Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
5.1.1 Kerapatan
Kerapatan merupakan jumlah suatu jenis tegakkan dalam suatu unit area
dengan luasan tertentu. Berdasarkan hasil analisis vegetasi untuk tingkat semai,
jenis yang memiliki kerapatan tertinggi adalah Challophylum sp. dengan nilai
12.500 individu/ha dan kerapatan relatifnya adalah 27,78 % , kemudian disusul
jenis Palaquium obtusifolium dengan nilai 8.750 individu/ha serta kerapatan
relatifnya (KR) 19,44 %.
Tabel. 1. Kerapatan jenis tingkat semai
Jumla Kerapata
Kerapatan
h n
Jumlah
N Nama Luas
Nama Ilmiah Individu (Individu/ Relatif
o Lokal PU
Jenis
(Ha) Ha) (%)
1 Amo hutan Artocarpus communis 16 0.004 4000.00 8.89
2 Awau Merestica sp 1 0.004 250.00 0.56
3 Bintangur Callophylum sp 50 0.004 12500.00 27.78
Syzygium
4 Gosale 6 0.004 1500.00 3.33
rubiginosum
5 Hiru Vatica papuana 24 0.004 6000.00 13.33
Koordersiodendron
6 Kayu bugis 2 0.004 500.00 1.11
pinnatum
7 Kenanga Cananga odorata 1 0.004 250.00 0.56
Lidah soa-
8 Agelaia sp 3 0.004 750.00 1.67
soa
9 Matoa Pometia pinnata 10 0.004 2500.00 5.56
10 Mersawa Anisoptera spp 1 0.004 250.00 0.56
11 Mologotu Diospyros papuana 25 0.004 6250.00 13.89
12 Namo-namo Maniltoa schefferi 1 0.004 250.00 0.56
Palaquium
13 Nyatoh 35 0.004 8750.00 19.44
obtusifolium
14 Pala Myristica fragrans 2 0.004 500.00 1.11
15 Pulai Alstonia scholaris 3 0.004 750.00 1.67
18
Jumlah 180 45000.00 100.00
5.1.2 Frekuensi
Frekuensi adalah jumlah petak contoh tempat diketemukannya suatu
spesies dari jumlah petak contoh yang dibuat. Nilai frekuensi tertinggi
ditunjukkan pada jenis Palaquium obtusifolium dengan nilai 0,80 dan nilai
Frekuensi Relatif (FR) 16,33% . Hal tersebut menunjukkan bahwa jenis ini paling
sering ditemui dalam plot pengamatan. Palaquium obtusifolium dijumpai pada 8
plot dari total 10 plot pengamatan.
Tabel. 2. Frekuensi Jenis tingkat semai
Jumla Jumla Frekuensi
h h
No Nama Nama Ilmiah Plot Total Frekuens Relatif
Lokal i
Jenis Plot (%)
19
12 Namo-namo Maniltoa schefferi 1 10 0.10 2.04
Palaquium
13 Nyatoh 8 10 0.80 16.33
obtusifolium
Indeks nilai penting adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk
menyatakan tingkat dominasi spesies-spesies dalam komunitas tumbuhan.
(Sugianto, 1994; Indriyanto, 2006)
20
(%) (%)
1 Amo hutan Artocarpus communis 8.89 8.16 17.05
2 Awau Merestica sp 0.56 2.04 2.60
3 Bintangur Callophylum sp 27.78 14.29 42.06
4 Gosale Syzygium rubiginosum 3.33 6.12 9.46
5 Hiru Vatica papuana 13.33 14.29 27.62
6 Kayu bugis Koordersiodendron 1.11 2.04 3.15
pinnatum
7 Kenanga Cananga odorata 0.56 2.04 2.60
8 Lidah soa-soa Agelaia sp 1.67 2.04 3.71
9 Matoa Pometia pinnata 5.56 10.20 15.76
10 Mersawa Anisoptera spp 0.56 2.04 2.60
11 Mologotu Diospyros papuana 13.89 10.20 24.09
12 Namo-namo Maniltoa schefferi 0.56 2.04 2.60
13 Nyatoh Palaquium obtusifolium 19.44 16.33 35.77
14 Pala Myristica fragrans 1.11 4.08 5.19
15 Pulai Alstonia scholaris 1.67 4.08 5.75
Jumlah 100.00 100.00 200.00
21
5.2 Komposisi Jenis Vegetasi Tingkat Pancang
5.2.1 Kerapatan
Dari hasil analisis vegetasi, untuk tingkat pancang jenis dengan nilai kerapatan
tertinggi adalah Vatica papuana yaitu 960 individu/ha dan kerapatan relatifnya
(KR) adalah 30%. Jenis Suling memiliki nilai kerapatan tertinggi kedua dengan
400 individu/ha. Sedangkan jenis yang memiliki nilai kerapatan terendah adalah
Adina sp., Kayu Kapur, Cinnamomum culilawan, dan Aglaia sp. dengan nilai
kerapatan masing-masing 40 individu/ha atau Kerapatan Relatifnya (KR) 1,25%.
22
obtusifolium
Macaranga 2
16 Same 0.025 80.00 2.50
tanarius
17 Suling 10 0.025 400.00 12.50
5.2.2 Frekuensi
Nilai frekuensi tertinggi untuk tingkat pancang pada Site Monitoring Burung
Bidadari Halmahera adalah sebesar 0,80 ditunjukkan pada jenis Vatica papuana
disusul jenis Suling dengan nilai frekuensi 0,60.
23
Jenis Plot (%)
1 Badenga Adina sp 1 10 0.10 2.00
2 Bintangur Callophylum sp 2 10 0.20 4.00
3 Bori 3 10 0.30 6.00
4 Gamonoa Polyalthiala teriflora 4 10 0.40 8.00
5 Gosale Syzygium rubiginosum 3 10 0.30 6.00
6 Hiru Vatica papuana 8 10 0.80 16.00
7 Kayu hitam Diospyros lolin 3 10 0.30 6.00
8 Kayu kapur 1 10 0.10 2.00
9 Kayu lawang Cinnamomum culilawan 1 10 0.10 2.00
10 Kenari Canarium spp 3 10 0.30 6.00
11 Lidah soa-soa Aglaia sp 1 10 0.10 2.00
12 Manggis hutan Garcinia spp 5 10 0.50 10.00
13 Mersawa Anisoptera spp 2 10 0.20 4.00
14 Namo-namo Maniltoa schefferi 1 10 0.10 2.00
15 Nyatoh Palaquium obtusifolium 4 10 0.40 8.00
16 Same Macaranga tanarius 2 10 0.20 4.00
17 Suling 6 10 0.60 12.00
Jumlah 5.00 100.00
Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua jenis ini paling sering dijumpai di
plot pengamatan yang memiliki tingkat kemunculan atau frekuensi yang tinggi.
Vatica papuana dijumpai di 8 plot dan suling 6 plot.
Nilai frekuensi terendahnya terdapat pada jenis Adina sp., Kayu Kapur,
Cinnamomum culilawan, Agelaia sp, dan Maniltoa schefferi masing-masing
memiliki nilai frekuensi 0,10. Dapat dikatakan kemuculannya pada setiap petak
contoh tergolong rendah yaitu hanya pada 1 dari 10 petak contoh.
24
INP sangat bermanfaat dalam menentukan seberapa besar peranan suatu
jenis dalam membentuk ekosistem kawasan hutan. Dalam suatu komunitas
tumbuhan yang heterogen, data parameter vegetasi secara sendiri-sendiri (Nilai
Kerapatan, Frekuensi dan Dominansi) tidak dapat menggambarkan secara
menyeluruh peran vegetasi tersebut terhadap ekosistemnya.
25
Hasil analisis menunjukkan bahwa untuk kategori tumbuhan tingkat tiang
(poles) dengan kerapatan tertinggi adalah jenis Vatica papuana yaitu 100
individu/ha.
Tabel.7. Kerapatan Jenis Tingkat Tiang
Jumlah Kerapata Kerapata
n n
N Nama Lokal Nama Ilmiah Jumla Luas PU (Individu/ Relatif
o h
(Ha) Ha) (%)
1 Ahena 2 0.1 20.00 4.76
2 Badenga Adina sp 1 0.1 10.00 2.38
3 Bori 1 0.1 10.00 2.38
4 Gamonoa Polyalthiala teriflora 1 0.1 10.00 2.38
5 Gosale Dillenia sp 1 0.1 10.00 2.38
6 Hiru Vatica papuana 10 0.1 100.00 23.81
26
geologi, dll). Sehingga, jenis tersebut diatas dalam beberapa tahun kedepan dapat
sumber plasma nutfah dan pelindung bagi jenis tumbuhan di bawahnya dengan
dominasi tajuk yang dimiliki. (Syafril Kasim, 2012).
Jumlah total kerapatan pada tingkat tiang (pole) di lokasi penelitian adalah
420 individu/Ha. Bila ditinjau berdasarkan kriteria kerapatan atau densitas
menurut ketentuan Fandeli (1992), maka jumlah tiang per hektar tergolong baik,
karena jumlah total individu per hektar lebih besar dari 201 individu/Ha.
5.3.2 Frekuensi
Frekuensi jenis adalah jumlah plot contoh yang didalamnya dijumpai suatu
jenis vegetasi dari total plot contoh yang dibuat. Frekuensi merupakan besarnya
intensitas diketemukannya suatu spesies organisme dalam pengamatan keberadaan
organisme pada komunitas atau ekosistem. (Indriyanto, 2006).
Jenis yang memiliki nilai frekuensi tertinggi adalah Vatica papuana yaitu
0,70 dengan nilai frekuensi relative (FR) 18,42%. Canarium spp, Pometia piñata,
Palaquium obtusifolium dan Suling berada di urutan kedua
27
8 Kenari Canarium spp 3 10 0.30 7.89
9 Lidah soa-soa Agelaia sp 2 10 0.20 5.26
10 Make 1 10 0.10 2.63
11 Mali-mali 1 10 0.10 2.63
12 Manggis hutan Garcinia spp 2 10 0.20 5.26
13 Matoa Pometia pinnata 3 10 0.30 7.89
14 Mersawa Anisoptera spp 1 10 0.10 2.63
Palaquium
15 Nyatoh 3 10 0.30 7.89
obtusifolium
16 Oka 1 10 0.10 2.63
17 Pala hutan Myristica fragrans 1 10 0.10 2.63
18 Pulai Alstonia scholaris 1 10 0.10 2.63
19 Suling 3 10 0.30 7.89
Jumlah 3.80 100.00
5.3.3 Dominasi
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan diperoleh nilai dominansi
(D) tertinggi untuk fase tiang (pole) adalah jenis Vatica papuana yaitu sebesar
1,03 m2/Ha dan nilai Dominasi relative (DR) 20,30%. Kemudian disusul oleh
jenis Palaquium obtusifolium dan Suling dengan nilai dominasi sebesar 0,49
m2/ha, dominasi relative (DR) 9,75%
28
5 Gosale Dillenia sp 0.008 0.1 0.08 1.55
6 Hiru Vatica papuana 0.103 0.1 1.03 20.30
7 Kayu hitam Diospyros lolin 0.034 0.1 0.34 6.70
8 Kenari Canarium spp 0.030 0.1 0.30 5.84
9 Lidah soa-soa Agelaia sp 0.043 0.1 0.43 8.50
10 Make 0.011 0.1 0.11 2.23
11 Mali-mali 0.020 0.1 0.20 3.96
12 Manggis hutan Garcinia spp 0.020 0.1 0.20 3.96
13 Matoa Pometia pinnata 0.023 0.1 0.23 4.46
14 Mersawa Anisoptera spp 0.020 0.1 0.20 3.96
Palaquium
15 Nyatoh 0.049 0.1 0.49 9.62
obtusifolium
16 Oka 0.020 0.1 0.20 3.96
17 Pala hutan Myristica fragrans 0.008 0.1 0.08 1.55
18 Pulai Alstonia scholaris 0.008 0.1 0.08 1.55
19 Suling 0.049 0.1 0.49 9.75
Jumlah 5.07 100.00
29
kerapatan relatif, dominansi relatif, dan frekuensi relatif yang paling tinggi
disbanding dengan jenis-jenis yang ada pada tingkat tiang (pole) di lokasi
penelitian.
Tabel.10. Indeks Nilai Penting Tingkat Tiang
Kerapatan Frekuensi Dominasi INP
N Nama Lokal Nama Ilmiah Relatif Relatif Relatif (%)
o
(%) (%) (%)
1 Ahena 4.76 5.26 4.91 14.93
2 Badenga Adina sp 2.38 2.63 2.62 7.63
3 Bori 2.38 2.63 1.87 6.89
Polyalthiala
4 Gamonoa 2.38 5.26 2.62 10.26
teriflora
5 Gosale Dillenia sp 2.38 2.63 1.55 6.56
6 Hiru Vatica papuana 23.81 18.42 20.30 62.53
7 Kayu hitam Diospyros lolin 4.76 5.26 6.70 16.73
8 Kenari Canarium spp 7.14 7.89 5.84 20.87
9 Lidah soa-soa Agelaia sp 4.76 5.26 8.50 18.53
10 Make 2.38 2.63 2.23 7.24
11 Mali-mali 2.38 2.63 3.96 8.98
12 Manggis hutan Garcinia spp 4.76 5.26 3.96 13.99
13 Matoa Pometia pinnata 7.14 7.89 4.46 19.50
14 Mersawa Anisoptera spp 2.38 2.63 3.96 8.98
Palaquium
15 Nyatoh 9.52 7.89 9.62 27.03
obtusifolium
16 Oka 2.38 2.63 3.96 8.98
17 Pala hutan Myristica fragrans 2.38 2.63 1.55 6.56
18 Pulai Alstonia scholaris 2.38 2.63 1.55 6.56
19 Suling 9.52 7.89 9.75 27.17
Jumlah 100.00 100.00 100.00 300.00
30
5.4 Komposisi Jenis Vegetasi Tingkat Pohon
5.4.1 Kerapatan
Kerapatan merupakan jumlah suatu individu jenis per unit luas atau per
unit volume. Hasil analisis memperlihatkan bahwa untuk kategori pohon
Tabel .11. Kerapatan Jenis Tingkat Pohon
Jumlah Kerapatan Kerapatan
No Nama Lokal Nama Ilmiah Jumla Luas (Individu/ Relatif
h PU
(Ha) Ha) (%)
1 Amo hutan Artocarpus indicus 4 0.4 10.00 3.96
2 Badenga Adina sp 6 0.4 15.00 5.94
3 Bayelak Naulea subdita 1 0.4 2.50 0.99
Syzygium
4 Gosale 1 0.4 2.50 0.99
rubiginosum
Homalium
5 Hate besi 1 0.4 2.50 0.99
foetidum
6 Hiru Vatica papuana 31 0.4 77.50 30.69
7 Kayu besi Instia bijuga 1 0.4 2.50 0.99
8 Kayu hitam Diospyros lolin 3 0.4 7.50 2.97
9 Kayu kapur 1 0.4 2.50 0.99
10 Kenanga Cananga odorata 2 0.4 5.00 1.98
31
Kerapatan tertinggi adalah jenis Vatica papuana dengan nilai 77,50
individu/ha, atau kerapatan relatinya (KR) sebesar 30,69%. Kemudian disusul
jenis Suling dengan nilai kerapatan sebesar 37,50 individu/ha, kerapatan relatifnya
(KR) 14,85%, dan Canarium spp sebesar 25 individu/ha dengan kerapatan relative
(KR) 9,90%.
Data diatas menggambarkan bahwa jenis-jenis inilah yang banyak
ditemukan dilokasi penelitian dengan tingkat pertumbuhan yang baik dan
mengindikasikan bahwa jenis-jenis tersebut memiliki kemampuan yang baik
dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Jenis Vatica papuana merupakan jenis
yang paling banyak ditemukan di lokasi penelitian sebanyak 31 pohon, ini
menunjukkan bahwa lokasi tersebut merupakan habitat yang ideal bagi burung
Bidadari Halmahera (Semioptera wallacei). Selama pengamatan yang telah
dilakukan di Site Monitoring ini, diketahui bahwa burung Bidadari halmahera
lebih banyak beraktivitas pada pohon jenis Vatica papuana. Pun aktivitas display
juga dilakukan di pohon jenis ini. Meskipun aktivitas banyak dilakukan di tajuk
pohon Vatica papuana, namun burung Bidadari halmahera terkadang bermain
pada tajuk pohon jenis lain. (BTNAL, 2013). Fandeli (1992) mengkategorisasi
kerapatan dalam 4 (empat) kategori yaitu kategori buruk dengan nilai 12-50,
sedang dengan nilai 51-100, cukup dengan nilai 101-200, dan baik dengan nilai >
201.
Berdasarkan kategori ini, maka secara umum tingkat densitas vegetasi
pohon pada site monitoring Burung Bidadari Halmahera di Resort Tayawi TN.
Aketajawe Lolobata berada dalam kondisi baik. Data kerapatan vegetasi pohon ini
berimplikasi pada pengelolaan kawasan bersifat mendesak karena fungsinya yang
strategis sebagai kawasan penyangga, pengatur tata air dan pelestarian Burung
Bidadari Halmahera (Semioptera wallacei).
5.4.2 Frekuensi
32
Frekuensi adalah jumlah petak contoh tempat diketemukannya suatu
spesies dari jumlah petak contoh yang dibuat. Frekuensi merupakan besarnya
intensitas diketemukannya suatu spesies organisme dalam pengamatan keberadaan
organisme pada komunitas atau ekosistem.
Apabila pengamatan dilakukan pada petak-petak contoh, makin banyak
petak contoh yang didalamnya ditemukan suatu spesies , berarti makin besar
frekuensi spesies tersebut, begitupun sebaliknya. Dengan demikian, sesungguhnya
frekuensi tersebut dapat menggambarkan tingkat penyebaran spesies dalam
habitat yang dipelajari, meskipun belum dapat menggambarkan tentang pola
penyebarannya. Spesies organisme yang penyebarannya luas akan memiliki nilai
frekuensi perjumpaan yang besar. (Indriyanto, 2006)
Nilai frekuensi tertinggi untuk tingkat pohon ditunjukkan pada jenis
Vatica papuana dengan nilai 0,90 atau frekuensi relatifnya (FR) sebesar 14,29%,
disusul jenis Canarium spp di urutan kedua dengan nilai 0,70, frekuensi relatifnya
sebesar 11,11%.
33
i
Jenis Plot (%)
1 Amo hutan Artocarpus communis 3 10 0.30 4.76
2 Badenga Adina sp 6 10 0.60 9.52
3 Bayelak Naulea subdita 1 10 0.10 1.59
4 Gosale Syzygium rubiginosum 1 10 0.10 1.59
5 Hate besi Homalium foetidum 1 10 0.10 1.59
6 Hiru Vatica papuana 9 10 0.90 14.29
7 Kayu besi Instia bijuga 1 10 0.10 1.59
8 Kayu hitam Diospyros lolin 3 10 0.30 4.76
9 Kayu kapur 1 10 0.10 1.59
10 Kenanga Cananga odorata 2 10 0.20 3.17
11 Kenari Canarium spp 7 10 0.70 11.11
12 Litoko 1 10 0.10 1.59
Manggis
13 Garcinia spp 2 10 0.20 3.17
hutan
14 Matoa Pometia pinnata 6 10 0.60 9.52
15 Mologotu Diospyros papuana 2 10 0.20 3.17
16 Ngodoro 3 10 0.30 4.76
17 Nyatoh Palaquium obtusifolium 2 10 0.20 3.17
18 Oka 1 10 0.10 1.59
19 Pulai Alstonia scholaris 1 10 0.10 1.59
20 Suling 6 10 0.60 9.52
21 Tatam 1 10 0.10 1.59
22 Waringin Ficus benyamina 3 10 0.30 4.76
Jumlah 6.30 100.00
Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua jenis ini paling sering ditemui
disekitar plot pengamatan. Sedangkan nilai terendahnya terdapat pada jenis
Naulea subdita, Syzygium rubiginosum , Homalium foetidum, Instia bijuga, Kayu
kapur, Litoko, Oka, dan Tatam dengan nilai masing-masing sama yaitu 0,10,
frekuensi relatifnya (FR) sebesar 1,59% atau dapat dikatakan frekuensinya tidak
34
stabil dengan nilai yang sangat rendah dengan hanya dijumpai pada 1 plot
pengamatan saja.
5.4.3 Dominasi
35
2 Badenga Adina sp 0.631 0.4 1.58 5.58
3 Bayelak Naulea subdita 0.045 0.4 0.11 0.40
Syzygium
4 Gosale 0.053 0.4 0.13 0.47
rubiginosum
5 Hate besi Homalium foetidum 0.145 0.4 0.36 1.28
6 Hiru Vatica papuana 4.902 0.4 12.25 43.32
7 Kayu besi Instia bijuga 0.035 0.4 0.09 0.31
8 Kayu hitam Diospyros lolin 0.164 0.4 0.41 1.45
9 Kayu kapur 0.066 0.4 0.17 0.58
10 Kenanga Cananga odorata 0.131 0.4 0.33 1.16
11 Kenari Canarium spp 0.650 0.4 1.62 5.74
12 Litoko 0.035 0.4 0.09 0.31
Manggis
13 Garcinia spp 0.253 0.4 0.63 2.23
hutan
14 Matoa Pometia pinnata 1.000 0.4 2.50 8.84
15 Mologotu Diospyros papuana 0.110 0.4 0.28 0.97
16 Ngodoro 0.184 0.4 0.46 1.62
Palaquium
17 Nyatoh 0.215 0.4 0.54 1.90
obtusifolium
18 Oka 0.145 0.4 0.36 1.28
19 Pulai Alstonia scholaris 0.031 0.4 0.08 0.28
20 Suling 1.067 0.4 2.67 9.43
21 Tatam 0.057 0.4 0.14 0.51
22 Waringin Ficus benyamina 0.820 0.4 2.05 7.25
Jumlah 28.29 100.00
Hal ini ditunjukkan oleh fakta bahwa jenis Vatica papuana terdapat paling
banyak dan menempati ruang tumbuh yang baik, serta memiliki diameter yang
cukup besar sehingga luas bidang dasar yang dihasilkan pun besar. Jenis vegetasi
dengan dominansi tinggi juga bermakna bahwa jenis-jenis ini sangat berpeluang
besar untuk mendominansi jenis-jenis lainnya di site monitoring burung bidadari
Halmahera. Demikian sebaliknya, jenis terendah juga berarti bahwa peluang jenis-
jenis ini sangat rendah peluangnya untuk mendominansi jenis lainnya.
36
5.4.4 Indeks Nilai Penting
Indeks Nilai Penting vegetasi tertinggi pada tingkat pohon di habitat burung
Bidadari Halmahera pada Site Monitoring di Resort Tayawi TN. Aketajawe
Lolobata adalah jenis Vatica papuana dengan INP 88,30%. Hasil analisis
vegetasi menunjukkan bahwa jenis Vatica papuana memegang peranan yang
sangat penting terhadap habitat burung bidadari Halmahera (Semioptera wallacei)
di Site Monitoring – Resort Tayawi TN. Aketajawe Lolobata, baik secara
individual memiliki nilai kerapatan relatif, nilai frekuensi relatif , dan nilai
dominansi yang tinggi sehingga secara totalitas menghasilkan indeks nilai penting
yang tinggi dari jenis ini. Sedangkan nilai INP terendah ditemukan pada jenis
Alstonia scolaris dengan nilai 2,85 %.
37
5 Hate besi Homalium foetidum 0.99 1.59 1.28 3.86
6 Hiru Vatica papuana 30.69 14.29 43.32 88.30
7 Kayu besi Instia bijuga 0.99 1.59 0.31 2.88
8 Kayu hitam Diospyros lolin 2.97 4.76 1.45 9.18
9 Kayu kapur 0.99 1.59 0.58 3.16
10 Kenanga Cananga odorata 1.98 3.17 1.16 6.31
11 Kenari Canarium spp 9.90 11.11 5.74 26.75
12 Litoko 0.99 1.59 0.31 2.88
13 Manggis hutan Garcinia spp 1.98 3.17 2.23 7.39
14 Matoa Pometia pinnata 7.92 9.52 8.84 26.28
15 Mologotu Diospyros papuana 1.98 3.17 0.97 6.13
16 Ngodoro 3.96 4.76 1.62 10.34
Palaquium
17 Nyatoh 1.98 3.17 1.90 7.06
obtusifolium
18 Oka 0.99 1.59 1.28 3.86
19 Pulai Alstonia scholaris 0.99 1.59 0.28 2.85
20 Suling 14.85 9.52 9.43 33.80
21 Tatam 0.99 1.59 0.51 3.08
22 Waringin Ficus benyamina 2.97 4.76 7.25 14.98
Jumlah 100.00 100.00 100.00 300.00
38
VI. TOPIK KEGIATAN
1. Monitoring burung
39
2. Inventarisasi tumbuhan berbuah
3. Inventarisasi karakteristik tingkat pohon
4. Inventarisasi burung
5. Survei potensi begonia
6. Inventarisasi anggrek
7. Inventarisasi palem
8. Analisis vegetasi di lokasi burung bidadari
40