Vous êtes sur la page 1sur 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Persalinan menurut WHO adalah persalinan yang dimulai secara spontan beresiko
rendah pada awal persalinan dan tetap demikian selama proses persalinan,bayi lahir
secara spontan dalam presentasi belakang kepala pada usia kehamilan 37-42 minggu
lengkap dan setelah persalinan ibu maupun bayi berada dalam kondisi sehat.
Preeklampsi merupakan penyulit dalam proses kehamilan yang kejadiannya
senantiasa tetap tinggi. Dimana faktor ketidaktahuan tentang gejala awal oleh ibu hamil
merupakan penyebab keterlambatan mengambil tindakan yang dapat berakibat buruk bagi
ibu maupun janin.
Dari kasus kehamilan yang dirawat di rumah sakit 3-5 % merupakan kasus
preeklampsi atau eklampsi (Manuba,1998). Dari kasus tersebut 6 % terjadi pada semua
kehamilan, 12 % terjadi pada primigravida (Muthar,1997). Masih tingginya angka
kejadian dapat dijadikan sebagai gambaran umum tingkat kesehatan ibu hamil dan tingkat
kesehatan masyarakat pada umumnya.
Persalinan Seksio Caesarea (SC) adalah proses persalinan dengan melalui
pembedahan dimana irisan dilakukan di perut ibu dan rahim untuk mengeluarkan bayi.
Bedah SC umumnya dilakukan ketika proses persalinan normal melalui vagina tidak
memungkinkan karena beresiko kepada komplikasi medis lainnya.
Persalinan normal pada kasus pre eklamsia sangat beresiko terhadap kesejahteraan
ibu maupun janin, dimana bukan hanya salah satu yang terancam tapi bisa jadi keduanya
memiliki resiko yang sama antara ibu dan janin saat persalinan normal. Karenanya,
persalinan dengan secsio caesarea merupakan pilihan utama dan diindikasikan pada kasus
kehamilan dengan pre eklamsia.
Dengan besarnya pengaruh atau komplikasi dari preeklampsi terhadap tingginya
tingkat kematian bumil dan janin, sudah selayaknya dilakukan suatu upaya untuk
mencegah dan menangani kasus preeklampsi. Keperawatan bumil dengan preeklampsi
merupakan salah satu usaha nyata yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya
komplikasi sebagai akibat lanjut dari preeklampsi tersebut.

1.2. RUMUSAN MASALAH


Bagaimana tinjauan teoritis dan asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada
kehamilan dengan pre eklamsi (PE)?
1.3. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Menjelaskan kajian teoritis mengenai kehamilan dengan pre-eklamsia dan manajemen
asuhan keperawatan teoritis pada kehamilan dengan pre-eklamsia.
b. Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi pre-eklamsia
2. Menjelaskan etiologi pre-eklamsia
3. Menjelaskan patofifiologi pre-eklamsia
4. Menyebutkan manifestasi klinis pre-eklamsia
5. Menyebutkan pemeriksaan penunjang pre-eklamsi
6. Menjelaskan diagnosis pre-eklamsi
7. Menyebutkan komplikasi pre-eklamsia
8. Menyebutkan pencegahan pre-eklamsia
9. Menjelaskan penatalaksanaan pre-eklamsia

1.4. MANFAAT
a. Bagi Mahasiswa Keperawatan
Laporan ini dapat menambah wawasan mahasiswa keperawatan mengenai asuhan
keperawatan yang tepat yang dapat diberikan pada pasien dengan kehamilan dengan
pre-eklamsia.
b. Bagi Profesi Perawat
Hasil laporan ini dapat menjadi salah satu referensi yang dapat digunakan untuk
memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan kehamilan dengan
preeklamsia.
c. Bagi ibu hamil / Pembaca Umum
Laporan ini semoga dapat menambah pengetahuan bagi khalayak umum khususnya
perempuan dan ibu hamil mengenai kehamilan dengan pre-eklamsia dan dapat
melakukan upaya pencegahan terjadinya pre-eklamsia pada kehamilan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. DEFINISI
Pre eklampsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil setelah
usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (masa nifas). Eklampsia adalah
pre eklampsia yang disertai kejang dan/atau koma yang timbul bukan akibat kelainan
neurologi. Kumpulan gejala tersebut terdiri dari trias : Hipertensi, Proteinuri, dan Edema.
Ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan-kelainan vaskular atau hipertensi
sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 20
minggu (Obgynacea, 2009).
Eklamsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan, atau masa nifas
yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf) dan atau
koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala preeklamsia.

2.2. ETIOLOGI
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-
teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, sehingga
kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory (penyakit teori). Adapun teori-
teori tersebut antara lain:
a. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada Pre eklamsi - Eklamsi didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,
sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal
meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti
dengan trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga
terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2)
dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
b. Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada
kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang
semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.
Fierlie F.M. (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun
pada penderita Pre eklampsia - Eklampsia:
1. Beberapa wanita dengan Pre Eklampsia - Eklampsia mempunyai kompleks imun
dalam serum.
2. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada Pre
Eklampsia - Eklampsia diikuti dengan proteinuri.
Stirat (1986) menyimpulkan, meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa
sistem imun humeral dan aktivasi komplemen terjadi pada Pre Eklampsai - Eklampsia,
tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan Pre Eklampsai -
Eklampsia.
c. Peran Faktor Genetik/familial
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian Pre
Eklampsia – Eklampsia antara lain:
1. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
2. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi Pre Eklampsia - Eklampsia
pada anak-anak dari ibu yang menderita Pre Eklampsia – Eklampsia.
3. Kecenderungan meningkatnya frekuensi Pre Eklampsia - Eklampsia pada anak dan
cucu ibu hamil dengan riwayat Pre Eklampsia - Eklampsia dan bukan pada ipar
mereka.
4. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)
Teori yang diterima haruslah dapat menerangkan :
a) Mengapa frekuensi menjadi tinggi pada : primi gravida, kehamilan ganda dan mola
hidatidosa.
b) Mengapa frekuensi bertambah seiring dengan tuanya kehamilan, umumnya pada
triwulan III.
c) Mengapa terjadi perbaikan keadaan penyakit, bila terjadi kematian janin dalam
kandungan.
d) Mengapa frekuensi menjadi lebih rendah pada kehamilan berikutnya, dan
e) Penyebab timbulnya hipertensi, proteinuri, edema, dan konvulsi sampai koma.
Dari hal-hal tersebut diatas jelaslah bahwa bukan hanya satu faktor, melainkan
banyak faktor yang menyebabkan pre eklampsi dan eklamsi. Faktor predisposisi tertentu
yang dikenal, antara lain :
a. Status primi gravida
b. Riwayat keluarga eklamsi atau pre eklamsi
c. Pernah eklamsi atau pre eklamsi
d. Usia ibu yang ekstrem (>35 tahun)
e. Sejak awal menderita hipertensi vaskular, penyakit ginjal atau autoimun
f. Diabetes mellitus
g. Kehamilan ganda
h. Molahidatidosa
i. Hidrops fetal
j. Obesitas

2.3. PATOFISIOLOGI
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam
dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa
kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel
darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan
darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan
dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya,
mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola
sehingga terjadi perubahan pada glomerulus.

2.4. MANIFESTASI KLINIK


Diagnosis pre eklampsi ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga gejala, yaitu
penambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi, dan proteinuria.
Penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa
kali. Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan,
dan muka. Tekanan darah ≥140 / 90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat >30mmHg
atau tekanan diastolik >15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30
menit. Tekanan diastolik pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai
sebagai bakat pre eklamsi. Proteinuria bila terdapat protein sebanyak 0.3g/l dalam air
kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1 atau 2; atau kadar protein
≥1g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal
2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Disebut pre eklamsia berat jika ditemukan gejala
berikut:
a. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg
b. Proteinuria + ≥5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup
c. Oliguria (< 400 ml dalam 24 jam)
d. Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan
e. Nyeri epigastrium dan ikterus
f. Edema paru atau sianosis
g. Trombositopenia
h. Pertumbuhan janin terhambat
Diagnosis eklampsia ditegakkan berdasarkan gejala-gejala pre eklampsia disertai
kejang-kejang atau koma. Sedangkan bila terdapat gejala pre eklampsia berat disertai
salah satu atau beberapa gejala dari nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah,
nyeri epigastrium dan kenaikan tekanan darah yang progresif, dikatakan pasien tersebut
menderita impending pre eklampsia. Impending pre eklampsia ditangani sebagai kasus
eklampsia.

2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Urin :
Protein (proteinuri : 5 g dlm urin 24 jam atau +3 atau lebih pada dipstick), reduksi,
bilirubin, sedimen urin (albuminuri :+3 atau +4)
b. Darah :
Trombosit (trombositopeni), ureum (nitrogen urea darah/BUN : < 10), kreatinin serum
meningkat, SGOT, LDH, dan bilirubin.
c. Ultrasonografi (USG).
d. Klirens kreatinin : 130-180

2.6. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
a. Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi, dan
timbul proteinuria
 Gejala subyektif :
Sakit kepala di daerah frontal, nyeri epigastrium, gangguan visus : penglihatan
kabur, skotoma, diplopia ; mual muntah.
 Gangguan serebral lainnya : oyong, refleks meningkat, dan tidak tenang.
b. Pemeriksaan : tekanan darah tinggi, refleks meningkat, dan proteinuria pada
pemeriksaan laboratorium

2.7. KOMPLIKASI
Tergantung derajat pre eklampsia atau eklampsianya. Yang termasuk komplikasi
antara lain atoni uteri (uterus couvelaire) sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver
enzimes, low platelet count), ablasi retina, KID (koagulasi intravaskular diseminata),
gagal ginjal, perdarahan otak, edema paru, gagal jantung, hingga syok dan kematian.
Komplikasi pada janin berhubungan dengan akut atau kronisnya insufisiensi
uteroplasental, misal pertumbuhan janin terhambat atau prematuritas.

2.8. PENCEGAHAN PRE EKLAMPSIA


Belum ada kesepakatan dalam strategi pencegahan preeklampsia. Beberapa
penelitian menunjukkan pendekatan nutrisi (diet rendah garam, diet tinggi protein,
suplemen kalsium, magnesium, dll) atau medikamentosa (teofilin, antihipertensi, diuretik,
aspirin, dll) dapat mengurangi kemungkinan timbulnya preeklampsia.

2.9. PENATALAKSANAAN
a. Pre-eklampsia
Pengobatan hanya bersifat simptomatis dan selain rawat inap, maka penderita
dapat dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih sering, misalnya dua kali
seminggu. Penanganan pada penderita rawat jalan atau rawat inap adalah dengan
istirahat di tempat tidur, diet rendah garam dan berikan obat-obatan seperti valium
tablet 5 mg dosis 3 kali sehari atau fenobarbital tablet 30 mg dengan dosis 3 x 1 sehari.
Diuretika dan obat antihipertensi tidak dianjurkan, karena obat ini tidak begitu
bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-eklampsi berat. Dengan cara
diatas biasanya pre-eklampsi ringan jadi tenang dan hilang, ibu hamil dapat
dipulangkan dan diperiksa ulang lebih sering dari biasa.
Bila gejela masih menetap, penderita tetap di rawat inap. Monitor keadaan
janin : kadar estriol urin, lakukan amnioskopi, dan ultrasografi, dan sebagainya. Bila
keadaan mengijinkan barulah dilakukan induksi partus pada usia kehamilan minggu 37
keatas.

b. Pre-eklampsi berat
1. Pre-eklampsi berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu
a) Jika janin belum menunjukkan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan uji kocok
dan rasio L/S, maka penanganannya adalah sebagai berikut :
1) Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr intra muskular,
kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr intramuskuler setiap 4 jam
(selama tidak ada kontra indikasi).
2) Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfat magnesikusdapat
diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria pre-eklampsi ringan
(kecuali ada kontraindikasi).
3) Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa dan keadaan janin dimonitor serta
beratbadan ditimbang seperti pada pre-eklampsi ringan, sambil mengawasi
timbulnya lagi gejala.
4) Jika dengan terapi diatas tidak ada perbaikan dilakukan terminasi kehamilan
dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung keadaan.
b) Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin, maka
penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan diatas 37 minggu
2. Pre-eklampsi berat pada usia kehamilan diatas 37 minggu
a) Penderita dirawat inap
1) Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi
2) Berikan diit rendah garam dan tinggi protein
3) Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskuler, 4 gr di bokong kanan
dan 4 gr di bokong kiri
4) Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam
5) Syarat pemberian MgSO4 adalah : refleks patela positif; diuresis 100 cc dalam
4 jam terakhir; respirasi 16 kali per menit, dan harus tersedia antidotumnya
yaitu kalsium glukonas 10% dalam ampul 10 cc
6) Infus dektrosa 5% dan Ringer Laktat
b) Berikan obat antihipertensi : injeksi katapres 1 ampul i.m. dan selanjutnya dapat
diberikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau 2 kali ½ tablet sehari.
c) Diuretika tidak diberikan, kecuali bila terdapat edema umum, edema paru, dan
kegagalan jantung kongestif. Untuk itu dapat disuntikkan 1 ampul intravena
lasix.
d) Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi partus
dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin (pintosin atau
sintosinon) 10 satuan dalam infus tetes.
e) Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vacum atau forcep, jadi ibu dilarang
mengedan.
f) Jangan berikan methergin post partum, keguali bila terjadi perdarahan yang
disebabkan atonia uteri.
g) Pemberian sulfas magnesikus kalau tidak ada kontraindikasi, kemudian
diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jam post partum.
c. Sectio Caesarea (SC)
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan
janin dari dalam rahim (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002).
Pelaksanaan SC dilakukan oleh tim medis yang meliputi dokter spesialis
obgyn, dokter anak, dokter anestesi, perawat ruang operasi dan bidan. Namun sebelum
dilakukan tindakan SC, pasien harus melakukan pemeriksaan diantaranya :
1. Tes Laboratorium yang meliputi penyakit-penyakit menular dan lain-lain,
2. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan,
3. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi,
4. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah,
5. Urinalisis/kultur urine, dan
6. Pemeriksaan elektrolit
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

Vous aimerez peut-être aussi