Vous êtes sur la page 1sur 5

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Teknologi Tepat Guna


Teknologi adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan
bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Teknologi tepat guna adalah suatu alat yang
sesuai dengan kebutuhan dan dapat berguna serta sesuai dengan fungsinya. Selain itu, teknologi
tepat guna atau yang disingkat dengan TTG adalah teknologi yang digunakan dengan sesuai
(tepat guna). Ada yang menyebutnya teknologi tepat guna sebagai teknologi yang telah
dikembangkan secara tradisional, sederhana dan proses pengenalannya banyak ditentukan oleh
keadaan lingkungan dan mata pencaharian pokok masyarakat tertentu.
Secara teknis TTG merupakan jembatan antara teknologi tradisional dan teknologi maju.
Oleh karena itu aspek-aspek sosio-kultural dan ekonomi juga merupakan dimensi yang harus
diperhitungkan dalam mengelola TTG. Dari tujuan yang dikehendaki, teknologi tepat guna
haruslah menerapkan metode yang hemat sumber daya, mudah dirawat, dan berdampak polutif
minimalis dibandingkan dengan teknologi arus utama, yang pada umumnya beremisi banyak
limbah dan mencemari lingkungan.
Dengan demikian teknologi tepat guna mempunyai kriteria yang dapat dikatakan sebagai
TTG, yaitu:
1. Apabila teknologi itu sebanyak mungkin mempergunakan sumber-sumber yang tersedia
banyak di suatu tempat.
2. Apabila teknologi itu sesuai dengan keadaan ekonomi dan sosial masyarakat setempat.
3. Apabila teknologi itu membantu memecahkan persoalan/ masalah yang sebenarnya dalam
masyarakat, bukan teknologi yang hanya bersemayam dikepala perencananya.
4. Suatu yang harus diperhatikan bahwa, masalah-masalah pembangunan boleh jadi
memerlukan pemecahan yang unik dan khas, jadi teknologi-teknologi tersebut tidak perlu
dipindahkan ke negara-negara atau kedaerah lain dengan masalah serupa. Apa yang sesuai
disuatu tempat mungkin saja tidak cocok di lain tempat. Maka dari itu tujuan TTG adalah
melihat pemecahan-pemecahan terhadap masalah-masalah tertentu dan menganjurkan mengapa
hal itu sesuai.

2.2. Penyakit Malaria di Daerah Pesisir dan DAS


Malaria adalah penyakit yang ditularkan oleh nyamuk dari manusia dan hewan lain yang
disebabkan oleh protozoa parasit (sekelompok mikroorganisme bersel tunggal) dalam tipe
Plasmodium. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat diseluruh dunia, penyakit ini mempengaruhi tingginya angka kematian
bayi, balita dan ibu hamil. Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak daerah yang
merupakan kantong malaria, dengan karakteristik epidemiologi yang mungkin ‘terkaya’ di dunia.
Pada banyak daerah. Penularan penyakit ini pada umumnya justru terjadi di daerah terpencil dan
wilayah perkampungan dengan fasilitas kesehatan yang minim. Topografi daerah-daerah malaria
pada umumnya adalah area pesisir dan kolam air atau area perbukitan dalam hutan atau
perkebunan dan di sepanjang sungai musiman.
Dalam laporan Analisis Situasi Malaria di Kabupaten-kabupaten Proyek ICDC oleh Jan
Rozendal dan Lukman Hakim, disebutkan bahwa untuk area pesisir dan kolam air, area beresiko
bagi berkembangnya penyakit malaria adalah di tepi sungai, lagun, kolam-kolam sekitar hutan
bakau, air tergenang dan empang. Di daerah-daerah seperti ini, kondisi yang memudahkan
penularan malaria tergantung pada faktor-faktor seperti pasang surut air laut, penyebaran curah
hujan dan hunian manusia.
Penularan dapat terjadi dalam jarak beberapa ratus meter dari perindukan nyamuk,
sehingga yang beresiko tinggi adalah masyarakat yang tinggal menetap di rumah-rumah di
tempat tersebut. Laki-laki dewasa yang keluar rumah untuk memancing ikan/lobster dan
mengumpulkan gula aren misalnya, akan beresiko kontak dengan vektor nyamuk. Sebaliknya, di
area perbukitan atau perkebunan dan sepanjang sungai musiman, puncak kasus malaria terdapat
pada daerah-daerah sepanjang sungai, atau dimana terdapat mata air terbuka. Pada musim
kemarau, penularan sering terjadi di luar pemukiman dekat sumber-sumber air dan tempat
pemandian (Mandi Cuci Kakus/MCK) yang masih kerap digunakan oleh masyarakat pedesaan.
Masyarakat yang tinggal di dekat area tersebut mempunyai resiko terjangkit. Desa-desa endemis
malaria umumnya mengambil air untuk minum di mata air dari perbukitan dan dari sumur yang
digali yang mulai mengering. Di musim kemarau, tempat air tersebut menjadi perindukan dan
tempat istirahat vektor dan masyarakat yang datang ke area tersebut menjadi beresiko untuk
tergigit.
Malaria sangat berbahaya bagi ibu hamil. Di daerah endemis malaria ibu hamil harus
tidur di dalam kelambu berinsektisida. Pada daerah endemis tinggi angka malaria, kebanyakan
ibu hamil dengan parasit malaria dalam darahnya tidak menunjukkan gejala malaria. Meskipun
ibu hamil tidak merasa sakit, infeksi malaria masih dapat mempengaruhi kesehatannya dan
bayinya. Ibu hamil lebih berisiko terinfeksi malaria karena kehamilan mereka mengurangi
kekebalan terhadap malaria. Ibu hamil memiliki risiko terinfeksi dua kali lebih besar
dibandingkan wanita tidak hamil. Ibu yang hamil untuk pertama atau kedua kalinya memiliki
risiko lebih besar menderita malaria berat.

3.1. Teknologi Tepat Guna Untuk Pencegahan Penyakit Malaria Di Daerah Pesisir Dan
DAS
Tindakan dalam mengurangi atau menghindari kontak atau gigitan nyamuk Anopheles
spp yaitu kepemilikan kelambu, kebiasaan menggantung pakaian didalam rumah, menggunakan
obat pembasmi nyamuk setiap malam, menggunakan repelen pada malam hari serta
menggunakan kawat kasa pada ventilasi merupakan tindakan yang penting dalam menyehatkan
lingkungan yang berhubungan dengan penyakit malaria. Penggunaan kelambu saat tidur pada
malam hari sangat penting karena nyamuk Anopheles spp betina menggigit antara waktu senja
sampai subuh. Penggunaan kelambu pada waktu tidur malam hari merupakan salah satu cara
efektif untuk menghindari gigitan nyamuk, khususnya kelambu yang dilapisi insektisida tahan
lama secara tepat untuk mengurangi kasus malaria.
Salah satu tindakan protektif terhadap nyamuk malaria yaitu dengan menggunakan
kelambu tidur dengan atau tanpa insektisida pada saat tidur malam. Kelambu merupakan alat
yang telah digunakan sejak dulu kala. Sesuai persyaratan bahwa kelambu yang baik memiliki
jumlah lubang per sentimeter antara 6 – 8 dengan diameter 1,2 – 1,5 mm. Ada dua jenis kelambu
yang sering digunakan oleh masyarakat yaitu kelambu yang tidak menggunakan insektisida dan
kelambu yang dicelup dengan insektisida. (Lamaka dalam Izhar, 2010)
Menurut WHO (2007) , saat ini ada dua jenis kelambu berinsektisida, yaitu (Depkes RI, 2009) :
a. Kelambu Berinsektisida Tahan Lama (KBTL) atau Longlasting Insectisidal Nets
KBTL adalah kelambu berinsektisida proses insektisida pada bahan kelambu dilakukan
dipabrik, melalui pencampuran pada serat benang (fiber) atau pelapisan pada semi
benang, atau pada kelambu yang sudah jadi dicelup dengan bahan pencelup insektisida
tahan lama. Kelambu berinsektisida merupakan cara yang efektif untuk pencegahan
gigitan nyamuk vector dan penularan malaria terutama pada ibu hamil, bayi dan anak
balita karena selain sebagai penghalang secara fisik terhadap nyamuk, aktivitas
insektisida yang terkandung didalamnya juga dapat membunuh nyamuk. Bahan
pencelupan insektisida tahan lama (long lasting insekticidal treatment kits) adalah satu
paket bahan rang terdiri dari insektisida dan bahan perekat yang dapat digunakan untuk
mencelup kelambu biasa menjadi kelambu berinsektisida tahan lama (KBTL).
b. Kelambu Berinsektisida Celup Ulang (KBCU) atau insecticide Treated Nets (ITN)
KBCU adalah kelambu biasa (tidak berinsektisida) yang dicelup dengan insektisida
sehingga efektif selama 6-12 bulan dengan pencucian kelambu setiap 6 bulan. Agar tetap
efektif terhadap vektor, kelambu tersebut setelah dicuci harus dicelup ulang insektisida
6-12 bulan (tergantung jenis insektisidanya).
Agar kelambu berinsektisida celup ulang yang digunakan berkualitas dan aman bagi penduduk
yang memakai, maka disarankan memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut :
a. Ukuran kelambu
Kelambu untuk keluarga (suami, isteri, dan 1 anak umur kurang dari 2 tahun):
  Panjang : 180 – 200 cm
  Lebar : 160 – 180 cm
  Tinggi : 150 – 180 cm
Kelambu untuk individu :
  Panjang : 180 – 200 cm
  Lebar : 79 – 80 cm
  Tinggi : 150 – 180 cm
b. Jenis bahan kelambu yang ada adalah katun, nilon, polyester dan polyethylene.
c. Jumlah lubang (mesh) dihitung dengan 2 cara :
- Dihitung jumlah lubang per inchi persegi (squere inch), minimal terdapat 156 lubang
dengan ukuran luas 1,2 – 2,0 min per lubang.
- Dihitung jumlah lubang secara diagonal pada kelambu seluas i inchi persegi, terdapat 25
- 26 lubang pada garis diagonal dan salah satu garis datar, dengan menghitung dua kali
terhadap lubang pada titik sudutnya.
d. Untuk kelambu biasa yang dijual di pasaran, ukuran, denier, jumlah lubang, seperti pada
KBTL.
e. Kelengkapan, mempunyai tali untuk menggantung pada ke empat sudut (Depkes RI,
2009).

Cara Pemakaian kelambu


Agar kelambu berinsektisida dapat efektif mencegah gigitan nyamuk, maka dalam pemakaian
kelambu harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Kelambu berinsektisida yang baru saja dikeluarkan dari bungkus plastiknya, sebelum dipakai
sebaiknya diangin-anginkan dahulu ditempat yang teduh dengan cara menggantungkan
kelambu tersebut pada tali sampai baunya hilang (selama sehari semalam).
b. Kelambu dipasang dengan mengikatkan ke empat tali kelambu pada tiang tempat tidur atau
pada paku di dinding. Pada saat tidur dalam kelambu, seluruh ujung bawah kelambu
dimasukkan (dilipat) dibawah kasur atau tikar/matraks sehingga tidak ada kemungkinan
nyamuk masuk ke dalam kelambu.
c. Kelambu digunakan waktu tidur setiap malam sepanjang tahun, tidak hanya pada saat
nyamuk mengganggu atau dianggap tidak ada nyamuk.
d. Kelambu dirawat dengan baik agar tidak cepat robek, maka pada siang hari kelambu
diikat/digulung.
e. Jika kelambu berinsektisida sudah tidak efektif lagi, baik KBTL (setelah 3 tahun) atau KBCU
(setelah 6-12 bulan) hubungi petugas puskesmas atau kader setempat yang sudah terlatih,
untuk dilakukan pencelupan ulang.
f. Jangan merokok atau menyalakan api di dalam atau dekat dengan kelambu, karena kelambu
mudah terbakar (Depkes RI, 2009).

Cara pencucian kelambu


Cara pencucian kelambu yaitu pencucian ulang setiap 3 bulan sekali sampai 20 kali pencucian.
Pencucian kelambu berinsektisida dapat menghilangkan insektisida dari permukaan kelambu,
tetapi akan diisi kembali dari waktu ke waktu oleh migrasi dari dalam serat kelambu tersebut.
Cara pencucian kelambu yaitu :

a. Sebelum proses pencucian dimulai siapkan baskom yang cukup besar untuk memuat
kelambu lalu beri air hangat. Rendam kelambu dalam air hangat selama beberapa saat.
Air hangat dapat membantu melepaskan racun-racun insektisida yang mungkin
menempel pada serat-serat bahan untuk kelambu.
b. Kemudian siapkan di baskom yang lain, air yang sudah diberi ditergen. Pastikan detergen
yang digunakan cukup banyak sehingga memiliki cukup busa untuk mencuci kelambu
dan memastikan bahwa tidak ada lagi rancun insektisida yang menempel pada bahan
untuk kelambu ketika dicuci nanti.
c. Jika menggunakan mesin cuci pastikan proses penggilingannya menyeluruh ataupun jika
mencucinya secara manual pastikan Anda mengucek seluruh bagian kelambu dengan
benar.
d. Bilas kelambu selama beberapa kali sampai benar-benar bersih dan tidak lagi
meninggalkan busa sabun sama sekali, boleh menggunakan bantuan mesin pengering
untuk menghilangkan sabunnya.
e. Jemur kelambu sampai benar-benar kering untuk mencegah tidak adanya jamur yang
menempel karena kondisi kelambu yang lembab.

Vous aimerez peut-être aussi