Vous êtes sur la page 1sur 37

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR

Dosen Pembimbing : Supriliyah, S.kep, Ns.

Oleh :

Kelompok 11

1. Faridatul Umroh (151001014)


2. Mufarikha Tri Wahyuni (151001019)
3. Rizki Putri Isnain (151001021)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG
S1 KEPERAWATAN/1A
TAHUN AJARAN 2015/2016

pg. i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN LUKA
BAKAR”
Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian Luka bakar atau yang lebih
khususnya membahas tentang Definisi, Etiologi, Epidemologi, Manisfestasi klinis
Patofisiologi, Pemeriksaan penunjang, Pencegahan, Terapi serta Asuhan keperawatan Luka
bakar tersebut. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Jombang 02 April 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………...........................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1
1.2    Rumusan Masalah.......................................................................................1
1.3 Tujuan.........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
2.1      Pengertian Luka Bakar.............................................................................3
2.2      Klasifikasi VSD.......................................................................................3
2.3       Etiologi VSD............................................................................................6
2.4       Patofisiologi.............................................................................................7
2.5 WOC........................................................................................................10
2.6 Manifestasi Klinis....................................................................................11
2.6     Komplikasi...............................................................................................11
2.7    Pemeriksaan Diagnostik...........................................................................12
2.8 Penatalaksanaan.......................................................................................13

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

BAB IV PENUTUP
4.1      Kesimpulan...............................................................................................36
4.2      Saran.........................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................3

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jenis luka di antaranya adalah luka bakar, yang merupakan suatu bentuk kerusakan
atau kehilangan jaringan yang disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api,
air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Moenadjat, 2003).
Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan kedalaman dan luas daerah yang terbakar
(Elizabeth, 1997).
Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis
maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan
sumber panas atau penyebabnya. Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tingginya suhu
dan lamanya pejanan pada kulit (Syamsuhidayat dan Jong, 1997).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Definisi dari Luka Bakar?
2. Bagaimana manifestasi klinik dari Luka Bakar?
3. Bagaimana klasifikasi Luka Bakar?
4. Apa saja tanda dan gejala Luka Bakar?
5. Bagaimana etiologi dari Luka Bakar?
6. Bagaimana patofisiologi Luka Bakar?
7. Apa saja komplikasi dari Luka Bakar?
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari Luka Bakar?
9. Bagaimana peatalaksanaan dari Luka Bakar?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Luka Bakar
2. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari Luka Bakar
3. Untuk mengetahui klasifikasi Luka Bakar
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala Luka Bakar
5. Untuk mengetahui etiologi dari Luka Bakar
6. Untuk mengetahui patofisiologi Luka Bakar

pg. 1
7. Untuk mengetahui komplikasi dari Luka Bakar
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Luka Bakar

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera sebagai akibat kontak langsung atau
terpapar dengan sumber-sumber panas, listrik, zat kimia, atau radiasi. Merupakan jenis
luka, kerusakan jaringan atau kehilangan jaringan yang diakibatkan sumber panas
ataupun suhu dingin yang tinggi, sumberlistrik, bahan kimiawi, cahaya, radiasi dan
friksi. Jenis luka dapat beraneka ragam dan memiliki penanganan yang berbeda
tergantung jenis jaringan yang terkena luka bakar, tingkat keparahan, dan komplikasi
yang terjadi akibat luka tersebut. Luka bakar dapat merusak jaringan otot,
tulang,pembuluh darah dan jaringan epidermal yang mengakibatkan kerusakan yang
berada di tempat yang lebih dalam dari akhir sistem persarafan. Seorang korban luka
bakar dapat mengalami berbagai macam komplikasi yang fatal termasuk diantaranya
kondisi shock, infeksi, ketidak seimbangan elektrolit dan masalah distress pernapasan.
Selain komplikasi yang berbentuk fisik, luka bakar dapat juga menyebabkan distress
emosional danpsikologis yang berat dikarenakan cacat akibat luka bakar dan bekas
luka.
2.2 Klasifikasi Luka Bakar
a. Berdasarkan penyebab :
1.      Luka bakar yang disebabkan oleh radiasi
2.      Luka bakar yang disebabkan oleh air panas
3.      Luka bakar yang disebabkan oleh listrik
4.      Luka bakar yang disebabkan oleh bahan/ zat kimia
5.      Luka bakar yang disebabkan oleh api dan sebagainya
b. Berdasarkan kedalaman luka
Kedalaman Penyebab Penampilan Warna Perasaan
Ketebalan partial Jilatan api, sinar Kering tidak ada Bertambah Nyeri
superfisial ultra violet gelembung. merah.
(tingkat I) (terbakar oleh Oedem minimal
matahari). atau tidak ada.
Pucat bila ditekan
dengan ujung jari,
berisi kembali bila

3
tekanan dilepas.

Lebih dalam dari Kontak dengan Blister besar dan Berbintik- Sangat
ketebalan partial bahan air atau lembab yang bintik nyeri
(tingkat II) bahan padat. ukurannya yang
         Superfisia Jilatan api kepada bertambah besar. kurang
l pakaian. Pucat bial ditekan jelas,
         Dalam Jilatan langsung dengan ujung jari, putih,
kimiawi. bila tekanan dilepas coklat,
Sinar ultra violet. berisi kembali. pink,
daerah
merah
coklat.

Ketebalan Kontak dengan Kering disertai Putih, Tidak


sepenuhnya bahan cair atau kulit mengelupas. kering, sakit,
(tingkat III) padat. Pembuluh darah hitam, sedikit
Nyala api. seperti arang coklat tua. sakit.
Kimia. terlihat dibawah Hitam. Rambut
Kontak dengan kulit yang Merah. mudah
arus listrik. mengelupas. lepas bila
Gelembung jarang, dicabut.
dindingnya sangat
tipis, tidak
membesar.
Tidak pucat bila
ditekan.

c. Berdasarkan ukuran luas luka bakar

4
Wallace membagi tubuh atas bagian 9 % atau kelipatan 9 yang terkenal dengan
nama rule of nine atau rule of wallace yaitu :
1)      Kepala dan leher   : 9%
2)      Lengan masing-masing 9%                            : 18%
3)      Badan depan 18%, badan belakang 18%       : 36%
4)      Tungkai masing-masing 18%                          : 36%
5)      Genital/ perineum                                            : 1%
Total           : 100%
d. Berdasarkan berat ringannya luka bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan bebebrapa faktor
antara lain :
         Persentase area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh
         Kedalaman luka bakar
         Umur klien
         Riwayat pengobatan yang lalu
         Trauma yang menyertai atau bersamaan

American college of surgeon membagi dalam :


1.      Parah-critical :
         Tingkat II              : 30% atau lebih
         Tingkat III            : 10% atau lebih
         Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah
         Dengan adanya komplikasi pernafasan, jantung, fraktur, soft tissue
yang luas.

5
2.      Sedang-moderate :
         Tingkat II              : 15-30%
         Tingkat III            : 1-10%
3.      Ringan-minor :
         Tingkat II              : kurang 15%
         Tingkat III            : kurang 1%
2.3 Etiologi
Luka bakar dikategorikan menurut mekanisme injurinya meliputi :

1. Luka Bakar Termal : Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena
terpapar atau kontak dengan api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya
2. Luka Bakar Kimia : Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh
kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia,
lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri
karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan
zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan
berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer.
Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.
3. Luka Bakar Elektrik : Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas
yang digerakan dari energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya
luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang
elektrik itu sampai mengenai tubuh.
4. Luka Bakar Radiasi : Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan
sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan
radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada
dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama
juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.

2.4 Patofisiologi

6
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh. Panas
tersebut mungkin dipindahkan melalui konduksi atau radiasi kulit dengan luka bakar
akan mengalami keusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan
tergantung lamanya kulit kontak dengan sumber panas (Effendi, 1999).

Cidera luka bakar mempengaruhi semua sistem organ. Besarnya respon


patofisiologis ini berkaitan erat dengan luasnya luka bakar dan mencapai masa stabil
ketika terjadi luka bakar kira0kira 60% seluruh permukaan tubuh (Hudak & Gall,
1996).
Tingkat keperawatan perubahan tergantung pada luas dan kedalaman luka bakar
yang menimbulkan kerusakan dimulai dari terjadinya luka bakar dan berlangsung 24 –
72 jam pertama. Kondisi ditandai dengan pergeseran cairan dari komponen vaskuler ke
ruang interstisium. Bila jaringan terbakar, vasodilatsi meningkatkan permeabilitas
kapiler dan timbul perubahan permeabilitas sel pada luka bakar dan sel disekitarnya.
Dampaknya jumlah cairan yang banyak berada pada ekstra sel, sodium chloride dan
protein lewat melalui daerah yang tebakar dan membentuk gelembung-gelembung dan
edema atau keluar melalui luka terbuka. Akibat adanya edema luka bakar, lingkungan
kulit mengalami kerusakan. Kulit sebagai barier mekanik berfungsi sebagai mekanisme
pertahanan diri yang penting dari organisme yang masuk. Terjadinya kerusakan
lingkugan kulit akan memungkinkan mikro organisme masuk dalma tubuh dan
menyebabkan infeksi luka yang dapat memperlambat proses penyembuhan luka.
Dengan adanya edema juga akan berpengaruh terhadap peningkatan peregangan
pembuluh darah dan saraf yang dapat menimbulkan rasa nyeri. Rasa nyeri terseut dapat
mengganggu mobilitas pasien.
Ketika terjadi kehilangan cairan dalam sitem vaskuler, terjadi homo konsentrasi
dan hematokrit naik, cairan darah menjadi kurang lancar pada daerah luka bakar dan
nutrisi kurang. Adanya cidera luka bakar menyebabkan tahanan vaskuler perifer
meningkat sebagai akibat respon stress neurohomoral. Hal tersebut dapat meningkatkan
afterload jantung dan mengakibatkan penurunan curah jantung lebih lanjut. Akibat
penuruna curah jantung, menyebabakan metabolisme anaerob dan hasil akhir produk
asam ditahan karena rusaknya fungsi ginjal. Selanjutnya timbul asidosis metabolik
yang menyebabkan perfusi jaringan terjadi tidak sempurna.

7
Mengikuti periode pergeseran cairan, pasien tetap dalam kondisi akut. Periode ini
ditandai dengan anemia dan malnutrisi. Anemia akan berkembang akibat banyak
kehilangan eritrosit. Keseimbangan nitrigen negatif mulai terjadi pada waktu terjadi
luka bakar yang disebabkan kerusakan jaringan kehilangan protein dan akibat respon
stress. Hal ini akan berlangsung selama periode akut karena terus menerus kehilangan
protein melalui luka.
Gangguan respiratori timbu karena obstruksi saluran nafas bagian atas atau karena
efek syok hipovolemik. Obstruksi saluran nafas bagian atas disebabkan karena inhalasi
bahan yang merugikan atau udara yang terlalu panas, menimbulkan iritasi pada saluran
nafas, edema laring dan obstruksi potensial.
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau radiasi
elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440C tanpa kerusakan
bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap drajat kenaikan
temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang kurang tahan dengan
konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler
keluar dari lumen pembuluh darah, dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi protein
plasma dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang
hampir menyelutruh, penimbunan jaringan masif di intersitial menyebabakan kondisi
hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit, timbul ketidak mampuan
menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok
(Moenajat, 2001).
Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh kegagalan
organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem yaitu terjadinya
kerusakan kulit yang mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler, peningkatan
ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit dan protein), sehingga mengakibatkan tekanan
onkotik dan tekanan cairan intraseluler menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus
dapat mengakibatkan hipopolemik dan hemokonsentrasi yang mengakibatkan
terjadinya gangguan perfusi jaringan. Apabila sudah terjadi gangguan perkusi jaringan
maka akan mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang menyuplai sirkulasi orang
organ organ penting seperti : otak, kardiovaskuler, hepar, traktus gastrointestinal dan
neurologi yang dapat mengakibatkan kegagalan organ multi sistem

8
2.5 WOC/Pathway

9
10
2.6 Manifestasi Klinis            
        Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia,
penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit.
Tanda-tanda syok adalah menurut Toni Ashadi, 2006 adalah:
1.      Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler
selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2.      Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon
homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke
homeostasis penting untuk hopovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke
mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
3.      Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah
sistemik dan curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor yang esensial
dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat
dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak dibawah 70 mmHg.
4.      Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik.
Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30ml/jam.

2.7 Komplikasi

a. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal.


b. Sindrom kompartemen

Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas kapiler,


syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam
kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan
bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh
darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah
sehingga terjadi iskemia.

c. Adult Respiratory Distress Syndrome, akibat kegagalan respirasi terjadi jika


derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.

11
d. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling

Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus


paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatnause.
Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massif
(hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces,
regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan tanda-tanda ulkus
curling.

e. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik
yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya
pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan
haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah janutng, tekanan cena
sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.

f. Gagal ginjal akut

Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan yang tidak
adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam urine.

g. Kontraktur

2.8 Pemeriksaan Diagnostik 


Menurut Doenges, 2000, diperlukan pemeriksaan diagnostik pada luka bakar yaitu :

1. Laboratorium

1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya


pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah.
2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi
atau inflamasi.

12
3. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbondioksida (PaCO2) mungkin terlihat padaretensi karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awalmungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat
konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatancairan.
6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungandengan perpindahan
cairan interstisial ataugangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada
edema cairan.
9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.

2. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau


luasnya cedera.

3. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemiamiokardial atau distritmia.

4. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhanluka bakar.

2.9 Penatalaksanaan

1. Pengkajian primer

1. Airway

Menurut Moenadjat (2009), membebaskan jalan nafas dari sumbatan yang


terbentuk akibat edema mukosa jalan nafas ditambah sekret yang diproduksi
berlebihan (hiperekskresi) dan mengalami pengentalan. Pada luka bakar kritis
disertai trauma inhalasi, intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) dan atau
krikotiroidektomi emergensi dikerjakan pada kesempatan pertama sebelum

13
dijumpai obstruksi jalan nafas yang dapat menyebabkan distres pernafasan. Pada
luka bakar akut dengan kecurigaan trauma inhalasi. Pemasangan pipa
nasofaringeal, endotrakeal merupakan prioritas pertama pada resusitasi, tanpa
menunggu adanya distres nafas. Baik pemasangan nasofaringeal, intubasi dan atau
krikotiroidektomi merupakan sarana pembebasan jalan nafas dari sekret yang
diproduksi, memfasilitasi terapi inhalasi yang efektif dan memungkinkan lavase
bronkial dikerjakan. Namun pada kondisi sudah dijumpai obstruksi,
krikotiroidektomi merupakan indikasi dan pilihan.

2. Breathing

Adanya kesulitan bernafas, masalah pada pengembangan dada terkait keteraturan


dan frekuensinya. Adanya suara nafas tambahan ronkhi, wheezing atau stridor.
Moenadjat (2009), Pastikan pernafasan adekuat dengan :

a. Pemberian oksigen

Oksigen diberikan 2-4 L/menit adalah memadai. Bila sekret banyak, dapat
ditambah menjadi 4-6 L/menit. Dosis ini sudah mencukupi, penderita trauma
inhalasi mengalami gangguan aliran masuk (input) oksigen karena patologi jalan
nafas; bukan karena kekurangan oksigen. Hindari pemberian oksigen tinggi (>10
L/mnt) atau dengan tekanan karena akan menyebabkan hiperoksia (dan
barotrauma) yang diikuti terjadinya stres oksidatif.

b. Humidifikasi

Oksigen diberikan bersama uap air. Tujuan pemberian uap air adalah untuk
mengencerkan sekret kental (agar mudah dikeluarkan) dan meredam proses
inflamasi mukosa.

c. Terapi inhalasi

Terapi inhalasi menggunakan nebulizer efektif bila dihembuskan melalui pipa


endotrakea atau krikotiroidektomi. Prosedur ini dikerjakan pada kasus trauma
inhalasi akibat uap gas atau sisa pembakaran bahan kimia yang bersifat toksik
terhadap mukosa. Dasarnya adalah untuk mengatasi bronko konstriksi yang
14
potensial terjadi akibat  zat kimia. Gejala hipersekresi diatasi dengan pemberian
atropin sulfas dan mengatasi proses infalamasi akut menggunakan steroid.

d. Lavase bronkoalveolar

Prosedur lavase bronkoalveolar lebih dapat diandalkan untuk mengatasi


permasalahan yang timbul pada mukosa jalan nafas dibandingkan tindakan
humidifier atau nebulizer. Sumbatan oleh sekret yang melekat erat (mucusplug)
dapat dilepas dan dikeluarkan. Prosedur ini dikerjakan menggunakan metode
endoskopik (bronkoskopik) dan merupakan gold standart. Selain bertujuan
terapeutik, tindakan ini merupakan prosedur diagnostik untuk melakukan evaluasi
jalan nafas.

e. Rehabilitasi pernafasan

Proses rehabilitasi sistem pernafasan dimulai seawal mungkin. Beberapa prosedur


rehabilitasi yang dapat dilakukan sejak fase akut antara lain:

a. Pengaturan posisi
b. Melatih reflek batuk
c. Melatih otot-otot pernafasan.

Prosedur ini awalnya dilakukan secara pasif kemudian dilakukan secara aktif saat
hemodinamik stabil dan pasien sudah lebih kooperatif

f. Penggunaan ventilator

Penggunaan ventilator diperlukan pada kasus-kasus dengan distresparpernafasan


secara bermakna memperbaiki fungsi sistem pernafasan dengan positive end-
expiratory pressure (PEEP) dan volume kontrol.

3. Circulation

Warna kulit tergantung pada derajat luka bakar, melambatnya capillary refill time,
hipotensi, mukosa kering, nadi meningkat.

15
Menurut Djumhana (2011), penanganan sirkulasi dilakukan dengan pemasangan IV
line dengan kateter yang cukup besar, dianjurkan untuk pemasangan CVP untuk
mempertahankan volume sirkulasi

a. Pemasangan infus intravena atau IV line dengan 2 jalur menggunakan


jarum atau kateter yang besar minimal no 18, hal ini penting untuk
keperluan resusitasi dan tranfusi, dianjurkan pemasangan CVP
b. Pemasangan CVP (Central Venous Pressure)

Merupakan perangkat untuk memasukkan cairan, nutrisi parenteral dan merupakan


parameter dalam menggambarkan informasi volume cairan yang ada dalam
sirkulasi. Secara sederhana, penurunan CVP terjadi pada kondisi hipovolemia. Nilai
CVP yang tidak meningkat pada resusitasi cairan dihubungkan dengan adanya
peningkatan permeabilitas kapiler. Di saat permeabilitas kapiler membaik,
pemberian cairan yang berlebihan atau penarikan cairan yang berlebihan akibat
pemberian koloid atau plasma akan menyebabkan hipervolemia yang ditandai
dengan terjadinya peningkatan CVP.

2. Nilai ukuran luka bakar (aturan 9 dari Wallace)

Gambar Rule of nine (Cont Edu Anaesth Crit Care and Pain. 2012)

16
Perawatan luka bakar di unit perawatan luka bakar, terdapat dua jenis perawatan
luka selama dirawat di bangsal yaitu:

1. Perawatan terbuka: luka yang telah diberi obat topical dibiarkan terbuka
tanpa balutan dan diberi pelindung cradle bed. Biasanya juga dilakukan
untuk daerah yang sulit dibalut seperti wajah, perineum, dan lipat paha.
2. Perawatan tertutup: penutupan luka dengan balutan kasa steril setelah
dibeikan obat topical.

Penanganan luka bakar di unit gawat darurat


Tindakan yang harus dilakukan terhadap pasien pada 24 jam pertama yaitu:

1. Penilaian keadaan umum pasien, perhatikan Airway (jalan nafas), Breathing


(pernafasan), Circulation (sirkulasi)
2. Penilaian luas dan kedalaman luka bakar
3. Kaji adanya kesulitan menelan atau bicara dan edema saluran pernafasan
4. Kaji adanya faktor – faktor lain yang memperberat luka bakar seperti adanya
fraktur, riwayat penyakit sebelumnya (seperti diabetes, hipertensi, gagal ginjal,
dll)
5. Pasang infus (IV line), jika luka bakar >20% derajat II / III biasanya dipasang
CVP (kolaborasi dengan dokter) digunakan untuk mengetahui permeabilitas
vaskular dengan monitoring nilai CVP yang semakin meningkat
6. Pasang kateter urin, pasang NGT jika diperlukan, beri terapi oksigen sesuai
kebutuhan
7. Berikan suntikan ATS / toxoid
8. Perawatan luka :

a. Cuci luka dengan cairan savlon 1% (savlon : NaCl = 1 : 100)


b. Biarkan lepuh utuh (jangan dipecah kecuali terdapat pada sendi yang
mengganggu pergerakan
c. Selimuti pasien dengan selimut steril

9. Pemberian obat – obatan (kolaborasi dokter): Antasida H2 antagonis, Roborantia


(vitamin C dan A),  Analgetik, Antibiotic
17
10. Mobilisasi secara dini  dan pengaturan posisi
Keterangan:

a. Pada 8 jam I diberikan ½ dari kebutuhan cairan


b. Pada 8 jam II diberikan ¼ dari kebutuhan cairan
c. Pada 8 jam III diberikan sisanya

Penanganan luka bakar di unit perawatan intensif.


Hal yang perlu diperhatikan pada pasien meliputi:

1. Pantau keadaan pasien dan setting ventilator. Kaji apakah pasien mengadakan
perlawanan terhadap ventilator
2. Observasi tanda – tanda vital; tekanan darah, nadi, pernafasan, setiap jam dan
suhu setiap 4 jam
3. Pantau nilai CVP, amati neurologis pasien (GCS), pantau status hemodinamik,
pantau haluaran urin (minimal 1ml/kg BB/jam), pantau status oksigen, fisoterapi
dada.
4. Auskultasi suara paru setiap pertukaran jaga
5. Cek asalisa gas darah setiap hari atau bila diperlukan
6. Penghisapan lendir (suction) minimal setiap 2jam dan jika perlu
7. Perawatan tiap 2 jam (beri boraq gliserin)
8. Perawatan mata dengan memberi salep atau tetes mata setiap 2 jam
9. Ganti posisi pasien setiap 3 jam (perhatikan posisi yang benar bagi pasien)
10. Perawatan daerah invasif seperti daerah pemasangan CVP, kateter dan tube
setiap hari
11. Ganti kateter dan NGT setiap minggu
12. Observasi letak tube (ETT) setiap shift
13. Observasi setiap aspirasi cairan lambung
14.  Periksa laboratorium darah : elektrolit, ureum/kreatinin, AGD, protein
(albumin), dan gula darah (kolaborasi dokter)
15. Perawatan luka bakar sesuai protokol rumah sakit
16. Pemberian medikasi sesuai dengan petunjuk dokter

18
Prosedur tindakan perawatan luka pada pasien luka bakar:

1. Cuci / bersihkan luka dengan cairan savlon 1% dan cukur rambut yang tumbuh
pada daerah luka bakar seperti pada wajah, aksila, pubis, dll
2. Lakukan nekrotomi jaringan nekrosis
3. Lakukan escharotomy jika luka bakar melingkar (circumferential) dan eschar
menekan pembuluh darah. Eskartomi dilakukan oleh dokter
4. Bullae (lepuh) dibiarkan utuh sampai hari ke 5 post luka bakar, kecuali jika di
daerah sendi / pergerakan boleh dipecahkan dengan menggunakan spuit steril
dan kemudian lakukan nekrotomi
5. Mandikan pasien tiap hari jika mungkin
6. Jika banyak pus, bersihkan dengan betadin sol 2%
7. Perhatikan ekspresi wajah dan keadaan umum pasien selama merawat luka
8. Bilas savlon 1% dengan menggunakan cairan NaCl 0,9%
9. Keringkan menggunakan kasa steril
10.  Beri salep silver sulfadiazine (SSD) setebal 0,5cm pada seluruh daerah luka
bakar (kecuali wajah hanya jika luka bakar dalam [derajat III] dan jika luka
bakar pada wajah derajat I/II, beri salep antibiotika)
11. Tutup dengan kasa steril (perawatan tertutup atau biarkan terbuka (gunakan
cradle bed)

Penatalaksanaan berdasarkan jenis luka bakar:

1. Luka bakar berat (luka bakar >20% pada dewasa, >10% pada anak)

a. Pantau nadi, TD, suhu, keluaran urin, berikan analgesia adekuat i.v.,
pertimbangan selang nasogastric (nasogastric tube, NGT), berikan
profilaksis tetanus.
b. Berikan cairan i.v. berdasarkan formula Muir-Barclay: %luka bakar x
berat badan dalam kg/2= satu aliquot cairan. Berikan 6 aliquot cairan
selama 36 jam pertama dengan urutan 4, 4, 4, 6, 6,12 jam dari waktu
terjadinya luka bakar. Biasanya menggunakan larutan koloid, albumin
atau plasma.
c. Luka akibat terbakar diobati sebagai luka bakar ringan

19
d. Pertimbangkan untuk merujuk ke pusat luka bakar

2. Luka bakar ringan (luka bakar <20% pada dewasa, <10% pada anak)

a. Terapi terbuka-bersihkan luka dan biarkan terpapar pada lingkungan


khusus yang bersih
b. Terapi tertutup-tutup luka dengan kasa yang dibasahi dengan klorheksidin
atau silver sulfadiazine yang ditutup tipis
c. Debridemen eskar dan split skin graft.

Resusitasi Cairan
Menurut Sunatrio (2000), pada luka bakar mayor terjadi perubahan permeabilitas
kapiler yang akan diikuti dengan ekstrapasasi cairan (plasma protein dan elektrolit)
dari intravaskuler ke jaringan interstisial mengakibatkan terjadinya hipovolemik
intravaskuler dan edema interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik
terganggu sehingga sirkulasi kebagian distal terhambat, menyebabkan gangguan
perfusi sel atau jaringan atau organ. Pada luka bakar yang berat dengan perubahan
permeabilitas kapiler yang hampir menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di
jaringan interstisial menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan
intravaskuler mengalami defisit, timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses
transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan ini dikenal dengan sebutan syok. Syok
yang timbul harus diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah kerusakan sel dan
organ bertambah parah, sebab syok secara nyata bermakna memiliki korelasi
dengan angka kematian.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa penatalakannan syok dengan
menggunakan metode resusitasi cairan konvensional (menggunakan regimen cairan
yang ada) dengan penatalaksanaan syok dalam waktu singkat, menunjukan
perbaikan prognosis, derajat kerusakan jaringan diperkecil (pemantauan kadar asam
laktat), hipotermi dipersingkat dan koagulatif diperkecil kemungkinannya,
ketiganya diketahui memiliki nilai prognostik terhadap angka mortalitas.

1. Resusitasi pada pasien yang mengalami syok hipovolemi

Resusitasi segera melalui IV dengan larutan elektrolit isotonic, keseimbangan


larutan elektrolit (misal, Ringer’s Laktat) dianjurkan karena NaCl 0,9%
20
mengandung natrium dan klorida dalam jumalh yang sangat banyak (Horne, M &
Pamela L 2000).
Perbaiki volume cairan yang bersirkulasi seperti kristaloid, koloid atau darah
melalui IV. Resusitasi cairan intravena yaitu cairan isotonic, seperti Ringer Laktat 
jika pasien syok.

2. Resusitasi pada pasien yang tidak syok hipovolemi

Menggunakan regimen yang telah direkomendasi oleh unit luka bakar setempat.
Secara umum, koloid lebih baik daripada larutan elektrolit, terutama bila anak akan
dirujuk. Bila cairan yang dianjurkan tidak tersedia, gunakan plasma dengan volume
yang sama dengan larutan elektrolit (Hartmann) untuk resusitasi. Separuhnya
diberikan 8 jam pertama setelah luka bakar dan separuhnya lagi diberikan dalam 16
jam berikutnya (Insley J, 2003)
Penghitungan berat badan pada pasien menjadi langkah awal. Kateter urin
ditinggalkan sebagai indeks perfusi ginjal dan untuk mengevaluasi keefektifan
resusitasi cairan. Ada beberapa rumus yang telah dikembangkan oleh berbagai
pusat perawatan untuk menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar.
Terdapat dua sistem yang sering digunakan sekarang adalah
modifikasi Brooked dan Parkland. Kedua rumus ini menghitung kebutuhan cairan
berdasarkan luas daerah luka bakar dikali berat pasien dalam kilogram. Dikali
volume larutan Ringer yang akan diberikan dalam 24 jam pasca luka bakar. Pada
kedua perhitungan, setengah jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
sesusitasi, dengan seperempat dari seluruh jumlah semula diberikan tiap 8 jam
berikutnya. Pemantauan yang teliti dan cermat mengenai pengeluaran urin dan
tekanan vaskuler sentral (bila tepat) merupakan metode resusitasi yang tepat. Bila
pengeluaran urin rendah dan terjadi ketidakstabilan kardiovaskular pada pemberian
volume intravena maka perlu adanya pemasangan kateter termodilusi Swan-Ganz
untuk memantau tekanan jantung kiri dan kanan serta curah jantung. (Sabiston,
1995)
Formula untuk Resusitasi Cairan :

1. Formula Parkland untuk resusitasi klien luka bakar

21
24 jam pertama menggunakan cairan ringer laktat: 4ml / kgBB / %luka bakar

a. Pemberian resusitasi cairan pada orang dewasa :

Contohnya pria dengan berat 75 kg dengan luas luka bakar 20%


Maka membutuhkan cairan : (4 ml) X (75kg) X (20) = 6000 ml dalam 24 jam
pertama
½ jumlah cairan 3000 ml diberikan dalam 8 jam           
½ jumlah cairan sisanya 3000 ml diberikan dalam 16 jam berikutnya.

b. Pemberian resusitasi cairan pada anak:

a. 4 ml/kg untuk jam pertama 10 kg dari berat


b. 2 ml/kg untuk jam kedua 10 kg dari berat
c. 1 ml/kg untuk >20kg dari berat badan

Hasil akhir

a. Urin output 0.5-1.0 ml/kg/hari untuk dewasa


b. Urin output 1.0-1.5 ml/kg/hari untuk anak-anak

2. Formula Evans :
a. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah NaCl / 24
jam
b. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumah plasma / 24
jam (no a dan b pengganti cairan yang hilang akibat oedem. Plasma untuk
mengganti plasma yang keluar dari pembuluh dan meninggikan tekanan osmosis
hingga mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali cairan yang telah
keluar)
c. 2000 cc Dextrose 5% / 24 jam (untuk mengganti cairan yang hilang
akibat penguapan)

Separuh dari jumlah cairan 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah
cairan pada hari pertama. Dan hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari
kedua.
22
3. Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan rumus
Baxter yaitu :

% luka bakar x BB x 4 cc
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan
RL karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua diberikan setengah cairan hari pertama.
Contoh: seorang dewasa dengan BB 60 kg dan luka bakar seluas 25 % permukaan
kulit akan diberikan 25% x 60 x 4 cc = 6000 cc yang diberikan hari pertama dan
3000 cc pada hari kedua.
Metode Baxter
Menurut Moenadjat (2009), metode resusitasi ini mengacu pada pemberian cairan
kristaloid dalam hal ini Ringer Laktat (karena mengandung elektrolit dengan
komposisi yang lebih fisiologis dibandingkan dengan Natrium Klorida) dengan
alasan; cairan saja sudah cukup untuk mengantikan cairan yang hilang
(perpindahan ke jaringan interstisium), pemberian kristaloid adalah tindakan
resusitasi yang paling fisiologis dan aman

a. Dewasa : Ringer laktat 4cc x berat badan x %luas luka bakar per 24jam
b. Anak : Ringer laktat : Dextran = 17 : 3

2cc x berat badan x % luas luka bakar ditambah kebutuhkan faal


Kebutuhan faal :

a. <1 tahun : BB x 100cc


b. 1-3 tahun : BB x 75cc
c. 3-5 tahun : BB x 50cc
d. ½ jumlah cairan diberikan alam 8 jam pertama
e. ½ diberikan 16 jam berikutnya

Protocol resusitasi :
Kebutuhan cairan dalam 24 jam pertama adalah 4 ml/kg/% luas luka bakar,
pemberian berdasarkan pedoman berikut.

Pedoman
23
a. Separuh kebutuhan diberikan dalam 8 jam I (dihitung mulai saat kejadian
luka bakar)
b. Separuh kebutuhan diberikan dalam 16 jam sisanya

4. Kebutuhan kalori pasien dewasa dengan menggunakan formula Curreri

Adalah 25 kcal/kgBB/hari ditambah denga 40 kcal/% luka bakar/hari.


Petunjuk perubahan cairan

a. Pemantauan urin output tiap jam


b. Tanda-tanda vital, tekanan vena sentral
c. Kecukupan sirkulasi perifer
d. Tidak adanya asidosis laktat, hipotermi
e. Hematokrit, kadar elektrolit serum, pH dan kadar glukosa

Tabel Formula untuk resusitasi penggantian cairan (Horne M & Pamela L, 2000)

24 jam pertama

Formula Elektrolit Koloid Glukosa dalam air

Cairan ringer

Laktat, 2-4 ml/kg/


Consensus % luas permukaan
ABA                tubuh untuk
mempertahankan
haluaran urin 30-
50 ml/jam

Cairan ringer

Brooks 0,5 ml/kg/% burn 2000 ml


Laktat, 1,5 ml/kg/
% luka bakar

Parland Cairan ringer

24
Laktat, 4 ml/kg/%

Volume untuk
mempertahankan
Cairan Natrium haluaran urin 30
Hipertonik ml/jam (cairan
berisi 250 mEq
natrium/L)

25
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

Ny. NA, usia 32 tahun datang dengan keluhan kulit wajah, kedua lengan, dan kaki
kiri melepuh karena terkena api sejak delapan jam sebelum masuk rumah sakit. Kulit yang
melepuh diakibatkan tersambar api dari kompor minyak tanah yang tiba-tiba meledak dan
menyambar bensin. Pasien tersambar api dalam jangka waktu yang sangat sebentar. Pasien
tidak terkurung dalam ruangan. Tidak ada keluhan sesak nafas, pusing, mual, maupun
muntah.
Pasien datang masih dalam fase akut luka bakar. Dari pemeriksaan umum tidak
ditemukan bulu hidung yang terbakar. Pernapasan normal dan tidak ada eskar melingkar
yang dapat menghalangi pergerakan pernapasan. Tekanan darah pasien sedikit menurun
yaitu 100/80 mmHg dengan frekuensi nadi yang meningkat yaitu 112x/menit.
Pada tubuh ditemukan luka bakar di wajah kiri (4%), lengan kanan bawah (5%),
lengan kiri bawah (5%), dan punggung kaki kiri (1%). Total luas luka bakar mencapai 15%
dengan kedalaman derajat II.
Dari pemeriksaan laboratorium darah tepi ditemukan peningkatan leukosit. Pada
pemeriksaan urin ditemukan banyak eritrosit. Ditemukan pula peningkatan laktat.

1. IDENTITAS PASIEN
NAMA : Ny. NA
UMUR : 32 tahun
JENIS KELAMIN : Perempuan
ALAMAT : Ds.Caruban, Kec.Jogoroto, Kab.Jombang
AGAMA : Islam
PEKERJAAN : Usaha warung
DX. MEDIS : Combustio grade II
PENANGGUNGJAWAB:

PRIMARY SURVEY:
TRIAGE: kuning

26
Keluhan utama/keadaan umum: luka bakar di wajah kiri, lengan kanan kiri
bawah , dan punggung kaki kiri
Kesadaran (A/V/P/U): Alert, Pasien waspada, bisa diajak bicara
A. Airway : bebas, bulu hidung tidak terbakar,jalan nafas paten.
B. Breathing : spontan, frekuensi nafas 20x/menit, reguler, kedalaman cukup
C. Circulating : akral hangat, CRT < 2detik, tekanan darah 100/80 mmHg,
frekuensi nadi 112x/menit, suhu afebris,edema pada kelopak atas mata kiri dan
bibir.
D. Disability : GCS 15, E4M6V5.
E. Exposure :
Status lokalis
Kepala dan leher    :4%
Trunkus anterior       :0%
Trunkus posterior  :0%
Esktremitas atas kanan   :5%
Ekstremitas atas kiri    :5%
Ekstremitas bawah kanan    :0%
Ekstremitas bawah kiri    :1%
Genitalia                         :0%
Total                            : 15 %
Kedalaman luka : Derajat II

SECONDARY SURVEY:
Riwayat Penyakit Dahulu: keluarga pasien mengatakan pasien tidak pernah mengalami
penyakit yang serius sebelumnya seperti penyakit paru , DM, kardiovaskuler , dan
neurologis
Riwayat Penyakit Sekarang:
Delapan jam SMRS, pasien sedang melayani pembeli di warungnya. Tiba-tiba kompor
minyak tanah dari dalam warung meledak dan menyambar bensin yang juga dijual di
warung tersebut. Pada saat api mulai menyambar warung, pasien berusaha keluar
warung sambil berlari. Namun pasien tetap tersambar api walaupun sangat sebentar.
Terkurung dalam ruangan (-), menghirup asap (-), sesak nafas (-), terbentur di kepala
(-), pingsan (-), pusing (-), mual (-), muntah (-)

27
Pasien kemudian dibawa ke RS Balaraja dan diberi perawatan luka dengan
menggunakan salep, kemudian dirujuk ke RS Tangerang dan diberikan perawatan luka
dan obat suntik (Tetagam, TT, dan Lanticet). Pasien kemudian dirujuk ke RSCM atas
permintaan keluarga.

S : luka bakar di wajah sebelah kiri (4%), lengan kanan (2%), lengan kiri (3%), dan kaki
kiri (2%). Total luas luka bakar mencapai 11% dengan kedalaman derajat II.
A : Pasien mengatakan tidak memiliki alergi makanan, minuman, obat, udara, debu, maupu
hewan
M : Obat-obat yang biasa dikonsumsi : obat dengan resep
P : tidak memiliki riwayat Diabetes , asma dan hipertensi.
L : Pasien minum teh 9 jam yang lalu
E : Total luas luka bakar mencapai 15% dengan kedalaman derajat II.

Tanda-tanda vital : TD: 100/80 mm/Hg RR: 20 x/mnt


Nadi: 112 x/mnt Suhu: 36,8o °C
Nyeri:6
GCS (Eye, Verbal, Motorik): GCS 15, E4M6V5
PEMERIKSAAAN FISIK:
Head to toe
Kepala:
- Inspeksi : deformitas (-), tampak bula pada sisi kiri wajah, bibir edema
(+),kelopak atas mata kiri edema (+) dan tidak dapat dibuka, konjungtiva
tidak pucat, sklera tidak ikterik
Leher:
- Inspeksi : pembesaran KGB (-)
- Palpasi : pembesaran KGB (-)
Dada:
- Inspeksi : dada simetris
- Palpasi : dada simetris dalam diam dan pergerakan
- Auskultasi : BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-),vesikuler, ronki -/-,
wheezing -/-

28
- Perkusi : terdengar sonor
Abdomen:
- Inspeksi : datar, lemas,
- Palpasi : tdk teraba massa
- Auskultasi : BU (+) normal
- Perkusi : Thympani

Ekstremitas atas dan bawah, kulit: Inspeksi, palpasi, kekuatan otot


Inspeksi :
Luas luka bakar :
Wajah kiri :4
Esktremitas atas kanan   :5%
Ekstremitas atas kiri    :5%
Punggung kaki kiri     :1%
Total : 15
Kedalaman luka : Derajat II
Penampilan luka : Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah
merah coklat.

Masalah Keperawatan:
1. Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan hipovolemia
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemia
3. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit dan jaringan

No Intervensi Rasional Jam/Waktu Implementasi


.
1. Pertahankan posisi elevasi Meningkatkan aliran Telah melakukan tindakan
apabila terdapat edema pada balik vena dan peninggian posisi pada
ekstremitas. menurunkan esktrimitas yang terkena luka
pembengkakan . bakar. Hasil : odem sedikit
berkurang.
2. Berikan penggantian cairan Untuk mengidentifikasi Telah melakukan tindakan
IV,elektrolit, plasma,albumin. kehilangan darah/ pemasangan infus. Hasil :

29
kerusakan eritrosit dan regulasi cairan terpenuhi.
kebutuhan penggantian
cairan dan elektrolit.
3. Lakukan perawatan luka bakar Menyiapkan jaringan Telah melakukan perawatan luka
dengan teknik aseptik. untuk penanaman dan bakar. Hasil luka bakar
menurunkan resiko tertangani, mencegah infeksi.
infeksi/ kegagalan kulit.
4 Tutup luka dengan balutan. Kain nilon/ membran Telah melakukan
silikon mengandung penutupanlu/pembalutan luka.
kolagen porcine peptida Hasil : luka bakar mengalami
yang melekat pada proses penyembuhan dan terjadi
permukaan luka sampai perbaikan kulit.
lepasnya atau
mengelupas secara
spontan kulit re-
epitelisasi.
5. Beritahu dokter segera bila Temuan- temuan ini
terjadi penurunan nadi, pengisian menandakan adanya
kapiler buruk, atau penurunan kerusakan sirkulasi
sensasi, siapkan untuk distal, dokter dapat
pembedahan eskarotomi sesuai mengkali tekanan
program. jaringan untuk
menentukan kebutuhan
terhadap intervensi
bedah. Eskarotomi
(mengikis pada eskar)
atau fasiotomi mungkin
di perlukan untuk
memperbaiki sirkulasi
adekuat.

Evaluasi & Hands off”


Evaluasi Komunikasi

30
SUBJEKTIF: SUBJEKTIF: Sitution:
-Pasien mengatakan nyeri seluruh tubuh Saya perawat R akan melaporkan Ny. NA
,masuk ke IGD RSUD Jombang pada tanggal
15 Januari 2018 pada pukul 12.00 WIB dengan
di temani suaminya.Terdapat keluhan luka
bakar di wajah sebelah kiri (4%), lengan
kanan (2%), lengan kiri (3%), dan kaki kiri
(2%).
TD: 100/80 mm/Hg
RR: 20 x/mnt
Nadi: 112 x/mnt
Suhu: 36,8o °C
Skala Nyeri:6

OBJEKTIF: OBJEKTIF: Background:


TD : 100/80 mm/Hg Pasien mengeluh nyeri pada abdomen sebelah

RR: 20 x/mnt kanan dikarenakan ada jejas , memar ,


hematoma , konjungtiva anemis dan sesak
Nadi: 112 x/mnt
nafas
Suhu: 36,8o °C
Dari IGD terapi yang susah diberikan :
Skala Nyeri:6
 Oksigenasi
 Pemberian cairan infuse RL 500 CC 20
luka bakar di wajah sebelah kiri (4%),
tetes/menit
lengan kanan (2%), lengan kiri (3%), dan
 Dilakukan rawat luka bersih
kaki kiri (2%)
 Pemberian analgesic dan antikoagulan

Keadaan pasien saat ini TD masih sedikit


rendah, nadi meningkat, nyeri skala 4, luka
masih merah

Hasil laboratorium tanggal 15 Januari 2018


Hemoglobin        : 13,3 g/dL
Hematokrit          : 40 %
Leukosit              : 16700/L
Trombosit            : 343.000/L

31
pH           : 7,35
pCO2       : 35,2 mmHg
pO2         : 103,8 mmHg

ASSESMENT: Assessment:
Masalah belumteratasi Karena pasien masih mengeluh nyeri skala 4,
dan ada tanda2 hipovolemi, serta luka yang
cukup luas

PLANNING: Recomendation:
Lanjutkan intervensi 1. Resusitasi cairan

BAB IV

PENUTUP

32
5.1 Kesimpulan
Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kedalaman luka,berdasarkan
ukuran luas luka bakar, dan berdasarkan berat ringannya.Berdasarkan penyebabnya
luka bakar terdiri dari : luka bakar yang disebabkan oleh radiasi, air panas, listrik,
bahan/ zat kimia, api dan sebagainya.
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan bebebrapa faktor
antara lain : persentase area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh, kedalaman
luka bakar, umur klien, riwayat pengobatan yang lalu, dan trauma yang menyertai atau
bersamaan.
Seseorang yang menderita luka bakar akan mengalami sesuatu bentuk syok
hipovolemik yang dikenal sebagai syok luka bakar. Segera setelah cedera termal,
terjadi kenaikan nyata pada tekanan hidrostatik kapiler pada jaringan yang cidera,
disertai dengan peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini mengakibatkan perpindahan
cepat cairan plasma dari kompartemen intravaskular menembus kapiler yang rusak
karena panas, dalam daerah interstisial (mengakibatkan edema) dan luka bakar itu
sendiri.

5.2 Saran
Setelah membaca makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan wawasan bagi
pembaca  khususnya tentang keperawatan klien dengankegawatan pada pasien luka
bakar.

DAFTAR PUSTAKA

33
Brunner and Suddarth’s. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. (Edisi kedelapan).
Jakarta : EGC.
Hudak, Carolyn  M. 1996. Keperawatan Kritis : Pendekatan holistik. Jakarta : EGC.
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat (Plus Contoh Askep dengan Pendekatan
NANDA, NIC, NOC). Yogyakarta : Nuha medika.
Wilkinson, Judit M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis NANDA,
Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC

34

Vous aimerez peut-être aussi