Vous êtes sur la page 1sur 21

LaporanManajemen DESEMBER 2018

P2 TB PARU PUSKESMAS BULILI

Disusun Oleh :
AgungPrasetyo Wicaksono

Pembimbing :
Dr. I Ketut Suarayasa M.Kes
dr. dr. GERALDY G. H

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LatarBelakang
Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan
oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis.Tuberkulosis merupakan
salah satu masalah kesehatan di dunia, termasuk Indonesia. Menurut World
Health Organization (WHO) pada tahun 2014 menyatakan bahwa Indonesia
menempati urutan ke-3 terbanyak kasus TB di dunia setelah India dan Cina,
dengan perkiraan prevalensi TB sebesar 680.000 dan 460.000 kasus baru
pertahun.1,2
Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan yang menimbulkan
kesakitan, kecacatan, dan kematian yang tinggi sehingga pemerintah
melakukan upaya penanggulangan yang telah ditetapkan dalam keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/SK/V/2009 tentang penanggulangan
TB. Target Program Penanggualangan Tuberkulosis Paru nasional, yaitu
mengeliminasi pad tahun 2035 dan Indonesia bebas TB pada tahun 2050.
Di Indonesia, pada tahun 2014 WHO menyatakan sebanyak 9,6 juta
orang yang di diagnosis penyakit TB aktif menyebabkan sekitar 1,5 juta
orang meninggal dunia.Hasil laporan yang masuk kesubunit TB P2MPL
Departemen Kesehatan tahun 2014 terdapat 50.443 penderita BTA positif
yang diobati (23% dari jumlah perkiraan penderita BTA positif). Tiga
perempat kasus TB ini berusia 15-49 tahun. Pada tahun 2014 juga WHO
memperkirakan setiap tahunnya muncul 115 orang penderita tuberkulosis
paru menular dengan BTA (+) pada setiap 100.000 penduduk.3,4
Penularan dapat terjadi saat pasien TB batuk atau bersin, kemudian
kuman menyebar ke udara melalui percikan dahak (droplet nuclei). Infeksi
terjadi apabila udara yang terhirup mengandung percikan dahak infeksius
tersebut.Salah satu indikator penting dalam strategi pengobatan kasus
Tuberkulosis (TB) dengan strategi Directly Observed Treatment Short-
course(DOTS), yaitu penemuan kasus baru (Tuberkulosis) TB paru, karena

2
penemuan kasus TB merupakan awal untuk menentukan langkah
pengobatan dan pengendalian TB selanjutnya.5,6
Pada tahun 2017 di wilayah kerja Puskesmas Bulili memiliki jumlah
kasus TB paru mencapai 19 kasus. Di wilayah kerja Puskesmas Wanitelah
melaksanakan Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru(P2TB) sebagai
bentuk upaya untuk menurunkan angka kejadian TB, seperti melaksanakan
penyuluhan tentang TB paru, melaksanakan beberapa kegiatan pokok dari
Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru (P2TB), dan kegiatan
pendukung lainnya. Meskipun begitu, tetap terjadi peningkatan kasus TB
paru. Hal ini masih menjadi masalah kesehatan khususnya di wilayah kerja
Puskesmas Bulili.7

1.2. GambaranUmumPuskesmasWani
Puskesmas Bulili terletak di Kelurahan Birobuli Selatan
Kecamatan Palu Selatan dengan luas wilayah kerja sekitar 14,15 km², dan secara
administratif pemerintahan terdiri atas 2 kelurahan, 15 RW dan 56 RT dengan luas
wilayah perkelurahan sebagai berikut:

Tabel 2.1

Distribusi Luas Wilayah, RW dan RT dirinci menurut

kelurahan di puskesmas Bulili Tahun 2017

No Kelurahan Jumlah Luas wilayah (km²) RW RT


Penduduk
1 Petobo 10.410 10,40 9 28
2 Birobuli selatan 12.029 3,75 6 28
Puskesmas 22.439 14,15 15 56
Sumber : Profil puskesmas bulili tahun 2017

Sampai dengan tahun 2018 jumlah penduduk di wilayah kerja puskesmas Bulili
berjumlah 22.439 jiwa turun/naik pada jumlah sebelumnya dimana jumlah
penduduk pada tahun 2016 berjumlah 19,601 jiwa.

3
Puskesmas Bulili sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat dan
membina peran masyarakat, serta memberikan pelayanan kesehatan secara
menyeluruhdan terpadu kepada masyarakat memiliki visi dan misi yaitu :

a. Visi
Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh menuju
asyarakat sehat yang cerdas mandiri dan berkeadilan.
b. Misi
1. Mendorong masyarakat untuk hidup sehat
2. Meningkatkan sumber daya manusia petugas keshatan
3. Manjalin kerjasam lintas sector

c. Strategi
1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan swasta dalam
pemmbangunan kesehatan melalui kerja sama lintas sektoral.
2. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu
dn berkeadilan, serta berbasis bukti, menyeluruh dengan pengutamaan
pada upaya promotif dan preventif.

Upaya kesehatan dapat berdaya guna dan berhasil guna ditunjang dengan tenaga,
biaya dan sarana yang memadai. Pada tahun 2017 jumlah tenaga kesehatan yang ada
di Puskesmas Bulili ssebanyak 52 orang dengan rincian dapat dilihat pada tabel 2.2.
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa dari jumlah tenaga kesehatan yang
ada di Puskesmas Bulili memiliki jumlah tenaga yang sangat memadai.

Tabel 2.2

Komposisi Pegawai Menurut Tingkat Pendidikan Di Wilayah Puskesmas Bulili


Kecamatan Palu Selatan Kota Palu Tahun 2017

No Tingkat Penddikan Jumlah Persentase


1 S1 kedokteran 4 8%
2 S1 kesmas 3 6%
3 Apoteker 1 2%
4 S1 perawat 2 4%
5 D3 keperawatan 14 28%
6 D3 kebidanan 9 18%

4
7 D3 kesling 1 2%
8 D3 farmasi 2 4%
9 D1 kebidanan 7 14%
10 D3 Perawat gigi 2 4%
11 SPK 3 6%
12 SPPH 1 2%
13 SMA/Pekarya 1 2%
Jumlah 50 100%

1.3. Tujuan
1. Adapun tujuan dari penyusunan laporan manajemen ini antara
lain;Bagaimana pelaksanaan P2TB Paru di PukesmasWani?
2. Apa saja permasalahan yang menjadi kendala dalam mencapai target
cakupan P2TB Paru di Puskesmas Wani?

BAB II
PERMASALAHAN

5
2.1. Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat yang dikenal dengan sebutan Puskesmas
adalah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang bertanggung
jawab atas kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya pada satu atau bagian
wilayah kecamatan. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun
2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat dinyatakan bahwa Puskesmas
berfungsi menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan
Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama. Puskesmas
merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dinas kesehatan
kabupaten/kota, sehingga dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, akan
mengacu pada kebijakan pembangunan kesehatan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota bersangkutan, yang tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Lima
Tahunan dinas kesehatan kabupaten/kota.[1]
Pemahaman akan pentingnya manajemen Puskesmas, telah
diperkenalkan sejak tahun 1980, dengan disusunnya buku-buku pedoman
manajemen Puskesmas, yang terdiri atas Paket Lokakarya Mini Puskesmas
(tahun 1982), Pedoman Stratifikasi Puskesmas (tahun 1984) dan Pedoman
Microplanning Puskesmas (tahun 1986). Paket Lokakarya Mini Puskesmas
menjadi pedoman Puskesmas dalam melaksanakan lokakarya Puskesmas
dan rapat bulanan Puskesmas. Pada tahun 1988, Paket Lokakarya Mini
Puskesmas direvisi menjadi Pedoman Lokakarya Mini Puskesmas dengan
penambahan materi penggalangan kerjasama tim Puskesmas dan lintas
sektor, serta rapat bulanan Puskesmas dan triwulanan lintas sektor. Pada
tahun 1993, Pedoman Lokakarya Mini dilengkapi cara pemantauan
pelaksanaan dan hasil-hasil kegiatan dengan menggunakan instrument
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS). Pedoman Stratifikasi Puskesmas
(tahun 1984), digunakan sebagai acuan Puskesmas dan dinas kesehatan
kabupaten/kota, untuk dapat meningkatan peran dan fungsinya dalam
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.[1]

2.2. Tujuan Program Penanggulangan TB paru

6
Adapun tujuan program penanggulangan TB Paru meliputi tujuan
jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang adalah
menurunkan angka kesakitan dan angka kematian yang diakibatkan
penyakit TB paru dengan cara memutuskan rantai penularan,sehingga
penyakit TB paru tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat
Indonesia, sedangkan tujuan jangka pendek adalah Melaksanakan kegiatan
penemuan dan tata laksana kasus TB(UPTD Puskesmas Bulili,2018).

2.3. Strategi Program Penanggulangan TB paru


Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an
WHO dan IUATLD (International Union Against TB and Lung Diseases)
mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai strategi
DOTS (Directly Observed Treatment Short-course). Strategi DOTS terdiri
dari 5 komponen kunci, yaitu:8
1. Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan.
2. Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin
mutunya.
3. Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.
4. Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.
5. Sistem monitoring, pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan
penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program.
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien,
prioritas diberikan kepadapasien TB tipe menular. Strategi ini akan
memutuskan rantai penularan TB dan dengandemkian menurunkan insidens
TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasienmerupakan cara
terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB.8
Dengan semakin berkembangnya tantangan yang dihadapi program
dibanyak negara. Padatahun 2005 strategi DOTS di atas oleh Global stop
TB partnership strategi DOTS tersebutdiperluas menjadi “Strategi Stop
TB”, yaitu : 9

7
1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan
mutu DOTS.
2. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan
tantangan lainnya.
3. Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan.
4. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan
baik pemerintah maupun swasta.
5. Memberdayakan pasien dan masyarakat.
6. Melaksanakan dan mengembangkan penelitian.
Strategi tersebut dituangkan dalam 3 pilar strategi utama dan
komponen-komponenya yaitu:8
1. Integrasi layanan TB berpusat pada pasien dan upaya pencegahan TB.
a. Diagnosis TB sedini mungkin, termasuk uji kepekaan OAT bagi
semua dan penapisan TBsecara sistematis bagi kontak dan
kelompok populasi beresiko tinggi.
b. Pengobatan untuk semua pasien TB, termasuk untuk penderita
resistan obat dengan disertai dukungan yang berpusat pada
kebutuhan pasien (patient-centred support).
c. Kegiatan kolaborasi TB/HIV dan tata laksana komorbid TB yang
lain.
d. Upaya pemberian pengobatan pencegahan pada kelompok rentan
dan beresiko tinggi serta pemberian vaksinasi untuk mencegah TB.
2. Kebijakan dan sistem pendukung yang berani dan jelas.
a. Komitmen politis yang diwujudkan dalam pemenuhan kebutuhan
layanan dan pencegahanTB.
b. Keterlibatan aktif masyarakat, organisasi sosial kemasyarakatan
dan pemberi layanankesehatan baik pemerintah maupun swasta.
c. Penerapan layanan kesehatan semesta (universal health coverage)
dan kerangkakebijakan lain yang mendukung pengendalian TB
seperti wajib lapor, registrasi vital, tatakelola dan penggunaan obat
rasional serta pengendalian infeksi.

8
d. Jaminan sosial, pengentasan kemiskinan dan kegiatan lain untuk
mengurangi dampakdeterminan sosial terhadap TB.
3. Intensifikasi riset dan inovasi.
a. Penemuan, pengembangan dan penerapan secara cepat alat, metode
intervensi danstrategi baru pengendalian TB.
b. Pengembangan riset untuk optimalisasi pelaksanaan kegiatan dan
merangsang inovasi-inovasi baru untuk mempercepat
pengembangan program pengendalian TB.

2.4. Kegiatan Program Penanggulangan TB paru (P2TB)


Kegiatan Program Penanggulangan TB Paru (P2TB), yaitu kegiatan
pokok dan kegiatan pendukung. Kegiatan pokok mencakup kegiatan
penemuan penderita (case finding) pengamatan dan monitoring penemuan
penderita didahului dengan penemuan tersangka TB paru dengan gejala
klinis adalah batuk-batuk terus menerus selama tiga minggu atau lebih.
Kegiatan pendukung mencakup kegiatan penanganan logistik yaitu
penanganan tersedianya OAT (Obat Anti-Tuberkulosis) dan penanganan
tersedianya reagensia di laboratorium. Setiap orang yang datang ke unit
pelayanan kesehatan dengan gejala utama ini harus dianggap suspek
tuberkulosis atau tersangka TB Paru dengan pasive promotive case finding
(penemuan penderita secara pasif dengan promosi yang aktif).8
Kegiatan-kegiatan penanggulangan TB Paru tersebut merupakan jenis
kegiatan yang termasuk dalam upaya kesehatan wajib Puskesmas, artinya
puskesmas sebagai sarana kesehatan terdepan bertanggung jawab terhadap
keseluruhan upaya penanggulangan TB paru. Petugas kesehatan yang
terlibat langsung sebagai petugas pelaksana program TB paru di Puskesmas
adalah seluruh petugas yang sudah dilatih tentang Program Penanggulangan
TB Paru, yaitu dokter, perawat dan tenaga laboratorium untuk petugas di
Puskesmas satelit dibutuhkan tenaga yang telah dilatih terdiri dari dokter
dan perawat dan bagi Puskesmas pembantu cukup 1 orang perawat sebagai
petugas pengelola TB. Keseluruhan petugas tersebut mempunyai tugas

9
masing-masing sesuai uraian tugas pokoknya dalam penanggulangan kasus
TB. Tanpa penemuan suspek maka program pemberantasan TB paru dari
penemuan sampai pengobatan tidak akan berhasil, sehingga proses
penemuan suspek TB paru oleh petugas sangat menentukan keberhasilan
program. Proses ini akan berhasil apabila kompetensi yang mencakup
pengetahuan, sikap petugas dan keterampilan petugas baik.8
Pengobatan TB Paru dengan menggunakan strategi DOTS atau Directly
Observed Treatment Short-course adalah strategi penyembuhan TB jangka
pendek dengan pengawasan secara langsung. Dengan menggunakan strategi
DOTS, maka proses penyembuhan TB dapat secara tepat. DOTS
menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TB agar menelan
obatnya secara teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh.8
Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa
sampai 95%. Strategi DOTS direkomendasikan oleh WHO secara global
untuk menanggulangi TB. Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu, (a)
komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana,
(b) diagnosa penyakit TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis,
(c), kesinambungan persediaan OAT jangka pendek untuk penderita, dan (d)
Pengobatan TB dengan paduan obat anti-TB jangka pendek, diawasi secara
langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat).8
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai upaya
pendekatan yang paling tepat saat ini untuk menanggulangi masalah TB di
Indonesia. Pengobatan TB tanpa didukung oleh kualitas dan persediaan
OAT yang baik akan menyebabkan kegagalan pengobatan dan Multi Drug
Resistance yang dapat memperparah keadaan penderita TB. OAT yang
tersedia saat ini harus dikonsumsi penderita dalam jumlah tablet yang cukup
banyak dan dapat menyebabkan kelalaian pada penderita, oleh sebab itu
banyak ahli berusaha untuk mengembangkan OAT-Fixed Dose Combination
(FDC), yaitu kombinasi OAT dalam jumlah tablet yang lebih sedikit dimana
jumlah kandungan masing-masing komponen sudah disesuaikan dengan
dosis yang diperlukan. Diharapkan dengan penggunaan OAT-FDC dapat

10
menyederhanakan proses pengobatan, meminimalkan kesalahan pemberian
obat, dan mengurangi efek samping.8

2.5. Uraian Tugas Pengelola Program Penanggulangan TB Paru


Petugas pengelola program TB paru adalah petugas yang bertangung
jawab dan mengkoordinir seluruh kegiatan dari mulai perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi dalam program TB di Puskesmas. Adapun Tugas
Pokok dan Fungsi Petugas Program TB paru di Puskesmas yaitu :8
a. Menemukan Penderita
Adapun tugas pokok petugas pengelola program penanggulangan
TB paru, antara lain :
1) Memberikan penyuluhan tentang TBC kepada masyarakat umum.
2) Menjaring suspek (penderita tersangka) TBC.
3) Mengumpul dahak dan mengisi buku daftar suspek.
4) Membuat sediaan hapus dahak.
5) Mengirim sediaan hapus dahak ke laboratorium.
6) Menegakkan diagnosis TB sesuai protap.
7) Membuat klasifikasi penderita.
8) Mengisi kartu penderita.
9) Memeriksa kontak terutama kontak dengan penderita TB BTA (+).
10) Memantau jumlah suspek yang diperiksa dan jumlah penderita
TBC yang ditemukan.

b. Memberikan Pengobatan
1) Menetapkan jenis paduan obat.
2) Memberi obat tahap intensip dan tahap lanjutan.
3) Mencatat pemberian obat tersebut dalam kartu penderita.
4) Menentukan PMO (bersama penderita).
5) Memberi KIE (penyuluhan) kepada penderita, keluarga dan PMO.
6) Memantau keteraturan berobat.
7) Melakukan pemeriksaan dahak ulang untuk follow-up pengobatan.

11
8) Mengenal efek samping obat dan komplikasi lainnya serta cara
penanganannya.
9) Menentukan hasil pengobatan dan mencatatnya di kartu penderita.

c. Penanganan Logistik
1) Menjamin ketersediaan OAT di puskesmas.
2) Menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya (formolir, reagens).
3) Jaga mutu pelaksanaan semua kegiatan a s/d c.

N
Uraian Tugas Rincian Kegiatan
o
 Menghimpun, mengolah dan menganalisa data
program TB dari Kabupaten/Kota, RS, dan BP4.
 Menghimpun, mengolah dan menganalisa serta
Menyediakan bahan merencanakan kebutuhan Obat Anti tuberkulosis
1. rencana dan program Kerja (OAT) dan logistik program P2TB non OAT .
bidang P3M  Membuat perencanaan kegiatan program
tahunan.
 Menyiapakan bahan rencana renstra program
P2TB.
 Melakukan koordinasi dengan Labkesda/Lintas
program/Lintas sektor/LSM yang terkait dengan
Melaksanakan Koordinasi
program P2TB.
2. pelaksanaan dan pelayanan
 Menyelenggarakan pertemuan dengan lintas
bidang P3M
program/Lintas Sektor dan LSM untuk
mendukung program P2TB.
Melaksanakan fasilitasi Melaksanakan fasilitasi teknis program P2TB ke
3.
teknis bidang P3M puskesmas, kabupaten/ kota, BP4 dan RS.
4. Melaksanakan pemantauan  Monitoring & evaluasi (monev) pelaksanaan
dan evaluasi bidang P3M program P2TB di daerah.
 Menyelenggarakan pertemuan monev dengan
kabupaten/kota.
 Monev hasil pertemuan dengan lintas sektor/
lintas program.

12
 Melaksanakan kajian pencapaian program P2TB
Menyediakan bahan
5. Membuat laporan kegiatan program.
pelaporan bidang P3M
Tabel 3. Uraian Tugas dan Rincian Kegiatan Program Penanggulangan TB Paru
seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

2.5 IdentifikasiMasalah
Indikator keberhasilan pencapaian program pengendalian diare di
Puskesmas Wani diatur dalam standar pelayanan minimal Puskesmas Wani
yang dievaluasi tiap bulan dengan evaluasi akhir per tahun. Adapun sistem
perhitungannya:

Pencapaian = (Kasus : Target) x 100%

Pada tahun 2017 pasien penderita TB di Puskesmas Bulili sebanyak 18


kasus, dimana pencapaiannya sebesar 40%. Untuk tahun 2018, pada akhir
evaluasi tahun 2018 pada bulan oktober didapatkan 13 kasus, dimana
pencapaiannya sebesar 30%.
Hasil evaluasi akhir pencapaian P2 TB akan dilakukan di akhir tahun
2018. Berdasarkan hal tersebut menunjukan bahwa angka pencapaian dari
manajemen pengendalian TB masih belum dapat dicapai dari tahun ke tahun,
sehingga indikator program belum tercapai.
Indikator keberhasilan program ini adalah target yang seharusnya
dipenuhi selama satu tahun berjalannya program ini adalah 45 kasus yang
telah ditentukan sebagai target. Namun pencapaian pada tahun 2018(hingga
bulan November hanya sebesar 13 kasus di puskesmas Bulili. Jumlah ini
menggambarkan program ini belum mencapai target yang diberikan.
Berdasarkan kesenjangan yang kita dapatkan ini perlu kita identifikasi :
1. Indicator keberhasilan program P2TB di Puskesmasw Wani
2. Kendala yang dihadapi selama berjalannya program P2TB di Puskesmas
Bulili

13
BAB III
PEMBAHASAN

A. Input

14
Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan penanggulangan TB di
gunakan beberapa indicator antara lain :
1. Angka penemuan pasien baru TB BTA positif
2. Angka keberhasilan pengobatan
3. Angka penjaringan suspek
4. Proporsi pasien TB paru BTA positif diantara suspek yang diperiksa
dahaknya
5. Proporsi pasien TB paru BTA positif diantara seluruh pasien TB paru
6. Proporsi pasien TB anak diantara seuruh pasien
7. Angka notifikasi kasus
8. Angka konversi
9. Angka kesembuhan
10. Angka kesalahan laboratorium
Adapun yang menjadi indikator program P2TB Puskesmas Wani
yaitu angka penemuan pasien baru TB BTA positif dan angka keberhasilan
pengobatan. Target penemuan kasus baru suspek TB BTA positif di
Puskesmas Wani adalah 58 % dari jumlah suspek dengan angka
kesembuhan 100%
Program Penanggulangan (P2) TB Paru di puskesmas Bulili dikelola
oleh satu orang penanggung jawab program. Kegiatan awalnya berupa
penemuan kasus yang bersifat pasif yaitu penemuan kasus berdasarkan
pasien yang datang berobat ke puskesmas yang memiliki gejala utama
seperti batuk lebih dari 2 minggu. Pasien yang memiliki gejala tersebut akan
berstatus suspek yang selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan sputum.
Pemeriksaan sputum dilakuan untuk menjaring pasien yang BTA positif
terhadap pasien suspek. Pemeriksaan sputum dilakukan selama 2 hari
berturut-turut yaitu sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)-dahak
pagi (keesokan harinya)-sewaktu (pada saat mengantarkan dahak pagi
(SPS).
Untuk pemeriksaan sputum di Puskesmas Bulili belum mandiri karena
hanya mulai pembuatan spesimen yang dilakukan di psukesmas Bulili

15
kemudian diantarkan diperiksa secara mikroskopis periksa di laboratorium
Rumah Sakit Mabelopura. Dengan demikian point ketigadari 5 level of
prevention yaitu deteksi dini bias tercapai dengan baik.
Namun, Didapatkan kendala dalam input program ini keterbatasan
jumlah SDM untuk pelaksana program ini juga memeiliki tugas di bagian
lain yang ada di puskesmas yang membuat konsentrasi terhadap tanggumg
jawab kerja menurun.

B. Proses
Adapun tugas pokok petugas pengelola program penanggulangan TB
paru, antara lain :
1. Memberikan penyuluhan tentang TBC kepada masyarakat umum
2. Menjaring suspek (penderita tersangka) TBC
3. Mengumpul dahak dan mengisi buku daftar suspek
4. Membuat sediaan hapus dahak
5. Mengirim sediaan hapus dahak ke laboratorium
6. Menegakkan diagnosis TB sesuai protap
7. Membuat klasifikasi penderita
8. Mengisi kartu penderita
9. Memeriksa kontak terutama kontak dengan penderita TB BTA (+)
10. Memantau jumlah suspek yang diperiksa dan jumlah penderita TBC yang
ditemukan.

Memberikan Pengobatan
1. Menetapkan jenis paduan obat
2. Memberi obat tahap intensip dan tahap lanjutan
3. Mencatat pemberian obat tersebut dalam kartu penderita
4. Menentukan PMO (bersama penderita)
5. Memberi KIE (penyuluhan) kepada penderita, keluarga dan PMO

16
6. Memantau keteraturan berobat
7. Melakukan pemeriksaan dahak ulang untuk follow-up pengobatan
8. Mengenal efek samping obat dan komplikasi lainnya serta cara
penanganannya
9. Menentukan hasil pengobatan dan mencatatnya di kartu penderita

Penanganan Logistik
1. Menjamin ketersediaan OAT di puskesmas
2. Menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya (formolir, reagens, dll)
3. Jaga mutu pelaksanaan semua kegiatan a s/d c
(UPTD Puskesmas bulili,2017).
Berdasarakan proses yang sudah dituliskan pada pedoman P2TB
masih didapatkan banyak kendala dalam proses program ini di Puskesmas
bulili. Seperti penyuluhan yang sudah jarang dilakukan. Memantau
riwayat kontak, menentukan PMO dan memberikan edukasi pada kelurga
pasien (+) Tuberkulosis.

C. Output
D. Berdasarkan data yang terdaftar pada Puskesmas Wani pada tahun 2017,
didapatkan cakupan penderita baru adalah 20 orang dengan target 33 orang
sehingga pencapaian sebesar 60%
E.

Target Cakupan Pencapaian


2017 45 18 40%
Adapun data per januari sampai November 2018 menunjukkan jumlah
penemuan suspek baru TB 13 kasus dengan TB BTA positif kasus.

Dalam mencapai target cakupan program penanggulangan tuberculosis


paru di Puskesmas Wani terdapat beberapa kendala, antara lain :
i. Faktor pengetahuan masyarakat, antara lain :
1. Pengetahuan masyarakat masih rendah mengenai
penyakit tuberculosis sehingga kesadaran untuk
melakukan pengobatan masih rendah.

17
2. Pengetahuan mengenai pentingnya lingkungan yang
bersih dan sehat serta penularan tuberkulosis juga
masih rendah.
3. Penyuluhan secara berkala oleh petugas kesehatan
untuk memberi pengetahuan mengenai pentingnya
hidup bersih dan sehat serta mengenai penyakit
tuberculosis kepada masyarakat.
ii. Efek samping obat yang membuat penderita TB tidak mau
melanjutkan pengobatannya.
iii. Ada beberapa pasien yang malu saat diketahui memiliki
penyakit menular
iv. Sebagian anggota keluarga menolak untuk diperiksa
disebabkan tidak ada gejala.
v. Kepatuhan pasien untuk teratur meminum obat sesuai
dengan dosis. Hal ini diatasi dengan mengedukasi pasien
mengenai pentingnya pengobatan tuberculosis serta cara
penularan tuberculosis sejak awal pasien didiagnosis
menderita tuberculosis dan juga memberitahu keluarga
pasien atau pun tokoh masyarakat disekitar rumah pasien
yang disegani untuk selalu mengingatkan pasien untuk
teratur meminum obat.
vi. Kendala lainnya yaitu kurangnya staf di Puskesmas
Kinovaro yang membantu pelaksanaan program
penanggulangan TB Paru. Dimana pemegang program TB
paru yang bekerja juga menjalankan program lainnya untuk
penanggulangan penyakit-penyakit menular lainnya, seperti
kusta.

18
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

19
1. Masalah yang ditemui pada manajemen program P2 TB paru yaitu
Kwalitas SDM sehingga pelaksanaan program belum maksimal
dikarenakan pemegang program juga pemegang program lainnya
2. Kurangnya penyuluhan mengenai TB paru sehingga pengetahuan
masyarakat masih kurang mengenai TB paru sehingga masih timbul
stigma dalam masyarakat terhadap penderita TB paru dan beberapa
keluarga pasien TB paru menolak untuk dilakukan pemeriksaan sputum.

4.2 SARAN
1. Aspek input
Untuk kendala SDM, sebaiknya pihak puskesmas menambah staf
pelaksana program TB paru sehingga pelaksanaan program TB paru
dapat dilakukan semaksimal mungkin.
2. Aspek proses
1. Penyuluhan kesehatan mengenai TB Paru harus lebih sering
dilakukan untuk meningkatkan kunjungan masyarakat ke puskesmas
sehingga angka penemuan kasus bisa dideteksi lebih cepat.
2. Monitoring dan evaluasi pemeriksaan maupun pengobatan TB Paru
harus lebih ketat sehingga penjaringan pasien suspek TB Paru akan
lebih baik.
3. Aspek output
Dari aspek output, melihat dari indikator keberhasilan, angka
capaian penemuan kasus TB baru di antara suspek adalah 40% dari
indikator keberhasilan yang seharusnya adalah 100%, hal ini dapat di
tingkatkan keberhasilanya jika dari aspek input dan prosesnya sudah
berjalan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. 2014. Global tuberculosis Report. Geneva :


World Health Organization.

20
2. World Health Organization. 2010. Multidrug and extensively drug-resistant
TB (M/XDR-TB). Global report on surveillance and response. Geneva:
WHO.
3. Palomino JC, Leão SC, Ritacco V. 2007. Tuberculosis: From basic science to
patient care 1st ed. Argentina. Bouciller Kamps.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2008. Panduan
Pelayanan Medik. Jakarta : Interna Publishing.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011.Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia.
6. PuskesmasWani. 2016. Profil Puskesmas Wani. Donggala: PuskesmasWani.
7. Kementerian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
8. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2016 tentang
Penanggulangantuberkulosis. Jakarta; Menteri Kesehatan Republik Indonesia;
2017.

21

Vous aimerez peut-être aussi