : Berat Basah Total (kg)
SDW : Berat Kering Contoh (g)
tingginya. SFW : Berat Basah Contoh (g)
d. Setiap bagian pohon yang telah dite-
bang yakni akar, batang, cabang, ran- c. Biomasa total untuk setiap tegakan
ting, dan daunnya dipisahkan dan di- dapat diperoleh dengan menjumlah-
timbang untuk mengetahui berat bio- kan biomasa masing-masing bagian
masa segarnya (kg). dari tegakan tersebut.
e. Contoh sebanyak 200 gram pada se- d. Kerapatan tegakan Avicennia marina
tiap bagian pohon (akar, batang, ca- (Forsk.) Vierh. perlu diketahui terle-
bang, ranting, dan daun) diambil untuk bih dahulu sehingga dapat dilakukan
diukur berat keringnya di laborato- penghitungan nilai biomasa dalam
rium. satuan ton unit per area (ton/hektar).
f. Persamaan allometrik (koefisien a ~ b) e. Berdasarkan nilai biomasa total dan
dihitung dengan formulasi sebagai DBH suatu tegakan, maka dapat dila-
berikut: kukan pendugaan biomasa dengan
W total
menggunakan persamaan allometrik :
(berat biomasa = a(DBH)b …………(1)
Y = a X ...............................................(3)
b
total, kg)
di mana DBH : diameter setinggi dada batang dimana :
g. Biomasa karbon = berat biomasa total Y = biomasa total (kg), X = DBH (cm), a
x 0,5 (Brown, 1997). dan b = koefisien

10 m 10 m
4. Penentuan Kadar Karbon
a. Untuk menghitung kadar karbon, ma-
10 m

10 m

Plot 1 Plot 2 ka dilakukan konversi dari biomasa


ke dalam bentuk karbon. Biomasa
10 m 10 m
tersebut dikali dengan faktor konver-
10 m
10 m

Plot 3 Plot 4 si sebesar 0,5.


C = Bx0.5 ..............................................(4)
Gambar (Figure) 2. Plot pengambilan contoh
di mana
merusak untuk biomasa (Destructive sampling
C : Jumlah stok karbon (ton/ha)
plot for biomass)
B : Biomasa total tegakan (ton/ha)

3. Penentuan Biomasa Tanaman b. Untuk mengetahui kandungan kar-


a. Untuk batang pohon, biomasa setiap bondioksida, maka hasil perhitungan
bagian dihitung dengan menggunakan karbon (C) di atas dikonversikan ke
timbangan.
320
Karbon Tanah dan Pendugaan Karbon…(I Wayan Susi D.; Chairil A.S.)

dalam bentuk CO 2 dengan menggu- rasio C/N. Rasio C/N di lokasi penelitian
nakan persamaan: tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh
: 1) Tingkat perombakan bahan organik
Mr.CO2
CO2 = x kandungan C ............(5) relatif tinggi dan 2) Tanah di lokasi pene-
Ar .C litian tergolong tanah berusia agak tua.
di mana Dengan tingkat perombakan bahan or-
Mr.CO 2 : Berat molekul relatif senyawa CO 2 ganik yang relatif tinggi menyebabkan
(44) selama proses perombakan berlangsung
Ar. C : Berat molekul relatif atom C (12)
terjadi pelepasan karbon ke udara menja-
5. Analisis Data di CO 2 . Sebaliknya, semua unsur nitro-
gen yang dilepaskan segera diubah men-
Data yang diperoleh kemudian dita-
jadi senyawa penyusun sel-sel mikro-
bulasi, dan persamaan allometrik dan ni-
organisme tanah. Sebagai akibatnya,
lai keterhandalan model (R2) dianalisis
kandungan unsur karbon akan menurun
dengan menggunakan software Microsoft
dan unsur nitrogen hampir tetap, sehing-
Excel (2003) dan software SAS (1995).
ga nilai C/N menurun dan berhenti di se-
kitar nilai 10. Di lokasi penelitian terlihat
bahwa nilai rata-rata rasio C/N sebesar
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
9,8. Hal ini menunjukkan bahwa bio-
masa daun tanaman A. marina mendomi-
A. Analisis Kandungan Karbon Or-
nasi jumlah bahan organik yang terde-
ganik Tanah dan Status Hara
komposisi di tanah. Hal ini sesuai de-
Lainnya
ngan laporan dari Hidayanto et al. (2004)
Untuk melihat status kandungan kar- yang menyatakan bahwa daun segar ta-
bon dan kandungan hara lainnya di te- naman akan menghasilkan rasio C/N se-
gakan mangrove A. marina telah dilaku- besar 10-20.
kan pengambilan contoh tanah pada lima Apabila dibandingkan dengan jumlah
titik sampling tanah yang berada pada C organik tanah pada hutan mangrove di
plot sampling merusak (destructive wilayah Kabupaten Kutai, Kalimantan
sampling plot). Kriteria penilaian status Timur, maka kandungan C organik tanah
kandungan hara didasarkan pada kriteria di lokasi penelitian masih lebih rendah.
penilaian kesuburan tanah (Pusat Pene- Hal ini dapat disebabkan oleh lebih lebat-
litian Tanah, 1993). Hasil analisis tanah nya vegetasi mangrove di Kabupaten
dapat dilihat pada Lampiran 1. Kutai daripada vegetasi mangrove di
Lampiran 1 menunjukkan bahwa ni- BKPH Ciasem, KPH Purwakarta. Kan-
lai rataan kandungan karbon organik ta- dungan C organik di wilayah Kabupaten
nah di lokasi penelitian tergolong sedang Kutai jauh lebih tinggi dibandingkan de-
yaitu sebesar 2,9%. Potensi kandungan ngan kandungan C organik pada lokasi
karbon organik tanah ini akan semakin yang tergerus tsunami di Aceh. Pada lo-
meningkat atau semakin tinggi seiring de- kasi yang tergerus tsunami di Aceh, kan-
ngan pertambahan biomasa tanaman A. dungan C organik tanah hanya sebesar
marina (Hidayanto et al., 2004). Seba- 0,23-2,25% saja (Anwar, 2007). Perban-
gaimana diungkapkan oleh Hidayanto et dingan jumlah C organik tanah di lokasi
al. (2004), semakin besar vegetasi pada penelitian dengan jumlah C organik tanah
hutan mangrove akan memiliki kemam- di beberapa hutan mangrove di Kabu-
puan besar untuk menghasilkan serasah paten Kutai disajikan pada Tabel 1.
organik yang merupakan penyusun utama Tanah di lokasi penelitian memiliki
bahan organik dalam tanah. Kandungan dua karakteristik kation-kation basa yang
bahan organik tanah khususnya C organik saling berbeda. Karakteristik pertama
secara nyata berkaitan erat dengan tingkat adalah kation Na dan K yang jumlahnya

321
Vol. V No. 4 : 317-328, 2008

Tabel (Table) 1. Perbandingan jumlah C organik tanah di lokasi penelitian dengan jumlah C organik tanah di
beberapa hutan mangrove di Kabupaten Kutai (Comparison on the content of soil organic
carbon at research location and several mangrove forests at Kabupaten Kutai)
Kandungan C
organik tanah Sumber
No. Lokasi (Location) Kategori (Category)
(Content of soil (Source)
organic carbon) (%)
1. BKPH Ciasem, KPH Purwakarta, 2,28-3,87 Sedang-Tinggi Penelitian ini
Jawa Barat (BKPH Ciasem, KPH (Moderate-High) (This research)
Purwakarta, West Java)
2. Muara Badak, Kabupaten Kutai, 3,52-8,48 Tinggi-Sangat tinggi
Kalimantan Timur (Muara Ba- (High-Very high)
dak, Kabupaten Kutai, East Kali-
mantan)
3. Muara Jawa, Kabupaten Kutai, 4,08-4,85 Tinggi-Tinggi
Kalimantan Timur (Muara Jawa, (High-High)
Kabupaten Kutai, East Kaliman-
Hidayanto et al.
tan)
(2004)
4. Muara Pantuan, Kabupaten Kutai, 5,34-6,27 Sangat tinggi-Sangat
Kalimantan Timur (Muara Pan- tinggi (Very high-
tuan, Kabupaten Kutai, East Kali- Very high)
mantan)
5. Samboja, Kabupaten Kutai, Kali- 4,70-6,60 Tinggi-Sangat tinggi
mantan Timur (Samboja, Kabu- (High-Very high)
paten Kutai, East Kalimantan)
6. Secara umum hutan mangrove di 1,32-8,95 Rendah-Sangat tinggi Hanafi dan (and)
Indonesia (Generally the (Low-Very high) Badayos (1989);
mangrove forest in Indonesia) Murtidjo (1996)

sangat tinggi, serta karakteristik kedua tanahnya didominasi oleh fraksi liat
adalah kation Ca dan Mg yang jumlahnya (Lampiran 1). Pada umumnya, fraksi ta-
jauh lebih sedikit (Lampiran 1). Hal ini nah liat akan memiliki nilai KTK yang
dapat dipahami karena lokasi penelitian tinggi. Hal ini disebabkan oleh fraksi liat
merupakan daerah pasang surut air laut, yang memiliki muatan negatif yang ba-
di mana air laut yang masuk ke dalam ta- nyak sehingga kemampuan untuk mem-
nah kaya akan unsur Na dan K. Dengan pertukarkan kation akan lebih tinggi pula.
demikian, air laut yang secara kontinu Tingginya KTK di tanah lokasi penelitian
masuk ke dalam tanah akan mempenga- mengindikasikan bahwa tanah ini memi-
ruhi jumlah kation tertukar dalam tanah. liki kemampuan memegang hara yang
Kation-kation masam Al dan H di tinggi. Oleh karena itu, unsur-unsur hara
lokasi penelitian tergolong sangat rendah di lokasi penelitian tidak akan mudah ter-
(Lampiran 1). Hal ini disebabkan oleh cuci.
tanah di lokasi penelitian yang sangat Komplek pertukaran kation yang di-
didominasi oleh kation Na dan K. Selain dominasi oleh kation-kation basa menye-
itu, disebabkan juga karena pengaruh babkan nilai kejenuhan basa sangat tinggi
garam sehingga menyebabkan pH tanah yaitu mencapai > 100% (Lampiran 1).
menjadi agak tinggi. Sebagai akibatnya, Tingginya kation-kation basa ini ber-
kation-kation basa Na dan K akan men- pengaruh terhadap pH. Nilai rataan pH
desak kation-kation masam Al dan H ke- yang diperoleh dari hasil penelitian ada-
luar dari komplek pertukaran dan tercuci, lah 6,0. Pada umumnya, kejenuhan basa
sehingga jumlah kation Al dan H akan yang sangat tinggi ini menyebabkan nilai
menjadi sangat kecil dalam tanah. pH tanah juga semakin tinggi dan men-
Kapasitas Tukar Kation (KTK) di lo- dekati netral.
kasi penelitian tergolong tinggi dan fraksi

322
Karbon Tanah dan Pendugaan Karbon…(I Wayan Susi D.; Chairil A.S.)

Dari Lampiran 1 terlihat bahwa un- trum cahaya matahari yang diserap oleh
sur K-tersedia tergolong sangat tinggi. tumbuhan melalui persamaan berikut:
Hal ini disebabkan oleh pH tanah yang 6CO 2 + 12 H 2 O  C 6 H 12 O 6 + 6O 2 +
mendekati netral. pH tanah yang mende- 6H 2 O (Campbell et al., 2002).
kati netral menyebabkan tingkat kelarut- Hasil fotosintesis ini kemudian digu-
an atau ketersediaan unsur hara menjadi nakan oleh tumbuhan untuk melakukan
tinggi. Pada umumnya, pH tanah yang pertumbuhan ke arah horisontal dan ver-
semakin netral akan menyebabkan kela- tikal. Oleh karena itu, semakin besarnya
rutan unsur hara makro K dan P semakin diameter disebabkan oleh penyimpanan
tinggi, dan sebaliknya kelarutan unsur ha- biomasa hasil konversi CO 2 yang sema-
ra mikro seperti Fe dan Al menjadi sema- kin bertambah besar seiring dengan se-
kin rendah (Tisdale et al., 1985). makin banyaknya CO 2 yang diserap po-
hon tersebut. Secara umum hutan dengan
B. Biomasa Contoh Tegakan Mangrove net growth (terutama pohon-pohon yang
A. marina sedang berada dalam fase pertumbuhan)
Berdasarkan pengukuran DBH (dis- mampu menyerap lebih banyak CO 2 , se-
dangkan hutan dewasa dengan pertum-
tribusi DBH 6,4-35,2 cm) dan berat ke-
ring tiap contoh diperoleh kandungan buhan yang kecil menahan dan menyim-
pan persediaan karbon tetapi tidak dapat
biomasa hasil pengukuran secara lang-
sung untuk setiap contoh pohon A. ma- menyerap CO 2 ekstra (Retnowati, 1998).
rina di BKPH Ciasem, KPH Purwakarta. Hutan mangrove memiliki potensi
Produksi biomasa di atas tanah (above besar dalam menyerap karbon. Hal ini
ground biomass), biomasa di bawah per- didasarkan pada nilai produksi bersih
mukaan tanah (below ground biomass), yang dapat dihasilkan oleh hutan mang-
dan biomasa total (total biomass) pada rove sebagai berikut: biomasa total (62,9-
tegakan A. marina disajikan pada Lam- 398,8 ton/ha), guguran serasah (5,8-25,8
piran 2. ton/ha/tahun), dan riap volume (9 m3/ha/
Dari Lampiran 2 terlihat bahwa te- tahun) pada tegakan hutan mangrove
gakan A. marina di BKPH Ciasem memi- umur 20 tahun (Kusmana, 2002). Apabi-
liki potensi kandungan biomasa total se- la dibandingkan dengan data dari Kusma-
besar 364,9 ton/ha dan kandungan karbon na (2002) tersebut, maka potensi biomasa
total sebesar 182,5 ton/ha. Apabila nilai hasil penelitian ini termasuk tinggi karena
karbon tersebut dikonversi ke karbon- mendekati nilai potensi 398,8 ton/ha.
dioksida (CO 2 ), maka nilai serapan CO 2 Tingginya potensi biomasa ini disebab-
kan oleh tingkat kesuburan tanah yang
total tegakan A. marina di BKPH Ciasem
tinggi dan tingginya kerapatan pohon
adalah 669,0 ton/ha dengan nilai serapan
yang ada di lokasi penelitian. Hutan
CO 2 rata-rata 14,2 ton/ pohon. Nilai se-
mangrove merupakan bentuk ekosistem
rapan CO 2 pada tegakan A. marina turut
pesisir yang mempunyai produktivitas
meningkat sesuai dengan penambahan
tinggi. Produktivitas primer hutan mang-
diameternya. Semakin besar diameter su-
atu pohon, biomasa yang terkandung pa- rove dapat mencapai 5.000 g karbon/m2/
tahun (Supriharyono, 2000).
da pohon tersebut semakin besar, maka
CO 2 yang diserapnya pun semakin besar.
Kondisi ini dapat terjadi karena adanya C. Persaman Alometrik Biomasa A.
proses fotosintesis pada setiap tumbuhan. marina
Tumbuhan menyerap CO 2 dari udara dan Berdasarkan hasil pengukuran bio-
mengkonversinya menjadi senyawa or- masa secara langsung, diperoleh persa-
ganik melalui proses fotosintesis maan alometrik untuk pendugaan
(Campbell et al., 2002). Proses fotosin- biomasa di atas tanah (above ground bio-
tesis dapat terjadi karena adanya spek- mass), biomasa di bawah permukaan ta-

323
Vol. V No. 4 : 317-328, 2008

nah (below ground biomass), dan bioma- peroleh. Semakin besar nilai R2, maka
sa total (total biomass) pada tegakan A. model persamaan alometrik yang diben-
marina di BKPH Ciasem. Pada penelitian tuk semakin bagus. Untuk mengetahui
ini telah diperoleh persamaan allometrik apakah persamaan alometrik berdasarkan
untuk kelas DBH 6,4-35,2 cm di BKPH DBH ini merupakan pendekatan yang pa-
Ciasem sebagaimana ditunjukkan pada ling baik dalam menduga biomassa A.
Gambar 2. Persamaan allometrik tersebut marina, maka dilakukan pula pembuatan
diperoleh dari hubungan DBH dengan persamaan dengan menggunakan DBH
biomasa tanaman (Gambar 3). yang dikuadratkan (DBH2) dan DBH2
Nilai koefisien determinasi (R2) me- yang dikalikan dengan tinggi dari contoh
rupakan nilai yang menunjukkan tingkat pohon (DBH2*T). Hasil perbandingan ini
keterhandalan model persamaan yang di- disajikan pada Tabel 2.

10000
Biomasa atas
(Above ground biomass)
= 0,1848X2,3524; R2 = 0,9839
Biomasa (Biomass) (kg)

1000 Biomasa total (Total biomass)


= 0,2905X2,2598; R2 = 0,9815

100

10
Biomasa bawah
(Below ground biomass)
= 0,1682X1,7939; R2=0,8581
1

1 10 100

DBH (cm)
Gambar (Figure) 3. Persamaan allometrik hubungan antara DBH dengan biomasa tanaman A. marina di
BKPH Ciasem, KPH Purwakarta pada kelas DBH 6,4-35,2 cm (Allometric equation
between DBH and biomass of A. marina at BKPH Ciasem, KPH Purwakarta with DBH
class 6,4-35,2 cm)

Tabel (Table) 2. Perbandingan nilai R2 pada persamaan allometrik yang menggunakan peubah bebas DBH,
DBH2, dan DBH2*Tinggi untuk biomasa atas, biomasa bawah, dan biomasa total pada A.
marina di BKPH Ciasem, KPH Purwakarta pada kelas DBH 6,4-35,2 cm (Comparison of
R2 from the allometric equation using independent variables DBH, DBH2, and
DBH2*Height for above ground biomass, below ground biomass, and total biomass at A.
marina at BKPH Ciasem, KPH Purwakarta with DBH class 6,4-35,2 cm)
Peubah bebas (Independent variables)
Persamaan allometrik (Allometric equation)
No. DBH2*Tinggi
(Y=axb) dan (and) R2 DBH DBH2
(DBH2*Height)
1. Biomasa atas (Above ground biomass):
Y=axb a = 0,1848 a = 0,1843 a = 0,0539
b = 2,3524 b = 1,1768 b = 1,0394
R2 0,9839 0,9839 0,9673
2. Biomasa bawah (Below ground biomass):
Y=axb a = 0,1682 a = 0,1681 a = 0,0613
b = 1,7939 b = 0,8971 b = 0,8027
R2 0,8581 0,8581 0,8657
3. Biomasa total (Total biomass):
Y=axb a = 0,2905 a = 0,2901 a = 0,0880
b = 2,2598 b = 1,1302 b = 1,0002
R2 0,9815 0,9815 0,9686

324
Karbon Tanah dan Pendugaan Karbon…(I Wayan Susi D.; Chairil A.S.)

Dari Tabel 2 terlihat bahwa persama- DAFTAR PUSTAKA


an allometrik dengan menggunakan pe-
Allen, J.R.L. 1973. Physical Process of
ubah bebas DBH memberikan nilai keter- Sedimentation. Earth Science Se-
handalan model (R2) yang lebih baik da- ries 1. George Allen and Unwim
ripada peubah bebas lainnya (DBH2 dan
Ltd. London.
DBH2*Tinggi). Hal ini mencerminkan Anwar, C. 2007. Pertumbuhan Anakan
bahwa hanya dengan menggunakan pe- Mangrove pada Berbagai Kondisi
ubah bebas DBH maka akan diperoleh Tapak Berpasir Pasca Tsunami di
persamaan allometrik yang handal, tanpa Aceh. Jurnal Penelitian Hutan dan
harus melakukan pengukuran tinggi po- Konservasi Alam IV (2) : 139-149.
hon di lapangan. Pusat Penelitian dan Pengembang-
an Hutan dan Konservasi Alam.
Bogor.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN Baehaqie, A. dan Indrawan. 1993. Hutan
Mangrove, Lahan Basah yang Kaya
A. Kesimpulan Raya. Warta Konservasi Lahan Ba-
Hasil rata-rata kandungan karbon or- sah 2 (1).
ganik tanah dari lima plot pengambilan Brown, S. 1997. Estimating Biomass and
contoh tanah adalah sebesar 2,9%. Kan- Biomass Change of Tropical Fo-
dungan karbon organik tanah ini tergo- rest. Forestry Paper No. 134.
long sedang. Penelitian ini telah mengha- FAO, USA.
silkan pendugaan biomasa dan karbon de- Campbell, N.A., J. B. Reece and L. G.
ngan menggunakan persamaan allometrik Mitchell. 2002. Biologi. Penerbit
untuk tanaman mangrove Avicennia ma- Erlangga. Jakarta.
rina (Forsk.) Vierh. pada kelas diameter Dahuri, R. 2002. Integrasi Kebijakan Pe-
6,4-35,2 cm sebagai berikut : untuk bio- ngelolaan Sumberdaya Pesisir dan
masa atas Y = 0,1848(DBH)2,3524 R2 = Pulau-pulau Kecil. Makalah disam-
0,9839, untuk biomasa bawah Y = paikan pada Lokakarya Nasional
1,7939 2
0,1682(DBH) R = 0,8581, dan un- Pengelolaan Ekosistem Mangrove
tuk biomasa total Y = 0,2905(DBH)2,2598 di Jakarta, 6-7 Agustus 2002.
R2 = 0,9815. Tegakan Avicennia marina www.dephut.go.id/INFORMASI/S
(Forsk.) Vierh. di BKPH Ciasem memi- ETJEN/PUSSTAN/INFO_VI02/VII
liki potensi kandungan biomasa total se- _VI02.htm. Diakses tanggal 03
besar 364,9 ton/ha dan kandungan karbon Agustus 2005 pk 11.39.
sebesar 182,5 ton/ha. Nilai serapan CO 2 FAO. 1982. Management and Utilization
total tegakan Avicennia marina (Forsk.) of Mangroves in Asia and the Pa-
Vierh. di BKPH Ciasem adalah 669,0 cific. FAO Environmental Paper 3.
ton/ha dengan nilai serapan CO 2 rata-rata FAO. Rome.
14,2 ton/ pohon. Hanafi, A. and R.B. Badayos. 1989.
Evaluation of Brackishwater Fish
B. Saran Pond Productivity in Bulacan Pro-
vince, Philipines. J. PBP 5(1).
Untuk kegiatan penelitian selanjut-
Hidayanto, W., A. Heru dan Yossita.
nya perlu dilakukan kegiatan pendugaan
2004. Analisis Tanah Tambak seba-
biomasa dan karbon pada jenis-jenis ta-
naman mangrove lainnya, sehingga akan gai Indikator Tingkat Kesuburan
Tambak. Jurnal Pengkajian dan Pe-
diperoleh database model-model pendu-
ngembangan Teknologi Pertanian 7
gaannya secara valid dan akurat.
(2). Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian. Kalimantan Timur.

325
Vol. V No. 4 : 317-328, 2008

JIFPRO. 2000. Mannual of Biomass Niklas, K. J. 1994. Plant Allometry: The


Measurements in Plantation and in Scaling of Form and Process. The
Regenerated Vegetation. Japan. University of Chicago Press Ltd.
Ketterings, Q.M., R. Coe, M. van London.
Noordwijk, Y. Ambagau, and C.A. Pusat Penelitian Tanah. 1993. Kriteria
Palm. 2001. Reducing Uncertainty in Penilaian Kesuburan Tanah. Depar-
the Use of Allometric Biomass temen Pertanian.
Equations for Predicting Above- Reiss, M.J. 1991. The Allometry of
ground Tree Biomass in Mixed Se- Growth and Reproduction. Cam-
condary Forests. Forest Ecology and bridge University Press. New York.
Management 146. Retnowati, E. 1998. Kontribusi Hutan
Kostermans, A.Y. 1982. Different Kind of Tanaman Eucalyptus grandis Mai-
Mangrove with Different Economic den sebagai Rosot Karbon di Tapa-
Application Possibilities: Mangrove nuli Utara. Buletin Penelitian Hutan
Forest Ecosystem Productivity in 611. Pusat Penelitian dan Pengem-
South East Asia. Proceeding of Sym- bangan Hutan dan Konservasi Alam.
posium on Mangrove. BIOTROP. Bogor.
Bogor. SAS Institute. 1995. SAS User’s Guide :
Kusmana, C. 2002. Pengelolaan Ekosis- Statistics version hth ed. SAS Inst.
tem Mangrove Secara Berkelan- Cary, NC.
jutan dan Berbasis Masyarakat. Ma- Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pe-
kalah disampaikan pada Lokakarya ngelolaan Sumberdaya Alam di Wi-
Nasional Pengelolaan Ekosistem layah Pesisir Tropis. PT. Gramedia
Mangrove di Jakarta, 6-7 Agus- Pustaka Utama. Jakarta.
tus2002. www.dephut.go.id/ Susilo, E. 1995. Manusia dan Hutan
INFORMASI/SETJEN/PUSSTAN/ Mangrove. Dalam Pelestarian dan
INFO_VI02/VII_VI02.htm. Diakses Pengembangan Ekosistem Hutan Ba-
tanggal 03 Agustus 2005 pk 11.42. kau Secara Terpadu dan Berkelan-
MacDicken, K.G. 1999. Implications of jutan.
the Kyoto Protocol on Forest Ma- Snedaker, S. C. 1978. Mangrove their
nagement in Developing Count-ries: Values and Perpetuation. Nat. Res.
Paying for Non-commercial Forest 14.
Values. Impact 3 (2). Tisdale, S. L., W. L. Nelson and J. D.
Microsoft Office Excel. 2003. Microsoft Beaton. 1985. Soil Fertility and
Inc. United States of America. Fertilizers: Fourth Edition. Mac-
Murtidjo, B.A. 1996. Tambak Air Payau. millan Publishing Company. New
Penerbit Kanisius. Yogyakarta. York.

326
Karbon Tanah dan Pendugaan Karbon…(I Wayan Susi D.; Chairil A.S.)

Lampiran (Appendix) 1. Analisis kandungan karbon dan kandungan hara lainnya pada tegakan A. marina di
BKPH Ciasem, KPH Purwakarta (Analysis of carbon content and other nutrient
contents at A. marina stand at BKPH Ciasem, KPH Purwakarta)
Nilai (Value)
Atribut tanah (Soil properties) Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4 Plot 5 Rata-rata; Kriteria
(Plot 1) (Plot 2) (Plot 3) (Plot 4) (Plot 5) (Average; Criteria)
pH (H 2 O) 6,0 6,2 6,4 5,6 6,0 6,0; agak masam
(slightly acid)
pH (KCl) 5,7 5,7 6,0 5,4 5,8 5,7; agak masam
(slightly acid)
C – Organik (C-organic), % 2,28 2,35 3,87 3,24 2,94 2,9; sedang
(moderate)
N – Kjeldahl, % 0,31 0,22 0,27 0,38 0,38 0,3; sedang
(moderate)
Rasio C/N (C/N Ratio) 7 11 14 9 8 9,8; rendah (low)
P Potensial (P Potential) 59 39 76 39 65 55,6; tinggi (high)
(HCl 25%, P 2 O 5 ), ppm
K Potensial (K Potential) 708 700 600 750 756 702,8; sangat
(HCl 25%, K 2 O), mg/100 g tinggi (very high)
P – tersedia (P available) 15,6 10,6 16,1 11,7 22,1 15,2; rendah (low)
(Bray, P 2 O 5 ), ppm
K – tersedia (K available) 4069 3934 3454 4413 4543 4082,6; sangat
(Morgan, K 2 O), ppm tinggi (very high)
Ca (1 N NH4Oac, pH 7.0 10,68 8,36 8,47 10,08 11,14 9,7; sedang
extraction), me/100 g (moderate)
Mg (1 N NH4Oac, pH 7.0 8,13 7,86 6,90 8,82 9,08 8,2; sangat tinggi
extraction), me/100 g (very high)
K (1 N NH4Oac, pH 7.0 32,39 29,03 27,70 36,45 34,44 32,0; sangat tinggi
extraction), me/100 g (very high)
Na (1 N NH4Oac, pH 7.0 60,63 54,85 67,60 70,04 64,61 63,5; sangat tinggi
extraction), me/100 g (very high)
Total (1 N NH4Oac, pH 7.0 111,83 100,10 110,67 125,39 119,27 113,5
extraction), me/100 g
Kapasitas Tukar Kation (Cation 29,38 23,67 24,54 28,23 31,80 27,5; tinggi (high)
Exchange Capacity) (1 N
NH4Oac, pH 7.0 extraction),
me/100 g
Kejenuhan Basa (Base > 100 > 100 > 100 > 100 > 100 > 100; sangat
Saturation), % tinggi (very high)
KCl 1 N, Al3+, me/100 g 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,0; sangat rendah
(very low)
KCl 1 N, H+, me/100 g 0,09 0,02 0,05 0,05 0,05 0,1; sangat rendah
(very low)
Tekstur (Texture) (%) :
Pasir (Sand) 0 4 1 0 0 1,0
Debu (Silt) 30 36 30 28 27 30,2
Liat (Clay) 70 60 69 72 73 68,8

327
Vol. V No. 4 : 317-328, 2008

Lampiran (Appendix) 2. Produksi biomasa untuk setiap contoh pohon pada tegakan A. marina di BKPH
Ciasem, KPH Purwakarta (Biomass production for each samples of A. marina
stand at BKPH Ciasem, KPH Purwakarta)
Biomasa kering (Dry biomass) (kg)
No. pohon DBH Tinggi
Biomasa atas (Above Biomasa bawah (Below Biomasa total
(Tree number) (cm) (Height) (m)
ground biomass) (kg) ground biomass) (kg) (Total biomass) (kg)
1 6,4 4,5 12,5 3,3 15,8
2 6,7 7,5 21,7 8,3 30,0
3 6,7 5,5 17,1 7,2 24,3
4 7,0 5,0 17,8 3,3 21,1
5 7,3 7,0 21,1 10,5 31,6
6 7,3 7,5 24,3 8,9 33,1
7 7,6 7,5 37,3 6,6 43,9
8 7,6 5,5 25,2 7,2 32,4
9 7,6 5,5 24,3 8,9 33,1
10 7,6 4,5 18,6 5,5 24,1
11 8,0 4,5 20,2 3,9 24,1
12 8,0 5,5 24,7 5,5 30,2
13 8,3 5,5 27,0 6,6 33,6
14 8,3 3,5 23,6 3,9 27,4
15 8,6 5,0 23,2 5,5 28,8
16 8,9 7,5 34,4 6,6 41,0
17 8,9 5,5 26,1 5,0 31,1
18 9,2 5,5 32,9 11,1 44,0
19 9,6 5,5 41,7 16,0 57,7
20 9,6 7,0 36,1 5,0 41,1
21 9,9 5,5 27,3 18,3 45,5
22 9,9 7,5 44,7 13,3 58,0
23 10,2 5,5 39,8 16,6 56,4
24 10,8 7,5 50,3 8,3 58,6
25 11,2 5,0 45,4 22,1 67,5
26 11,5 7,5 65,4 19,9 85,3
27 11,8 5,5 42,3 12,2 54,5
28 11,8 5,5 57,8 17,1 74,9
29 12,4 7,5 75,0 16,6 91,5
30 12,7 9,5 78,7 21,0 99,7
31 15,3 10,0 106,0 17,4 123,4
32 17,5 9,5 153,0 22,8 175,7
33 18,5 7,5 152,6 27,1 179,7
34 22,3 10,5 249,1 33,8 282,8
35 32,8 11,3 672,1 334,8 1.006,9
36 20,5 6,0 251,2 40,7 291,9
37 21,5 7,0 292,6 45,7 338,3
38 22,0 5,0 315,4 42,7 358,1
39 22,0 6,0 322,9 43,6 366,5
40 24,6 6,0 318,0 45,7 363,7
41 25,7 6,0 402,0 49,3 451,3
42 27,5 7,0 470,6 41,4 512,0
43 29,0 8,0 551,9 43,8 595,7
44 32,2 6,0 725,9 82,3 808,2
45 32,5 7,0 626,9 84,5 711,4
46 34,0 8,0 733,3 89,3 822,6
47 35,2 8,0 706,1 93,6 799,7
Rata-rata Biomasa Total (Average of Total biomass) (kg/pohon) (kg/tree) 202,7
Rata-rata Biomasa Total (Average of Total biomass) (ton/pohon) (ton/tree) 0,2
Kandungan Biomasa Total (Content of Total Biomass) (ton/ha) 364,9
Kandungan Karbon Total (Content of Total Carbon) (ton/ha) 182,5
Kerapatan tegakan (Stand density) : 1800 pohon/ha (trees/ha)

328

Vous aimerez peut-être aussi