Vous êtes sur la page 1sur 40

LAPORAN KASUS

“Seorang Wanita usia 58 tahun dengan keluhan sesak nafas”

Diajukan untuk memenuhi laporan kasus untuk syarat dalam menempuh Program
Pendidikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi

di RSU PKU Muhammadiyah Delanggu

Disusun oleh :

Ransidelenta Vistaprila Elmarda H2A013037P

Pembimbing :

dr. Rofi Siswanto, Sp.Rad, M.Sc

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Perubahan pola hidup menyebabkan pola penyakit berubah, dari


penyakitinfeksi dan penyakit rawan gizi ke penyakit-penyakit degeneratif kronik
seperti penyakit jantung dan pembuluh darah yang paling tinggi prevalensinya dal
ammasyarakat umum dan berperan besar terhadap mortalitas dan
morbiditas.Penyakit jantung dan pembuluh darah diperkirakan akan menjadi
penyebab utamakematian secara menyeluruh dalam waktu lima belas tahun
mendatang, meliputiAmerika, Eropa, dan sebagian besar Asia. Hal tersebut
dimungkinkan denganadanya peningkatan prevalensi penyakit kardiovaskuler
secara cepat di negara-negara berkembang dan Eropa Timur.
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai
pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.Gag
al jantung menjadi penyakit yang terus meningkat kejadiannya terutama
padalansia. Gagal jantung kongestif (Congestive Heart Failure) adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Risiko CHF
akanmeningkat pada lansia karena penurunan fungsi ventrikel akibat penuaan.
CHF inidapat menjadi kronik apabila disertai dengan penyakit-penyakit lain
sepertihipertensi, penyakit jantung katup, kardiomiopati, penyakit jantung
koroner, dan lain-lain.
Masalah kesehatan dengan gangguan system kardiovaskuler termasuk
didalammya Congestive heart Failure (CHF) masih menduduki peringkat
yangtinggi, menurut data WHO dilaporkan bahwa sekitar 3000 penduduk
Amerika menderita CHF. American Heart Association (AHA) tahun 2004
melaporkan 5,2 juta penduduk Amerika menderita gagal jantung, asuransi
kesehatan Medicare USA paling banyak mengeluarkan biaya untuk diagnois dan
pengobatan gagal jantung dan diperkirakan lebih dari 15 juta kasus baru gagal
jantung setiap tahunnya diseluruh dunia. Walaupun angka yang pasti belum ada
untuk seluruh Indonesia, tetapi dengan bertambah majunya fasilitas kesehatan dan
pengobatan dapat diperkirakan jumlah penderita gagal jantung akan bertambah
pertahunnya.
Dari radiologi sendiri, foto thorax merupakan elemen penting yang
harusdipertimbangkan untuk dilakukan. Foto thorax atau sering disebut chest x-
ray (CXR) adalah suatu proyeksi radiografi dari thorax untuk mendagnosis
kondisi-kondisi yang mempengaruhi thorax, isi dan struktur-struktur di dekatnya.
Foto thorax menggunakan radiasi terionisasi dalam bentuk x-ray. Dosis radiasi
yangdigunakan pada orang dewasa unuk membentuk radiografer adalah sekitar
0,06 mSv. Foto thorax digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang
melibatkandinding thorax, tulang thorax dan struktur yang berada di dalam
kavitas thoraxtermasuk paru-paru, jantung, dan saluran-saluran yang besar.
Gagal jantung dan pneumonia sering terdiagnosis oleh foto thorax. CXR
sering digunakan untuk skrining penyakit paru yang terkait dengan pekerjaan
diindustri-industri seperti pertambangan dimana para pekerja terpapar oleh
debu.Secara umum kegunaan foto thorax adalah:
- Untuk melihat abnormalitas congenital (jantung, vaskuler)
- Untuk melihat adanya trauma (pneumothorax, hematothorax)
- Untuk melihat adanya infeksi (umumnya TB)
- Untuk memeriksa keadaan jantung
- Untuk memeriksa keadaan paru-paru
Pada beberapa kondisi, CXR baik untuk skrining tetapi buruk untuk
diagnosis. Pada saat adanya dugaan kelainan berdasarkan CXR, pemeriksaan
imaging thorax tambahan dapat dilakukan untuk mendiagnosis kondisi
secara pasti atau mendapatkan bukti-bukti yang mengarah pada diagnosis yang
diperoleh dari CXR.
Gambaran yang berbeda dari thorax dapat diperoleh dengan merubah
orientasi relatif tubuh dan arah pancaran x-ray. Gambaran yang paling umum
adalah posteroanterior (PA), anteroposterior (AP) dan lateral.
1. Posteroanterior (PA)
Pada PA, sumber x-ray diposisikan sehingga x-ray masuk
melalui posterior dari thorax dan keluar dari anterior dimana x-
ray tersebutterdeteksi.
2. Anteroposterior
Pada AP posisi sumber x-ray dan detector berkebalikan denganPA.
AP chest x-ray lebih sulit diintrepetasikan dibanding dengan PAdan oleh
karena itu hanya dipakai jika pasien tidak dapat bangun daritempat tidur.
3. Lateral
Gambaran lateral didapatkan dengan cara yang sama dengan
PAnamun pada lateral pasien berdiri dengan kedua lengan naik dansisi kiri
dari thorax ditekan ke permukaan datar (flat).
BAB II
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. J
Tanggal lahir : 8 Agustus 1959
Umur : 58 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Pucangan 1/12 Pucangan, Kartasura-Sukoharjo
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Bangsal : Ahmad Dahlan II G
No. RM : 228996
Tanggal Masuk RS : 1 April 2018
Tanggal Pemeriksaan : 3 April 2018

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan di bangsal Ahmad Dahlan IIG, tanggal 3 April
2018 pukul 14.00 WIB secara autoanamnesis.

1. Keluhan Utama : Sesak napas


2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Ny.S datang ke IGD RSU PKU Muhammadiyah Delanggu dengan
keluhan sesak nafas. Sesak nafas dialami oleh pasien sejak 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit dan memberat ± 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Sesak nafas dirasakan oleh pasien tiba-tiba. Sesak dirasakan hilang
timbul dan tidak menentu, namun semakin hari sesak dirasa semakin
bertambah. Sesak nafas paling dirasa terutama saat pasien berjalan ± 50
meter dan tiduran dengan bantal yang rendah. Sesak nafas dirasa
berkurang saat pasien istirahat dan saat pasien berbaring dengan 3 bantal.
Sesak nafas yang dirasakan sampai mengganggu tidur. Ditengah tidur
malamnya pasien sering terbangun karena sesak nafas yang dirasakannya.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat keluhan serupa : disangkal
b. Riwayat hipertensi : diakui
c. Riwayat sakit asma : disangkal
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal
e. Riwayat alergi : disangkal
f. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
g. Riwayat DM : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat sakit serupa : disangkal
b. Riwayat hipertensi : diakui
c. Riwayat penyakit jantung : disangkal
d. Riwayat asma : disangkal
e. Riwayat DM : disangkal
f. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
g. Riwayat alergi : disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat merokok : disangkal
b. Riwayat minum alkohol : disangkal
c. Riwayat konsumsi makanan asin : diakui, sering
d. Riwayat konsumsi air putih : diakui, sering
e. Riwayat olahraga : jarang
6. Riwayat sosial ekonomi
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga dengan pendidikan
terakhir SMA. Pasien tinggal bersama suami dan anaknya, biaya
pengobatan ditanggung BPJS non PBI. Kesan: ekonomi cukup.
7. Anamnesis Sistemik:
a. Keluhan utama : Sesak nafas
b. Kepala : Sakit kepala (-), pusing (-), leher kaku (-)
c. Mata : Penglihatan kabur (-), pandangan ganda (-),
pandangan berputar (-), berkunang-kunang
(-).
d. Hidung : Pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-)
e. Telinga : Pendengaran berkurang (-), berdenging (-),
keluar cairan (-), darah (-).
f. Mulut : Sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), gusi
berdarah (-), mulut kering (-).
g. Tenggorokan : Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-).
h. Sistem respirasi : Sesak napas (+), tidur mendengkur (-)
i. Sistem kardiovaskuler : Sesak nafas saat beraktivitas (+), nyeri
dada (-), berdebar-debar (-), keringat dingin
(-)
j. Sistem gastrointestinal: Mual (-), muntah (-), perut mules (-), diare
(-), nyeri ulu hati (-), nafsu makan
menurun (+), BAB warna coklat.
k. Sistem muskuloskeletal: Nyeri otot (-), nyeri sendi (-)
l. Sistem genitourinaria : Sering kencing (-), nyeri saat kencing (-),
disertai darah (-), berpasir (-), kencing
nanah (-), sulit memulai kencing (-),
anyang- anyangan (-), warna seperti teh (-)
m. Ekstremitas:
1) Atas : bengkak (-), Luka (-), gemetar (-), kesemutan (-),sakit
sendi (-), panas (-), berkeringat (-), palmar eritem (-)
2) Bawah: bengkak (-), Luka (-), gemetar (-), jari dingin (-),
kesemutan di kaki (-), sakit sendi (-)
n. Sistem neuropsikiatri : Kejang (-), gelisah (-), kesemutan (-),
mengigau (-), emosi tidak stabil (-)
o. Sistem Integumentum : Kulit kuning (-), pucat (-), gatal (-)
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 3 April 2018 pukul 14.00 di
bangsal Ahmad Dahlan IIG :
a. Keadaan Umum : Tampak lemas
b. Kesadaran : compos mentis, GCS 15
c. Vital sign : TD : 130/90 mmHg
Nadi: 79 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36C (axiller)
d. Status Gizi :
Tinggi badan : 53 kg
Berat badan : 150 cm
e. GDS : 135 mg/dl
f. Risiko jatuh : 35 (Risiko ringan)
g. Skala nyeri :0
h. Kepala : mesocephal, distribusi rambut merata
i. Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor diameter 3mm/3mm, reflek cahaya
direk (+/+), reflek cahaya indirek (+/+)
j. Hidung : deformitas (-),napas cuping hidung(-), sekret (-)
k. Telinga : discharge (-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid
(-/-), gangguan fungsi pendengaran(-/-).
l. Mulut : mukosa kering (-), pernapasan mulut (-),
sianosis (-), lidah kotor (-)
m. Kulit : hipopigmentasi(-), hiperpigmentasi (-)
n. Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), deviasi
trakea (-), penggunaan otot bantu pernafasan
sternocleidomastoideus (-)
o. Thorax
Cor
 Inspeksi : ictus codis tidak nampak
 Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat, pulsus parasternal
(-), pulsus epigastrium (-), thrill (-)
 Perkusi
Batas atas jatung : ICS II linea sternalis sinistra
Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Batas kiri bawah jantung : ICS V linea mid clavicula sinistra 2
cm ke lateral
Batas kanan bawah jantung : ICS V linea sternalis dextra
 Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Kesan : Cardiomegali

Pulmo
Dextra Sinistra
Pulmo Depan

Inspeksi
Bentuk dada Normal Normal
Hemithorax Simetris Simetris
Warna Sama seperti kulit sekitar Sama seperti kulit sekitar
Palpasi
Nyeri tekan (-) (-)
Stem fremitus Mengeras Mengeras
Perkusi Redup Redup

Auskultasi
Suara dasar Vesikuler melemah Vesikuler melemah
Suara tambahan
- Wheezing (-) (-)
- Ronki kasar (-) (-)
- RBH (+) (+)
- Stridor (-) (-)
PulmoBelakang

Inspeksi
Bentuk dada Normal Normal
Hemithorax Simetris Simetris
Warna Sama seperti kulit sekitar Sama seperti kulit sekitar
Palpasi
Nyeri tekan (-) (-)
Stem fremitus Melemah Melemah
Perkusi Redup pada basal paru Sonor

Auskultasi
Suara dasar Vesikuler melemah Vesikuler melemah
Suara tambahan
- Wheezing (-) (-)
- Ronki kasar (-) (-)
- RBH (+) (+)
- Stridor (-) (-)

p. Abdomen
1) Inspeksi : datar, warna sama dengan sekitar, massa (-),
sikatrik (-)
2) Auskultasi : bising usus (+) normal
3) Perkusi : pekak sisi (+), Pekak alih (-)
4) Palpasi : nyeri tekan (-), Hepar dan Lien : dalam batas
normal, undulasi (-), nyeri ketok ginjal (-)
q. Ekstremitas
Superior Inferior

Akral dingin (-/-) (-/-)

Udem (-/-) (-/-)

Sianosis (-/-) (-/-)

Capillary refill <2”/<2” <2”/<2”

Ulkus (-/-) (-/-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah Lengkap (1 April 2018)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Leukosit 10.8 10^3/ul 4.0-12.0

Eritrosit 3.83 L 10^6/ul 4.00-5.00

Hemoglobin 10.4 L g/dl 12.0-16.0

Hematokrit 32.5 L vol% 37.0-43.0

MCV 79.6 u^3 78.6-102.2

MCH 26.1 Pg 25.2-34.7

MCHC 32.8 g/dl 31.3-35.4

Trombosit 209.0 10^3/ul 150 – 400

Granulosit 56.2 % 50.0-80.0

Limfosit 39.5 % 20.5 – 51.1


Monosit 4 % 2– 9

Gol. Darah B

Rhesus faktor +

b. Kimia klinik (1 April 2018)


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Ureum 29 mg/dL 10.0-50.0

Kreatinin 0.47 L mg/dL 0.50-0.90

SGOT 31 U/L 0-40

SGPT 23 U/I 0-40

Kimia klinik (2 April 2018)


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Kalium 30.0 L mmol/L 3.50-5.10

Natrium 145 mmol/L 135-145

Klorida 103 mmol/L 9,5

c. EKG (1 April 2018)

Kesan : sinus takikardi


d. Rontgen thorax posisi AP (2 April 2018)

Deskripsi :
- Corakan vaskuler meningkat
- CTR > 0,5
Kesan :
- Edema pulmo grade 1
- Cardiomegali

E. ASSESSMENT
a) Diagnosis : CHF
b) Faktor resiko : Usia
Hipertensi
c) Komplikasi : Edema pulmo
Efusi pleura
F. INITIAL PLAN
1. Diagnosis kerja : CHF
a. Differential diagnosis : serangan asma pertama kali, edema paru
dan PPOK
2. Terapi :
a. Non farmakoterapi :
i. Kontrol tekanan darah secara rutin
ii. Membatasi konsumsi garam, lemak, dan gula
iii. Melalukan olahraga rutin yang sederhana
iv. Mengurangi stress
b. Farmakoterapi :
i. Injeksi furosemid 1A/12 jam
ii. Isosorbid dinitrat 20 mg 3-4 kali/hari
iii. Captopril 12,5 mg 3 x 1 tab
3. Monitoring :
a. Keadaan umum
b. Tanda-tanda vital
c. Monitoring cairan dan elektrolit
4. Edukasi kepada pasien dan keluarga :
a. Memberitahukan mengenai penyakit pasien, penyebab dari penyakit
pasien, faktor resiko.
b. Memberitahukan mengenai penatalaksanaan dari penyakit pasien baik
itu secara nonfarmako dan farmako serta komplikasi
c. Mengedukasi pasien dan keluarga untuk mengatur pola makan dan
lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
d. Memberitahukan mengenai prognosis dari penyakit pasien
e. Merujuk kepada dokter spesialis penyakit dalam untuk dilakukan
penatalaksanaan lebih lanjut.

G. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : dubia ad malam
2. Quo ad sanam : dubia ad malam
3. Quo ad fungsionam : dubia ad malam
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi Jantung
a. Anatomi Jantung
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang
terletak dirongga dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke
sebelah kiri sternum.Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman
tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram.

Jantung mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri,


ventrikel kanan, dan ventrikel kiri. Atrium adalah ruangan sebelah atas
jantung dan berdinding tipis, sedangkan ventrikel adalah ruangan
sebelah bawah jantung. Dan mempunyai dinding lebih tebal karena
harus memompa darah ke seluruh tubuh.
Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen
dari seluruhtubuh. Atrium kiri berfungsi menerima darah yang kaya
oksigen dari paru-parudan mengalirkan darah tersebut ke paru-paru.
Ventrikel kanan berfungsimenerima darah dari atrium kanan dan
memompakannya ke paru-paru.ventrikelkiri berfungsi untuk
memompakan darah yang kaya oksigen keseluruh tubuh.
Jantung juga terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar yang
merupakanselaput pembungkus disebut epikardium, lapisan tengah
merupakan lapisan intidari jantung terdiri dari otot-otot jantung disebut
miokardium dan lapisan terluaryang terdiri jaringan endotel disebut
endokardium.
b. Siklus jantung
Siklus jantung merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung
selama peredaran darah. Gerakan jantung terdiri dari 2 jenis yaitu
kontraksi (sistolik) dan relaksasi (diastolik). Sistolik merupakan
sepertiga dari siklus jantung. Kontraksi dari ke-2 atrium terjadi secara
serentak yang disebut sistolik atrial dan relaksasinya disebut diastolik
atrial. Lama kontraksi ventrikel ±0,3 detik dan tahap relaksasinya
selama 0,5 detik. Kontraksi kedua atrium pendek, sedangkan kontraksi
ventrikel lebih lama dan lebih kuat. Daya dorong ventrikel kiri harus
lebih kuat karena harus mendorong darah keseluruh tubuh untuk
mempertahankan tekanan darah sistemik. Meskipun ventrikel kanan
juga memompakan darah yangsama tapi tugasnya hanya mengalirkan
darah ke sekitar paru-paru ketikatekanannya lebih rendah.
c. Curah jantung
Curah jantung merupakan volume darah yang di pompa tiap
ventrikel permenit. Pada keadaan normal (fisiologis) jumlah darah yang
dipompakan oleh ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama besarnya. Bila
tidak demikian akan terjadi penimbunan darah ditempat tertentu.
Jumlah darah yang dipompakan pada setiap kali sistolik disebut volume
sekuncup. Dengan demikian curah jantung = volume sekuncup x
frekuensi denyut jantung per menit. Umumnya pada tiap sistolik
ventrikel tidak terjadi pengosongan total ventrikel, hanya sebagian dari
isi ventrikel yang dikeluarkan. Jumlah darah yang tertinggal ini
dinamakan volume residu. Besar curah jantung seseorang tidak selalu
sama, bergantung pada keaktifan tubuhnya. Curah jantung orang
dewasa pada keadaan istirahat lebih kurang 5 liter dan dapat meningkat
atau menurun dalam berbagai keadaan.
d. Denyut Jantung dan Daya pompa Jantung
Pada saat jantung normal dalam keadaan istirahat, maka pengaruh
system parasimpatis dominan dalam mempertahankan kecepatan denyut
jantung sekitar60 hingga 80 denyut per menit. Kecepatan denyut
jantung dalam keadaan sehatdipengaruhi oleh pekerjaan, tekanan darah,
emosi, cara hidup dan umur. Padawaktu banyak pergerakan, kebutuhan
oksigen (O2) meningkat dan pengeluaran karbondioksida (CO2) juga
meningkat sehingga kecepatan jantung bisamencapai150 x/menit
dengan daya pompa 20-25 liter/menit. Pada keadaan normal jumlah
darah yang dipompakan oleh ventrikel kanan dan ventrikel kiri
samasehingga tidak teradi penimbunan. Apabila pengembalian dari
vena tidak seimbang dan ventrikel gagal mengimbanginya dengan daya
pompa jantung makavena-vena dekat jantung jadi membengkak berisi
darah sehingga tekanan dalamvena naik dalam jangkawaktu lama,
bisamenjadi edema.
II. Gagal Jantung
A. Definisi
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung
sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk
metabolisme jaringan. Gangguan fungsi jantung ditinjau dari efek-efeknya
terhadap perubahan 3 penentu utama dari fungsi miokardium
yaitu freeload (beban awal) yaitu derajat peregangan serabut miokardium
pada akhir pengisian ventrikel atau diastolik. Afterload (beban akhir) yaitu
besarnya tegangan dinding ventrikel yang harus dicapai selama sistol
untuk memompa darah. Kontraktilitas miokardium yaitu perubahan
kekuatan kontraksi.
B. Patofisiologi gagal jantung
Bila jantung tidak adekuat dalam memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh,maka jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa yang
mengakibatkan terjadinya gagal jantung. Pada kebanyakan penderita
gagal jantung disfungsi sistolik dan disfungsi diastolik ditemukan
bersama. Pada disfungsi sistolik kekuatan kontraksi ventrikel kiri
terganggu sehingga ejeksi darah berkurang, menyebabkan curah jantung
berkurang. Pada disfungsi diastolikrelaksasi dinding ventrikel terganggu
sehingga pengisian darah berkurang menyebabkan curah jantung
berkurang. Gangguan kemampuan jantung sebagai pompa tergantung pada
bermacam-macam faktor yang saling terkait. Menurunnya kontraktilitas
miokard memegang peran utama pada gagal jantung. Bila terjadigangguan
kontraktilitas miokard atau beban hemodinamik berlebih diberikan
padaventrikel normal, maka jantung akan mengadakan sejumlah
mekanisme untuk meningkatkan kemampuan kerjannya sehingga curah
jantung dan tekanan darahdapat dipertahankan. Adapun mekanisme
kompensasi jantung yaitu :
- Peningkatan Aktivitas Adrenergik Simpatis
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan
membangkitkanrespon simpatis kompensatorik. Meningkatnya
aktivitas adrenergik simpatismerangsang pengeluaran katekolamin
dari saraf-saraf adrenergik jantung danmedula adrenal. Denyut jantung
dan kekuatan kontraksi akan meningkat secaramaksimal untuk
mempertahankan curah jantung. Selain itu terjadi vasokonstriksiarteri
periferuntuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume
darahdengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang rendah
metabolismenya(seperti kulit dan ginjal) agar perfusi ke jantung dan
otak dapat dipertahankan.Jantung akan semakin bergantung pada
katekolamin yang beredar dalam sirkulasiuntuk mempertahankan
kerja ventrikel.
- Aktivasi Rennin-Angiotensin-Aldosteron
AktivasiRennin-Angiotensin-Aldosteron (RAA) bertujuan untuk
mempertahankan tekanan darah, keseimbangan cairan dan elektrolit.
Renin merupakan suatu enzim yang sebagian besar berasal dari
jaringan ginjal. Sekresirennin akan menghasilkan angiotensin II (Ang
II), yang mamiliki 2 efek utamayaitu sebagai vasokonstriktor kuat dan
sebagai perangsang produksi aldosteron dikorteks adrenal. Efek
vasokonstriksi oleh aktivitas simpatis dan Ang II akanmeningkatkan
beban awal (preload) dan beban akhir (afterload) jantung,sedangkan
aldosteron menyebabkan retensi air dan natrium yang akan
menambah peningkatan preload jantung. Tekanan pengisian ventrikel
(preload) yang meningkat akan meningkatkan curah jantung.
- Hipertropi Miokardium dan Dilatasi Ventrikel
Jika ventrikel tidak mampu memompakan darah keseluruh tubuh
makadarah yang tinggal dalam ventrikel kiri akan lebih banyak pada
akhir diastole.Oleh karena itu kekuatan untuk memompa darah pada
denyut berikutnya akanlebih besar. Jantung akan melakukan
kompensasi untuk meningkatkan curah jantung yang berkurang
berupa hipertropi miokardium yaitu pembesaran otot otot jantung
sehingga dapat membuat kontraksi lebih kuat dan dilatasi atau
peningkatan volume ventrikel untuk meningkatkan tekanan dinding
ventrikel.Jikapenyakitjantungberlanjut,maka diperlukan peningkatan
kompensasi untuk menghasilkan energi dalam memompa darah,
hingga pada suatu saat kompensasitidak lagi efektif untuk
menghasilkan kontraksi yang lebih baik dan jantung akan gagal
melakukan fungsinya.
C. Klasifikasi Gagal Jantung
a. Gagal Jantung Berdasarkan Manisfetasi Klinisa.
i. Gagal Jantung Kiri dan Gagal Jantung Kanan
Gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan dapat terjadi secara
tersendirikarena pemompaan ventrikel yang terpisah satu dengan yang
lain. Gagal jantungkiri dapat terjadi akibat disfungsi ventrikel kiri
yang tidak mampu memompakandarah. Peningkatan tekanan atrium
kiri meningkatkan tekanan vena pulmonalissehingga menyebabkan
edema paru yang pada akhirnya dapat mengakibatkansesak napas,
batuk, dan kadang hemoptisis. Gagal jantung kanan terjadi akibat
disfungsi ventrikel kanan yang tidak mampu menangani pengembalian
darah darisirkulasi sistemik dan pada akhirnya dapat mengakibatkan
edema perifer karenadarah terbendung dan kembali ke dalam sirkulasi
sistematis. Gangguan pada salahsatu fungsi ventrikel dapat
menghambat fungsi ventrikel yang lain dimana volumedarah yang
dipompa dari masing-masing ventrikel bergantung pada volume
darahyang diterima oleh ventrikel tersebut.
ii. Gagal Jantung High Output dan Low Autput
Apabila curah jantung normal atau melebihi normal tetapi tidak
mampumemenuhi kebutuhan metabolik tubuh akan darah
teroksigenasi disebut gagal jantung high output. Tanda khas dari gagal
jantung high output adalah mudah lelah dan lemah. Apabila curah
jantung menurun di bawah nilai normal disebutgagal jantung low
output. Tanda khas dari gagal jantung low output adalah edema karena
terjadi aliran balik darah akibat gagal ventrikel.
iii. Gagal Jantung Akut dan Kronik
Gagal jantung akut disebabkan bila pasien secara mendadak
mengalami penurunan curah jantung dengan gambaran klinis dispnea,
takikardia serta cemas, pada kasus yang lebih berat penderita tampak
pucat dan hipotensi. Sedangkan gagal jantung kronik terjadi jika
terdapat kerusakan jantung yang disebabkan oleh iskemia atau infark
miokard, hipertensi, penyakit jantung katup dan kardiomiopati
sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung secara bertahap.
iv. Gagal jantung Forward dan backward
Gagal jantung forward terjadi oleh karena suplai darah tidak cukup
ke aorta.Rasa lelah terutama sewaktu melakukan pekerjaan adalah
gejala yang khas pada gagal jantung forward. Gagal jantung backward
terjadi apabila ventrikel kiri tidak mampu memompakan darah yang
datang dari vena vulmonalis dan atrium kiri sehingga terjadi pengisian
yang berlebihan di paru-paru. Gagal jantung backward biasanya
mangakibatkan edema paru.
b. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kemampuan fungsional
Gagal jantung menurut New York Heart Association (NYHA)
diklasifikasikan menjadi:
1. Kelas I : Penderita gagal jantung yang tidak ada pembatasan
aktivitas fisik.
2. Kelas II : Penderita gagal jantung yang dikategorikan ringan
dengan sedikit batasan aktivitas fisik karena akan timbul gejala
pada saat melakukan aktivitas tetapi nyaman pada saat istrahat.
3. Kelas III : Penderita gagal jantung yang dikategorikan sedang
dengan adanya batasan aktivitas fisik bermakna karena akan timbul
gejala pada saat melakukan aktivitas ringan.
4. Kelas IV : Penderita gagal jantung yang dikategorikan berat
dimana penderita tidak mampu melakukan aktivitas fisik karena
gejala sudah dirasakan pada saat istrahat.
D. Gejala Gagal Jantung
Beberapa gejala atau keluhan yang sering ditemukan pada penderita gagal jantung
adalah:
a. Dispnea : Dispnea atau perasaan sulit bernapas pada saat beraktivitas
merupakan manifestasi gagal jantung yang paling umum. Dispnea
diakibatkan karena terganggunya pertukaran oksigen dan karbondioksida
dalam alveoli serta meningkatnya tahanan aliran udara.
b. Ortopnea : Yaitu kesulitan bernafas apabila berbaring telentang. Ortopnea
disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh
ke jantung dan paru-paru. Penurunan kapasitas vital paru-paru merupakan
suatu faktor penyebab yang penting.
c. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) : Yaitu dispnea yang timbul secara
tiba-tiba pada saat tidur.Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) terjadi
karena akumulasi cairan dalam paru ketika sedang tidur dan merupakan
manifestasi spesifik dari gagal jantung kiri.
d. Batuk : Penderita gagal jantung dapat mengalami keluhan batuk pada
malam hari, yang diakibatkan bendungan pada paru-paru, terutama
pada posisi berbaring. Batuk yang terjadi dapat produktif, tetapi biasanya
keringdan pendek. Hal ini bisa terjadi karena bendungan mukosa bronkial
dan berhubungan dengan adanya peningkatan produksi mukus.
e. Rasa mudah lelah : Penderita gagal jantung akan merasa lelah melakukan
kegiatan yang biasanya tidak membuatnya lelah. Gejala mudah lelah
disebabkan kurangnya perfusi pada otot rangka karena menurunnya curah
jantung. Kurangnya oksigen membuat produksi adenisin tripospat (ATP)
sebagaisumber energi untuk kontaksi otot berkurang. Gejala dapat
diperberat oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sehingga dapat
disertai kegelisahan dan kebingungan.
f. Gangguan pencernaan : Gagal jantung dapat menimbulkan gejala-gejala
berupa gangguan pada pencernaan seperti kehilangan napsu makan
(anoreksia), perut kembung, mual dan nyeri abdomen yang disebabkan oleh
kongesti pada hati dan usus. Gejala ini bisa diperburuk oleh edema organ
intestinal, yang bisa menyertai peningkatan menahun dalam tekanan vena
sistemik.
g. Edema (pembengkakan) : Pada penderita gagal jantung dapat ditemukan
edema, misalnya pada pergelangan kaki. Edema kaki dapat terjadi pada
penderita yang mengalami kegagalan ventrikel kanan. Edema paru timbul
bila cairan yang difiltrasi oleh dinding mikrovaskuler lebih banyak dari
yang bisa dikeluarkan. Akumulasi cairan ini akan berakibat serius pada
fungsi paru oleh karena tidak mungkin terjadi pertukaran gas apabila alveoli
penuh terisi cairan. Dalam keadaan normal di dalam paru terjadi suatu aliran
keluar yang kontinyu dari cairan dan protein dalam pembuluh darah
ke jaringan interstisial dan kembali ke sistem aliran darah melalui saluran
limfe. Pergerakan cairan tersebut memenuhi hukum starling sebagai berikut
(Flick, 2000; Alpert 2002) :
Jv = LpS ( Pc – Pi ) - d (c - I )
Jv = fluid filtration rate ( volume flow ) across themicrovascular barier
Lp = hydraulic conductivity ( permeability)
S = surface area of the barier
Pc = microvascular hydrostatic pressure
Pi = peri microvascular hydrostatic pressure
c = microvascular plasma colloidosmotic /oncotic pressure
i = peri microvascular plasma colloidosmotic /oncotic pressure
d = average osmotic reflection coefficient of thebarier

Mekanisme yang menjaga agar jaringan interstisial tetap kering


adalah :
- Tekanan onkotik plasma lebih tinggi dari tekanan hidrostatik kapiler paru.
- Jaringan konektif dan barier seluler relatif tidak permeabel terhadap
protein plasma.
- Adanya sistem limfatik yang secara ekstensif mengeluarkan cairan dari
jaringaninterstisial.
Pada individu normal tekanan kapiler pulmonal (“wedge”
pressure) adalah sekitar 7 dan 12 mm Hg. Karena tekanan onkotik
plasma berkisar antara 25mmHg, maka tekanan ini akan mendorong cairan
kembali ke dalam kapiler. Tekanan hidrostatik bekerja melewati jaringan
konektif dan barier seluler, yang dalam keadaan normal bersifat relatif
tidak permeabel terhadap protein plasma.Paru mempunyai sistem limfatik
yang secara ekstensif dapat meningkatkan aliran5 atau 6 kali bila terjadi
kelebihan air di dalam jaringan interstisial paru. Edema paru akan terjadi
bila mekanisme normal untuk menjaga paru tetap kering terganggu seperti
tersebut di bawah ini (Flick, 2000; Alpert 2002) :
- Permeabilitas membran yang berubah.
- Tekanan hidrostatik mikrovaskuler yang meningkat.
- Tekanan peri mikrovaskuler yang menurun.
- Tekanan osmotik / onkotik mikrovaskuler yang menurun.
- Tekanan osmotik / onkotik peri mikrovaskuler yang meningkat.
- Gangguan saluran limfe.
E. Faktor Resiko
a. Umur
Umur berpengaruh terhadap kejadian gagal jantung walaupungagal
jantung dapat dialami orang dari berbagai golongan umur tetapisemakin tua
seseorang maka akan semakin besar kemungkinan menderitagagal jantung
karena kekuatan pembuluh darah tidak seelastis saat mudadan juga
timbulnya penyakit jantung yang lain pada usia lanjut yangmerupakan
faktor resiko gagal jantung. Menurut penelitian Siagian diRumah Sakit Haji
Adam Malik (2009) proporsi penderita gagal jantungsemakin meningkat
sesuai dengan bertambahnya usia yaitu 9,6% pada usia ≤ 15tahun, 14,8%
pada usia 16-40 tahun dan 75,6% pada usia > 40 tahun.
b. Jenis kelamin
Pada umumnya laki-laki lebih beresiko terkena gagal jantungdaripada
perempuan. Hal ini disebabkan karena perempuan mempunyaihormon
estrogen yang berpengaruh terhadap bagaimana tubuhmenghadapi lemak
dan kolesterol. Menurut menurut panelitian Wheltondkk di Amerika (2001)
laki-laki memiliki resiko relatif sebesar 1,24 kali(P=0,001) dibandingkan
dengan perempuan untuk terjadinya gagal jantung.
c. Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner dalam Framingham study dikatakan
sebagai penyebab gagal jantung 46% padalaki-laki dan 27% pada wanita.
Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor
yangdapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu
berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL
juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal
jantung. Menurut Whelton dkk di amerika (2001) penyakit jantung koroner
memilikiresiko reatif sebesar 8,11 (P=0,001) untuk terjadinya gagal jantung.
d. Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan tekanan darah
yang tinggi terus-menerus. Ketika tekanan darah terus di atas
140/80, jantung akan semakin kesulitan memompa darah dengan efektif dan
setelah waktu yang lama, risiko berkembangnya penyakit jantung
meningkat. Penurunan berat badan, pembatasan konsumsi garam, dan
pengurangan alkohol dapat membantu memperoleh tekanan darah yang
menyehatkan. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui
beberapa mekanisme,termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel
kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kirisis stolik dan diastolik dan
meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk
terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel.
Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan
kuat dengan perkembangan gagal jantung. Menurut Whelton dkk di amerika
(2001) hipertensi memiliki resikoreatif sebesar 1,4 (P=0,001) untuk
terjadinya gagal jantung.
e. Penyakit katup jantung
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik.Penyebab
utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral danstenosis aorta.
Regurgitasi mitral dan regurgitasi aorta menyebabkan kelebihan beban
volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban
tekanan (peningkatan afterload). Menurut Wheltondkk di amerika (2001)
penyakit katup jantung memiliki risiko relatifsebesar 1,46 (P=0,001) untuk
terjadinya gagal jantung.
f. Penyakit Jantung Bawaan
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan
kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa
dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan
perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin.
Penyakit jantung bawaan bisa terdiagnosis sebelum kelahiran atau sesaat
setelah lahir, selama masa anak-anak, atau setelah dewasa. Penyakit jantung
bawaan dengan adanya kelainan otot jantung akan mengarah pada gagal
jantung.
g. Penyakit jantung rematik
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau Rheumatic Heart Disease (RHD)
adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantungyang bisa
berupa penyempitan, atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup
mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam rematik. Demam
rematik akut dapat menyebabkan peradangan padasemua lapisan jantung.
Peradangan endokardium biasanya mengenaiendotel katup, dan erosi
pinggir daun katup bila miokardium terserangakan timbul nodular yang khas
pada dinding jantung sehingga dapat menyebabkan pembasaran jantung
yang berakhir pada gagal jantung.
h. Aritmia
Aritmia adalah berkurangnya efisiensi jantung yang terjadi bilakontraksi
atrium hilang (fibrilasi atrium,AF). Aritmia sering ditemukan pada
pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan struktural
temasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi.
i. Kardiomiopati
Kardiomiopati merupakan penyakit pada otot jantung yang bukan
disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit jantung
kongenital, ataupun penyakit katup jantung. Kardiomiopati ditandai dengan
kekakuan otot jantung dan tidak membesar sehingga terjadi kelainan fungsi
diastolik (relaksasi) dan menghambat fungsi ventrikel.
j. Merokok dan Konsumsi Alkohol
Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko penyakit jantung. Merokok
mempercepat denyut jantung, merendahkan kemampuan jantung dalam
membawa dan mengirimkan oksigen, menurunkan level HDL-C (kolesterol
baik) di dalam darah, serta menyebabkan pengaktifan platelet, yaitu sel-sel
penggumpalan darah. Pengumpalan cenderung terjadi pada arteri jantung,
terutama jika sudah ada endapan kolesterol di dalam arteri.
Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan
gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial
fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan
kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol
menyebabkan gagal jantung 2–3% dari kasus. Alkohol juga dapat
menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat-obatan juga
dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan
obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung
akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.
F. Pencegahan gagal jantung
a. Pencegahan primordial
Pencegahan primordial ditujukan pada masyarakat dimana belum
tampakadanya resiko gagal jantung. upaya ini bertujuan memelihara
kesehatan setiaporang yang sehat agar tetap sehat dan terhindar dari segala
jenis penyakittermasuk penyakit jantung. cara hidup sehat merupakan dasar
pencegahan primordial penyakit gagal jantung seperti mengkomsumsi maka
nan sehat, tidakmerokok, berolah raga secara teratur, meghindari stress, seta
memeliharalingkungan hidup yang sehat.
b. Pencegahan Primer
Pencegahan primer ditujukan pada masyarakat yang sudah menunjukkan
adanya faktor risiko gagal jantung. Upaya ini dapat dilakukan dengan
membatasi komsumsi makanan yang mengandung kadar garam tinggi,
mengurangi makanan yang mengandung kolesterol tinggi, mengontrol berat
badan dengan membatasi kalori dalam makanan sehari-hari serta
menghindari rokok dan alkohol.
c. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan pada orang yang sudah terkena
gagal jantung bertujuan untuk mencegah gagal jantung berlanjut ke stadium
yang lebih berat. Pada tahap ini dapat dilakukan dengan diagnosa gagal
jantung, tindakan pengobatan dengan tetap mempertahankan gaya hidup
dan mengindari faktorresiko gagal jantung.
G. Diagnosis gagal jantung
a. Anamnesis
Anamnesis merupakan cara untuk mendapatkan keterangan dandata klinis
tentang keadaan penyakit pasien melalui tanya jawab. Keluhan pasien
merupakan gejala awal gagal jantung. Pengambilan anamnese secara teliti
penting untuk mendeteksi gagal jantung.
b. Rontgen toraks
Rontgen toraks dapat menunjukkan adanya pembesaran ukuran jantung
(kardiomegali) yang ditandai dengan peningkatan diameter tranversal lebih
dari 15,5cm pada pria dan lebih 14,5 cm pada wanita,hipertensi vena, atau
edema paru.
Cara pengukurannya adalah sebagai berikut, ditarik garis M yang berjalan
di tengah-tengah kolumna vertebrae torakalis. Garis A adalah jarkantara M
dengan batas jantung sisi kanan yang terjauh. Garis B adalah jarak antara
M dengan batas kiri jantung yang terjauh. Garis transversal C ditarik dari
dinding toraks sisi kanan ke dinding toraks sisi kiri. Garis ini melalui sinus
kardiofrenikus kanan. Bila sinus-sinus kardiofrenikus ini tidak sama
tingginya. Maka garis C ditarik melalui pertengahan antara kedua sinus itu.
Ada pula yang menarik garis C ini dari sinus kostofrenikus kanan ke sinus
kostofrenikus kiri. Perbedaan kedua cara ini tidak begitu besar, sehingga
dapat dipakai semuanya.

Kardio toraks rasio = A + B x 100%


C

Rata-rata pada orang dewasa dengan bentuk tubuh yang normal, rasio itu
berkisar antara 45-50%. Rasio ini tidak selalu bermakna patologik,
seseorang dengan rasio yang normal masih ada kemungkinan menderita
penyakit jantung. Rasio yang lebih dari 50% sering dijumpai pada orang
yang gemuk dan pendek, karena letak jantung mendatar (horizontal), tanpa
ada kelainan pada jantungnya.
Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan foto thorax. Radiograph
(foto thorax) yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung
jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari
vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai
bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh
struktur-struktur tulang dari dinding dada. Foto thorax yang khas dengan
pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada
kedua bidang-bidang paru dari pada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah
dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang
signifikan pada paru-paru denganvisualisasi yang minimal dari bidang-
bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli
sebagai akibat dari pulmonary edema, namun mungkin memberikan
informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.

Gambaran Radiologi yang ditemukan :


- Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
- Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
- Kranialisasi vaskuler
- Hilus suram (batas tidak jelas)
- Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil
atau nodul milier)
H. Terapi non-farmakologik meliputi :
a. Diet : Pasien gagal jantung dengan obesitas harus diberi diet yang sesuai
untuk menurunkan gula darah, lipid darah darah dan berat
badannya.Asupan NaCl harus dibatasi menjadi 2-3 gr/ hari untuk gagal
jantung ringan atau < 2 gr/hari untuk gagal jantung berat.
b. Merokok harus dihentikan.
c. Aktifitas Fisik : Olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda
dianjurkan untuk pasien gagal jantung yang stabil (NYHA kleas II-III)
dengan intensitas yang nyaman bagi pasien.
d. Istirahat : Istirahat dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil
(NYHA kelas IV).
I. Terapi Farmakologi atau Pengobatan
a. Diuretik digunakan untuk mengendalikan retensi natrium dan air.
Furosemid 40 mg/hari atau bumetamid 1 mg/hari biasanya efektif.
b. Inhibitor ACE dapat menghambat perubahan angiotensin I
menjadiangiotensin II, menimbulkan vasodilatasi dan penurunan tekanan
darah.
c. Bloker β seperti bisoprolol, karvedilol yang dimulai dari dosis yang sangat
rendah dan bisa ditambahkan untuk menurunkan aktivitas simpatis
yang berlebihan dan mendorong remodeling otot jantung.
d. Digoksin diindikasikan untk mengendalikan fibrilasi atrium yang
terjadi bersamaan.
III. Edem Pulmo
A. Definisi
Edema paru terjadi dikarenakan aliran cairan dari pembuluh darah ke
ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan
kembali ke darah atau melalui saluran limfatik.
Edema paru terjadi ketika cairan yang disaring ke paru lebih cepat dari
cairan yang dipindahkan. Penumpukan cairan menjadi masalah serius bagi
fungsi paru karena efisiensi perpindahan gas di alveoli tidak bisa terjadi.
Struktur paru dapat menyesuaikan bentuk edema dan yang mengatur
perpindahan cairan dan protein di paru menjadi masalah yang klasik.
Peningkatan tekanan edema paru disebabkan oleh meningkatnya
keseimbangan kekuatan yang mendorong filtrasi cairan di paru. Fitur penting
dari edema ini adalah keseimbangan aliran cairan dan protein ke dalam paru
utuh secara fungsional. Peningkatan tekanan edema sering disebut
kardiogenik, tekanan tinggi, hidrostatik, atau edema paru sekunder tapi lebih
efektifnya disebut keseimbangan edema paru terganggu karena tahanan
keseimbangan pergerakan antara cairan dan zat terlarut di dalam paru.
B. Patofisiologi
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi
ketika cairan dari bagian dalam pembuluh darah merembes kedalam jaringan
sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu
banyak tekanan dalam pembuluh darah atau tidak ada cukup protein dalam
aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak
mengandung sel-sel darah).
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru.
Area yang ada diluar pembuluh darah kapiler paru ditempati oleh kantong-
kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah tempat
dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan
karbondioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan
keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang
mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli
kecuali dinding-dinding ini kehilangan integritasnya. Edema paru terjadi
ketika alveoli dipenuhi dengan cairan yang merembes keluar dari pembuluh
darah dalam paru sebagai ganti udara. Ini dapat menyebabkan persoalan
pertukaran gas (oksigen dan karbondioksida), berakibat pada kesulitan
bernapas dan oksigenasi darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk
sebagai “air di dalam paru” ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien.
Faktor-faktor yang membentuk dan merubah formasi cairan di luar
pembuluh darah dan di dalam paru di tentukan dengan keseimbangan cairan
yang dibuat oleh Starling.

Qf = Kf ⌠(Pmv – Ppmv) – σ(πmv - πpmv)⌡

dimana Qf = aliran cairan transvaskuler; Kf = koefisien filtrasi; Pmv = tekanan


hidrostatik pembuluh kapiler; Ppmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler
intersisial; σ = koefisien refleksi osmosis; πmv = tekanan osmotic protein
plasma; πpmv = tekanan osmotic protein intersisial.
Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru dapat terjadi pada
Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri
(stenosis mitral); Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena
gangguan fungsi ventrikel kiri; Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder
oleh karena peningkatan tekanan arteri pulmonalis.
Penurunan tekanan onkotik plasma pada hipoalbuminemia sekunder oleh
karena penyakit ginjal, hati, atau penyakit nutrisi.
Peningkatan tekanan negatif interstisial pada pengambilan terlalu cepat
pneumotorak atau efusi pleura (unilateral); Tekanan pleura yang sangat negatif
oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan
volume akhir ekspirasi (asma).
C. Klasifikasi
Edema paru dapat disebabkan oleh banyak faktor yang berbeda. Ia dapat
dihubungkan dengan gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema
(edema paru kardiak), atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk
sebagai non-cardiogenic pulmonary edema (edema paru nonkardiak).
Diagnosis Banding Edema Paru Kardiak dan Nonkardiak

Edema paru kardiak Edema paru nonkardiak


Riwayat Penyakit :
Penyakit Jantung Akut Penyakit Dasar di luar Jantung
Pemeriksaan Klinik :
Akral dingin Akral hangat
S3 gallop/Kardiomegali Pulsasi nadi meningkat
Distensi vena jugularis Tidak terdengar gallop
Ronki basah Tidak ada distensi vena jugularis
Ronki kering
Tes Laboratorium :
EKG : Iskhemia/infark EKG : biasanya normal
Ro : distribusi edema perihiler Ro : distribusi edema perifer
Enzim jantung mungkin meningkat Enzim jantung biasanya normal
Tekanan Kapiler Paru > 18mmHg Tekanan Kapiler Paru < 18mmHg
Intrapulmonary shunting : Intrapulmonary shunting : sangat
meningkat ringan meningkat
Cairan edema/protein serum < 0,5 Cairan edema/serum protein > 0,7

Klasifikasi edema paru


Disertai perubahan tekanan kapiler
Kardiak
Gagal ventrikel kiri
Penyakit katup mitral
Penyakit pada vena pulmonal
Penyakit oklusi vena primer
Mediastinitis sklerotik kronik
Aliran vena pulmonal yang abnormal
Stenosis atau atresi vena congenital
Neurogenik
Trauma kepala
Tekanan intrakranial meningkat
Tekanan kapiler normal
Ketoasidosis diabetik
Feokromositoma
Pankreatitis
Obstruksi saluran nafas
Penurunan tekanan onkotik kapiler
Secara patofisiologi penyakit dasar penyebab edema paru kardiak
dibagi menjadi 3 kelompok : Peningkatan afterload (Pressure overload) :
terjadi beban yang berlebihan terhadap ventrikel pada saat sistolik. Contohnya
ialah hipertensi dan stenosis aorta; Peningkatan preload (Volume overload) :
terjadi beban yang berlebihan saat diastolik. Contohnya ialah insufisiensi
mitral, insufisiensi aorta, dan penyakit jantung dengan left-to-right shunt
(ventricular septal defect); Gangguan kontraksi otot jantung primer : pada
infark miokard akut jaringan otot yang sehat berkurang, sedangkan pada
kardiomiopati kongestif terdapat gangguan kontraksi otot jantung secara
umum .
Penyebab edema paru non kardiak secara patofisiologi dibagi menjadi :
Peningkatan permeabilitas kapiler paru (ARDS) : tenggelam, inhalasi bahan
kimia, dan trauma berat; Peningkatan tekanan kapiler paru : pada sindrom
vena kava superior, pemberian cairan berlebih, dan transfusi darah; penurunan
tekanan onkotik plasma : sindrom nefrotik dan malnutrisi.
D. Gambaran klinis
Gambaran klinis dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan
radiografi (foto toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun
kenyataannya secara klinik sukar dideteksi dini.
Stadium 1 ditandai dengan distensi pembuluh kapiler paru yang
prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan
kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa
sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan
kelainan, kecuali ronki pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas
yang tertutup pada saat inspirasi.
Pada stadium 2 terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah
paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur. Garis-garis yang
memanjang dari hilus ke arah perifer (garis Kerley A), septa interlobularis
(garis Kerley B) dan garis-garis yang mirip sarang laba-laba pada bagian
tengah paru (garis Kerley C) menebal. Penumpukan cairan di jaringan
intersisial, akan lebih memperkecil saluran napas bagian kecil, terutama di
daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks
bronkhokonstriksi. Sering terdapat takipnea.
Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi
takipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan
intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit
perubahan saja.
Pada stadium 3 terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan
batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun
dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt.
Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat
dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini
morphin harus digunakan dengan hati-hati.
Efek dari sumbatan pembuluh darah dan edema pada fisiologi dan mekanis
paru
Sumbatan vaskuler
Peningkatan kapasitas difusi
Peningkatan PO2 arteri
± penurunan komplians paru
Bronkokonstriksi
Edema intersisial
Peningkatan volume akhir
Penurunan aliran ekspirasi maksimal
Peningkatan kesalahan ventilasi dan perfusi
Penurunan PO2 arteri
Edema alveolar
Peningkatan volume akhir (udara terjebak)
Peningkatan tahanan pembuluh darah
Penurunan volume paru (kapasitas vital dan inspirasi)
Penurunan komplians paru
Penurunan kapasitas difusi

Gangguan fungsi sistolik dan/atau diastolik ventrikel kiri, stenosis mitral


atau keadaan lain yang menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri dan
kapiler paru yang mendadak tinggi akan menyebabkan edema paru kardiak
dan mempengaruhi pemindahan oksigen dalam paru sehingga tekanan oksigen
arteri menjadi berkurang. Di lain pihak rasa seperti tercekik dan berat pada
dada menambah ketakutan penderita sehingga denyut jantung dan tekanan
darah meningkat yang menghambat lebih lanjut pengisian ventrikel kiri.
Kegelisahan dan napas yang berat semakin menambah beban jantung yang
selanjutnya lebih menurunkan fungsi jantung oleh karena adanya hipoksia.
Apabila lingkaran setan ini tidak segera diputus penderita akan meninggal.
Posisi penderita biasanya lebih enak duduk dan terlihat megap-megap.
Terdapat napas yang cepat, pernapasan cuping hidung, tarikan otot interkostal
dan supraklavikula saat inspirasi yang menunjukkan tekanan intrapleura yang
sangat negatif saat inspirasi. Penderita sering berpegangan pada samping
tempat tidur atau kursi supaya dapat menggunakan otot pernapasan sekunder
dengan balk. Penderita mengeluarkan banyak keringat dengan kulit yang
dingin dan sianotik menunjukkan isi semenit yang rendah dan peningkatan
rangsang simpatik.
Auskultasi pada permukaan terdengar ronki basah basal halus yang
akhimya ke seluruh paru, apabila keadaan bertambah berat: mungkin
terdengar pula wheezing. Auskultasi jantung mungkin sukar karena suara
napas yang ramai, tetapi sering terdengar suara 3 dengan suara pulmonal yang
mengeras.

E. Pemeriksaan penunjang
Rontgen dada, foto polos dada merupakan pemeriksaan laboratorium
yang praktis untuk mendeteksi edema paru. Kerugiannya adalah kurang
sensitif dalam mendeteksi perubahan kecil cairan paru dan hanya bersifat
semikuantitatif.
Gambaran radiologi yang ditemukan : Pelebaran atau penebalan hilus
(pelebaran pembuluh darah di hilus); Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3
lateral); Kranialisasi vaskuler; Hilus suram (batas tidak jelas); fibrosis
(gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier); gambaran
air bronchogram terlihat pada beberapa kasus edema paru.
Analisa gas darah, meskipun kurang spesifik, PO2, PCO2, dan pH
merupakan penunjuk yang informatif dalam menilai fungsi paru pada edema.
Analisa gas darah tidak sensitif pada fase awal edema. PO2 arteri meningkat
pada stadium awal dari peningkatan tekanan edema karena peningkatan
tekanan pembuluh darah. PCO2 arteri, pada stadium awal cenderung rendah.
Perubahan PCO2 menandakan terjadinya penurunan ventilasi alveolar.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan edema paru terlebih dahulu kita
cari penyakit yang mendasari terjadinya edema. Karena merupakan faktor
yang sangat penting dalam pengobatan, sehingga perlu diketahui dengan
segera penyebabnya.
Karena terapi spesifik tidak selalu dapat diberikan sampai penyebab
diketahui, maka pemberian terapi suportif sangatlah penting. Tujuan umum
adalah mempertahankan fungsi fisiologik dan seluler dasar. Yaitu dengan
cara memperbaiki jalan napas, ventilasi yang adekuat, dan oksigenasi.
Pemeriksaan tekanan darah dan semua sistem sirkulasi perlu ditinjau, infus
juga perlu dipasang.
1. Posisi ½ duduk.
2. Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika
memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak
bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi,
retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema
secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan
ventilator.
3. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
4. Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis
ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai
produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
5. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg
tiap 5 – 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan
Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB. Jika tidak memberi
hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1
ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan
sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 –
90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal
atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital
(10)
.
6. Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg
(sebaiknya dihindari).
7. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5
ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan
hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau
keduanya.
8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
9. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak
berhasil dengan oksigen.
DAFTAR PUSTAKA

1. Karim, S. Kabo, P. 2002. EKG dan Penanggulangan Beberapa


Penyakit Jantunguntuk Dokter Umum. Jakarta : Balai Penerbit UI
Purwohudoyo, S. 1984.
2. Pemeriksaan Kelainan-Kelainan Kardiovaskular Dengan Radiografi
Polos. Jakarta : UI PressPrice, Sylvia Anderson. 2005.
3. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6 . Jakarta.
EGC Rasad, Sjahriar. 2005.
4. Radiologi Diagnostik Edisi II . Jakarta : FK UISudoyo, Aru W. 2009.
5. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V, jilid I. Jakarta:FK UI
6. Ruggie N. Congestive heart failure. Med. Clin. North Am. 70:829-851,
1986.
7. Staub NC: Pulmonary edema. Physiol Rev 54:678-811, 1974.
8. Fishman : Pulmonary disease and disorders, fourth edition, volume one,
United States, 593-617, 2008.
9. Braunwauld, Clinical aspect of heart failure; pulmonary edema. In :
Braunwauld. Heart Disease. A textbook of cardiovascular medicine. 6th
edition. WB Saunders; 7:553, 2001.

Vous aimerez peut-être aussi