Vous êtes sur la page 1sur 24

KONSEP FARMAKOLOGI SECARA UMUM

KONSEP FARMAKOLOGI SECARA UMUM

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Farmakologi bersaral dari kata pharmacon (obat) dan logos (ilmu pengetahuan).
Farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya
pada system biologis.

Farmakologi Klinik adalah ilmu farmakologi yang mempelajari pengaruh kondisi


klinis pasien terhadap efikasi obat, misalkan kondisi hamil dan menyusui,
neonates dan anak, geriatric, inefisiensi ginjal dan hepar.

B. Rumusan Masalah

Dalam perumusan masalah ini penulis akan merumuskan tentang:

1. apa Pengertian konsep farmakologi ?

2. apa pengertian farmakodinamika ?

3. apa pengertian farmakokinetik ?

4. macam-macam Bentuk Obat dan Tujuan Penggunaannya ?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang konsep dasar
farmakologi secara umum.

D. Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah menggunakan metode
pustaka yaitu penulis menggunakan media pustaka dalam penyusunan makalah ini.

BAB II

KONSEP FARMAKOLOGI SECARA UMUM

I. Farmakologi bersaral dari kata pharmacon (obat) dan logos (ilmu


pengetahuan). Farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan
cara kerjanya pada system biologis.

Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari tentang bagian-bagian tanaman atau


hewan yang dapat digunakan sebagai obat.

Farmasi (English: pharmacy, Latin: pharmacon) adalah bidang profesional


kesehatan yang merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang
mempunyai tanggung-jawab memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat.
Profesional bidang farmasis disebut farmasis atau apoteker.

Farmakologi Klinik adalah ilmu farmakologi yang mempelajari pengaruh kondisi


klinis pasien terhadap efikasi obat, misalkan kondisi hamil dan menyusui,
neonates dan anak, geriatric, inefisiensi ginjal dan hepar.
Farmakologi Terapi atau sering disebut farmakoterapi adalah ilmu yang
mempelajari pemanfaatan obat untuk tujuan terapi.

Toksikologi adalah pemahaman mengenai pengaruh-pengaruh bahan kimia

yang merugikan bagi organisme hidup.

II. Konsep Dasar Farmakodinamika

Farmakodinamika mempelajari efek obat dalam tubuh atau jaringan hidup atau
memelajari pengeruh obat terhadap fisiologi tubuh.

1. Mekanisme Obat

Efek obat terjadi karena interaksi fisiko-kimiawi antara obat atau metabolit
aktif dengan reseptor atau bagian tertentu dalam tubuh. Obat bekerja melalui
mekanisme sbb:

a. Interaksi obat-reseptor

Obat+Reseptor memberikan efek farmakologi, disebut agonis. Contoh: agonis


reseptor kolinergik/muskarinik a.l. carbakol, arecolin, methakolin, pilokarpin.
Obat+Reseptor menghalangi obat lain memberikan efek farmakologi, disebut
antagonis. Contoh: antagonis reseptor kolinergik a.l. atropine, ipatropium,
skopolamin.

b. Interaksi obat-enzim

Contoh: obat penghambat enzim asetil kolin esterase (ACE) sehingga memberikan
efek kolinergik a.l. neostigmin, parathion.

c. Kerja non-spesifik (tanpa ikatan dengan reseptor atau enzim)


Contoh: Na-bikarbonas (merubah pH cairan tubuh), alcohol (denaturasi protein),
norit (mengikat racun atau bakteri)

2. Reseptor Obat

Reseptor dapat berupa protein, asam nukleat, enzim, karbohidrat atau lemak
yang merupakan bagian dari sel, ribosom, atau bagian lain. Semakin banyak obat
yang menduduki reseptor, berbanding lurus dengan kadar obat dalam plasma.
Reseptor yang umumnya dikenal a.l. reseptor kolinergik/muskarinik, reseptor
alfa-adrenergik (alfa-1 & alfa-2), reseptor beta-adrenergik (beta-1 & beta-2).

3. Transmisi Sinyal Obat

Interaksi obat dengan reseptor mengasilkan bisa menghasilkan efek agonis,


agonis parsial, antagonis kompetitif dan antagonis non-kompetitif.

4. Interaksi Obat-Reseptor

Interaksi obat-reseptor sering dianalogikan sebagai GEMBOK-KUNCI. Obat adalah


Kunci, Reseptor adalah Gembok. Kecocokan obat dengan reseptor tertentu
tergantung pada struktur molekulnya.

5. Kerja Obat yang Tidak Diperantarai Reseptor disebut juga Kerja Non Spesifik.

Parameter-parameter Farmakologi.

III. Farmakokinetik

Farmakokinetika merupakan aspek farmakologi yang mencakup nasib obat dalam


tubuh yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya (ADME). Obat
yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umunya mengalami
absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan
menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat diekskresi
dari dalam tubuh. Seluruh proses ini disebut dengan proses farmakokinetika dan
berjalan serentak seperti yang terlihat pada gambar 1.1 dibawah ini.

1). Absorpsi dan Bioavailabilitas

Kedua istilah tersebut tidak sama artinya. Absorpsi, yang merupakan proses
penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan
proses tersebut. Kelengkapan dinyatakan dalam persen dari jumlah obat yang
diberikan. Tetapi secara klinik, yang lebih penting ialah bioavailabilitas.
Istilah ini menyatakan jumlah obat, dalam persen terhadap dosis, yang mencapai
sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif. Ini terjadi karena untuk obat-obat
tertentu, tidak semua yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai
sirkulasi sestemik. Sebagaian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding
ususpada pemberian oral dan/atau di hati pada lintasan pertamanya melalui
organ-organ tersebut. Metabolisme ini disebut metabolisme atau eliminasi
lintas pertama (first pass metabolism or elimination) atau eliminasi
prasistemik. Obat demikian mempunyai bioavailabilitas oral yang tidak begitu
tinggi meskipun absorpsi oralnya mungkin hampir sempurna. Jadi istilah
bioavailabilitas menggambarkan kecepatan dan kelengkapan absorpsi sekaligus
metabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik.Eliminasi lintas pertama
ini dapat dihindari atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral (misalnya
lidokain), sublingual (misalnya nitrogliserin), rektal, atau memberikannya
bersama makanan.

2) Distribusi
Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi
darah. Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan
oleh sifat fisikokimianya. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan
penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah
penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik misalnya jantung, hati,
ginjal, dan otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu
mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas misalnya otot,
visera, kulit, dan jaringan lemak. Distribusi ini baru mencapai keseimbangan
setelah waktu yang lebih lama. Difusi ke ruang interstisial jaringan terjadi
karena celah antarsel endotel kapiler mampu melewatkan semua molekul obat
bebas, kecuali di otak. Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi
membran sel dan terdistribusi ke dalam otak, sedangkan obat yang tidak larut
dalam lemak akan sulit menembus membran sel sehingga distribusinya terbatas
terurama di cairan ekstrasel. Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada
protein plasma, hanya obat bebas yang dapat berdifusi dan mencapai
keseimbangan. Derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan oleh
afinitas obat terhadap protein, kadar obat, dan kadar proteinnya sendiri.
Pengikatan obat oleh protein akan berkurang pada malnutrisi berat karena
adanya defisiensi protein.

3) Biotransformasi / Metabolisme

Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia


obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim. Pada proses ini
molekul obat diubah menjadi lebih polar, artinya lebih mudah larut dalam air
dan kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal.
Selain itu, pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi sangat
berperan dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi, ada obat yang metabolitnya sama
aktif, lebih aktif, atau tidak toksik. Ada obat yang merupakan calon obat
(prodrug) justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini. Metabolit aktif
akan mengalami biotransformasi lebih lanjut dan/atau diekskresi sehingga
kerjanya berakhir.Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat
dibedakan berdasarkan letaknya dalam sel, yakni enzim mikrosom yang terdapat
dalam retikulum endoplasma halus (yang pada isolasi in vitro membentuk
mikrosom), dan enzim non-mikrosom. Kedua macam enzim metabolisme ini terutama
terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel jaringan lain misalnya
ginjal, paru, epitel, saluran cerna, dan plasma.

4) Ekskresi

Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk
metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit
polar diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi
melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting. Ekskresi disini
merupakan resultante dari 3 preoses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi
aktif di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli proksimal dan
distal. Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal
sehingga dosis perlu diturunkan atau intercal pemberian diperpanjang. Bersihan
kreatinin dapat dijadikan patokan dalam menyesuaikan dosisatau interval
pemberian obat. Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata,
air susu, dan rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga
tidak berarti dalam pengakhiran efek obat. Liur dapat digunakan sebagai
pengganti darah untuk menentukan kadar obat tertentu. Rambut pun dapat
digunakan untuk menemukan logam toksik, misalnya arsen, pada kedokteran
forensik.
Macam-macam Bentuk Obat dan Tujuan Penggunaannya

Pulvis (Serbuk)

Merupakan campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan
untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian luar.

Pulveres

Merupakan serbuk yang dibagi dalam bobot yang lebih kurang sama, dibungkus
menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum

Tablet (Compressi)

Merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung
pipih atau sirkuler kedua permukaan rata atau cembung mengandung satu jenis
obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan.

a. Tablet Kempa Æ paling banyak digunakan, ukuran dapat bervariasi, bentuk


serta penandaannya tergantung design cetakan

b. Tablet Cetak Æ dibuat dengan memberikan tekanan rendah pada massa lembab
dalam lubang cetakan.

c. Tablet Trikurat Æ tablet kempa atau cetak bentuk kecil umumnya silindris.
Sudah jarang ditemukan

d. Tablet Hipodermik Æ dibuat dari bahan yang mudah larut ataumelarut sempurna
dalam air. Dulu untuk membuat sediaan injeksi hipodermik, sekarang diberikan
secara oral.

e. Tablet Sublingual Æ dikehendaki efek cepat (tidak lewat hati). Digunakan


dengan meletakkan tablet di bawah lidah.
f. Tablet Bukal Æ digunakan dengan meletakkan di antara pipi dan gusi.

g. Tablet Efervescen Æ tablet larut dalam air. Harus dikemas dalam wadah
tertutup rapat atau kemasan tahan lembab. Pada etiket tertulis “tidak untuk
langsung ditelan”.

h. Tablet Kunyah Æ cara penggunaannya dikunyah. Meninggalkan sisa rasa enak di


rongga mulut, mudah ditelan, tidak meninggalkan rasa pahit, atau tidak enak.

Pilulae (PIL)

Merupakan bentuk sediaan padat bundar dan kecil mengandung bahan obat dan
dimaksudkan untuk pemakaian oral. Saat ini sudah jarang ditemukan karena
tergusur tablet dan kapsul. Masih banyak ditemukan pada seduhan jamu.

Kapsulae (Kapsul)

Merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak
yang dapat larut. Keuntungan/tujuan sediaan kapsul yaitu:

- Menutupi bau dan rasa yang tidak enak

- Menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari

- Lebih enak dipandang

- Dapat untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara fisis (income fisis),
dengan pemisahan antara lain menggunakan kapsul lain yang lebih kecil kemudian
dimasukkan bersama serbuk lain ke dalam kapsul yang lebih besar.

- Mudah ditelan.

Solutiones (Larutan)

Merupakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat
larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara
peracikan atau penggunaannya, tidak dimasukkan dalam golongan produk lainnya
(Ansel). Dapat juga dikatakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat
kimia yang larut, misalnya terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang
sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur. Cara penggunaannya yaitu
larutan oral (diminum) dan larutan topikal (kulit).

Suspensi

Merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut terdispersi
dalam fase cair. Macam suspensi antara lain: suspensi oral(juga termasuk
susu/magma), suspensi topikal (penggunaan pada kulit), suspensi tetes telinga
(telinga bagian luar), suspensi optalmik, suspensi sirup kering.

Emulsi

Merupakan sediaan berupa campuran dari dua fase cairan dalam sistem dispersi,
fase cairan yang satu terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan
lainnya, umumnya distabilkan oleh zat pengemulsi.

Galenik

Merupakan sediaan yang dibuat dari bahan baku yang berasal dari hewan atau
tumbuhan yang disari.

Extractum

Merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat dari simplisia
nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua
atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang ditetapkan.

Infusa
Merupakan sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati
dengan air pada suhu 900 C selama 15 menit.

Immunosera (Imunoserum)

Merupakan sediaan yang mengandung Imunoglobin khas yang diperoleh dari serum
hewan dengan pemurnian. Berkhasiat menetralkan toksin kuman (bisa ular) dan
mengikat kuman/virus/antigen.

Unguenta (Salep)

Merupakan sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit
atau selaput lendir. Dapat juga dikatakan sediaan setengah padat yang mudah
dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau
terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok.

Suppositoria

Merupakan sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan
melalui rektal, vagina atau uretra, umumnya meleleh, melunak atau melarut pada
suhu tubuh. Tujuan pengobatan yaitu:

Penggunaan lokal Æ memudahkan defekasi serta mengobati gatal, iritasi, dan


inflamasi karena hemoroid.

Penggunaan sistemik Æ aminofilin dan teofilin untuk asma, chlorprozamin


untuk anti muntah, chloral hydrat untuk sedatif dan hipnotif, aspirin untuk
analgenik antipiretik.

Guttae (Obat Tetes)

Merupakan sediaan cairan berupa larutan, emulsi, atau suspensi, dimaksudkan


untuk obat dalam atau obat luar, digunakan dengan cara meneteskan menggunakan
penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan
penetes beku yang disebutkan Farmacope Indonesia. Sediaan obat tetes dapat
berupa antara lain: Guttae (obat dalam), Guttae Oris (tets mulut), Guttae
Auriculares (tetes telinga), Guttae Nasales (tetes hidung), Guttae Ophtalmicae
(tetes mata).

Injectiones (Injeksi)

Merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit
atau selaput lendir. Tujuannya yaitu kerja obat cepat serta dapat diberikan
pada pasien yang tidak dapat menerima pengobatan melalui mulut.
BAB III

KESIMPULAN

Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari tentang bagian-bagian tanaman atau


hewan yang dapat digunakan sebagai obat.

Farmakodinamika mempelajari efek obat dalam tubuh atau jaringan hidup atau
memelajari pengeruh obat terhadap fisiologi tubuh.

Jadi, macam – macam jenis farmakologi.

DAFTAR PUSTAKA

Admin. (2009). Sariawan Bayi. (http//febryan.com/?p=38) diakses 22 Mei 2010

Pukul 17.30 WIB

Anurogo, Dito. (2008). Tips Praktis mengatasi Sariawan.


(http://www.pewartakabarindonesia.blogspot.com) di akses 21 juni 2010

Pukul 12.00 WIB

Effendi, Nasrul. (1998). Dasar-dasar Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC

Home » FARMAKOLOGI » Konsep Dasar Farmakologi dalam Keperawatan


FARMAKOLOGI

Konsep Dasar Farmakologi dalam


Keperawatan

Pengertian
1. Pengertian Farmakologi
Farmakologi berasal dari kata pharmacon (obat) dan logos (ilmu pengetahuan). Farmakologi
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada system biologis.
Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari tentang bagian-bagian tanaman atau hewan yang
dapat digunakan sebagai obat.
Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari efek-efek dari senyawa kimia pada jaringan hidup.
(Joyce L. Kee, Evelyn R. Hayes, 1996)
Menurut Kamus Kesehatan, Farmakologi adalah studi obat-obatan dalam semua aspek mereka.
Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari bagaimana suatu bahan kimia/obat berinteraksi
dengan sistem biologis, khususnya mempelajari aksi obat di dalam tubuh. (Ekawati, Zullies.
2014)
Farmakologi adalah Ilmu yang mempelajari interaksi antara obat dengan konstituen tubuh hingga
timbul suatu efek terapi. (Dewi, Rani. 2013)

2. Pengertian Farmasi
Farmasi (English: pharmacy, Latin: pharmacon) adalah bidang profesional kesehatan yang
merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang mempunyai tanggung-jawab
memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Profesional bidang farmasis disebut
farmasis atau apoteker.
Farmasi juga biasa diartikan seni atau praktek penyiapan, pengawetan, peracikan, dan
penyerahan obat,(webster’ New Collegiate Dictionary. Springfield, MA, G, & C. Merriam
Co, 1987).

3. Farmakologi Klinik
Farmakologi Klinik adalah ilmu farmakologi yang mempelajari pengaruh kondisi klinis pasien
terhadap efikasi obat, misalkan kondisi hamil dan menyusui, neonates dan anak, geriatric,
inefisiensi ginjal dan hepar.
Menurut Wikipedia, Farmakologi klinis adalah cabang dari farmakologi yang berhubungan
dengan ilmu kedokteran klinis. Ilmu ini mempelahari efek-efek dari obat-obatan pada
sukarelawan sehat dan pasien. Pada akhirnya, hasil dan efek samping dari ibat-obatan dapat
diketahui dan dibandingkan.
Pengertian farmakologi klinik oleh WHO (1970) didefinisikan sebagai "penelitian secara ilmiah
obat pada manusia" (scientific study of drugs in man). Definisi ini tidak lepas dari konteks waktu
pada saat awal perkembangan farmakologi klinik dimana penelitian secara ilmiah obat pada
manusia merupakan prioritas kegiatan atau kebutuhan dalam bidang kedokteran. Dengan
berkembangnya disiplin ini maka kemudian ruang lingkupnya juga bergeser ke arah pelayanan
kepada pasien.
Kelompok kerja Farmakologi Klinik WHO-Eropa (1988) kemudian mendefinisikan farmakologi
klinik lebih luas lagi yakni: "Disiplin dalam bidang kedokteran yang berdasarkan prinsip-prinsip
ilmiah menyatukan keahlian farmakologi dan keahlian klinik dengan tujuan akhir untuk
meningkatkan manfaat dan keamanan pemakaian klinik obat". Dengan demikian sebenarnya
tujuan akhir dari disiplin farmakologi klinik adalah "pemakaian klinik obat yang efektif, aman
dan rasional pada pasien".
Secara ringkas dalam hal terapi obat, farmakologi klinik mempelajari dan mengembangkan cara-
cara evaluasi untuk memilih obat yang memberikan efek pengobatan paling efektif dengan efek
samping yang minimal pada pasien. Terapi obat (farmakoterapi) adalah intervensi pengobatan
dengan memakai obat, dan merupakan intervensi penanganan penderita yang penting pada
berbagai jenis kondisi penyakit. Peran sentral dari terapi obat (farmakoterapi) pada berbagai
keahlian di klinik merupakan salah satu alasan mengapa farmakologi klinik dikembangkan
sebagai disiplin ilmu tersendiri.
Terdapat perbedaan antara farmakologi dan farmakologi klinik. Farmakologi adalah ilmu yang
mempelajari interaksi antara obat dengan sistem biologik, yakni mencakup farmakodinamika dan
farmakokinetika. Secara ringkas farmakologi mempelajari sifat-sifat obat, efek obat, mekanisme
terjadinya efek dan nasib obat dalam tubuh. Sedangkan farmakologi klinik adalah penerapan
ilmu farmakologi dalam klinik yakni bagaimana mempelajari efek obat dan nasib obat pada
sistem biologik manusia dan bagaimana memakai obat-obat tersebut dengan prinsip-prinsip
ilmiah dalam klinik untuk pencegahan dan pengobatan penyakit.

4. Pengertian Toksikologi
Toksikologi adalah pemahaman mengenai pengaruh-pengaruh bahan kimia yang merugikan bagi
organisme hidup.
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari keracunan zat kimia termasuk obat, zat yang
digunakan dalam rumah tangga, industri, maupun lingkungan hidup lain. Dalam cabang ini juga
dipelajari cara pencegahan, pengenalan dan penanggulangan kasus-kasus keracunan. (Hengky,
2011)

5. Pengertian Obat
Obat merupakan sedian atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi
atau menyelidiki sistim fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Kebijakan Obat
Nasional, 2005).
Obat adalah zat kimia yang mempengaruhi proses kehidupan (Benet,1991). Obat adalah
substansi yang digunakan untuk merubah atau menyelidiki sistem fisiologi atau patologi untuk
keuntungan si penerimanya (WHO,1966).
Definisi menurut Ansel (1985), obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi
rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan.
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.193/Kab/B.VII/71, dikatakann bahwa obat adalah
suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan
diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala
penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk
memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia.
Menurut Batubara (2008), obat adalah zat kimia yang dapat mempengaruhi jaringan biologi.
Dalam WHO, obat didefinisikan sebagai zat yang dapat mempengaruhi aktivitas fisik atau psikis.
Dalam pengertian umum, obat adalah suatu substansi yang melalui efek kimianya membawa
perubahan dalam fungsi biologik (Katzung, 2007).

Pemberian Nama Obat


Penamaan Obat
1. Nama Kimia

 Tata Nama kimia bahan obat merujuk pada IUPAC (International Union of Pure and
Applied Chemistry)
 Acetaminofen atau parasetamol memiliki nama kimia 4’ hydroxyacetanilide(HO-fenil-
NHCOCH3)
 Amfetamin mempunyai nama kimia dl-a methylphenethylamine (fenil-CH2-
CH(NH2)CH3)
 Tetrasiklin mempunyai nama kimia yang panjang 4-(dimethylamino)-1,4, 4a, 5, 5a, 6, 11,
12a-octa hidro-3, 6, 10, 12, 12a- pentahydroxy-6-methyl-1, 11- dioxo-2
naphtacenecarboxamide monohydro chlorida

2. Nama Generik

 Karena pajang dan sulitnya nama kimia, maka untuk keperluan komunikasi setiap
senyawa diberi nama yang bukan nama kepemilikan (nonpropietary) yang sifatnya trivial
yang dapat diterima secara universal
 Nama generik diberikan oleh WHO’s International Nonpropietary Names (INN) for
Pharmaceutical Subtances
 Sebelum dibahas di INN, calon nama generik tersebut dibahas di badan nasional masing-
masing negara untuk disetujui terlebih dahulu

BAN : British Approved Names


USAN : United State Approved Names
JAN : Japanese Accepted Names, dll

 Penulisan nama generik dengan huruf kecil kecuali di awal kalimat


 Contoh : asetaminofen, tetrasiklin, asetosal

3. Nomor Kode

 Sebelum diberi nama generik para pembuat obat biasanya memberi nomor sebagai kode
pada senyawa yang kelak akan menjadi obat, yang dasar pemberiannya sangat tergantung
kepada si pembuat atau pabrik pembuat
 Contoh: Ehrlich 606 untuk nama generik arsphenamin, 8823RP atau Bayer 5630 untuk
nama generik metronidazole

4. Nama Kepemilikan, Nama Dagang (Trade Name), Nama Terdaftar (Registered Name), Dan
Nama Paten

 Nama yang khusus dimiliki oleh orang, institusi, pabrik, terdaftar atau dipatenkan,
sehingga orang atau pabrik lain tidak diperbolehkan menggunakan nama tersebut
 Penulisannya dimulai dengan huruf besar dan diakhiri dengan simbol R dalam lingkaran
pada ujung atas nama tersebut.
 Contoh: Valium® (Roche), Valisanbe® (Sanbe), Keduanya mengandung diazepam
(nama generik), Bodrex, Panadol, Sanmol, Ottopan, Pamol (mengandung parasetamol)

5. Sinonim

 Beberapa nama resmi (yaitu menjadi judul monografi pada farmakope) mempunyai lebih
dari 1 nama yang merupakan sinonim dari nama obat tersebut.
 Pada Farmakope Indonesia edisi IV terdapat contoh: Asetaminofen : Parasetamol,
Phenobarbital : Luminal, Phytomenadium : Vitamin K, Sulfadimidin : Sulfametazin,
Ergocalciferolum : Vitamin D, dsb
Bahan Pembuatan Obat

Daya Kerja Obat


1. Farmakodinamik
Farmakodinamika mempelajari efek obat dalam tubuh atau jaringan hidup atau memelajari
pengeruh obat terhadap fisiologi tubuh.
a. Mekanisme Obat
Efek obat terjadi karena interaksi fisiko-kimiawi antara obat atau metabolit aktif dengan reseptor
atau bagian tertentu dalam tubuh. Obat bekerja melalui mekanisme sebagai berikut:

 Interaksi obat-reseptor : Obat+Reseptor memberikan efek farmakologi, disebut agonis.


Contoh: agonis reseptor kolinergik/muskarinik a.l. carbakol, arecolin, methakolin,
pilokarpin. Obat+Reseptor menghalangi obat lain memberikan efek farmakologi, disebut
antagonis. Contoh: antagonis reseptor kolinergik a.l. atropine, ipatropium, skopolamin.
 Interaksi obat-enzim, Contoh: obat penghambat enzim asetil kolin esterase (ACE)
sehingga memberikan efek kolinergik a.l. neostigmin, parathion.
 Kerja non-spesifik (tanpa ikatan dengan reseptor atau enzim), Contoh: Na-bikarbonas
(merubah pH cairan tubuh), alcohol (denaturasi protein), norit (mengikat racun atau
bakteri)

b. Reseptor Obat
Reseptor dapat berupa protein, asam nukleat, enzim, karbohidrat atau lemak yang merupakan
bagian dari sel, ribosom, atau bagian lain. Semakin banyak obat yang menduduki reseptor,
berbanding lurus dengan kadar obat dalam plasma. Reseptor yang umumnya dikenal a.l. reseptor
kolinergik/muskarinik, reseptor alfa-adrenergik (alfa-1 & alfa-2), reseptor beta-adrenergik (beta-
1 & beta-2).
c. Transmisi Sinyal Obat
Interaksi obat dengan reseptor mengasilkan bisa menghasilkan efek agonis, agonis parsial,
antagonis kompetitif dan antagonis non-kompetitif.
d. Interaksi Obat-Reseptor
Interaksi obat-reseptor sering dianalogikan sebagai Gembok-Kunci. Obat adalah Kunci, Reseptor
adalah Gembok. Kecocokan obat dengan reseptor tertentu tergantung pada struktur molekulnya.
e. Kerja Obat yang Tidak Diperantarai Reseptor disebut juga Kerja Non Spesifik.

2. Farmakokinetik
Farmakokinetika merupakan aspek farmakologi yang mencakup nasib obat dalam tubuh yaitu
absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya (ADME). Obat yang masuk ke dalam tubuh
melalui berbagai cara pemberian umunya mengalami absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk
sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi,
obat diekskresi dari dalam tubuh.
a. Absorpsi dan Bioavailabilitas
Absorpsi, yang merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut
kelengkapan dan kecepatan proses tersebut. Kelengkapan dinyatakan dalam persen dari jumlah
obat yang diberikan. Tetapi secara klinik, yang lebih penting ialah bioavailabilitas. Istilah ini
menyatakan jumlah obat, dalam persen terhadap dosis, yang mencapai sirkulasi sistemik dalam
bentuk utuh/aktif. Ini terjadi karena untuk obat-obat tertentu, tidak semua yang diabsorpsi dari
tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sestemik. Sebagaian akan dimetabolisme oleh enzim
di dinding ususpada pemberian oral dan/atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ-
organ tersebut. Metabolisme ini disebut metabolisme atau eliminasi lintas pertama (first pass
metabolism or elimination) atau eliminasi prasistemik. Obat demikian mempunyai
bioavailabilitas oral yang tidak begitu tinggi meskipun absorpsi oralnya mungkin hampir
sempurna. Jadi istilah bioavailabilitas menggambarkan kecepatan dan kelengkapan absorpsi
sekaligus metabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik.Eliminasi lintas pertama ini
dapat dihindari atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral (misalnya lidokain), sublingual
(misalnya nitrogliserin), rektal, atau memberikannya bersama makanan.
b. Distribusi
Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Selain
tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi
obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi fase pertama
terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik misalnya jantung,
hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan
yang perfusinya tidak sebaik organ di atas misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak.
Distribusi ini baru mencapai keseimbangan setelah waktu yang lebih lama. Difusi ke ruang
interstisial jaringan terjadi karena celah antarsel endotel kapiler mampu melewatkan semua
molekul obat bebas, kecuali di otak. Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi
membran sel dan terdistribusi ke dalam otak, sedangkan obat yang tidak larut dalam lemak akan
sulit menembus membran sel sehingga distribusinya terbatas terurama di cairan ekstrasel.
Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma, hanya obat bebas yang dapat
berdifusi dan mencapai keseimbangan. Derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan
oleh afinitas obat terhadap protein, kadar obat, dan kadar proteinnya sendiri. Pengikatan obat
oleh protein akan berkurang pada malnutrisi berat karena adanya defisiensi protein.
c. Biotransformasi / Metabolisme
Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi
dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar,
artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah
diekskresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga
biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi, ada obat yang
metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau tidak toksik. Ada obat yang merupakan calon obat
(prodrug) justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini. Metabolit aktif akan mengalami
biotransformasi lebih lanjut dan/atau diekskresi sehingga kerjanya berakhir.Enzim yang berperan
dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya dalam sel, yakni enzim
mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus (yang pada isolasi in vitro
membentuk mikrosom), dan enzim non-mikrosom. Kedua macam enzim metabolisme ini
terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel jaringan lain misalnya ginjal, paru,
epitel, saluran cerna, dan plasma.
d. Ekskresi
Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil
biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar diekskresi lebih cepat
daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi
yang terpenting. Ekskresi disini merupakan resultante dari 3 preoses, yakni filtrasi di glomerulus,
sekresi aktif di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal. Ekskresi
obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal sehingga dosis perlu diturunkan atau
intercal pemberian diperpanjang. Bersihan kreatinin dapat dijadikan patokan dalam
menyesuaikan dosisatau interval pemberian obat. Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat,
liur, air mata, air susu, dan rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak
berarti dalam pengakhiran efek obat. Liur dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk
menentukan kadar obat tertentu. Rambut pun dapat digunakan untuk menemukan logam toksik,
misalnya arsen, pada kedokteran forensik.

Daftar Pustaka
Apt, Paul. 2014. DASAR-DASAR ILMU FARMASI :: Ilmu Farmasi Dan Perkembangannya.
http://paullamanifak.blogspot.com/2014/02/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html diakses
tanggal 23 Maret 2015
Dewi, Rani. 2013. Farmakologi. http://www.slideshare.net/raneedp/farmakologi-26717082
diakses tanggal 23 Maret 2015
Ekawati, Zullies. 2014. My Books. https://zulliesikawati.wordpress.com/my-books/ diakses
tanggal 23 Maret 2015
Fauzi. 2013. Penggolongan Obat. http://ilmu-kefarmasian.blogspot.com/2013/03/penggolongan-
obat-lengkap.html diakses tanggal 23 Maret 2015
Hengky, Bue. 2011. Makalah Farmakologi. http://akper143.blogspot.com/2011/08/makalah-
farmakologi.html diakses tanggal 23 Maret 2015
Joyce L. Kee, Evelyn R. Hayes. 1996. Farmakologi. Jakarta: EGC.
Kamus Kesehatan. Farmakologi. http://kamuskesehatan.com/arti/farmakologi/ diakses tanggal 23
Maret 2015
Liem, Sulasri. 2012. Konsep Farmakologi Secara Umum.
http://sulastriliem.blogspot.com/2012/09/konsep-farmakologi-secara-umum_7.html diakses
tanggal 23 Maret 2015
Maricella, A. 2011. Obat.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25624/4/Chapter%20II.pdf diakses tanggal 20
Maret 2015
Pasereng, Reinoldy. 2012. Konsep Dasar Farmakologi.
https://www.scribd.com/doc/89207549/Konsep-Dasar-Farmakologi diakses tanggal 23 Maret
2015
Sitindaon, H. S. 2011. Obat.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27518/4/Chapter%20II.pdf diakses tanggal 20
Maret 2015
Wikipedia. Farmakologi klinis. http://id.wikipedia.org/wiki/Farmakologi_klinis diakses tanggal
23 Maret 2015
Putra, A.A. Ngurah. 2012. Penamaan Obat.

Sumber Dari: http://www.ilmukeperawatan.info/2016/04/konsep-dasar-farmakologi-


dalam.html#ixzz4Xb6NsMIa
Farmakologi Keperawatan

FARMAKOLOGI KEPERAWATAN

Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari semua aspek tentang obat terutama tentang respon
tubuh terhadap obat yang meliputi aspek Farmasetika, Farmakokinetika, Farmakodinamika.
Dalam Farmakologi ada beberapa ilmu yang terkait didalamnya meliputi Farmakodinamika,
Farmakokinetika, Farmakoterapi, Farmakognosi, Toksikologi dan Farmasetik. Namun dalam
dunia keperawatan hanya beberapa yang terkait didalamnya yang perlu diketahui yaitu
Farmakodinamik, Farmakokinetik dan Farmakoterapi.
Pengertian obat itu sendiri adalah suatu bahan yang digunakan untuk diagnosis, mengobati,
meringankan, mencegah penyakit pada manusia maupun hewan. Obat berfungsi sebagai agen
Farmakodinamika dimana obat yang dapat menekan atau merangsang baik unsur fisiologik
sehingga menyebabkan menghilangkan penyakit atau sembuh, dan sebagai agen Kemoterapi
dimana obat yang secara khusus digunakan untuk menghambat atau menghancurkan sel – sel
yang tidak normal seperti Kanker, Sel Parasit, Mikroba yang dapat menyebabkan penyakit.
Pemberian obat adalah tindakan memasukkan obat atau memberikan obat kedalam tubuh
pasien dengan berbagai macam cara, secara oral injeksi maupun oles. Pengajaran Farmakologi
ini bertujuan agar mampu menjelaskan mengenai pemberian obat yang benar, perhitungan
dosis obat serta aksi terapeutik berbagai golongan obat, efek samping dan bahaya salah
penggunaan dan penyalahgunaan obat serta pengkajian keperawatan dibidang obat.
Obat memiliki 4 faktor yang akan dilalui meliputi faktor Farmasetik merupakan proses
masuknya obat dalam tubuh, faktor Farmakokintetik merupakan proses perjalanan obat dalam
tubuh, faktor Farmakodinamik merupakan proses tentang efek dari kerja obat baik fisiologis
maupun biokimia, yang terakhir yaitu faktor farmakoterapi proses dalam pemberian obat
sesuai dengan aturan dan dosis yang ada.
PENGENALAN MENGENAI OBAT
a. Macam – macam bentuk obat
Ada beberapa macam bentuk obat yang ada dalam dunia kesehatan meliputi :

 Bentuk Liquid ( cairan ) misalnya sirup


 Bentuk Suspensi

 Bentuk Powder misalnya puyer

 Bentuk Pill misalnya kapsul, tablet, dll

b. Macam – macam jalan masuknya obat.

 Melalui oral : pemberian obat yang dilakukan dengan memasukkan obat kedalam
mulut pasien maupun dilakukan sendiri oleh pasien, misalnya : syrup, tablet,
Kaplet, kapsul, tetes puyer.

 Sublingual : memasukkan obat dengan meletakkannya pada bawah lidah pasien.


Biasanya obat seperti ini dilakukan pada pasien yang mengalami penyakit jantung,
diletakkan dibawah lidah dengan maksud agar obat cepat terabsorbsi didalam
darah sebab dibah lidah merupakan tempat yang memiliki banyak kapiler –
kepiler darah.

 Parenteral : pemberian obat yang dilakukan dengan pemberian suntikan baik itu
Intra Muscular ( pada otot ), Intra Vena ( pada pembuluh darah ), dan Intra
Cutan ( dibawah Kulit ).

 Topikal : pemberian obat yang dilakukan dengan mengoleskan pada bagian


permukaan kulit misalnya pada salep yang dioleskan pada permukaan kulit,
dengan tujuan agar salep dapat menembus dinding lapisan kulit namun absorbsi
jenis pemberian obat seperti ini sangat lama.

 Rektal : pemberian obat yang dimasukkan melalui lubang anus dimana jenis obat
seperti ini bereupa suppositoria, biasanya pada pasien yang mengalami gangguan
BAB seperti Konstipasi.

 Inhalasi : pemberian obat berupa Inhalar atau dengan cara menghirup berupa uap,
biasanya pada pasien asma bronchial seperti obat Salbutamol.

 Organ tertentu, seperti mata, hidung, telinga : pemberian obatnya diberikan


dengan cara tetes, dimana meneteskan beberapa tetes kepada organ tertentu
dengan dosis tertentu pula.

“ FARMAKOKINETIK “
Farmakokinetik merupakan penjelasan mengenai perjalanan obat dalam tubuh. Dalam
Farmakokinetik meliputi ADME ( Adsorbsi, Distribusi, Metabolisme, dan Eksresi ).
1. Adsorbsi merupakan proses berpindahnya molekul obat dari ilium ke pembuluh darah,
sebab ilium terdapat pembuluh darah yang paling banyak. Biasanya adsorbsi disebut pula
sebagai proses penyerapan obat. Cara berpindah obat terdiri dari dua macam yaitu adsorbsi
aktif dan pasif. Proses pasif menggunakan proses difusi tanpa memerlukan energi namun aktif
membutuhkan carier pembawa biasanya menggunakan protein dan enzim dengan melawan
gradient konsentrasi menggunakan sistem berpindah dari konsentrasiu rendah ke tinggi.

Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi Adsorbsi :

a. Lemak : terdapat beberapa macam obat, ada obat yang dapat larut dalam lemak
namun ada pula yang tidak dapat larut dalam lemak. Pada obat yang larut dalam
lemak akan mudah teradsorbsi dibandingkan yang tidak, yang tidak akan
membutuhkan carrier agar dapat diadsorbsi oleh tubuh.

b. Aliran Darah : jika aliran darah tubuh baik maka proses adsorbsi akan baik pula,
namun sebaliknya jika aliran darah mengalami hambatan maka proses adsorbsi
akan mengalami gangguan.

c. Rasa nyeri : nyeri dapat menghambat proses adsorbsi sebab jika terdapat nyeri
maka proses kerja pinositosis akan terhambat. Dimana pinositosis berperan dalam
proses adsorbsi obat dalam tubuh.

d. Stress : stress akan mempengaruhi otak dalam melekukan perintah adsorbssi obat.

e. Kelaparan : dalam kondisi lapar usus tidak dapat melakukan proses peristaltik
sehingga proses adsorbsi akan tidak berlangsung.

f. Makanan dalam usus : jika dalam suatu volume usus mengalami keadaan yang
berlebihan maka proses perpindahan obat untuk diabsrobsi akan terhambat.

g. pH : keasaman dalam usus akan mempengaruhi absorbsi obat, jika terlalu asam
maka obat akan hancur.

2. Distribusi merupakan proses yang dialami obat setelah masuk kedalam cairan tubuh pada
pembuluh darah. Perjalanan obatnya obat masuk dalam pembuluh darah kemudian terikat
dengan protein secara in aktif ( tdk bekerja ), kemudian masuk dalam jaringan tubuh dan
adapula obat yang bebas, didalam plasma kebanyakan obat yang terikat dengan protein, jika
makin rendah kadar yang bebas maka ikatan dengan protein akan makin rendah. Jika terdapat
abses, eksudat, kelenjar dan tumor akan menggagu proses distribusi obat sebab dapat merusak
butiran – butiran darah menjadi abses.

3. Metabolisme merupakan proses menghancurkan obat yang terjadi didalam hati, hati ini
berperan dalam menghancurkan obat jika obat telah menyelesaikan fungsinya. Metabolisme
ini dilakukan dengan cara inaktif oleh enzim – enzim hati kemudian di ekskresikan. Proses
pengeluarannya dipengaruhi oleh disfungsi hati seperti serosis, hepatitis.
4. Eliminasi merupakan proses sekresi obat dalam tubuh menuju keluar tubuh yang
diperankan oleh ginjal, dimana ginjal mensekresi molekul obat yang mampu larut dalam air.
Dalam metabolisme bahan – bahan obat yang telah dihancurkan akan dilarutkan dalam air
kemudian dikirim ke ginjal untuk disekresi keluar tubuh melalui alat – alat perkemihan.
Sekresi atau pengeluaran obat ini tidak hanya berupa urine tetapi dapat pula keluar memlaui
keringat,feses ( jika molekul obsat tidak dapat larut dalam air, maka akan dikirim ke usus
untuk disekresi ), paru – paru melalui pengeluaran karbondioksida, saliva, dan asi bagi ibu
yang menyusui, oleh karena itu ibu yang menyusui dilarang meminum obat yang dapat
memberikan efek samping pada bayinya sebab molekul bahan obat dapat keluar melalui ASI.

“FARMAKODINAMIKA”
Mempelajari mengenai efek dari kerja obat, baik fisiologis maupun biokimia. Proses kerja obat
jika berada dalam jaringan dibahas dalam fase farmakodinamika. Obat jika masuk
dalam tubuh akan memberikan efek dimana berupa respon yang timbul dalam dua hal yaitu
efek fisiologis primer merupakan efek yang ditimbulkan sesuai dengan tujuan, dan efek
sekunder merupakan efek yang timbul sebagai efek samping obat yang dikonsumsi. Pada fase
farmakodinamika berhubungan dengan 3 hal yaitu mula kerja obat, puncak kerja obat, dan
lama kerja obat. Mula kerja obat adalah ketika obat memasuki plasma sel dan berakhir pada
saat mencapai konsentrasi minimum ( MEC = minimum efek konsentrasi ). Puncak kerja obat
adalah ketika mencapai konsentrasi tinggi dalam darah, puncak kerja obat dilihat dari dosis
yang masuk dan yang diabsorbsi oleh sel. Lama kerja obat adalah lamanya obat memiliki efek
farmakologis dengan satuan waktunya jam.

Faktor – faktor yang mempengaruhi proses farmakodinamika :

 Teori reseptor

Dalam mebran sel terdapat reseptor yang berupa protein yang berfungsi untuk biokimia tubuh
dan mengikat obat. Reseptor adalah struktur protein pada membran sel yang mengikat obat,
dimana obat dibentuk dalam berupa hormon agar reseptor dapat mengikat obat. Reseptor akan
mengikat obat jika reseptor tersebut memiliki kecocokan dengan obat, jika obat dan reseptor
tidak cocok maka tidak akan terjadi pengikatan, hal ini yang menyebabkan terkadang obat
tidak bekerja. Jika obat dan reseptor saling terikat akan menghasilkan efek meliputi : efek
agonis atau menghasilkan dan memulai reseptor dan antagonis atau mencegah / menghambat
respon.

Vous aimerez peut-être aussi