Vous êtes sur la page 1sur 57

LAPORAN PENDAHULUAN

PERIOPERATIF

A. Proses keperawatan perioperatif


Fase perioperatif adalah waktu sejak keputusan untuk operasi diambil hingga
sampai ke meja pembedahan, tanpa memandang riwayat atau klasifikasi
pembedahan.
Keahlian seorang perawat perioperatif dibentuk dari pengetahuan
keperawatan professional dan keterampilan psikomotor yang kemudian
diintegrasikan ke dalam tindakan keperawatan yang harmonis. Kemampuan dalam
mengenali masalah pasien yang sifatnya risiko atau actual pada setiap fase
perioperatif yang didasarkan atas pengetahuan dan pengalaman keperawatan
perioperatif akan membantu penyusunan rencana intervensi keperawatan. Staf
keperawatan yang merawat pasien bertanggung jawab untuk mengelola aspek-
aspek penting perawatan pasien dengan cara mengimplementasikan rencana
perawatan yang berdasarakan pada tujuan yang diprioritaskan, koordinasi seluruh
anggota tim perioperatif, dan melibatkan tindakan mandiri dan kolaboratif.
Asuhan keperawatan praoperatif pada praktiknya akan dilakukan secara
berkesinambungan, baik asuhan keperawatan praoperatif dibagian rawat inap,
poliklinik, bagian bedah sehari (one day care) atau di unit gawat darurat yang
kemudian dilanjutkan kamar operasi oleh perawat praoperatif. Asuhan
keperawatan praoperatif yang terintegrasi secara berkesinambungan terjadi saat
beberapa masalah pasien yang belum teratasi di ruang rawat inap, poliklinik,
bedah sehari, atau unit gawat darurat akan tetap dilanjutkan oleh perawat
perioperatif di kamara operasi. Dokumentasi yang optimal dapat membantu
terciptanya komunikasi yang baik antara perawat ruangan dengan perawat kamar
operasi.
B. PENGKAJIAN
Pengkajian pasien pada fase praoperatif secara umum dilakukan untuk menggali
permasalahan pada pasien, sehingga perawat dapat melakukan intervensi yang
sesuai dengan kondisi pasien. Pengkajian praoperatif pada kondisi klinik terbagi
atas dua bagian, yaitu :
1) Pengkajian komprehensif yang dilakukan perawat pada bagian rawat inap,
poliklinik, bagian bedah sehari, atau unit gawat darurat.
2) Pengkajian klarifikasi ringkas oleh perawat perioperatif di kamar operasi.
Lamanya waktu praoperatif akan menentukan lengkapnya data pengkajian.
Misalnya, jika pasien datang ke tempat pembedahan pada hari yang sama, maka
waktu yang tersedia mungkin tidak cukup untuk melakukan pemeriksaan fisik
yang komprehensif. Dalam kasus ini, perawat lebih berfokus pada pengkajian
utama seluruh system tubuh untuk memastikan bahwa tidak ada masalah yang
terabaikan. Walaupun dokter akan melakukan pemeriksaan yang teliti dan
menyeluruh sebelum menentukan jadwal pembedahan, tetapi pengkajian
praoperatif sering kali menunjukkan adanya ketidaknormalan. Hal ini akan
mengakibatkan penundaan atau pembatalan jadwal pembedahan yang telah dibuat.
Perawat harus tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi
pascaoperatif karena biasanya hasil pemeriksaan memperlihatkan hasil yang
normal-normal saja. Pengkajian praoperatif secara umum meliputi :
· Pengkajian umum
· Riwayat kesehatan
· Pengkajian psikososiospiritual
· Pemeriksaan fisik
· Pengkajian diagnostic
PENGKAJIAN UMUM
Pada pengkajian pasien di unit rawat inap. Poliklinik, bagian bedah sehari, atau
unit gawat darurat dilakukan secara komprehensif dimana seluruh hal yang
berhubungan dengan pembedahan pasien perlu dilakukan secara seksama. Berikut
ini adalah hal-hal yang harus diidentifikasi pada saat melakukan pengkajian
umum.
Identitas pasien
Pengkajian ini perlu dilakukan agar tidak terjadi duplikasi nama pasien. Umur
pasien sangat penting untuk diketahui guna melihat kondisi pada berbagai jenis
pembedahan. Selain itu juga diperlukan untuk memperkuat identitas pasien.
Perawat peripoperatif harus mengetahui bahwa factor usia, baik anak-anak dan
lansia, dapat meningkatkan resiko pembedahan. Pengetahuan tersebut akan
membantu perawat perioperatif untuk menentukan tindakan pencegahan mana
yang penting untuk dimasukkan ke dalam rencan asuhan keperawatan.
Bayi dan anak-anak. bayi dan anak-anak berhubungan dengan status fisiologis
yang masih imatur atau mengalami penurunan. Pada bayi yang menjalani
pembedahan, kemampuan pertahanan suhunya masih belum optimal. Refleks
menggigil pada bayi belum berkembang dan sering terjadi berbagai variasi suhu.
Anestesi menambah resiko bagi bayi karena agen anetesi dapat menyebabkan
vasodilatasi dan kehilangan panas, bayi juga mengalami kesulitan untuk
mempertahankan volume sirkulasi darah normal. Volume total darah bayi
dianggap kurang dari anak-anak atau orang dewasa. Kehilangan darah walaupun
dalam jumlah kecil dapat menjadi hal yang serius. Penurunan volume sirkulasi
menyebabkan bayi sulit berespons terhadap kebutuhan untuk meningkatkan
oksigen selama pembedahan. Dengan demikian, bayi menjadi sangat rentan
mengalami dehidrasi. Namun, jika darah atau cairan diganti terlalu cepat , maka
akan menimbulkan overdehidrasi. Aspek penting lainnya pada perawatan bedah
anak meliputi manajemen jalan nafas, mempertahankan keseimbangan cairan,
mengatasi kejang, mengatasi perubahan suhu, mengidentifikasi dan mengatasi
penurunan kesadaran yang tiba-tiba dan kegawatan anestesi yang tertunda,
mengatasi nyeri dan agitasi, serta terjadinya peralatan dan obat-obatan.
lansia, seiring meningkatnya usia, kapasitas fisik pasien lansia untuk beradaptasi
dengan stress pembedahan menjadi terhambat karena mundurnya beberapa fungsi
tubuh tertentu. Individu lansia yang menghadapi operasi bisa mempunyai suatu
kombinasi penyakit kronik dan masalah kesehatan selain masalah kesehatan yang
mengindikasikan pembedahan. secara umum, lansia dianggap memiliki resiko
pembedahan yang lebih buruk dibandingkan pasien yang lebih muda. Cadangan
jantung menurun, fungsi ginjal dan hepar menurun, dan aktifitas gastrointestinal
tampaknya berkurang. Dehidrasi, konstipasi, dan malnutrisi juga mungkin terjadi.
Keterbatasan sensori seperti gangguan penglihatan dan pendengaran, serta
penurunan sensitivitas terhadap sentuhan sering kali menjadi alas an terjadinya
kecelakaan, cedera, dan luka bakar. Keadaan mulut juga penting untuk dikaji
sebab sering kali ditemukan adanya karies gigi atau gigi palsu. Temuan ini
penting bagi ahli anestesi. Penurunan produksi keringat mengarah pada kulit yang
kering dan gatal-gatal. Kulit yang rapuh tersebut mudah mengalami abrasi,
sehingga tindakan kewaspadaan yang lebih tinggi harus ditetapkan ketika
memindahkan pasien lansia. Penurunan lemak subkutan membuat individu lansia
lebih rentan terhadap perubahan suhu tubuh.
C. Jenis pekerjaan dan asuransi kesehatan
Pengkajian jenis pekerjaan dan asuransi kesehatan diperlukan sebagai persiapan
umum. Pengkajian seperti persiapan financial sangat bergantung pada
kemampuan pasien dan kebijakan rumah sakit tempat pasien akan menjalani
proses pembedahan . beberapa jenis pembedahan membutuhkan biaya yang lebih
mahal . misalnya pembedahan jantung dan vascular, bedah saraf, serta bedah
ortopedi. Hal itu disebabkan karena proses pembedahan tersebut memerlukan alat
tambahan karena waktu yang dibutuhkan lebih lama sehingga berpengaruh pada
biaya obat anestesi yang digunakan.
Sebelum dilakukan operasi sebaiknya pasien dan keluarga sudah mendapat
penjelasan dan informasi terkait masalah financial, mulai dari biaya operasi
hingga pemakaian alat tambahan . hal ini diperlukan agar setelah operasi nanti
tidak ada complain atau ketidakpuasan pasein dan keluarga.
Persiapan umum
Persiapan informed consent dilakukan sebelum dilaksanakannya tindakan. Pasien
dan keluarga harus mengetahui perihal prosedur operasi, jenis operasi, dan
prognosis dari hasil pembedahan. peran perawat disini adalah bertanggung jawab
dan memastikan bahwa pasien/keluarga dan dokter sudah menandatangani isi dari
informed consent.
Persiapan alat dan obat yang akan digunakan selama pembedahan harus dilakukan
secara optimal sesuai dengan kebijakan institusi. Beberapa rumah sakit
memberlakukan kebijakan bahwa persiapan alat dan obat harus dilakukan
sebelum pasien memasuki kamar operasi. Beberapa rumah sakit lainnya
mensyaratkan penyediaan darah untuk persiapan transfuse harus dilakukan oleh
pihak keluarga. Pengkajian ulang pada ketepatan transfuse darah antara donor
dengan resipien dapat menurunkan resiko kesalahan pemberian transfusi.
Persiapan lainnya yang bersifat umum seperti pencalonan pasien yang akan
dilakukan pembedahan dari ruang rawat inap, unit gawat darurat, atau unit
perawatan intensif ke kamar unit dimana pasien akan dilakukan pembedahan.
Bagi perawat di kamar operasi, pengkajian praoperatif adalah suatu keterampilan
yang biasanya difokuskan pada area intervensi bedah dan harus dilakukan dalam
waktu yang amat singkat. Pengetahuan mengenai anatomi, fisiologi, serta
patofisiologi sangat penting dimiliki oleh seorang perawat praoperatif untuk
menyintesis temuan pengkajian dan menggunaknnya untuk menentukan tujuan
perawatan pasien. Pasien yang baru diterima di kamar operasi akan diklarifikasi
secara ringkas dan disesusaikan dengan intervensi bedah yang akan dilakukan.
Dalam melakukan pengkajian yang ringkas dan optimal, perawat kamar operasi
hanya melakukan klarifikasi secara cepat dengan menggunakan system checklist.
Formulis checklist .pada beberapa institusi , penggunaan formulir praoperatif di
kamar operasi bertujuan untuk mendokumentasikan prosedur yang secara rutin
dilakukan pada pembedahan. dengan adanya formulir ini, akan terjalin
komunikasi yang cepat antara perawat ruangan dengan perawat di kamar operasi.
Yang diharapkan dari pembuatan formulir ini adalah perawat perioperatif dapat
secara ringkas memvalidasi persiapan praoperatif yang telah dilakukan perawat
ruangan.
Pada kondisi yang lebih baik, beberapa institusi rumah sakit memberlakukan
lembar pengenal yang dipasang pada lengan bawah pasien agar memudahkan
pengenalan lebih lanjut tentang identitas pasien. Tujuan pemasangan tanda
pengenal ini adalah untuk mencegah kekeliruan atau kesalahan intervensi yang
dilakukan.
D. PENGKAJIAN RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat kesehatan
Pengkajian riwayat kesehatan pasien di rawat inap, poliklinik, bagian bedah
sehari, atau unit gawat darurat dilakukan perawat melalui teknik wawancara untuk
mengumpulkan riwayat yang diperlukan sesuai dengan klasifikasi pembedahan.
Pengkajian ulang riwayat kesehatan pasien harus meliputi riwayat penyakit yang
pernah diderita dan alasan utama pasien mencari pengobatan. Riwayat kesehatan
pasien adalah sumber yang sangat baik. Sumber berharga lainnya adalah rekam
medis dari riwayat perawatan sebelumnya .
Penyakit yang diderita pasien akan mempengaruhi kemampuan pasien dalam
menoleransi pembedahan dan mencapai pemulihan yang menyeluruh . pasien
yang akan menjalani bedah sehari (one day care) harus diperiksa secara teliti dan
menyeluruh untuk menentukan kondisi kesehatan yang mungkin akan
meningkatkan resiko komplikasi selama atau setelah pembedahan.
Pengalaman bedah sebelumnya dapat mempengaruhi respons fisik dan psikologis
pasien terhadap prosedur pembedahan. jenis pembedahan sebelumnya , tingkat
rasa, ketidaknyamanan, besarnya ketidakmampuan yang ditimbulkan, dan seluruh
tingkat perawatan yang pernah diberikan adalah factor-faktor yang mungkin akan
diingat oleh pasien. Perawat mengkaji semua komplikasi yang pernah dialami
pasien . informasi ini akan membantu perawat dalam mengantisipasi kebutuhan
pasien selama pra dan pascaoperatif.
Pembedahan sebelumnya juga dapat mempengaruhi tingkat perawatan fisik yang
dibutuhkan pasien setelah menjalani prosedur pembedahan. misalnya, pasien yang
pernah menjalani torakotomi untuk reseksi lobus paru mempunyai resiko
komplikasi paru-paru yang lebih besar daripada pasien dengan paru-paru yang
masih utuh dan normal.
Jika pasien menggunakan obat yang telah diresepkan atau obat yang dibeli di luar
apotik secara teratur, maka dokter bedah atau ahli anestesi mungkin akan
menghentikan pemberian obat tersebut untuk sementara sebelum pembedahan
atau mereka akan menyesuaikan dosisnya. Beberapa jenis obat mempunyai
implikasi khusus bagi pasien bedah. Obat ynag diminum sebelum pembedahan
secara otomatis akan dihentikan saat pasien selesai menjalani operasi kecuali
dokter meminta pasien untuk menggunakannya kembali.
Di unit bedah sehari, riwayat yang perlu dikaji biasanya lebih singkat daripada
riwayat yang seharusnya dikumpulkan. Pengkajian hanya dilakukan pada saat
pasien dirawat di rumah sakit dan sore hari sebelum pembedahan dilakukan,
karena terbatasnya waktu. Apabila pasien tidak mampu memberikan seluruh
informasi yang dibutuhkan maka perawat dapat bertanya pada anggota keluarga.
Pada pasien gawat darurat yang memerlukan pembedahan cito, pengkajian
riwayat kesehatan dilakukan secara ringkas terkait factor-faktor yang
mempengaruhi pembedahan dan anestesi umum. Pasien dikaji tentang adanya
riwayat hipertensi, diabetes mellitus, tuberklusis paru, dan berbagai penyakit
kronis yang akan berdampak pada peningkatan resiko komplikasi intraoperatif.
2. Riwayat alergi
Perawat harus mewaspadai adanya alergi terhadap berbagai obat yang mungkin
diberikan selama fase intraoperatif. Apabila pasien mempunyai riwayat alergi satu
atau lebih, maka pasien perlu mendapat pita identifikasi alergi yang dipakai pada
pergelangan tangan sebelum menjalani pembedahan atau penulisan symbol alergi
yang tertulis jelas pada status rekam medis sesuai dengan kebijakan institusi .
perawat juga harus memastikan bagian depan lembar pencatatan pasien berisi
daftar alergi yang dideritanya.
3. Kebiasaan merokok, alcohol, dan narkoba
Pasien perokok memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami komplikasi
paru-paru pascaoperasi daripada pasien bukan perokok. Perokok kronik telah
mengalami peningkatan jumlah dan ketebalan sekresi lendir pada paru-parunya.
Anestesi umum akan meningkatkan iritasi jalan napas dan merangsang sekresi
pulmonal, karena sekresi tersebut akan dipertahankan akibat penurunan aktivitas
siliaris selama anestesi. Setelah pembedahan, pasien perokok mengalami kesulitan
yang lebih besar dalam membersihkan jalan napasnya dari sekresi lendir.
Kebiasaan mengonsumsi alcohol mengakibatkan reaksi yang merugikan terhadap
obat anestesi . pasien juga mengalami toleransi silang (toleransi obat meluas)
terhadap pemakaian obat anestesi, sehingga memerlukan dosis anestesi yang lebih
tinggi dari normal. Selain itu dokter mungkin perlu meningkatkan dosis analgesic
pascaoperatif. Konsumsi alcohol secara berlebihan juga dapat menyebabkan
malnutrisi sehingga penyembuhan luka menjadi lambat.
Pasien yang mempunyai riwayat adanya pemakaian narkoba (narkotika dan obat-
obatan terlarang) perlu diwaspadai atas kemungkinan yang lebih besar untuk
terjangkit penyakit seperti HIV dan hepatitis, terutama pada pasien pengguna
narkoba suntik. Penggunaan obat-obatan narkotika atau penyalahgunaan obat-
obatan terlarang dapat mengganggu kemampuan pasien mengontrol nyeri setelah
operasi serta mempengaruhi tingkat serta jumlah pemberian anestesi selama
pembedahan. penggunaan narkoba suntik dapat mengganggu system vascular dan
menyulitkan akses ke dalam vena.
4. Pengkajian nyeri
Nyeri adalah suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan yang bersifat subjektif. Keluhan sensori yang
dinyatakan sebagai pegal, linu, ngilu, keju, kemeng, cangkeul, dan seterusnya
dapat dianggap sebagai modalitas nyeri.
Penting bagi setiap perawat untuk mempercayai pasien yang melaporkan rasa
nyeri . yang juga sama pentingnya adalah waspada terhadap pasien yang
mengabaikan nyeri. Misalnya mengungkapkan kenyataan bahwa gangguan atau
prosedur biasanya menimbulkan nyeri atau bahwa pasien tampak meringis saat
bergerak atau menghindari gerakan. Menggali alas an mengapa pasien
mengabaikan rasa nyeri juga sangat membantu. Banyak orang yang menyangkal
nyeri yang dialaminya karena mereka takut dengan pengobatan /tindakan yang
mungkin diberikan jika mereka mengeluh nyeri, atau takut menjadi
ketergantungan terhadap opioid jika obat-obat ini diberikan untuk mengatasi
nyerinya.
Kondisi penyakit dan posisi dapat menimbulkan nyeri pada pasien, perawat perlu
mengkaji pengalaman nyeri pasien sebelumnya, metode pengontrolan nyeri yang
digunakan, sikap pasien dalam menggunakan obat-obatan peghilang rasa nyeri,
respons perilaku terhadap nyeri, pengetahuan pasien, harapan, dan metode
manajemen nyeri yang dipilih karena akan member dasar bagi perawat dalam
memantau perubahan kondisi pasien.
Pengkaji nyeri yang benar memungkinkan perawat perioperatif untuk menetapkan
status nyeri pasien, lebih bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap
perawatan yang diberikan, dan lebih berorientasi pada sifat kemitraan dalam
melakukan penatalaksanaan nyeri. Perawat harus mengembangkan hubungan
terapeutik yang positif dan memberi waktu kepada pasien untuk mendiskusikan
nyeri. Member posisi yang nyaman pada pasien sebelum perawat bertanya dapat
membantu pasien merasakan bahwa perawat peduli akan dirinya. Perawat
menghindari nyeri yang semakin buruk karena melakukan pengkajian yang lama.
Perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal pasien dalam
mengomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Meringis, menekuk salah satu bagian
tubuh, dan postur tubuh yang tidak lazim merupakan contoh ekspresi nyeri secara
nonverbal.
Pasien yang tidak mampu berkomunikasi efektit biasanya membutuhkan perhatian
khusus selama pengkajian . anak-anak, individu yang mengalami keterlambatan
perkembangan, pasien yang menderita psikosis, pasien yang sedang dalam kondisi
kritis, pasien yang mengalami dimensia, dan pasien yang tidak bisa berbicara
bahasa Indonesia membutuhkan pendekatan dengan cara yang berbeda.
Pernyataan verbal anak-anak merupakan hal yang paling penting. Anak-anak yang
masih kecil mungkin tidak mengerti makna “nyeri” sehingga dalam melakukan
pengkajian perawat perlu menggunakan kata-kata, seperti ouh, aduh, atau sakit.
Untuk pasien yang mengalami gangguan kognitif, perlu menggunakan pendekatan
pengkajian yang sederhana, yaitu dengan melakukan observasi ketat terhadap
perubahan perilaku pasien. Untuk pasien yang sedang dalam kondisi kritis dan
mungkin mengalami penumpulan sensori, menggunakan selang nasogastrik, atau
jalan nafas artificial perawat mungkin perlu mengajukan pertanyaan spesifik
secara lansung kepada pasien sehingga pasien dapat member jawaban dengan
mengangguk dan menggelengkan kepala.
Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang
menyebabkan nyeri. Anak-anak kecil yang belum dapat mengungkapkan kata-kata
juga mengalami kesulitan untuk mengungkapkan secara verbal dan
mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau petugas kesehatan. Secara kognitif ,
anak-anak toddler dan prasekolah tidak mampu mengingat penjelasan tentang
nyeri atau mengasosiasikan nyeri sebagai pengalaman yang dapat terjadi di
berbagai situasi . dengan memikirkan pertimbangan pemikiran ini, perawat harus
mengadaptasi pendekatan yang dilakukan dalam upaya mencari cara untuk
mengkaji nyeri yang dirasakan anak-anak (termasuk apa yang akan dinyatakan
dan perilaku yang akan diobservasi) dan bagaimana mempersiapkan seorang anak
untuk prosedur medis yang menyakitkan (whaley, 1995).
Apabila pasien berkomunikasi dengan bahasa yang berbeda, maka akan sulit
melakukan pengkajian nyeri . dalam situasi seperti ini, seorang penerjemah atau
seorang anggota keluarga mungkin diperlukan untuk menjelaskan perasaan pasien
dan sensasi yang dirasakan.
5. Pengkajian karakteristik nyeri secara PQRST
Keluhan dari pasien tentang nyeri yang dirasakan merupakan indicator utama
yang paling dapat dipercaya tentang keberadaan dan intensitas nyeri dan apapun
yang berhubungan dengan ketidaknyamanan.. nyeri bersifat individual, sehingga
pengkajian karakteristik nyeri membantu perawat membentuk pengertian pola
nyeri dan tipe manajemen nyeri yang digunakan untuk mengatasi nyeri.
Penggunaan instrument untuk menghitung luas dan derajat nyeri bergantung
kepada kondisi pasien yang sadar secara kognitif dan mampu memahami instruksi
perawat.
Pendekatan pengkajian karakteristik nyeri dengan menggunakan metode PQRST
dapat mempermudah perawat perioperatif dalam melakukan pengkajian nyeri
yang dirasakn pasien secara ringkas dan dapat digunakan dalam kondisi
praoperatif yang singkat.
6. Pengkajian psikososiospiritual
a. Kecemasan praoperatif
Kecemasan berasal dari bahasa latin “angere” yang berarti untuk
menghadapi (to strange) atau untuk distre. Hal ini berkaitan dengan kata
“anger” yang berarti kesedihan atau masalah. Kecemasan juga berkaitan
dengan kata “to anguish” yang menggambarkan adanya nyeri akut,
penderitaan ,dan distress (stuart. 1998). Cemas berbeda dengan rasa takut,
dimana cemas disebabkan oleh hal-hal yang tidak jelas termasuk di
dalamnya pasien yang akan menjalani operasi karena mereka tidak tahu
konsekuensi pembedahan itu sendiri. Ketakutan memiliki objek yang jelas
dimana seseorang dapat mengidentifikasi dan menggambarkan objek
ketakutan. Ketakutan melibatkan penilain intelektual terhadap stimulus
yang mengancam sedangkan kecemasan merupakan penilaian emosional
terhadap penilain itu. Ketakutan diakibatkan oleh paparan fisik maupun
psikologis terhadap situasi yang mengancam, ketakutan dapat
menyebabkan kecemasan, dua pengalaman emosi ini dibedakan dalam
ucapan, yaitu kita mengatakan memiliki rasa takut tetapi menjadi cemas,
inti permasalahn dalam suatu bentuk kecemasan adalah pada penjagaan
diri (chitty, 1997).
Berbagai dampak psikologis yang dapat muncul adalah adanya
ketidaktahuan akan pengalaman pembedahan yang dapat mengakibatkan
kecemasan yang terkespresi dalam berbagai bentuk seperti marah,
menolak, atau apatis terhadap kegiatan keperawatan. Pasien yang cemas
sering mengalami ketakutan atau perasaan tidak tenang . berbagai bentuk
ketakutan muncul seperti ketakutan akan hal yang tidak diketahui,
misalnya terhadap pembedahan, anestesi, masa depan, keuangan, dan
tanggung jawab keluarga, ketakutan akan nyeri, kematian, atau ketakutan
akan perubahan citra diri dan konsepp diri.
Kecemasan dapat menimbulkan adanya perubahan secara fisik maupun
psikologis yang akhirnya megaktifkan saraf otonom simpatis sehingga
meningkatkan denyut jantung, peningkatan tekanan darah, peningkatan
frekuensi napas, dan secara umum mengurangi tingkat energy pada pasien,
dan akhirnya dapat merugikan individu itu snediri (rothrock, 1999).
Berdasarkan konsep psikoneuroimunologi, kecemasan merupakan stressor
yang dapat menurunkan system imunitas tubuh. Hal ini terjadi melalui
serangkaian aksi yang diperantarai oleh HPA-axis (hipotalamus, pituitary,
dan adrenal) . stress akan merangsang hipotalamus untuk meningkatkan
produksi corticotrophin releasing factor (CRF) . CRF ini selanjutnya akan
merangsang kelenjar pituitary anterior untuk meningkatkan produksi
adrenocorticothropin hormone (ACTH). Hormone ini yang akan
merangsang korteks adrenalin untuk meningkatkan sekresi kortisol.
Kortisol inilah yang selanjutnya akan menekan system tubuh (guyton,
1996).
Prosedur pembedahan akan memberikan suatu reaksi emosional bagi
pasien, apakah reaksi tersebut jelas atau tersembunyi, normal, atau
abnormal, sebagai contoh kecemasan praoperatif merupakan suatu respons
antisipasi terhadap suatu pengalaman yang dapat dianggap pasien sebagai
suatu ancaman terhadap perannya dalam hidup, integritas tubuh, atau
bahkan kehidupan itu sendiri,sudah diketahui bahwa pikiran yang
bermasalah secara lansung akan mempengaruhi fungsi tubuh, oleh karena
itu pentig untuk mengidentifkasi ansietas yang dialami pasien.
Dengan mengumpulkan riwayat kesehatan secara cermat, perawat akan
menemukan kekhawatiran pasien yang didapat menjadi beban lansung
selama proses pembedahan. tidak diragukan lagi pasien yang menghadapi
pembedahan akan dilingkupi oleh ketakutan , termasuk ketakutan akan
ketidaktahuan,kematian, anestesi dan kanker, kekhawatiran mengenai
kehilangan waktu kerja, kemungkinan kehilangan pekerjaan, tanggung
jawab terhadap keluarga, dan ancaman ketidakmampuan permanen yang
lebih jauh. Akan memperberat ketegangan emosional yang sangat hebat
yang diciptakan oleh proses pembedahan, kekhawatiran yang nyata yang
lebih ringan dapat terjjadi karena pengalaman sebelumnya dengan system
perawatan kesehatan dan orang-orang yang dikenal pasien dengan kondisi
yang sama. Akibatnya perawat harus memberikan dorongan untuk
pengungkapan serta harus mendengarkan, memahami, dan memberikan
informasi yang membantu menyingkirkan kekhawatiran tersebut (potter,
2006)
Meurut potter (2006) reaksi pasien terhadap pembedahan didasarkan pada
banyak factor,meliputi ketidaknyamanan dan perubahan-perubahan yang
diantisipasi baik fisik, financial, psikologis, spiritual, social, atau hasil
akhir pembedahan yang diharapkan.
Bagian terpenting dari pengkajian kecemasan praoperatif adalah untuk
menggali peran orang terdekat , baik dari keluarga, sahabat, adanya
sumber dukungan orang terdekat akan menurunkan kecemasan.
b. Perasaan
Perawat dapat mendeteksi perasaan paien tentang pembedahan dari
perilaku dan perbuatannya. Pasien yang merasa takut biasanya akan sering
bertanya , tampak tidak nyaman jika ada orang asing memasuki ruangan.
Atau secara aktif mencari dukungan dari teman dan keluarga.
Perasaan seringkali susah dikaji secara keseluruhan jika pasien akan
menjalani bedah sehari . biasanya perawat hanya memiliki waktu yang
singkat untuk membina hubungan dengan pasien,. Pada beberapa program
bedah sehari, perawat dapat mengunjungi rumah pasien atau melakukan
pengkajian melalui telepon sebelum hari pembedahan. dirumah sakit
perawat harus memilih waktu diskusi yaitu setelah melengkapi prosedur
kedatangan pasien ke rumah sakit atau setelah melengkapi pemeriksaan
diagnostic . perawat harus menjelaskan bahwa rasa takut dan khawatir
merupakan perasaan yang normal , kemampuan pasien mengungkapkan
perasaannya bergantung pada keinginan perawat untuk mendengar,
member dukungan, dan membenarkan konsep yang salah (stuart 1999).
Jika pasien merasa tidak berdaya, perawat harus menentukan alasannya.
Diagnosis medis dapat menimbulkan pemahaman tentang meningkatnya
rasa ketergantungan dan kehilangan fungsi fisik atau mental. Pikiran
bahwa pasien akan “ditidurkan” selama masa anestesi menimbulkan rasa
khawatir akan kehilangan control . banyak pasien yang merasa perlu
mempertahankan kekuatannya untuk membuat keputusan tentang terapi
yang akandijalaninya .perawat harus meyakinkan bahwa pasien berhak
untuk bertanya dan mencari informasi.
c. Konsep diri
Pasien dengan konsep diri positif lebih mampu menerima operasi yang
dialaminya dengan tepat. Perawat mengkaji konsep diri pasien dengan cara
meminta pasien mengidentifikasi kekuatan dan kelamahan dirinya , pasien
yang cepat mengkritik mungkin mempunyai harga diri yang rendah atau
sedang menguji pendapat perawat tentang karakter mereka. Konsep diri
yang buruk mengganggu kemampuan beradaptasi dengan stress
pembedahan dan memperburuk rasa bersalah atau ketidakmampuannya
(stuart 1999).
d. Citra diri
Pembedahan untuk mengangkat bagian tubuh yang mengandung penyakit
biasanya mengakibatkan perubahan bentuk atau fungsi tubuh yang
permanen. Rasa khawatir terhadap kelainan bentuk atau kehilangan bagian
tubuh akan menyertai rasa takut pasien.
Perawat mengkaji perubahan citra tubuh yang pasien anggap akan terjadi
akibat operasi.
Seringkali pembedahan mengubah aspek fisik atau psikologis seksual
pasien. Eksisi jaringan payudara, kolostomi, ureterostomi, atau
Pengangkatan kelenjar prostat dapat mempengaruhi persepsi pasien
tentang seksualitas mereka. Pembedahan seperti perbaikan hernia atau
ekstraksi katarak menyebabkan pasien tidak melakukan hubungan seksual
sampai normal kembali.
Perawat harus mendorong pasien untuk mengekspresikan kekhawatiran
mereka tentang seksualitas. Pasien yang menghadapi disfungsi seksual
yang bersifat sementara. Memerlukan pemahaman dan dukungan . diskusi
tentang seksualitas klien harus dilakukan dengan pasangan seksual mereka
sehingga mereka dapat saling memahami cara mengatasi keterbatasan
fungsi seksual yang terjadi.
e. Sumber koping
Pengkajian terhadap perasaan dan konsep diri akan membantu perawat
menentukan kemampuan pasien dalam mengatasi stress akibat
pembedahan ,perawat juga bertanya tentang manajemen stress yang biasa
dilakukan pasien sebelumnya . apabila pasien pernah menjalani
pembedahan, maka perawat perioperatif perlu menentukan perilaku yang
dapat membantu pasien dalam menghilangkan ketegangan atau
kecemasannya . perawat dapat menginstruksikan pasien untuk melakukan
latihan relaksasi untuk membantu mengontrol ansietas.
Perawat perioperatif mengkaji adanya dukungan yang dapat diberikan oleh
anggota keluarga atau teman. Pada saat pengkajian atau saat perawat
memberi instruksi atau penjelasan, pasien mungkin menginginkan
kehadiran orang lain. Pada konsep perioperatif adanya anggota keluarga
dapat dimaksimalkan perawat perioperatif sebagai pelatih pasien.
Menawarkan dukungan yang berharga selam periode pasca operatif karena
partisipasi dari pasien terhadap keseluruhan fase perioperatif merupakan
hal yang penting.
f. Kepercayaan spiritual
Kepercayaan spiritual memainkan peranan penting dalam menghadapi
ketakutan dan ansietas. Tanpa memandang agama yang dianut pasien,
kepercayaan spiritual dapat menjadi medikasi terapeutik. Segala upaya
harus dilakukan untuk membantu pasien mendapat bantuan spiritual yang
diinginkan . keyakinan mempunyai kekuatan yang sangat besar , oleh
karena itu kepercayaan yang dimiliki oleh setiap pasien harus dihargai dan
didukung. Menghormati nilai budaya dan kepercayaan pasien dapat
mendukung terciptanya hubungan dan saling percaya.
Kemampuan yang paling berguna bagi perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan adalah kemampuan untuk mendengarkan pasien, terutama
saat mengumpulkan riwayat kesehatan pasien. Melalui keterlibatan dalam
percakapan dan menggunakan prinsip-prinsip komunikasi mewawancara,
perawat dapat mengumpulkan informasi dan wawasan yang sangat
berharga . perawat yang tenang memperhatikan, dan pengertian akan
menimbulkan rasa percaya pasien.
g. Pengetahuan, persepsi dan pemahaman
Perawat harus mempersiapkan pasien dan keluarganya untuk menghadapi
pembedahan , dengan mengidentifikasi pengetahuan, persepsi, dan
pemahaman pasien, dapat membantu perawat merencanakan penyuluhan
dan tindakan untuk mempersiapkan kondisi emosional pasien. Apabila
pasien dijadwalkan menjalani bedah sehari, maka pengkajian dapat
dilakukan di ruang praktik dokter atau rumah pasien.
Setiap pasien merasa takut untuk datang ke tempat pembedahan. beberapa
diantaranya disebabkan karena pengalaman di rumah sakit sebelumnya,
peringatan dari teman dan keluarga. Atau karena kurang pengetahuan.
Perawat menghadapi dilema etik saat pasien memahami informasi yang
salah atau tidak menyadari alas an dilakukannya pembedahan. perawat
menanyakan gambaran pemahaman pasien tentang pembedahan dan
implikasinya.
h. Informed consent
Informed consent adalah suatu izin tertulis yang dibuat secara sadar dan
sukarela oleh pasien sebelum suatu pembedahan dilakukan. Izin tertulis
tersebut dapat melindungi pasien dari kelainan dalam prosedur
pembedahan dan melindungi ahli bedah terhadap tuntutan dari suatu
lembaga hukum demi kepentingan bersama, semua pihak yang terkait
perlu mengikuti prinsip medikolegal yang baik (Potter, 2006).
Tanggung jawab perawat adalah untuk memastikan bahwa informed
consent telah diminta oleh dokter dan ditanda tangani secara sukarela oleh
pasien. Sebelum pasien menandatangani informed consent, ahli bedah
harus memberikan penjelasan yang jelas dan sederhana tentang apa yang
akan diperlukan dalam pembedahan. ahli bedah juga harus
menginformasikan pasien tentang alternatif –alternatif yang ada,
kemungkinan resiko, komplikasi, perubahan bentuk tubuh, menimbulkan
kecacatan,ketidakmampuan, pengangkatan bagian tubuh, dan juga tentang
apa yang diperkirakan terjadi pada periode pasca operatif awal dan lanjut.
Persetujuan tindakan medic ini diperlukan pada:
· Suatu prosedur tindakan invasive, seperti insisi bedah, biopsy,
sistoskopi, atau parasintesis
· Intervensi dengan menggunakan anestesi
· Prosedur nonbedah yang resikonya lebih dari sekedar risiko ringan,
contohnya prosedur arteriografi
· Prosedur yang mencakup terapi radiasi atau kobal
Pasien secara pribadi menandatangani consent tersebut jika telah mencapai
usia yang ditentukan dan mampu secara mental, bila pasien dibawah umur,
tidak sadar, atau tidak kompeten, maka izin harus didapat dari anggota
keluarga yang bertanggung jawab atau wali yang sah.
Pada kasus-kasus kedaruratan, penting bagi ahli bedah untuk mengambil
tindakan yang bersifat penyelamatan tanpa informed consent dari pasien.
Namun, upaya untuk menghubungi pihak keluarga pasien harus terus
dilakukan. Pada situasi seperti ini , komunikasi dapat dilakukan melalui
telepon, telegram, facsimile,, atau media elektronik lainnya.
Jika pasien ragu-ragu dan tidak sempat mencari pengobatan alternative ,
maka opini orang kedua dapat diminta, tidak ada pasien yang boleh
dipaksa untuk menandatangani izin operasi. Penolakan terhadap prosedur
pembedahan adalah hak hukum dan hak istimewa seseorang. Akan tetapi,
informasi tersebut harus didokumentasikan dan disampaikan kepada ahli
bedah sehingga pengaturan lain dapat dibuat. Sebagai contoh, penjelasan
tambahan dapat diberikan kepda pasien dan keluargnya atau pembedahan
dapat dijadwalkan ulang .
Proses penandatanganan informed consent ini dapat dilengkapi dengan
penjelasan dan harus dipastikan bahwa pasien dapat memahami dan
mengerti isi atau maksud dari informed consent tersebut. Fomulir
informed consent yang sudah ditandatangani diletakkan direkam medic
pada posisi yang mudah dilihat. Pemeriksaan fisik
Ada berbagai pendekatan yang digunakan dalam melakukan pemeriksaan
fisik , mulai dari pendekatan heat to toe hingga pendekatan per system .
perawat dapat menyesuaikan konsep pendekatan pemeriksaan fisik dengan
kebijakan prosedur yang digunakan institusi tempat ia bekerja. Pada
pelaksanaanya, pemeriksaan yang dilakukan bisa mencakup sebagian atau
seluruh system, bergantung pada banyaknya waktu yang tersedia dan
kondisi praoperatif pasien. Focus pemeriksaan yang dilakukan adalah
melakukan klarifikasi dari hasil temuan saat melakukan anamnesis riwayat
kesehatan pasien dengan system tubuh yang akan dipengaruhi atau
memengaruhi respons pembedahan.
E. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
Pemeriksaan keadaan umum pasien praoperatif meliputi penampilan umum dan
prilaku, pangkajian tingkat kesadaran dan pengkajian status nutrisi.
1. Penampilan Umum
Pada pengkajian keadaan umum, secara ringkas perawat melakukan survei
keadaan umum untuk mengobservasi panampilan umum pasien. Bentuk dan
pergerakan tubuh dapat menggambarkan kelemahan yang disebabkan oleh
penyakit yang berhubungan dengan adanya intervensi pembedahan. secara
ringkas, pengkajian yang berhubungan dengan praoperatif meliputi elemen-
elemen berikut ini:
· Usia
Usia akan memengaruhi karakteristik fisik normal. Kemampuan untuk
berpartisipasi dalam beberapa bagian pemeriksaan fisik praoperatif juga
dipengaruhi oleh usia.
· Tanda distres
Terdapat tanda dan gejala distress nyata yang mengindikasikan nyeri, kesulitan
bernapas, atau kecemasan. Tanda tersebut dapat membantu perawat dalam
membuat prioritas yang berkaitan dengan apa yang akan diperiksa terlebih dahulu.
· Jenis tubuh
Perawat mengobservasi jika pasien tanpak ramping, berotot, obesitas, atau sangat
kurus. Jenis tubuh dapat mencerminkan tingkat kesehatan, usia, dan gaya hidup.
· Postur
Perawat mengkaji postur tubuh pasien. Apakah pasien memiliki postur tubuh yang
merosot, tegak, dan bungkuk. Postur dapat mencerminkan alam perasaan atau
adanya nyeri.
· Gerakan tubuh
Observasi gerakan tersebut bertujuan untuk memperhatikan apakah terdapat
tremor di ekstremitas. Tentukan ada atau tidaknya bagian tubuh yang tidak
bergerak.
· Kebersihan diri dan bau badan
Tingkat kebersihan diri pasien dicatat dengan mengobsevasi penampilan rambut,
kulit, dan kuku jari. Bau badan yang tidak sedap dapat terjadi karena kebersihan
diri yang buruk atau akibat patologi penyakit tertentu. Kondisi kebersihan
praoperatif merupakan hal yang penting diperhatikan karena dapat memengaruhi
konsep asepsis intraoperasi dan akan memberikan data dasar pada perawat untuk
memberikan intervensi praoperatif terkait kebutuhan pemenuhan kebersihan area
pembedahan.
· Afek dan alam perasaan
Afek adalah perasaan seseorang yang terlihat oleh orang lain. Alamperasaan atau
status emosi diekpresikan secara verbal dan nonverbal.
· Bicara
Bicara normal adalah bicara yang dapat dipahami, diucapkan dengan kecepatan
sedang dan menunjukkan hubungan dengan apa yang dipikirkan.

2. Pengkajian tingkat kesadaran


Penilaian tingkat respons kesadaran secara umum dapat mempersingkat
pemeriksaan. Pengenalan kondisi klinis pada setiap tingkat kesadaran akan
memudahkan perawat dalam melakukan pengkajian.
Pada keadaan emergensi , kondisi pasien dan waktu untuk mengumpulkan data
penilaian tingkat kesadaran sangat terbatas. Oleh karena itu, skala koma
Glasgow dapat memberikan jalan pintas yang sangat berguna . skala tersebut
memungkinkan pemeriksa untuk membuat peringkat tiga respons utama pasien
terhadap lingkungan, yaitu : membuka mata, mengucapkan kata, dan gerakan.
Pada setiap kategori, respons yang terbaik diberikan nilai, nilai total maksimum
untuk sadar penuh dan terjaga adalah 15. Nilai minimum 3 menandakan pasien
tidak memberikan respons. Jika nilai keseluruhan adalah 8 atau dibawahnya, maka
berhubungan dengan koma, jika bertahan dalam waktu yang lama mungkin dapat
menjadi satu tanda akan buruknya pemulihan fungsi. System penilaian ini
dirancang sebagai pedoman untuk mengevaluasi dengan cepat pasien yang sakit
saat kritis atau pasien yang cedera sangat berat dan status kesehatannya dapat
berubah dengan cepat.

3. Pengkajian status nutrisi


Pengkajian status nutrisi dengan menggunakan berat dan tinggi badan merupakan
indicator status nutrisi yang penting . kebutuhan nutrisi ditentukan dengan
mengukur tinggi dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar
protein darah, dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus
dikoreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup guna
perbaikan jaringan.
Perbaikan jaringan normal dan resistensi terhadap infeksi bergantung pada status
nutrisi yang cukup. Pembedahan akan meningkatkan kebutuhan nutrisi. Setelah
pembedahan, pasien membutuhkan minimal 1500 kkal/hari untuk
mempertahankan cadangan energy. Peningkatan protein , vitamin A dan C serta
zat besi akan mempercepat penyembuhan luka. Pasein malnutrisi cenderung
mengalami penyembuhan luka yang kurang baik, berkurangnya penyimpangan
energy, dan infeksi setelah operasi. Apabila pasien menjalani pembedahan efektif
, maka ketidakseimbangan nutrisi dapat diperbaiki sebelum pembedahan. namun
jika pasien malnutrisi harus menjalani prosedur darurat, maka upaya perbaikan
nutrisi dilakukan setelah pembedahan. (potter,2006) .
Dehidrasi, hipovolemia, dan ketidakseimbangan elektrolit umum terjadi dan
harus didokumentasikan dengan cermat. Tingkat keparahan sering sulit untuk
ditentukan , ketika pasien sedang dipersiapkan untuk pembedahan, maka
tambahan waktu mungkin diperlukan untuk memperbaiki deficit cairan guna
meningkatkan kondisi praoperatif sebaik mungkin.
Obesitas sangat meningkatkan resiko dan komplikasi yang berkaitan dengan
pembedahan, selama pembedahan, jaringan lemak rentan terhadap infeksi . selain
itu , obesitas mengakibatkan peningkatan masalah-masalah tehnik dan mekanik .
oleh karena itu, dehisens (perlepasan luka) dan infeksi luka umum terjadi. Pasien
obesitas biasanya lebih sulit dirawat karena akibat peningkatan berat badan ,
pasien menjadi bernafas tidak optimal ketika berbaring miring dan karenanya
mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonal pascaoperatif . selain
itu, distensi abdomen, flebitis, gangguan system kardiovaskular, endokrin,
hepatica, dan penyakit biliari terjadi lebih sering pada pasien dengan obesitas.
Telah diperkirakan bahwa untuk setiap kelebihan berat badan 13 kg, diperlukan
seiktar 40 km pembuluh darah. Kebutuhan yang meningkat pada jantung dalam
hal ini sangat jelas (potter, 2006).
Obesitas meningkatkan resiko pembedahan akibat menurunnya ventilasi dan
fungsi jantung, pasien akan mengalami kesulitan melakukan aktivitas fisik normal
setelah pembedahan, pasien obesitas rentan mengalami penyembuhan luka yang
buruk dan infeksi luka karena struktur jaringan lemak memiliki suplai darah yang
buruk . suplai darah yang buruk akan memperlambat pengiriman nutrisi yang
penting, antibody,dan enzim yang dibutuhkan untuk penyembuhan luka. Pasien
obesitas sering mengalami kesulitan penutupan luka karena tebalnya lapisan
adipose. Klien obesitas juga beresiko mengalami dehisens (terbukanya garis
jahitan operasi).

F. Pemeriksaan tanda –tanda vital

Pemeriksaan awal fisik dilakukan dengan memeriksa tanda-tanda vital . tanda


vital diukur untuk menentukan status kesehatan atau untuk menilai respons pasien
terhadap stress intervensi pembedahan.
‘pemeriksaan TTV meliputi pengukuran suhu , nadi, tekanan darah, dan frekuensi
pernapasan. Sebgai indicator dari status kesehatan , ukuran-ukuran ini
menandakan keefektifan sirkulasi =, respirasi, serta fungsi neurologis dan
endokrin tubuh . karena sangat penting, maka disebut dengan vital. Banyak factor
seperti suhu lingkungan, latihan fisik, dan efek sakit yang menyebabkan
perubahan tanda vital hingga kadang-kadang diluar batas normal. Pengukuran
tanda vital member data untuk menentukan status kesehatan pasien yang lazim
(data dasar), seperti respons terhadap stress fisik dan psikologis . perubahan pada
tanda vital menandakan kebutuhan dilakukannya intervensi keperawatan dan
medis praoperatif.
Pengkajian tanda-tanda vital praoperatif memberikan data dasar yang penting
untuk dibandingkan dengan perubahan tanda-tanda vital yang terjadi selama dan
setelah pembedahan. pengkajian tanda-tana vital praoperatif juga penting untuk
menentukan adanya abnormalitas cairan dan elektrolit . peningkatan denyut
jantung dapat disebabkan karena kekurangan volume cairan plasma, kekurangan
kalium, atau kelebihan natrium. Apabila denyut nadi kuat dank eras, hal tersebut
mungkin disebabkan karena kelebihan volume cairan. Disritmia jantung
umumnya disebabkan oleh ketidakseimbangan elektrolit.
Peningkatan suhu sebelum pembedahan merupakan penyebab yang harus
diperhatikan . apabila pasien mengalami infeksi , maka dokter bedah dapat
menunda pembedahan sampai infeksi tersebut teratasi. Peningkatan suhu tubuh
meningkatkan resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit setelah
pembedahan.
Tanda vital merupakan cara yang cepat dan efisien untuk memantau kondisi
pasien. Teknik dasar inspeksi, palpasi, dan auskultasi digunakan untuk
menentukan tanda vital. Keterampilan ini sederhana, tetapi tidak boleh diabaikan.
Pengkajian tanda vital memungkinkan perawat untuk mengidentifikasi diagnosis
keperawatan , mengimplementasikan rencana intervensi , dan mengevaluasi
keberhasilan bila tanda vital dikembalikan pada batas nilai yang dapat diterima.
Pemeriksaan tanda vital merupakan unsure yang penting bila perawat dan dokter
melakukan kolaborasi dalam menentukan statu s kesehatan pasien. Teknik
pengukuran yang cermat menjamin temuan akurat pula.

1. Kepala dan leher

Survey kepala

Riwayat keperawatan akan mendeteksi adanya cedera intracranial dan deformitas


local atau congenital. Perawat mulai dengan menginspeksi posisi kepala dan
gambaran wajah pasien. Posisi kepala normalnya tegak dan stabil.
Perawat mengobservasi gambaran wajah pasien, melihat kelopak mata,
alis,lipatan nasolabial, dan mulut untuk mengetahui bentuk dan kesimetrisannya,
sedikit ketidaksimetrisan merupakan suatu hal yang normal . jika terdapat
ketidaksimetrisan pada wajah, maka perawat menilai apakah seluruh bagian atau
hanya sebagian dari wajah saja yang terkena. Berbagai gangguan neurologis
seperti paralisis saraf fasial, akan memengaruhi saraf lain yang juga mempersarafi
otot-otot wajah.

2. Mata
observasi gambaran kesimetrisan mata kanan dan mata kiri. Kesimetrisan wajah
pasien dikaji untuk melihat apakah kedua mata terletak pada jarak yang sama.
Perawat memeriksa apakah salah satu mata lebih besar atau menonjol ke depan
melalui pemeriksaan posisi istirahat dan garis mata atas.
Alis diobservasi kuantitas dan penyebaran rambutnya. Kelopak mata diinspeksi
warna, keadaan kulit, dan ada/tidaknya bulu mata serta arah timbulnya . batas
kelopak diperiksa akan adanya lesi seperti tonjolan atau tumor. Terkadang pada
fraktur dasar tengkorak di fosa anterior, darah dapat merembes dari robekan dura
hingga ke rongga orbita . hematoma yang terjadi menyebabkan gambaran mata
hitam yang dikenal sebagai raccoon eyes pasien dengan fraktur dikaji
ada/tidaknya kebocoran cairan serebrospinal dari hidung.
Mata dan kelopak mata orang yang kekurangan nutrisi atau dehidrasi Nampak
seperti tenggelam atau cekung karena lemak dan cairan yang tersimpan di
belakang bola mata hilang. Ptosis (turunnya kelopak) dapat disebabkan oleh
edema, kelemahan oto, defek congenital, atau masalah neurologis (SOIII) yang
disebabkan oleh trauma atau penyakit.
Konjungtiva dan sclera. Konjuntiva adalah membrane mukosa tipis dan transparan
yang melapisi bagian posterior kelopak mata dan melipat kea rah bola mata untuk
melapisi bagian anterior bola mata. Sclera dikaji warnanya , biasanya putih .
warna kekuningan merupakan indikasi ikterus atau masalah sistemik. Pada
individu yang berkulit hitam, sclera normal juga bisa terlihat kuning, terdapat titik
kecil, gelap, dan berpigmen. Pemeriksaan konjungtiva praoperatif akan
memberiakan data dasar untuk intervensi.
Pupil normal berbentuk bulat, letaknya di tengah , dan memiliki ukuran yang
sama antara kiri dan kanan. Terdapat kurang lebih 5% individu yang secara
normal memiliki perbedaan dalam ukuran pupil. Perbedaan ini disebut anisokor.
Ukuran pupil bervariasi pada tiap individu yang terpapar cahaya dalam jumlah
yang sama. Pupil yang lebih kecil ditemukan pada lansia. Individu dengan myopia
(hanya dapat melihat dari dekat) mempunyai pupil yang lebih besar, sedangkan
individu hipertopi (hanya dapat melihat jauh) mempunyai pupil yang lebih kecil.
Diameter pupil normal adalah 2-6 mm . pupil yang ukurannya kurang dari 2 mm
disebut konstriksi (miosis), sedangkan pupil yang berukuran lebih dari 6 mm
disebut dilatasi (midriasis).
Kaji respons pupil terhadap cahaya . respons pupil terhadap cahaya lebih mudah
diobservasi jika uji ini dilakukan di ruang gelap. Akan tetapi, pada individu
dengan mata cokelat tua, lebih sulit bagi perawat untuk mendeteksi peruabahan
yang ada. Konstriksi kedua pupil merupakan respons normal terhadap sinar
lansung , meningkatnya cahaya menyebabkan pupil konstriksi, sedangkan
penurunan cahaya menyebabkan pupil dilatasi. Pupil juga mengecil atau
konstriksi dalam respons terhadap akomodasi (perubahan focus akibat berubahnya
pandangan dari objek jauh ke dekat).
Perawat mengkaji reaksi pupil terhadap sinar dengan menganjurkan pasien untuk
lurus ke depan sambil cepat membawa sinar senter dari samping dan
mengarahkan ke pupil mata kanan (oculus dextra). Konstfasriksi pada pupil OD
merupakan direct response terhadap cahaya senter ke dalam mata tersebut,
konstruksi pada pupil mata kiri (oculus sinistral) selama cahaya diarahkan pada
OD dikenal sebagai consensual response. Kedua aphakia (tidak adanya lensa
mata) pupil berwarna hitam, sedangkan pada kondisi katarak, pupil berwarna
putih

3. Hidung dan sinus


Lakukan inspeksi palatum mole dan sinus nasalis dengan tujuan mengkaji
drainase sinus yang menggambarkan adanya infeksi sinus atau pernapasan.

4. Mulut, bibir,lidah dan palatum


Kondisi membrane mukosa mulut menunjukkan status dehidrasi. Pasien dehidrasi
mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit yang serius selama
pembedahan. pada pasien yang mempunyai riwayat trauma atau fraktur mandibua
akan ditemukan pergeseran gigii dan gusi.

5. Pemeriksaan leher
Otot leher, modus limfatik di kepala dan leher, arteri carotid, vena jugularis,
kelenjar tiroid, dan trakea terdapat di dalam leher ,pada pemeriksaan fisik
praoperatif , pemeriksaan leher yang lazim dilakukan adalah memeriksa nodus
limfatik dan kelenjar tiroid.
Nodus limfatik diperiksa dengan cara palpasi menggunakan jari tengah dan
gerakan memutar . nodus limfatik normalnya tidak mudah dipalpasi tetapi nodus
yang kecil dapat digerakkan dan tidak nyeri saat ditekan merupakan hal yang
umum ditemukan. Nodus limfatik yang besar, menetap , meradang atau nyeri
tekan mengindikasikan adanya seperti infeksi local, penyakit sistemik, atau
neoplasma. Pada saat nodus yang besar itu ditemukan, perawat harus
mengeksplorasi area dan wilayah sekitarnya yang memperoleh drainase dari
nodus tersebut untuk adanya melihat tanda infeksi atau keganasan, nyeri tekan
biasanya terjadi akibat iflamasi. Mencatat nodus mana yang membesar dapat
membantu melokalisasi area infeksi . sebagai contoh, infeksi telinga biasanya
mengalir ke nodus yang tidak nyeri saat ditekan, keras dank has, setelah infeksi
yang serius nodus dapat terus membesar tetapi tidak nyeri ditekan.
Kelenjar tiroid berada di leher bawah anterior, didepa. Dan kedua sisi trakea.
Kelenjar tersebuu berada di takea dengan isthmus yang mendasari trakea dan
menghubungkan dua lobus yang ireguler dan berbentuk kerucut. Perawat berdiri
di dpan pasien dan mengicpesi area bahw a leher,memeriksa kelenjar tiroid da
menginspeksi adanya massa yang terlihat, kesimetrisan, dan ksempurnaan bentuk
dibagian dasar leher . meminta pasien unutk menghiperekstensikan leher dapat
membantu mengencangkan kullit , sehingga kelenjar tersebut lebih mudah dilihat .
perawat menawarkan segelas air dan kemudian meminta pasien untuk menelannya
sambil memperhatikan apakah ada kelenjar yang menonjol. Normalnya, kelenjar
tiroid tidak dapat dilihat di gambar
System saraf
Selama mengkaji riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik, perawat mengobsevasi
tingkat orientasu,kesadaranm mood pasien, serta memperhatikan apakah pasien
dapat menjawab pertanyaan dengan tepat dan dapat mengingat kejadian yang baru
dan kejadian masa lal. Pasien yang akan menjalani pembedahan karena penyakit
neurologis (misalnya tumor otak) keungkinan menunjukkan gangguan tingkat
kesadaran atau perubahan perilaku, tingkat kesadaran dapat berubah karena
anestesi umum. Namun setelah efek anestesi menghilang , tingkat respons pasien
akan kembali pada tingkat respons sebelum operasi.
Jika pasien akan mendapatkan anestesi spinal, maka pengkajian praoperatif
terhadap fungsi dan kekuatan motorik kasar sering dilakukan . anestesi spinal
menyebabkan ekstremitas bawah mengalami paralisis sementara. Perawat harus
menyadari adanya kelemahan atau gangguan mobilisasi pada ekstrimitas bawah
pasien agar perawat tidak cemas jika seluruh fungsi motorik tidak kembali normal
pada saat efek anestesi spinal menghilang.
Pengkajian sensibilitas prabedah sangat bermanfaat sebagai bahan evaluasi pada
saat pascaanestesi di ruang pemulihan

6. Sestem endokrin
Pada diabetes yang tidak terkontrol , bahaya utama yang megancam hidup adalah
hipoglikemia. Hipoglikemia perioperatif mungkin terjadi selama anestesi, akibat
asupan karbohidrat pasctif yang tidak adekuat atau pemberian obat insulin yang
berlebihan , bahaya lain yang mengancam pasien tetapi onsetnya tidak secepat
hipoglikemia adalah asidosis atau glukosuria. Secara umum, resiko pembedahan
bagi pasien dengan diabetes mellitus yang tidak terkontrol tidak lebih besar dari
pasien nondiabetes, namun pemantaun kadar gula darah secara rutin penting
dilakukan sebelum , selama, dan setelah pembedahan.
Pasien yang mendapat kortikosteroid berisiko mengalami insufisiensi adrenal.
Oleh karena itu, penggunaan medikasi steroid untuk segala tujuan selama tahun-
tahun sebelumnya harus dilaporkan pada ahli anestesi dan ahli bedah.

7. Dada dan tulang belakang

a. Payudara
Tujuan pemeriksaan payudara adalah untuk mengklarifikasi riwayat atau keluhan
pasien tentang adanya massa pada payudara. Pemeriksaan dimulai dengan
melakukan observasi ukuran dan kesimetrisan payudara. Perbedaan ukuran dan
ketidak simetrisan dapat disebabkan oleh inflamasi atau massa. Perawat kemudian
menilai kontur atau bentuk payudara dan mencatat adanya massa, dataran,
retraksi, atau lesung. Retraksi atau lesung terjadi akibat invasi ligament oleh
tumor atau kanker payudara, jika pasien mengeluhkan adanya massa. Maka
perawat harus memeriksa payudara pada sisi lain terlebih dahulu untuk
memastikan perbandingan yang objektif antara sisi jaringan normal dan abnormal
. selama palpasi, perawat mencatat konsistensi jaringan payudara. Normalnya
jaringan payudara terasa padat, keras dan elastic
Massa abnormal dipalpasi untuk menentukan lokasi, diameter massa dalam
sentimeterl, bentuk (misalnya bulat atau cakram) konsistensi (lunak, liat atau
keras) adanya nyeri tekan kemampuan mobilitas, dan kondisi tepi massa (jelas
atau tidak) lesi kanker bersifat keras tidak dapat digerakkan tidak ada nyeri tekan
dan bentuknya tidak teratur. Kondisi ini dicirikan dengan benjolan payudara yang
nyeri dan terkadang rabas putting. Gejala tersebut lebih nyata terjadi selama
periode menstruasi. Jika dipalpasi, kista (benjolan) terasa lunak, berbeda, dan
dapat digerakkan kista dalam biasanya terasa keras.

b. Sistem Pernapasan
Pemeriksaan praoperatif sistem pernapasan dapat menjadi data dasar rencana
intervensi pascaoperatif. Pemeriksaan dimulai dengan melihat keadaan umum
sistem peranapasan dan tanda-tanda abnormal seperti sisnosis, pucat, kelelahan,
sesak napas, batuk, penilaian produksi sputum, dan lainnya. Karena harus
melakukan pengkajian fisik secara inspeksi, maka perawat harus memahami
kondisi sistem pernapasan dalm rongga torak secara imajiner. Hal ini sangat
berguna bagi perawat dalam memeriksa kondisi normal dan abnormal dari
interpretasi pemeriksaan fisik.
Penilaian bentuk dada secara inspeksi dilakukam untuk melihat seberapa jauh
kelainan yang terjadi pada pasien. Benuk dada normal pada orang dewasa adalah
diameter anteropsoterior dalam proporsi terhadap diameter lateral adalah 1:2.
Kondisi yang tidak normal, seperti barrel chest akan meningkatkan resiko
pembedahan dan memberikan implikasi pada penyuluhan preoperasi tentang
latihan batuk efektif dan latihan napas diafragma.
Perawat kemudian melakukan pemeriksaan palpasi untuk menilai adanya kelainan
pada dinding toraks dan merasakan perbedaan getaran suara napas. Kelainan yang
mungkin didapatkan pada pemeriksaan ini seperti: nyeri tekan, adanya emfisema
subkutan atau terdapat penuruanan getaran saura napas pada satu sisi akibat
adanya cairan atau udara pada rongga pleura.
Perkusi pada paru yang normal menimbulkan nadan sonor, sedangkan perkusi
pada struktur yang berongga seperti, usus atau pneumotoraks, menimbulkan nada
hipersonor. Pemeriksaan auskultasi praoperatif ditunjukkan untuk menilai atau
mengkaji aliran udara melalui cabang bronkus dan mengevaluasi adanya cairan
atau obstruksi padat dalam struktur paru. Untuk menentukan kondisi paru-paru
pemeriksa mengauskultasi bunyi napas normal, bunyi napas tambahan, dan bunyi
suara. Auskultasi bunyi napas akan menunjukkan apakah pasien mengalami
kongesti paru atau penyempitan jalan napas. Adanya atelektasis atau kelembaban
pada jalan napas akan memperburuk kondisi pasien selama pembedahan. Kongesti
paru yang serius dapat menyebabkan ditundanya pembedahan. Beberapa obat
anestesi dapat menyebabkan spasme otot laring. Oleh karena itu, jika perawat
mendengar bunyi mengi saat mengauskultasi jalan napas pada pemeriksaan
praoperatif, maka hal ini menunjukkan bahwa pasien berisiko mengalami
penyempitan jalan napas yang lebih lanjut selama pembedahan.
Pemeriksaan dada lainnya adalah dengan menilai adanya dilatasi vena pada
bagian anterior dada yang merupakan salah satu tanda dari adanya tumor
mediastinum.
4. Sistem Kardiovaskular
Lakukan inspeksi ada/ tidaknya parut bekas luka. Operasi jantung sebelumnya
akan menimbulkan bekas parut pada dinding dada. Lokasi dari parut memberi
petunjuk mengenai lesi katup yang telah dioperasi. Kebanyakan pembedahan
katup memerlukancardiopulmonary bypass yang berarti akan dilakukan
sternontomi medial (irisan pada bagian medial sternum).
Pemeriksaan tekanan darah praoperatif dilakukan untuk menilai adanya
peningkatan tekanan darah di atas normal (hipertensi) yang berperngaruh pada
kondisi hemodinamik intraoperatif dan pascaoperatf. Apabila pasien mempunyai
penyakit jantung, maka perawat harus mengkaji karakter denyut jantung apikal.
Setelah pembedahan, perawat harus membandingkan frekuensi dan irama nadi
dengan data yang diperoleh sebelum operasi. Obat-obatan anestesi, perubahan
dalam keseimbangan cairan, dan stimulasi respons stres akibat pembedahan dapat
menyebabkan disnritmia jantung.
Perawat mengkaji nadi perifer, waktu pengisian kapiler dan warna serta suhu
ekstremitas untuk menentukan status sirkulasi pasien. Waktu pengisian kapiler
dikaji untuk menilai kemampuan perfusi perifer. Pengukuran pengisian kapiler
penting dilakukan pada pasien yang menjalani pembedahan vaskular atau pasien
yang ekstremitsnya dipasang gips ketat.
5. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Pembedahan akan direspons oleh tubuh sebagai sebuah trauma. Akibat respons
stres adrenokortikal, reaksi hormonal akan menyebabkan retensi air dan natrium
serta kehilangan kalium dalam 2-5 hari pertama setelah pembedahan. Banyaknya
protein yang dipecah akan menimbulkan keseimbangan nitrogen yang negatif.
Beratnya respons stres memengaruhi tingkat ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit. Semakin luas pembedahan, maka akan semakin berat pula stres akibat
kehilangan cairan dan elektrolit intraoperatif.
Pasien yang mengalami hipovolemik atau perubahan elektrolit praoperatif yang
serius mempunyai resiko yang siginifikan selama dan setelah pembedahan.
Misalnya, kelebihan atau kekurangan kalium akan meningkatkan peluang
terjadinya disrtimia. Apabila pasien sebelumnya telah mempunyai gangguan pada
ginjal, gastrointestinal, atau kardiovaskular, maka risiko terjadinya perubahan
cairan dan elektrolit akan semakin besar.
6. PENGKAJIAN TULANG BELAKANG
Pemeriksaan sekilas dalam inspeksi tulang belakang yang penting adalah
penilaian kurvatura atau lengkung dari tulang belakang. Kurvatura tulang
belakang yang normal biasanya konveks pada bagian dada dan konkaf sepanjang
leher dan pinggang. Jika dilihat dari samping lengkung kolumna vertebralis
memperlihatkan empat kurva atau lengkung anterior-posterior, yaitu lengkung
vertikal pada daerah leher melengkung ke depan, daerah torakal melengkung ke
belakang , daerah lumbal melengkung ke depan, dan daerah pelvis melengkung ke
belakang. Pengetahuan perawat yang benar tentang pengenalan kurvatura tulang
belakang akan memudahkan perawat dalam mengenal adanya deformitas pada
setiap segmen dari tulang belakang.
Deformitas tulang belakang yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan praoperatif
meliputi skoliosis, yaitu pembengkokan pada tulang belakang ke arah lateral dan
kifosis, yaitu kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada yang akan
menurunkan kemampuan pengembangan paru secara maksimal sehingga
menambah risiko pembedahan.
7. ABDOMEN DAN PANGGUL
Survei Abdomen dan Panggul
Perawat mengkaji ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan distensi abdomen. Apabila
pasien akan menjalani bedah abdomen, maka perawat harus sering melakukan
pengkajian pascaoperatif pada insisi abdomen dan membandingkan hasilnya
dengan data yang diperoleh pada fase pascaoperatif. Distensi menunjukkan
adanya perubahan fungsi gastrointestinal pada fase pascaoperatif. Perawat harus
mengetahui apakah abdomen pasien menonjol atau mengalami distensi setelah
pembedahan.
Hepar berperan penting dalam biotransformasi senyawa-senyawa anestesi. Oleh
karena itu, segala bentuk kelainan hepar berefek pada bagaimana anestensi
tersebut di metabolisme. Karena penyakit hepar akut berkaitan dengan mortalitas
bedah yang tinggi, maka perbaikan fungsi hepar pada fase praoperatif sangat
diperlukan. Pengkajian yang cermat dilakukan dengan berbagai pemeriksaan
fungsi hepar.
Sistem Pencernaan
Pengkajian bising usus pada fase praoperatif berguna sebagai data dasar. Perawat
juga menentukan apakah pergerakan usus pasien teratur. Apabila pembedahan
memerlukan manipulasi saluran gastrointestinal atau pasien diberikan anestesi
umum, maka peristalik tidak akan kembali normal dan bising usus akan hilang
atau berkurang selama beberapa hari setelah operasi.
Sistem Perkemihan
Ginjal terlibat dalam eksrkresi obat-obat anestesi dan metabolitnya. Status asam
basa dan metabolisme merupakan pertimbangan penting dalam pemberian
anestesi. Pembedahan dikontraindikasikan bila pasien menderita nefritis akut,
insufisiensi renal akut dengan oliguri atau anuri, atau masalah-masalah renal akut
lainnya, kecuali kalau pembedahan merupakan satu tindakan penyelamat hidup
atau amat penting untuk memperbaiki fungsi urinari, seperti pada obstruksi
uropati.
8. INTEGUMEN DAN MUSKULOSKELETAL
Sistem Integumen
Perawat menginspeksi kulit di seluruh permukaan tubuh secara teliti. Perhatian
utama ditujukan pada daerah tonjolan tulang seperti siku, sakrum, dan skapula.
Selama pembedahan, pasien harus berbaring dalam satu posisi tertentu dan
bisanya sampai beberapa jam. Dengan demikian, pasien rentan mengalami ulkus
tekan atau dekubitus terutama jika kulit pasien tipis, kering, dan turgor kulintya
buruk. Kondisi keseluruhan kulit juga menunjukkan kadar hidrasi pasien. Lansia
berisiko mangalami gangguan integritas kulit akaibat posisi dan pergeseran di atas
meja ruang operasi yang dapat menyebabkan kulit lecet dan tertekan. Lakukan
palpasi dengan mencubit kulit untuk menentukan tingkat hidrasi tubuh.
Kaji kondisi jari untuk menilai adanya tanda sianosis perifer. Perawat juga perlu
mengkaji adanya jari tubuh (clubbing finger) pada kuku jari tangan pasien, yang
mengindikasikan adanya penyakit paru dan mungkin dapat menimbulkan
kesulitan setelah pasien diberikan anestesi.
Sistem Muskuloskeletal
Periksa adanya deformitas atau kelainan bentuk pada seluruh ekstremitas, meliputi
adanya benjolan, ketidaksejajaran pada seluruh fungsi skeletal dan kemampuan
dalam melakukan rentang gerak sendi. Periksa adanya kondisi kelemahan atau
kelumpuhan dari fungsi seluruh ekstremitas. Ditemukannya kelainan akan
memberikan data dasar untuk pemenuhan informasi pascabedah terutama dalam
melakukan latihan pergerakan sendi pascabedah.
Pemeriksaan Diagnostik
Sebelum pasien menjalani pembedahan, dokter bedah akan meminta pasien untuk
menjalani pemeriksaan dagnostik guna memeriksa adanya kondisi yang tidak
normal. Banyak pemeriksaan laboratorium dan diagnostik seperti EKG dan foto
dada tidak lagi dilakukan secara rutin untuk pasien yang menjalani bedah sehari
karena biaya yang harus dikeluarkan untuk pemeriksaan tersebut tidak efektif jika
pasien sehat dan tidak menunjukkan gejala yang tidak normal (Rothrock, 2000).
Pemeriksaan skrining rutin terdiri dari pemeriksaan darah lengkap, analisis
elektrolit serum, koagulasi, kreatinin serum dan urinalis. Apabila pemeriksaan
diagnostik menunjukkan masalah yang berat, maka ahli bedah dapat membatalkan
pembedahan samapai kondisi pasien stabil.
Perawat bertanggung jawab mempersiapkan dalam klien untuk menjalani
pemeriksaan diagnostik dan mengatur agar pasien menjalani pemeriksaan yang
lengkap. Perawat juga harus mengkaji kembali hasil pemeriksaan diagnostik yang
perlu diketahui dokter untuk membantu merencanakan terapi yang tepat.
Pemeriksaan Skrining Tambahan
Apabila pasien berusia lebih dari 40 tahun atau mempunyai penyakit jantung,
maka dokter mungkin akan meminta pasien untuk menjalani pemeriksaan sinar-X
dada atau EKG. Pada beberapa prosedur bedah tertentu sepetti bedah saraf,
jantung, dan urologi, diperlukan pemeriksaan canggih untuk menegakkan
diagnosis prabedah, misalnya MRI, CT-Scan, USG Doppler,
IPV, Echocardiography, dana lainnya sesuai dengan kebutuhan diagnosis
prabedah.
G. DIAGNOSIS KEPERAWATAN PRAOPERATIF
Perawat menggolongkan karakteristik tertentu yang diperoleh selama pengkajian
untuk mengindetifikasikan diagnosis keperawatan yang tepat bagi pasien bedah.
Diagnosis menentukan arah perawatan yang akan diberikan pada satu atau seluruh
tahap pembedahan. Diagnosis keperawatan praoperatif memungkinkan perawat
untuk melakukan tindakan pencegahan dan perawatan, sehingga asuhan
keperawatan yang diberikan selama tahap intraoperatif dan pascaanestesi sesuai
dengan kebutuhan pasien.
Berikut ini adalah diagnosis keperawatan berdasarkan pengkajian keperawatan
yang lazim dilaksanakan.
1. Ansietas berhiubungan dengan kurang pengetahuan tentang pembedahan
yang akan dilaksanakan dan hasil akhir pascaoperatif.
2. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan prognosis pembedahan,
ancaman kehilangan organ atau fungsi tubuh dari prosedur pembedahan, dan
ketidakmampuan menggali koping efektif.
3. Kurang pengetahuan tentang implikasi pembedahan berhubungan dengan
kurang penglaman tentang operasi, kesalahan informasi.
H. RENCANA KEPERAWATAN PRAOPERATIF
Pasien bedah perlu diikutsertakan dalam pembuatan rencana perawatan. Dengan
melibatkan pasien sejak awal, kesulitan pelaksanaan rencana asuhan keperawatan
bedah, risiko pembedahan, dan komplikasi pascaoperatif dapat diminimalkan.
Misalnya, riset keperawatan menunjukkan bahwa penyuluhan praoperatif yang
diberikan secara terstruktur dapat mempersingkat waktu rawat pasien di rumah
sakit (Dalayon(1994) dalam Potter (2006)).
Rasa takut pasien yang telah diinformasikan tentang pembedahan akan menurun
dan pasien akan mempersiapkan diri untuk berpartisipasi dalam tahap pemulihan
pascaoperatif sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai (Potter, 2006).
Keluarga juga merupakan elemen penting dalam memahami hasil akhir yang telah
ditetapkan untuk mencapai pemulihan. Pada setiap diagnosis, perawat menetapkan
tujuan perawatan dan hasil akhir yang harus dicapai untuk memastikan pemulihan
atau mempertahankan status praoperatif pasien.
Untuk pasien bedah sehari, tahap perencanaan praoperatif dilakukan di rumah atau
di unit bedah sehari pada pagi hari sebelum pasien menjalani operasi. Idealnya,
tahap ini dilakukan di rumah dengan cara perawat menelepon pasien di rumah dan
di unit bedah dan/ atau tempat praktik dokter dan menjelasakan tentang informasi
dan instruksi praoperatif. Cara ini memberi waktu pada pasien untuk memikirkan
operasi yang akan dijalaninya, melakukan persiapan fisik yang diperlukan
(misalnya, mengubah diet atau berhenti minum obat), dan bertanya tentang
prosedur pascaoperatif. Pasien bedah sehari biasanya pulang ke rumah pada hari
yang sama dengan di laksanakannya prosedur operasi. Keluarga atau pasangan
pasien juga dapat berperan sebagai pendukung aktif bagi pasien.
Rencana keperawatan berikut merupakan hal yang lazim dilaksanakan pada
periode praoperatif dari ruang rawat inap dan bagian emergensi. Penetapan tujuan
dalam waktu 1 x 24 jam hanya dikhususkan apabila pembedahan dilakukan secara
efektif dari ruang rawat inap.

Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pembedahan


yang akan dilaksanakan dan hasil akhir pascaoperatif.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam tingkat kecemasan pasien berkurang atau
hilang.
Kriteria hasil:
· Pasien menyatakan kecemasannya berkurang
· Pasien mampu mengenali perasaan ansietasnya
· Pasien dapat mengidentifikasikan penyebab atau faktor yang
memengaruhi ansietasnya
· Pasien kooperatif terhadap tindakan
· Wajah pasien tampak rileks
Intervensi Rasional
Mandiri
Bantu pasien mengekspresikan Ansietas berkelanjutan memberikan
perasaan marah, kehilangan, dan takut. dampak seramgan jantung.
Kaji tanda asietas verbal dan Reaksi verbal/nonverbal dapat
nonverbal. Dampingi pasien dan menunjukkan rasa agitasi, marah, dan
lakukan tindakan bila pasien mulai gelisah.
menunjukkan prilaku merusak.
Jelaskan tentang prosedur pembedahan Pasien yang teradapatasi dengan
sesuai jenis operasi. prosedur pembedahan yang akan
dilaluinya akan merasa lebih nyaman.
Beri dukungan prabedah Hubungan emosional yang baik antara
perawat dan pasien akan mememgaruhi
peneriamaan pasien terhadap
pembedahan. Aktif mendengar semua
kekhawatiran dan keprihatinan pasien
adalah bagain penting dari evaluasi
praoperatif. Keterbukaan mengenai
tindakan bedah yang akan dilakukan,
pilihan anestesi, dan perubahan atau
kejadian pascaoperatif yang diharapkan
akan menghilangkan banyak ketakutan
tak berdasar terhadap anestesi.
Bagi sebagian besar pasien,
pembedahan adalah suatu peristiwa
hidup yang bermakna. Kemampuan
perawat dan dokter untuk memandang
pasien dan keluarganya sebagai
manusia yang layak untuk didengarkan
dan diminta pendapat ikut menentukan
hasil pembedahan.
Egbert et al. (1963) dalam
Gruendemann (2006) memperlihatkan
bahwa kecemasan pasien yang
dikunjungi dan diminta pendapat
sebelum operasi akan berkurang saat
tiba di kamar operasi dibandingkan
mereka yang hanya sekedar diberi
premedikasi dengan fenobarbital.
Kelompok yang mendapat
premedikasi melaporkan rasa
mengantuk, tetapi tetap cemas.
Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa
marah, menurunkan kerja sama, dan
mungkin memperlambat penyembuhan.
Beri lingkungan yang tenang dan Mengurangi rangsangan eksternal yang
suasana penuh istirahat. tidak diperlukan.
Tingkatkan kontrol sensasi pasien. Kontrol sensasi pasien dalam
menurunkan ketakutan dengan cara
memberikan informasi tentang keadaan
pasien, menekankan pada penghargaan
terhadap sumber-sumber koping
(pertahanan diri) yang positif,
membantu latihan relaksasi dan teknik-
teknik pengalihan, dan memberikan
respons balik yang positif.
Orientasikan pasien terhadap prosedur Orientasi dapat menurunkan
rutin dan aktivitas yang diharapkan. kecemasan.
Beri kesempatan kepada pasien untuk Dapat menghilangkan ketegangan-
mengungkapkan ansietasnya. ketegangan terhadap kehawatiran yang
tidak diekpresikan.
Berikan privasi untuk pasien dan orang Memberi waktu untuk
terdekat. mengekspresikan perasaan,
menghilangkan rasa cemas, dan prilaku
adaptasi. Kehadiran keluarga dan
teman-teman yang dipilih pasien untuk
menemani aktivitas pengalih
(misalnya: membaca akan menurunkan
perasaan terisolasi).
Kolaborasi
Berikan anticemas sesuai indikasi, Meningkatkan relaksasi dan
contohnya diazepam. menurunkan kecemasan.

Koping individu tidak efektif berhubungan dengan prognosis pembelahan,


ancaman kehilangan organ atau fungsi tubuh dari prosedur pembedahan,
dan ketidakmampuan menggali koping efektif.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam pasien mampu mengembangkan koping yang
positif.
Kriteria evaluasi:
· Pasien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan.
· Pasien mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat
tentang situasi dan perubahan yang terjadi.
· Pasien mampu menyatakan peneriamaan diri terhadap situasi.
· Pasien mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri
dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif.
Intervensi Rasional
Mandiri
Kaji perubahan dari gangguan persepsi Menentukan bantuan individual dalam
dan hubungan dengan derajat menyusun rencana perawatan atau
ketidakmampuan. pemilihan intervensi.
Identifikasi arti dari kehilangan atau Beberapa pasien dapat menerima dan
disfungsi pada pasien. mengatur perubahan fungsi secara
efektif dengan sedikit penyesuaian diri,
sedangkan yang lain mempunyai
kesulitan dalam membandingkan
mengenal, dan mengatur kekurangan.
Anjurkan pasien untuk Menunjukkan penerimaan, membantu
mengekspresikan perasaan. pasien untuk mengenal dan mulai
menyesuaikan dengan perasaan
tersebut.
Catat ketika pasien menyatakan Mendukung penolakan terhadap bagian
sekarat, mengingkari, dan menyatakan tubuh atau perasaan negatif terhadap
inilah kematian. gambaran tubuh dan kemampuan yang
menunjukkan kebutuhan dan intervensi
serta dukungan emosional.
Mengingatkan pasien tentang fakta dan Membantu pasien untuk melihat bahwa
realita bahwa pasien masih dapat perawat menerima kedua bagian
menggunakan sisi yang sakit dan sebagai bagian dari seluruh tubuh.
belajar mengontrol sisi yang sehat. Mengizinkan pasien untuk meraskan
adanya harapan dan mulai
menerima situasi baru.
Bantu dan anjurkan perawatan yang Membantu meningkatkan perasaan
baik dan memperbaiki kebiasaan. harga diri dan mengontrol lebih dari
satu area kehidupan.
Anjurkan orang terdekat pasien untuk Menghidupkan kembali perasaan
mengizinkan pasien melakukan hal kemandirian dan membantu
sebanyak-banyaknya. perkembangan harga diri serta
memengaruhi proses rehabilitasi.
Dukung prilaku atau usaha seperti Pasien dapat beradaptasi terhadap
peningkatan minat atau partisipasi perubahan dan pengertian tentang
dalam aktivitas rehabilitasi. peran individu masa mendatang.
Dukung penggunaan alat-alat yang Meningkatkan kemandirian untuk
dapat membuat pasien, tongkat, alat membantu pemenuhan kebutuhan fisik
bantu jalan, tas panjang untuk kateter.
dan menunjukkan posisi untuk lebih
aktif dalam kegiatan sosial.
Monitor gangguan tidur, kesulitan Dapat mengindikasikan terjadinya
berkonsentrasi, letargi, dan meanrik depresi. Umumnya memerlukan
diri. intervensi dan evaluasi lebih lanjut.
Kolaborasi
Rujuk pada ahli neuropsikologi dan Dapat memfasilitasi perubbahan peran
konseling bila ada indikasi. yang penting untuk perkembangan
perasaan.

Kurangnya pengetahuan tentang implikasi pembedahan berhubungan


dengan kurang pengalaman tentang operasi dan kesalahan informasi.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam pengetahuan pasien dan keluarga tentang
pembedahan dapat terpenuhi.
Kriteria evaluasi:
· Pasien dan keluarga mengetahui jadwal pembedahan.
· Pasien dan keluarga kooperatif pada setiap intervensi keperawatan.
· Pasien dan keluarga secara subjektif menyatakan bersedia dan termotivasi
untuk melakukan aturan atau prosedur prabedah yang telah dijelaskan.
· Pasien dan keluarga memahami tahap-tahap intraoperatif daan
pascaanestesi.
· Pasien dan keluarga mampu mengulang kembali secara narasi mengenai
itervensi prosedur pascaanestesi.
· Pasien dan keluarga mengunkapkan alasan pada setiap instruksi dan latihan
praoperatif.
· Pasien dan keluarga memahami respons pembedahan secara fisiologis dan
psikologis.
· Secara subjektif pasien menyatakan rasa nyaman dan relaksasi emosinonal.
· Pasien mampu menghindarkan cedera selama periode perioperatif.
Intervensi Rasional
Kaji tingkat pengetahuan dan sumber Menjadi data dasar untuk memberikan
informasi yang telah diterima. pendidikan kesehatan dan
mengklarifikasi sumber yang tidak
jelas.
Diskusikan perihal jadwal Pasien dan keluarga harus diberikan
pembedahan. mengenai waktu dimulianya
pembedahan. Apabila rumah sakit
mempunyai jadwal kamar operasi yang
padat, maka lebih baik pasien dan
keluarga diberitahukan tentang
banyaknya jadwal operasi yang telah
ditetapkn sebelum pasien.
Diskusikan perihal lamanya Kurang bijaksana bila memberitahukan
pembedahan. pasien dan keluarganya tenetang
lamanya waktu operasi yang akan
dijalani. Penundaan yang tidak
antisipasi dapat terjadi karena berbagai
alasan. Apabila pasien tidak kembali
pada waktu yang diharapkan, maka
keluarga akan menjadi sangat cemas.
Anggota keluarga harus menunggu di
ruang tunggu bedah untuk mendapat
berita yang terbaru dari staf.
Lakukan pendidikan kesehatan Manfaat dasri instruksi praoperatif telah
paroperatif. dikenal sejak lama. Setiap pasien
diajarkan sebagai seorang individu,
dengan mempertimbangkan segala
keunikan tingkat ansietas, kebutuhan,
dan harapan-harapannya.
Programkan instruksi yang didasrkan Jika sisi penyuluhan dilakukan beberapa
pada kebutuhan individu, hari sebelum pembedahan, maka pasien
direncanakan, dan diimplementasikan mungkin tidak ingat tentang apa yang
pada waktu yang tepat. telah dikatakan. Jika instruksi diberikan
terlalu dekat dengan waktu
pembedahan, maka pasien mungkin
tidak dapat berkonsentrasi atau belajar
karena ansietas dan efek dari medikasi
praanestesi.
Beritahu persiapan pembedahan.
· Persiapan intestinal. Pembersihan dengan enema atau
laksatif mungkin dilakukan pada malam
sebelum operasi dan diulang jika tidak
efektif. Pembersihan ini dilakukan
untuk mencegah defekasi selama
anestesi atau untuk mencegah trauma
yang tidak diinginkan pada intestinal
selama pembedahan abdomen.
· Persiapan kulit. · Tujuan dari persiapan kulit
praoperatif adalah untuk mengurangi
sumber bakteri tanpa mencederai kulit.
Bila ada waktu, seperti pada bedah
efektif, pasien dapat diinstruksikan
untuk menggunakan sabun yang
mengandung deterjen germisida untuk
membersihkan area kulit selama
beberapa hari sebelum pembedahan.
Hal ini dilakukan untuk mengurangi
jumlah organisme yang ada kulit.
Persiapan ini dapat dilakukan di rumah.
· Sebelum pembedahan, pasien harus
mandi air hangat, relaksasi, serta
menggunakan sabun yang mengandung
iodine. Meskipun hal ini sering
dilakukan pada hari pembedahan, tetapi
jadwal pembedahan membuat hal
tersebut dilakukan pada malam
sebelumnya.
· Tujuan menjadwalkan mandi
pembersihan sedekat mungkin dengan
waktu pembedahan adalah untuk
mengurangi risiko kontaminasi kulit
terhadap luka bedah. Mencuci rambut
sehari sebelum pembedahan sangat
disarankan kecuali kondisi pasien tidak
memungkinkan hal tersebut.
· Pembersihan area operasi. Kulit di sekitar area operatif sangat
disarankan untuk tidak dicukur. Selama
mencukur, kulit mungkin mengalami
cedera oleh silet dan menjadi pintu
masuknya bakteri. Jaringan yang cedera
ini dapat menjadi tempat pertumbuhan
bakteri. Selain itu, semakin jauh interval
antara bercukur dan operasi, maka
makin tinggi pula angka infeksi luka
paroperatif. Kulit yang dibersihkan
dengan baik tetapi tidak cukur lebih
jarang menyulitkan dibanding dengan
kulit yang dicukur.
· Pencukuran area operasi. Pencukuran area operasi dilakukan
apabila protkol lembaga atau ahli bedah
mengharuskan kulit untuk dicukur.
Pasien diberitahukan tentang prosedur
mencukur, dibaringkan dalam posisi
yang nyaman, dan tidak memajan
bagian yang tidak perlu.
Informsikan perihal persiapan · Istirahat merupakan hal yang
pembedahan. penting untuk penyembuhan normal.
· Persiapan istirahat dan tidur. Kecemasan tentang pembedahan dapat
dengan mudah mengganggu
kemampuan untuk istirahat atau tidur.
Kondisi penyakit yang membutuhkan
tindakan pembedahan mungkin akan
menimbulkan rasa nyeri yang hebat
sehingga mengganggu istirahat.
· Perawat harus memberikan
lingkungan yang tenang dan nyaman
untuk pasien. Dokter sering memberi
obat hipnotik-sedatif atau antiansietas
pada malam hari sebelum pembedahan.
Obat-obatan hipnotik-sedatif seperti
flurazepam (Dalmane) dapat
menyebabkan dan mempercepat pasein
tidur. Obat-obatan antianietas,
misalnya: alprazolam (xanax) dan
diazepam (Valium), bekerja pada
korteks serebral dan sistem limbik
untuk menghilangkan ansietas.
· Persiapan rambut dan kosmetik. Untuk menghindari cedera, perawat
meminta pasien untuk melepas jepit
rambutnya sebelum masuk ke ruang
operasi. Rambut palsu juga harus di
lepas. Rambut panjang dapat dikepang
agar tetap pada tempatnya. Pasien harus
memakai tutup kepala sebelum
memasuki ruang operasi.
Selama dan setelah pembedahan, ahli
anestesi dan perawat mengakaji kulit
dan membran mukosa untuk
menentukan status oksigenasi dan
sirkulasi pasien. Oleh karena itu,
seluruh riasan muka seperti lipstik,
bedak, pemerah muka, dan cat kuku
harus dihilangkan untuk
memperlihatkan warna kulit dan kuku
yang normal.
· Pemeriksaan alat bantu (protese) Semua alat bantu dan perhiasan harus
dan perhiasan. dilepas.
· Persiapan administrasi Pasien sudah menyelesaikan
dan informed consent. administrasi dan mengetahui perihal
biaya pembedahan. Pasien sudah
mendapat penjelasan dan
menandatangani informed consent.
Ajarkan aktivitas pascaoperasi. · Salah satu tujuan dari asuhan
· Latihan panas diafragma. keperawatan praoperatif adalah untuk
mengajarkan pasien cara untuk
meningkatkan ventilasi paru dan
oksigenasi darah setalah anestesi umum.
Hal ini dicapai dengan memeragakan
pada pasien bagaimana melakukan
napas dalam, napas lambat (menahan
inspirasi secara maksimal), dan
bagaimana mengembuskan napas
dengan lambat. Pasien diposisikan
dalam posisi duduk untuk memberikan
ekspansi paru yang maksimum.
· Peranapasan diafragma mengacu
pada pendataran rongga dafragma
selama inspirasi sehingga
mengakibatkan pembesaran abdomen
bagian atas sejalan dengan desakan
udara masuk. Selama ekspirasi, otot-
otot abdomen akan berkontraksi.
· Ajarkan latihan batuk efektif dan · Tujuan dari latihan batuk efektif
gunakan bantal untuk mengurangi adalah untuk memobilisasi sekret
respons nyeri. sehingga dapat dikeluarkan. Napas
dalam yang dilkukan sebelum batuk
akan merangsang refleks batuk. Jika
pasien tidak dapat batuk secara efektif,
maka dapat terjadi pneumonia
hipostatik atau komplikasi paru lainnya.
· Bila akan dilakukan insisi abdomen
atau toraks, maka perawat
memeragakan bagaimana cara
menyokong garis insisi sehingga
tekanan dapat diminimalisasikan dan
nyeri dapat di kontrol.
Ajarkan aktivitas pascaoperasi · Tujuan peningkatan pergerakan
· Latihan tungkai. tubuh secara hati-hati setalah operasi
adalah untuk memperbaiki sirkulasi,
mencegah statis vena, dan menunjang
fungsi pernapasan yang optimal.
· Pasien ditunjukkan bagaimana cara
untuk berbalik dari satu sisi ke sisi
lainnya dan mengambil posisi lateral.
Posisi ini akan digunakan setelah
operasi (bahkan sebelum pasien sadar)
dan dipertahankan setiap dua jam.
· Latihan ekstremitas meliputi
ekstensi dan fleksi lutut dan sendi
panggul (sama dengan mengendarai
sepeda tapi dengan posisi berbaring
miring). Telapak kaki diputar seperti
membuat lingkaran sebesar mungkin.
Siku dan bahu juga ditalih ROM. Pada
awalnya pasien akan dibantu dan
diingatkan untuk melakukan latihan ini,
tetapi selanjutnya dianjurkan untuk
melakukan latihan secara mandiri.
Tonus oto dipertahankan sehingga
ambulasi akan lebih mudah dilakukan.
· Perawat diingatkan untuk tetap
menggunakan pergerakan tubuh yang
tepat dan mengintruksikan pasien untuk
melakukan hal yang sama. Ketika
pasien dibringkan dalam posisi apa saja,
tubuhnya harus dipertahankan dalam
kelurusan yang sesuai.
Ajarkan teknik manajemen nyeri Imobilisasi yang adekuat dapat
keperawatan mengurangi pergerakan fragmen tulang
· Atur posisi imobilisasi pada area yang menjadi unsur utama kompresi
pembedahan. saraf dan nyeri.
· Manajemen lingkungan: Lingkungan yang tenang akan
lingkungan tenang, batasi pengunjung menurunkan stimulasi nyeri ekskternal.
dan istirahatkan pasien. Pembatasan pengunjung akan
membantu meingkatkan kondisi
O2ruangan yang akan berkurnga apabila
banyak pengunjung yang berada di
ruangan. Istirahat akan menurunkan
kebutuhan O2 jaringan perifer.
· Ajarkan teknik distraksi untuk Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
mengurangi nyeri. menrunkan stimulasi internal dengan
mekanisme peningkatan produksi
endorfin dan enkefalin yang dapat
memblokir serptor nyeri untuk tidak
dikirimkan ke korteks sereberi,
sehingga menurunkan persepsi nyeri.
· Berikan manajemen sentuhan. Manajemen sentuhan pada saat nyeri
berupa bentuk dukungan psikologis
yang dapat membantu menurunkan
nyeri. Masase ringan dapat
meningkatkan aliran dan suplai darah
serta oksigen ke area nyeri.
Beritahu pasien dan keluarga kapan Pasien akan mendapat manfaat bila
pasien bisa dikunjungi. mengetahui kapan keluarganya dan
temannya bisa dikunjungi setelah
pembedahan.

I. TRANSPORTASI KE RUANGAN PRABEDAH


Transportasi biasanya dilakukan dengan menggunakan brankar atau kursi roda.
Idealnya, perawat yang merawat pasien akan mangantar dan menemani pasien
hingga ke ruangan transir sementara. Pendekatan psikologis dengan
membicarakan kondisi rutin selain pembedahan dapat membantu pasien untuk
lebih santai.
Ruang Prabedah
Pengkajian
Di sebagian besar rumah sakit, pasien lebih dulu masuk ke ruang prabedah. Pasien
dipindahkan ke ruang prabedah di atas tempat tidur atau barankar sekitar 15-30
menit sebelum anestesi dimulai. Barankar harus senyaman mungkin, dengan
jumlah selimut yang cukup untuk memastikan pasien tidak kedinginan. Bantal
kecil di kepala bisasnya diperbolehkan.
Di ruang prabedah, pasien akan bertemu dengan staf ruang operasi yang
menggunakan pakaian dan wajah tertutup masker sesuai dengan kebijakan
pengontrolan infeksi rumah sakit. Pada kondisi ini, pasien sudah tidak ditemani
oleh orang terdekat. Suasana ruangan yang terasa sunyi akan memberikan kondisi
yang berbeda pada pasien.
Perawat ruang transit sementara akan melakukan pengkajian pasien, meliputi
keabsahan pasien, jenis pembedahan, kamar operasi yang akan dimasuki, jenis
anestesi yanga akan digunakan, kelengkapan pemeriksaan dagnostik, dan
kelengkapan sarana pembedahan.
Meskipun pasien sudah mendapat medikasi paraoperatif, tampak mengantuk, dan
terlihat aman di atas brankar dengan sabuk pelindung di atasnya, tetapi seorang
perawat harus selalu ada di dekatnya. Dengan menugaskan perawat bersama
pasien akan memberikan ketenangan dan keamanan. Ketenangan dapat
dikomunikasikan secara verbal atau nonvebal melalui ekspresi wajah, tingkah
laku, genggaman hangat pada tangan, dan memperlihatkan wajah yang ramah oleh
perawat yang membantu menyiapkan pasien sebelum dipindahkan ke ruang bedah
atau ahli anestesi yang telah mengunjungi pasien sehari sebelum hari
pembedahan.
Diagnosis keperawatan
Di ruang prabedah, diagnosis keperawatan yang paling lazim ditegakkan adalah
sebagai berikut :
1. Kecemasan berhubungan dengan suasana menjelang pembedahan
2. Resiko cedera perioperatif berhubungan dengan prosedur premedikasi
anestesi
Rencana Intervensi dan Kriteria Evluasi

Kecemasan berhubungan dengan suasana menjelang pembedahan


Tujuan: Kecemasan pasien teradaptasi
Kriteria evalusasi: Pasien kooperatif terhadap intervensi prainduksi anestesi dan
pasien mendapat dukungan prainduksi.
Intervensi Rasional
Saat pasien masuk ruang sementara, Pasien yang merasa diterima oleh
sambut dengan ramah dan panggil petugas ruang sementara akan
pasien dengan namanya. mendapatkan dukungan psikologis
yang menurunkan stimulus rasa
cemas.
Pemanggilan nama akan memberikan
rasa aman pada pasien dan
menegaskan bahwa dia merupakan
pasien yang benar untuk mendapat
intervensi.
Bantu pasien untuk mengganti pakaian Pasien dengan pembedahan efektif
rawat inap dengan pakaian kamar dari ruangan akan diganti bajunya di
bedah. ruang prabedah.
Beri lingkungan yang tenang dan Mengurangi rangsangan eksternal
jangan berbicara tentang pembedahan. yang tidak diperlukan. Suasana tenang
akan meningkatkan efektifitas
pemberian premedikasi. Perbincangan
yang tidak menyenangkan atau
percakapan harus dihindari karena
dapat diartikan bereda oleh pasien
yang mendapatkan sedatif.
Orientsikan pasien terhadap prosedur Orientsi dapat menurunkan
prainduksi dan aktivitas yang kecemasan.
diharapkan.
Beri kesempatan kepada pasien untuk Dapat menghilangkan ketegangan
mengungkapkan ansitesnya. terhadap keahwatiran yang tidak
diekspresikan.

Resiko cedera perioperatif berhubungan dengan prosedur premedikasi anestesi


Intervensi Rasional
Jelaskan prosedur rutin prabedah Perawat perioperatif menjelaskan
tahap-tahap yang akan dilaksanakan
untuk menyiapkan pasien menjalani
pembedahan
Periksa tanda-tanda vital prabedah Prosedur standar dalam melakukan
prainduksi bedah dengan
membandingkan hasil tanda-tanda vital
sewaktu di ruang rawat inap
Siapkan sarana kateter IV dan obat- Piñata anestesi biasanya
obatan premediksi mempersiapkan sarana kateter IV yang
berukuran besar agar pemasukan
cairan menjadi lebih mudah
Obat-obat premediksi dipertimbangkan
secara individual . prosedur premediksi
juga harus diadaptasikan setelah
mempertimbangkan factor lain,
misalnya lama pembedahan
keseluruhan dan kebutuhan pemulihan
pasca bedah yang segera pencapaian
pemulihan dan aktivitas yang cepat
sangat penting dalam konteks
Obat yang paling sering digunakan
pada premediksi adalah dari golongan
benzodiazepine . diazepam adalah
salah satu golongan benzodiazepine
yang mempunyai sifat tidak larut air
sehingga apabila dilarutkan dengan air
steril akan memberikan rasa nyeri pada
pemberian intravena. Waktu paruh
eliminasi diazepam adalah kira-kira
21-37 jam (kee, 1996) sehingga tidak
dipertimbangkann pada pemberian
pasien one day surgery.
Lakukan pemasangan kateterIV dan Di dalam ruang sementara , perawat,
pertimbangan pemberian agen perawat anestesi. Atau ahli anestesi
premediksi memasang kareter infuse ketangan
pasien untuk memberikan prosedur
rutin penggantian cairan dan obat-
obatan melalui intravena. Pemasangan
kateter IV di ruang prabedah berfungsi
untuk mempermudah intervensi
premediksi.
Lakukan pengiriman pasien ke kamar Perawat memindahkan pasien ke
operasi kamar operasi dengan menggunakan
brankar dengan pagar terpasang,
pasien biasanya masih sadar dan akan
memperhatikan perawat dan dokter
menggunakan masker, pakain khusus,
dan penutup mata untuk pembedahan
secara lengkap.
Lakukan pengaturan posisi pada saat Pasien dengan pembedahan dengan
pemindahan pasien yang tidak posisi terlentang yang tidak
memerlukan anestesi dari brankar ke menggunakan anestesi memerlukan
meja operasi pengaturan posisi dengan hati-hati.
Petugas memindahkan pasien ke atas
meja operasi .pastikan brankar dan
meja operasi telah terkunci.
ASUHAN KEPERAWATAN INTRAOPERATIF
Ns. SUMARDA
Fase intraoperatif adalah suatu masa di mana pasien sudah berada di meja
pembedahan sampai ke ruang pulih sadar. Asuhan keperawatan intraoperatif
merupakan salah satu fase asuhan yang dilewati pasien bedah dan diarahkan pada
peningkatan keefektifan hasil pembedahan.
Pengkajian yang dilkukan perawat introperatif lebih kompleks dan harus
dilakukan secara cepat dan ringkas agar dapat segera dilakukan tindakan
keperawatan yang sesuai. Kemampuan dalam mengenali masalah pasien yang
bersifat risiko atau aktual akan di dapatkan berdasarkan pada tujuan yang
diprioritaskan. Koordinasi seluruh anggota tim intraoperatif, dan melibatkan
tindakan independen dan dependen.
PATOFISIOLOGI KE MASALAH KEPERAWATAN
Pada fase intraoperatif, pasien akan mengalami berbagai prosedur. Prosedur
pemberian anestesi, pengaturan posisi bedah, manajemen asepsis, dan prosedur
tindakan invasif akan memberikan implikasi pada masalah keperawatan yang akan
muncul. Peran (lanjut ke peta konsep) perawat intraoperatif adalah berusaha untuk
meminimalkan risiko cedera dan risiko infeksi yang merupakan dampak yang
akan terjadi dari setiap prosedur bedah.
Pada pelaksanaannya, proses keperawatan intraoperatif membutuhkan persiapan
yang baik dan pengetahuan tentang proses yang terjadi selama prosedur
pembedahan dilaksanakan. Proses keperawatan intraoperatif terdiri dari proses
keperawatan pemberian anestesi umum, proses keperawatan pemberian anestesi
regional, proses keperawatan prosedur intrabedah dan proses keperawatan
pengiriman ke ruang pemulihan.
PROSES KEPERAWATAN PEMBERIAN ANESTESI UMUM

Pengkajian
Pasien yang sudah mendapatkan premedikasi akan terlihat mengantuk, tetapi
masih sadar. Pada kondisi ini pasien akan memperhatikan kondisi kamar bedah
dan melihat petugas yang menggunakan pakaian yang tertutup, lampu operasi, dan
sarana pembedahan yang akan menakutkan kondisi psikologis pasien. Penata
anestesi sangat berperan dalam memberikan dukungan prainduksi agar pasien
dapat kooperatif dengan intervensi anestesi.
Pemberian anestesi secara umum merupakan tanggung jawab dokter anestesi,
sedangkan penata anestesi berperan mempersiapkan obat-obatan, alat, dan sarana
pemberian anestesi. Kenyataan di Indonesia, pemberian anestesi secara
keseluruhan dapat dilakukan oleh penata anestesi yang mendapat pelimpahan
tanggung jawab dari ahli anestesi. Hal ini memberikan tantangan tersendiri bagi
perawat anestesi agar dapat melakukan proses keperawatan secara komprehensif
pada prosedur anestesi sejak menerima, mempersiapkan, dan memberikan
prosedur anestesi umum.
Pemberina anestesi umumnya dilakukan pada saat pasien berada di atas meja
bedah. Tetapi pada keadaan tertentu, dimana dalam pengaturan posisi bedah
memerlukan anestesi lebih dahulu, maka pemberian anestesi dilakukan di atas
brankar sebelum pasien dipindahkan ke meja bedah.
Pemberian anestesi umum akan membuat pasien kehilangan seluruh sensasi dan
kesadarannya. Relaksasi oto mempermudah manipulasi anggota tubuh. Pasien
juga mengalami amnesia tentang seluruh proses yang terjadi selama pembedahan.
Diagnosa Keperawatan
Pada pemberian anestesi umum selama intrabedah, diagnosa keperawatan yang
paling lazim ditemukan adalah: Risiko cedera intraoperatif berhubungan dengan
prosedur anestesi umum.
Rencana Intervensi dan Kriteria Evaluasi

Risiko cedera intraoperatif berhubungan dengan prosedur anestesi umum


Tujuan: Risiko cedera intraoperatif sekunder dari intervensi anestesi umum
tidak terjadi.
Kriteria evaluasi:
· Pasien kooperatif terhadap intervensi anestesi.
· Pasien dapat menjadi tidak sadar sesuai tahapan anestesi umum.
Intervensi Rasional
Kaji ulang identitas pasien Perawat ruang operasi memeriksa
kembali identifikasi dan kardeks
pasien; melihat kembali lembar
persetujuan tindakan, riwayat
kesehatan, hasil pemeriksaan fisik, dan
berbagai hasil pemeriksaan;
memastikan bahwa alat protese dan
barang berharga telah dilepas; dan
mermeriksa kembali rencana
perawatan praoperatif yang berkaitan
dengan rencana perawtan intraoperatif.
Siapkan obat-obatan pemberian Obat-obatan anestesi yang
anestesi umum. dipersiapkan meliputi obat pelemas
otot danobat anestesi umum. Intubasi
endotrakeal dilakukan setelah
pemberian pelemas otot kerja singkat
seperti suksinikolin (Anectine,
Burroughs Wellcome) dan mivikurium
(Mivicron, Burroughs Wellcome), atau
obat yang bekerja lebih lama misalnya
vekuronium (Norcuron, Organon) atau
atrakurium (Tracium, Burroughs
Wellcome). Anestesi umum dapat
diinduksi dengan obat intravena
misalnya metoheksital (Brevital
sodium, Lilly), tiopental (Sodium
Pentothal, Abbott), atau propofol
(Gruendemann, 2006).
Siapkan alat-alat intubasi endotrakeal. Intubasi endotrakeal digunkan untuk
menjaga kepatenan jalan napas
intraoperasi. Penata anestesi
memeriksa kondisi lampu pada
laringoskop dan apakah kondisi selang
endotrakeal berfungsi optimal sebelum
pemasangan dilakukan. Penata anestesi
harus mempertimbangkan faktor umum
dan kondisi penyulit dalam melakukan
intubasi pada pemilihan persiapan
sarana intubasi. Misalnya, pada anak
kecil akan digunakan laringoskop dan
selang endotrakeal yang ukurannya
sesuai.
Siapkan sarana pemantauan dasar. Pemilihan dan pemeliharaan peralatan
anestesi dan perlengkapannya biasanya
menjadi taggung jawab penata anestesi.
Alat dan sarana yang disikan
merupakan sarana atau perangkat
pemantauan (monitoring) dasar,
meliputi:
· Stetoskop preekordial
· Pengukuran tekanan darah
· Oksimetri pulsasi.
Siapkan obat dan peralatan emergensi. Selain pemantau, peralatan darurat
dasar, obat-obatan, dan protokol
pengobatan juga harus tersedia.
Defivrilator juga harus dipastikan
berfungsi baik. Peralatan jalan napas
meliputi laringoskop, selang
endotrakeal, jalan napas oral, dan
napas faringal. Selain itu, masker dan
kantong resussitasi self-inflating (ambu
type)adalah alat yang penting dan harus
mudah diakses.
Lakukan pemasangan stetoskop · Stetoskop prekordial dibiarkan
prekordial, manset tekanan darah, menempel di dada pasien, menyalurkan
monitor dasar, oksimetri pada jari, dan informasi mengenai operasi mekanis
pertahankan kelancaran kateter IV. jantung dan adanya bunyi napas secara
kontinu. Perubahan yang dapat
dideteksi mencakup bising jantung,
aksentuasi bunyi jantung kedua, dan
denyut jantung yang abnormal.
· Perawt juga memasang manset
tekanan darah. Manset tetap terpasang
pada lengan pasien selama
pembedahan berlangsung sehingga ahli
anestesi dapat mengkaji tekana darah
pasien.
· Pemasangan oksimetri dalam
penilaian saturasi oksigen pada jari
memudahkan perawat anestesi
mengobservasi status respirasi pasien.
· Kelancaran keteter IV dapat
menjadi prosedur dasar sebelum
memberikan anestesi secara intravena.
Kaji faktor yang merugikan selama Tindakan penting yang dilakukan
pemberian anestesi intraoperatif. dengan mengkaji faktor-faktor penyulit
selama anestesi, seperti adanya riwayat
reaksi alerfi pada agen anestesiatau
alergi terhadap banyak komponen,
riwayat penyakit kardiaskuler dan paru,
masalah jalan napas, dan faktor usia
lanjut.
· Riwayat alergi Riwayat reaksi alergi pada agen
anestesi atau alergi teerhadap banyka
komponen harys diteliti dan diperjelas
oleh pasien. Untuk menentukan
kemungkinan timbulnya masalah
besar, misalnya demam yang
membahayakan dan asidosis akibat
hipertermia maligna atau paralisis otot
berkepanjangan yang dijumpai pada
orang dengan pseudokolinesterase
atipikal (Kee, 1996).
Evaluasi fungsi berbagai sistem utama
tubuh, terutama sistem kardiovaskular
dan pernapasan, merupakan parameter
penting pada evaluasi pra-anestesi.
Pasien yang mengaku alergi terhadap
banyak obat mungkin sangat peka
terhadap obat-obat yang melepaskan
histamin, misalnya sebagian pelemas
otot, narkotik, dan barbitturat.
Informasi mengenai eiwayat alerfi
terhadap antibiotik, zat warna kontras,
preparat indium, plester, dan lateks
sangat penting. Riwayat reaksi hebat
dan mendadak dari seseorang setelah
terpajan produk atau peraltan medis
yang mengandung lateks harus
dilaporkan. Etiologi pasti alerfi lateks
tidak diketahui, tetapi protein larut air
dari lateks tampaknya adalah alergen
utamanya (Gruendemann, 2006).
· Riwayat penyakit kardiovaskular Riwayat penyakit kardiovaskular dan
dan paru. paru harus mendapat persetujuan medis
dari dokter jantung dan paru sebelum
dijadwalkan menjalani prosedur
bedaha elektif. Riwayat infark
miokardium, angina, gagal jantung
kongestif, hipertensi, diabetes, aritmia
jantung, penyaktit vaskular perifer,
merokok, penyakit paru obstruktif
menahun, atau tandur pintas arteri
koroner mungkin merupakan prediktor
untuk morbiditas jantung
pascaoperatif.
· Masalah jalan napas · Masalah jalan napas yang
kondisinya kurang optimal tanpa
patologi jalan napas yang jelas,
visualisasi glotis kadang-kadang sulit
atau bahkan tidak mungkin dilakukan.
Faktor predisposisi yang dapat
menyulitkan intubasi adalah leher yang
pendek dan berotot dengan gigi
lengkap, rahang bawah yang mundur
disetai sudut mandibula yang tumpul,
menonjolnya gigi seri atas,
penyempitan ruang antara sudut-sudut
mandibula disertai palatum yang
melengkung tinggi, serta peningkatan
jarak dari gigi seri atas ke batas
posterior ramus mandibula (Rob,
1968). Pengamatan klinis tambahan
adalah apabila jarak antara dagu ke
tulang rawan tiroid kurang dari 3 atau 4
cm (lebar dua jari tangan), maka
visualisasi glotis diperkirakan akan
sulit dilakukan (Rosenberg dan
Rosenberg (1983) dikutip
Gruendemannn (2006)).
· Selama pemeriksaan praoperatif,
pasien dengan riwayat apnea tidur
obstruktif, sindrom kongenital, bedah
leher atau wajah, stridor atau suara
serak, nyeri, atau parestesia sewaktu
meggerakkan leher, gigi tanggal atau
goyang, atau perangkat gigi, misalnya
kawat gigi mungkin menyulitkan kita
saat membebaskan jalan napas. Catatan
anestesi sebelumnya harus dikaji untuk
mencari keterangan mengenai kualitas
jalan napas, upaya laringoskopi, dan
keberhasilan intubasi. Saat
pemeriksaan fisik, ahli anestesi atau
penata aanestesi harus secara teliti
memeriksa leher, mandibula, dan
struktur serta mobilitas mulut.
Kesejajaran tiga sumbu (oral, faring,
dan trakea) mempermudaha visualisasi
laring. Kesejajaran sumbu-sumbu
tersebut dilakukan dengan fleksi
anterior spina servikalis bawah
ditambah ekstensi sendi atlanto-
oksipitalis (Rosenberg dan Rosenberg
(1983) dalam Gruendemannn (2006)).
· Faktor luar · Faktor usia lanjut dimana pasien
sebelumnya menggunakan agen obat
antihepertensi, antiparkison, dan
psikotropik merupakan obat-obat yang
paling sering menimbulkan reaksi
simpang pada orang tua (Kee, 1996).
Pasien berusia lanjut cenderung tentan
terhadap obat-obat penekan susunan
saraf pusat. Hal ini mungkin
disebabkan oleh berkurangnya bahan-
bahan sel dan penurunan fungsi sinaps
secara progresif. Kecepatan hantaran
diketahui menurun seiring dengan
penuaan. Penuruan konsentrasi
alveolus minimal (minimal alvolar
concentration) yang memerlukan
anestesi inhalasi pada orang tua
mungkin disebabkan oleh penururna
kepadatan sel di otak, penurunan
konsumsi oksigen otak, dan penurunan
aliran darah otak (Rob (1968) dalam
Gruendemann, (2006)).
· Korteks dan regio subkorteks yang
bertanggung jawab menghasilkan
neurotransmiter, mengalami penurunan
kapasitas fungsional terbesar akibat
penuaan. Walaupun meknsime
peningkatan kepekaan orang tua
terhadap obat anestesi dan sedatif
masih belum jelas, tetapi proses
degeneratif yang berperan dalam
peningkatan kepekaan juga ikut
berkontribusi tehadap tingginya risiko
perburukan mental pascaoperatif yang
dialami oleh lanjut usia (McLeskey
(1992) dalam Gruendemann, (2006)).
· Pada pasien usia lanjut, penurunan
aliran darah hati yang paling diamati
sebanding dengan penurunan
keseluruhan curah jantung total.
Penururnan aliran ini adalah penentu
utama penurunan bersihan (clearance)
obat plasma. Pada penuaan,
konsentrasi dan fungsi enzim
mikrosom hati diperkirakan tetap
berada dalam tentang normal.
Penurunan aliran darah dan
berkurangnya kapasitas fungsisonal
yang terjadi cenderung mempercepat
penuaan hati sehingga berisiko tinggi
mengalami kerusakan akibat
hipoksemia, obat, atau transfusi darah.
Penurunan aliran darah hati,
kemungkinan defisit enzim, dan
penurunan kemampuan ekskretorik
ginjal dapat memperpanjang waktu
parah eliminasi beta dan memperlama
efek obat-obat yang diberikan (Kee,
1996).
· Obat-obat pada sistem
kardiovaskular, hati, dan ginjal akan
memberikan dampak besar pada
pemberian anestesi. Sebagai vcontoh,
propranolol tanpaknya tidak mengubah
kebutuhan anestesi pasien dengan
insufisiensi ginjal, tetapi obat ini dapat
menimbulkan agitasi, kebingungan,
tremor, minoklonus, atau kejang. Efek
hipotensi dan bradikardi darri
propranolol dan anestesi umum yang
muncul mungkin bersifat adiktif.
Verapamil, suatu penghambatsaluran
kalsium, diketahui dapat menurunkan
kebutuhan aanestesi sebesar 25% dan
memperkuat pelemas otot depolarisasi
dan nondepolarisasi. Tetapi jangka
panjang dengan bretilium dapat
menyebabkan hipersensitivitas
terhadap obat golongan vasopresor
(McLeskey (1992) dalam
Gruendemann, (2006)). Verapamil
maupun nifedipine diketahi
memperlihatkan kadar digoksin serum
yang tinngi (sampai 30%), sehingga
tidak saja menurunkan kebutuhan
digoksin, tetapi juga membuat pasien
semakin berisiko menagalami
toksisitas (Chelly et al., (1987) dalam
Gruendemann, (2006)). Aliran darah
yang lamaban dan kongesti kronis hati
yang berkaitan dengan gagal jantun
kronik memperlambat metabolisme
obat-obat misalnya teofili. Pada pasien
dengan keadaan tersebut, waktu paruh
teofilin dalam serum adalah sekitar 23
jam, dibandingkan dengan nilai normal
sebesar 7 jam (Gruendemann, 2006).
· Kaji adanya kelainan pada · Prosedur untuk menilai adanya
prosedur dagnostik. gangguan pada organ-organ vital dapat
mempersulit jalannya anestesi.
· Prosedur penilaian laboratorium
dan dagnostik harus dilakukan seiring
dengan adanya riwayat proses penyakit
dan medikasi yang dikonsumsi.
Beberapa institusi menetapkan
pemeriksaan prosedur standar pada
pasien usia di atas 40 tahun, meliputi
pemeriksaan hemoglobin, hematokrit,
urinalisis, dan EKG.
· EKG Pada populasi pasien rawat inap, EKG
praoperatif yang dijalani oleh
kelompok tertentu dapt memberikan
informasi yang menyempunakan
perencanaan dan hail akhir keseluruhan
pada pasien pria berusia di atas 40
tahun; wanita berusia di atas 50 tahun;
pasien yang menderita penyakit arteri
koroner misalnya hipertensi, diabetes,
atau penyakit pembuluh darah perifer;
pasien dengan penyakit yang mungkin
berefek pada jantung misalnya
kegaansan, penyakit kolagen vaskular,
dan proses infeksi serius. Kelompok
lain yang berisiko tinggi adalah pasien
yang mendapat obat seperti fenotiazin
dan antidepresan, mereka yang
mengalami ketidakseimbangan
elektrolit, atau menjalani bedah
intratoraks, intraperitoneum, aorta,
saraf elektif, atau bedah darurat serius
(Schwartz, 2000).
· Hemoglobin Kadar hemoglobin yang aman bagi
pasien direkomendasikan lebih dari 10
g/dl. Tetapi nilai hemoglobin yang
lebih rendah dari 10g/dl atau anemia
biasnya masih bisa ditoleransi pada
orang yang sehat karena berbagai
mekanisme kompensasi masih aktif
bekerja. Mekanisme tersebut antara
lain peningkatan curah jantung,
penurunan resistensi sistemik, dan
peningkatan rasio ekstraksi oksigen.
Namun, keadekuatan mekanisme
tersebut dalam mengatasi stres yang
berlebihan saat pembedahan atau
pendarahan mendadak yang banyak,
masih dipertanyakan. Pembahasana
akan kurang kontroversial jika
pemerian darah dan produk darah
selama pembedahan aman 100%.
Penitng diingat bahwa anemia
menyebabkan penurunan cadangan
darah dan deplesi mekanisme
kompensasi. Dengan demikian, nilaia
hemoglobin praoperatif yang optimal
adalah nilai yang memiliki cadangan
cukup untuk menghadapi stres selama
prosedur pembedahan.
· Urine rutin Pemeriksaan urine rutin sperti berat
jenis urine berguna untuk mengetahui
status hidrasi pasien. Adanya glukosa
dalam urine jelas mengindikasikan
kemungkinan adanya diabetes dan
hipovolemia akibat diuresis osmotik.
Proteinuria atau hematuria
mengindikasikan adanya penyakit
ginjal yang serius.
· Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan radiologi praoperatif
diprlukan untuk identifikasi pasien
yang berisiko tinggi atau mendasari
penilaian tingkat keparahan perubhan
paru intraoperatif dan pascaoperatif.
Beri dukungan praanestesi Hubungan emosional yang baaik antara
penata anestesi dan pasien akan
memegaruhi penerimaan anestesi.
Lakukan pemberian anestesi secara Pemberian anestesi intravena biasanya
intravena. dilakukan penata anestesi dengan
sepengetahuan ahliaanestesi.
Pemberian suksinikolin
(succinylcholine) secara intravena
sebagai obat intravena pertama
bertujuan untuk menghambat saraf dan
menyebabkan paralisis pita suara
sementara dan otot pernapasan selama
selang endotrakeal terpasang.
Lakukan pemasangan selang · Pemasangan selang endotrakeal
endotrakeal, pemasangan oral airway, biasanya dilakukan ahli anestesi atau
dan kaji efektivitas jalan napas. penta anestesi dengan diketahui oleh
ahli anestesi. Selang endotrakeal
bertujuan untuk tetap menjaga
kepatenan jalan napas, sera mencegah
kemungkinan terjadinya aspirasi dan
komplikasi pernapasan lainnya akibat
depresi pada brokus efek dari anestesi.
· Penata anestesi akan membantu
melakukan peenekanan tulang rawan
krikoid (perasat Sellick) untuk
menyumbat esofagus pada saat perasat
endotrakeal dilakukan.
· Pemasangan oral airway akan
menjaga kepatenan jalur napas dan
memudahkan penata anestesi untuk
memonitor kepatenan jalan napas.
Lakukan pemberian napas bantuan, Ahli anestesi atau penata anestesi akan
pemberian oksigen, pengisapan, dan memberikan ventilasi bantuan sampai
pemberian anestesi inhalasi. efek suksinikkolin hilang dan pasien
kembali bernapas secara spontan.
Mulai saat itu, gas atau uap anestesi
biasanya diberikan secara inhalasi
melalui selang endotrakeal. Beberapa
obat-obatan yang sering digunakan
adalah halotan, supran, dan foran.
Lakukan pemantauan status Risiko terbesar dari anestesi umum
kardiovaskular dan respirasi selama adalah efek samping obat-obatan
pembedahan. anestesi, termasuk di antaranya
depresi, iritabilitas kardiovaskular dan
depresi pernapasan. Kontrol status
kardiovaskular dan repirasi dapt
mendeteksi risiko kegawatan sedini
mungkin.
Lakukan pemberian cairan dan Dilakukan pada prosedur pembedahan
transfusi sesuai kondisi dan lamanya yang berlangsung lama atau apabila
pembedahan sera kontrol keluaran dilakukan antisipasi terhadap
urine. perubahan volume cairan yang besar.
Pengukuran pengeluaran cairan dan
darah secara cermat serta perkiraan
darah yang terdapat di dalam spons
menjadi tugas bersama ahli anestesi
dan perawat sirkulasi. Apabila pasien
adalah anak-anak, penata anestesi
sirkulasi harus menimbang spons
operasi (1 g setara dengan 1 ml darah)
untuk menentukan pengeluaran darah
secara lebih akurat. Karena volume
darah anak lebih sedikit, maka perawat
harus mengingatkan ahli anestesi
mengenai darah yang keluar dalm
interval tertentu selama pembedahan.
Lakukan pemberian obat-obat pemulih Pemberian obat-obat pemulih anestesi
anestesi setelah pembedahan selesai. biasanya dilakukan ahli atau penata
anestesi dengan diketahui oleh ahli
anestesi.
Lakukan pembersihan jalan napas Jalan napas dibersihkan dengan
setelah pembedahan selesai pengisapan, dan setelah refleks laring
dilaksanakan. dan faring pulih maka dilakukan
ekstubasi. Penata anestesi tetap berada
di kamar operasi dengan ahli anestesi,
sampai pasien siap dipindahkan ke
ruang pemulihan. Secara umum,
peralatan dan instrumen jangan
dipindahkan dari ruangan sampai
pasien stabil dan siap dipindahkan.

PROSES KEPERAWATAN PEMBERIAN ANESTESI REGIONAL


Ns. Sumarda

Pengkajian
Pemberian anestesi regional sering dilakukan pada pembedahan apendektomi,
laporoskopi, histerektomi, persalinan pervagina atau sesar, serta hemoroid atau
reseksi trasnrusera. Pada pemberian anestesi regional blok subaraknoid atau
spinal, akar-akar saraf akan mengalami anestesi dengan oleh agen anestesi lokal
yang dimasukkan ke dalam cairan serebrospinalis. Anestesi lokal menempati
reseptor-reseptor di serat saraf dan mencegah hantaran impuls (Kee, 1996).
Ada beberapa risiko yang mungkin timbul akibat anestesi regional, terutama pada
anestesi spinal, karena kadar anestesi mungkin dapat meningkat, yang berarti agen
anestesi dalam medula spinalis akan bergerak ke atas dan dapat memengaruhi
pernapasan.
Blok anestesi pada saraf vasomotor simpatis, serat saraf nyeri, dan motorik
menimbulkan vasodilatasi yang luas sehingga pasien dapat mengalami penurunan
tekanan darah yang tiba-tiba. Apabila kadar anestesi meningkat, maka parlisis
pernapasan dapat terjadi serta memerlukan resusitasi dari ahli anestesi. Pasien
harus dipantau secara hati-hati selama dan segera setelah pembedahan (Potter,
2006).
Menurut (Potter, 2006), anestesi regional dapat dilakukan dengan salah satu
metode induksi berikut:
· Blok saraf
Anestesi lokala disuntikkan ke dalam saraf (misalnya plekus brakialis pada
lengan). Blok suplai sarf ke tempat pembedahan.
· Anestesi spinal
Ahli anestesi melakukan fungsi lumbal dan memasukkan anestesi lokal ke dalam
cairan serebrospinal pada ruang subaraknoid spinal. Anestesi akan menyebar dari
ujung prosesus xifoideus ke bagian kaki. Posisi pasien memengaruhi pergerakan
obat anestesi ke atas atau ke bawah medula spinalis.
· Anestesi epidural
Prosedur ini lebih aman daripada anestesi spinal karena obat anestesi disuntikkan
ke dalam ruang epidural di luar dura mater dan kandungan anestesinya tidka
sebesar kandungan anestesi spinal. Karena anestesi epidrual menyebabkan
hilangnya sensasi di daerah vagina dan perineum, maka jenis anestesi ini
merupakan pilihan yang terbaik untuk prosedur kebidanan. Kateter epidural
dibiarkan di dalam ruang epidural sehingga pasien dapat menerima obat melalui
infus epidural secara terus-menerus selam pembedahan beralangsung.
· Anestesi kaudal
Anestesi ini merupakan salah satu jenis anestesi epidural yang diberikan secara
lokal pada dasar tulang belakang. Efek anestesi hanya memengaruhi daerah pelvis
dan kaki.
Peran perawat perioperatif sangat penting dalam membantu pelaksanaan
pemberian anestesi regional yang dilakukan ahli anestesi, meliputi persiapan obat,
alat, sarana pemberin anestesi, pengaturan posisi yang optimal untuk dilakukan
fungsi, pengaturan fokus cahaya, dan dukungan psikologis pada pasien.
Selama pembedahan berlangsung, pasien dengan anestesi regional akan tetap
sadar kecuali jika dilter memprogramkan pemberian transquilizer yang dapat
menyebabkan pasien tertidur. Karena pasien responsif dan dapat beranapas secara
volunter, maka ahli anestesi tidka perlu menggunakan selang endotrakeal. Perawat
harus ingat bahwa luka bakar dan cedera lainnya dapat terjadi pada bagian tubuh
yang berada di bawah pengaruh anestesi tanpa disadari oleh pasien. Oleh karena
itu, posisi ekstremitas dan kondisi kulit pasien harus sering diobservasi. Petugas
ruang operasi juga perlu berhati-hati dengan topik yang didiskusikan selama
melaksanakan pembedahan karena pasien dapat mendengar perbincangan yang
dilakukan.
Diagnosis Keperawatan
Pada kondisi pemberian anestesi regional dana intraoperatif, diagnosi
keperawatan yang paling lazim ditegakkan adalah sebagai berikut:
1. Risiko cedera intraoperatif berhubungan dengan prosedur anestesi regional.
2. Kecemasan intraoperatif berhubungan dengan prosedur intrabedah.

Rencana Intervensi dan Kriteria Evaluasi

Risiko cedera intraoperatif berhubungan dengan prosedur anestesi


regional.
Tujuan: Risiko cedera intraoperatif sekunder intervensi anestesi regional tidak
terjadi.
Kriteria evaluasi: Pasien kooperatif terhadap intervensi anestesi, pengaruh
anestesi regional dapat optimal, dan pembedahan dapat berjalan lancar.
Intervensi Rasional
Kaji ulang identitas pasien. Perawat ruang operasi memeriksa kembali
identifikasi dan kardeks pasien; melihat
kembali lembar persetujuan tindakan, riwayat
kesehatan, hasil pemeriksaan fisik, dan
berbagai hasil pemeriksaan; pastikan bahwa
alat prtese dan barang berharga telah dilepas;
dan memeriksa kembali rencana perawatan
praoperatif yang berkaitan dengan rencana
perawatan intraoperatif.
Siapkan obat-obatan anestesi Obat-obat anestesi regional yang dipersiapkan
regional. untuk memudahkan ahli anestesi dalam
melakukan fungsi.
Lakukan pemasangan infus. Memnuhi kebutuhan hidrasi intaroperasi dan
jalur penting apabila diperlukan pemberian
agen obat pada kondisi kedaruratan.
Atur posisi pasien. Pengaturan posisi anestesi regional
disesuaikan dengan permintaan ahli anestesi.
Atur posisi pasien untuk memudahkan akses
ahli anestesi dalam melakukan fungsi.
Bantu ahli anestesi dalam Pemberian anestesi spinal dilakukan dengan
melakukan desinfeksi area teknik steril. Perawat membantu persiapan
fungsi. kelengkapan alat dan sarana yang diperlukan
dalam desinfeksi area fungsi.
Beri dukungan psikologis pada Pada saat ahli anestesi melakukan fungsi,
saat ahli anestesi melakukan pasien akan cenderung melakukan
fungsi. pergerakan. Sebelum hal tersebut terjadi,
perawat praoperatif perlu memberikan
penjelasan bahwa fungsi tidak memberikan
rasa sakit dan dianjurkan pasien kooperatif
sewaktu fungsi dilakukan.
Lakukan pemberian oksigen via Pemenuhan oksegenasi yang diperlukan
nasal. pasien setelah dilakukan anestesi spinal.
Lakukan pemantauan pada · Efek sistemik utama yang dimonitor
statsu kardiovaskular dan setelah anestesi spinal umumnya bersifat
respirasi selama pembedahan kardiovaskular dan disebabkn oleh blok
akibat efek samping dari preganglion simpatis oleh anestesi lokal.
anestesi spinal. Hipotensi arteri sering terjadi dan derajatnya
berhubungan langsung dengan tingkat
ketinggian blok simpatis. Bradikardi terjadi
akaibat paralisis serabut kardioakselerator
(T1-4) yang menuju ke jantung. Paralisis
serabut saraf simpatis akan mengurangi aliran
balik vena akibat venodilatasi (Gruendemann,
2006).
· Anestesi spinal biasanya hanya
menyebabkan perubahan ventilasi spontan
yang minimal sampai sedang. Hal ini
disebabkan karean diafragma adalah organ
utama pernapasan dan persarafan fungsional
otot ini datang dari pleksus saraf C3-C5. Pada
pasien yang sehat, anestesi spinal tidak
menyebabkan perubahan yang bermakna
dalam ventilasi respirasi. Dispnea dapat
terjadi selama anestesi spinal jika tingkat
paralisis hantaran cukup tinggi ddi segmen
toraks. Akibatnya, terjadi penurunan
informasi proprioseptif aferen yang dalam
keadaan normal disalurkan dari daerah
antariga, ke pusat yang lebih tinggi di otak.
Informasi ini secara normal berisi
pemberihauan dari otak mengenai tingkat
gerakan sangkar dada dan besar peregangan
paru selama inspirasi. Karena penuruan
tersebut, digunakan oksimetri pulsasi untuk
mengamati gerakan dada dan memastikan
kualitas oksigenasi secara adekuat, walaupun
pasien tidak dapat merasakan pergerakan
dadanya dan menganggap bahwa
pernapasannya tidak adekuat (Gruendemann,
2006).
Pemberian Anestesi Lokal
Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang diinginkan
(misal: adanya sel tumbuh pada kulit atau kornea mata). Obat anestesi (misalnya:
lidokain) menghambat konduksi saraf sampai obat terdifusi ke dalam sirkulasi.
Pasien akan kehilangan rasa nyeri, sentuhan, seta aktibitas motorik dan otonom
(misalnya: pengosongan kandung kemih). Anestesi lokal umumnya digunakan
dalam prosedur minor bedah sehari. Untuk menghilangkan nyeri pascaoperatif,
dokter dapat memberi anestesi lokal pada area pembedahan. Misalnya, pada
herniorafi, injeksi Marcaine akan menghilangkan nyeri selama 12 jam atau lebih
(Rivellini (1993) dalam Potter (2006)).
PROSES KEPERAWATAN PROSEDUR INTRABEDAH
Ns. Sumarda

Pengkajian
Pasien yang sudah mendapat prosedur anestesi akan memasuki fase intrabedah.
Fokus tujuan pada fase ini adalah optimalisasi hasil pembedahan dan penurunan
risiko cedera. Ruang lingkup keperawatan intrabedah yang dilaksanakan perawat
perioperatif meliputi manajemen pengaturan posisi, optimalisasi peran asisten
pertama beah (pada beberapa kondisi di rumah sakit di Indonesia memberlakukan
perawat sebagai asisten pertama/ first assistance), optimalisasi peran perawat
instrumen, dan optimalisasi peran perawat sirkulasi.
Manajemen pemberian posisi bedah (lihat kembali topik manjemen pemberian
posisi) merupakan siatu kebutuhan yang mendukung kondisi keamanan pasien
selama pembedahan. Perawat perioperatif harus mengkaji dan memikirkan
kembali berbagai prinsip, prosedur, dan dampak pemberian posisi pasien serta
menggunakan proses keperawatan dalam perencanaan asuhan pasien. Perawat
perioperatif dapat mempelajari prinsip pemberian posisi dengan merasakan dam
mengetahui efek suatu posisi terhadap berbagai bagian tubuh, otot, senddi dan
tonjolan tulang. Perawat perioperatif adalah manajer utama dalam pemberian
posisi pasien. Pada pelaksanaannya, diperlukan keterampilan pengamatan
keperawatan yang cerdas, ditambah dengan keberanian dan motivasi diri untuk
menyampaikan serta mengerjakan tindakan jika diperlukan. Diperlukan waktu dan
pemikirana sebelum melakukan pemberian posisi; di mana perawat harus
mengetahui kemungkinan adanya masalah, sekalipun posisi yang sederhana.
Manajemen pemberian posisi seoptimal mungkin dilakukan dengan gerakan halus
yang lambat, fisiologis, dana terkoordinasi terhadap bagian-bagian tubuh pasien.
Untuk mendapatkan posisi yang ideal maka diperlukan kerja sama tim, kehati-
hatian, dan prenecanaan yang matang, yang ditujukan untuk mencegah cedera
sehingga perlindungan pasien selama tindakan dapat selalu terjamin. Pengaturan
posisi bedah biasanya dilakukan setelah pasien mencapai tahap relaksasi yang
lengkap. Posisi yang dipilih biasanya ditentukan oleh teknik bedah yang
digunakan. Idealnya. Posisi pasien di atur agar dokter bedah mudah mencapai
tempat pembedahan dan fungsi status sirkulasi serta pernapasan adekuat. Posisi
tidak boleh mengganggu struktur neuromuskular. Kenyamanan dan keselamatan
pasien harus diperhatikan. Perawat perioperatif harus mencatat usia, berat badan,
tinggi badan, status nutrisi, keterbatasan fisik, dan kondisi yang ada sebelum
pembedahan serta mendokumentasikannya untuk mengingatkan petugas yang
akan merawat pasien setelah operasi.
Apabila rumah sakit membelakukan perawat sebagai asisten pertama/first
assistance, maka optimalisasi peran asisten pertama bedah merupakan tantangan
kompleks yang harus dilakukan perawat perioperatif untuk bisa mengikuti
keseluruhan intervensi yang akan dilakukan ahli bedah sejak dimulai pembukaan
jaringan sampai penutupan jaringan area bedah. Pada kondisi intrabedah, pasien
yang dilakukan prosedur invasif bedah akan mengalami kerusakan jaringan akibat
suatu insisi, kerusakan vaskular, atau kerusakan akibat traksi pembukaan jaringan.
Peran perawat asisten bedah adalah membantu ahli bedah agar kerusakan yang
dibuat dapat seminimal mungkin. Beberapa prosedur bedah tertentu, seperti bedah
saraf, bedah toraks, bedah kardiovaskular, atau bedah spina akan memerlukan
waktu operasi yang lama. Pada kondisi tersebut, perawat asisten memerlukan daya
tahan fisik sempurna karena akan melakukan aktivitas berdiri yang lama disertai
tingkat konsentrasi yang tinggi untuk bisa mengikuti jalannya pembedahan secara
optimal.
Perawat instrumen mempunyai peran agar proses pembedahan dapat dilakukan
secara efektif dan efesien (lihat modalitas peran perawat instrumen pada bab
sebelumnya). Pada pelaksanaannya, perawat instrumen harus memiliki
keterampilan psikomotor, keterampilan manual, dan keterampilan interpersonal
yang kuat, yang diperlukan untuk mengikuti setiap jensi pembedahan yang
berbeda-beda dan mengadaptasikan antara keterampilan yang dimiliki dengan
keinginan dari operator bedah pada setiap tindakan yang dilakukan dokter bedah
dan asisten bedah. Tanggung jawab yang penting dari perawat instrumen adalah
menjaga kesterilan lingkungan bedah agar tidak meningkatkan risiko infeksi
intraoperatif. Perawat sirkulasi merupakan penghubung antara zona steril dengan
zona di luarnya. Peran lainnya adalah menurunkan risiko cedera intraoperatif
dimulai dari pengaturan posisi bedah sampai selesai pembedahan.
Diagnosis Keperawatan
Pada kondisi prosedur intraoperatif diagnosis keperawatan yang paling lazim
ditegakkana adalah sebagai berikut:
1. Risiko cedera intraoperatif berhubungan dengan pengaturan posisi bedaha,
proseddur invasif bedah.
2. Risiko infeksi intraoperatif berhubungan dengan adanya port de
entree prosedur bedah, penurunan imunitas efek anestesi.
Rencana Intervesni dan Kriteria Evaluasi

Risiko cedera intraoperatif berhubungan dengan pengaturan posisi bedah,


prosedur invasif bedah
Tujuan: Risiko cedera intraoperatif sekunder pengaturan posisi bedah, prosedur
invasif bedah tidak terjadi.
Kriteria evaluasi:
· Selama intraoperatif, tidak terjadi gangguan henmodinamik akibat
pndarahan serius.
· Pascaoperatif tidka ditemukan cedera tekan dan cedera listrik.
· Perhitungan spons dan instrumen sesuai dengna jumlah yang dikeluarkan.
· Tidak ditemukan adanya kram otot.
Intervensi Rasional
Kaji ulang identitas pasien. · Perawat ruang operasi memeriksa kembali
identitas dan kardeks pasein; melihat kembali
lembar persetujuan tindakan, riwayat kesehatan,
hasil pemeriksaan fisik, dan berbagai hasil
pemeriksaan; dan memeriksa kembali rencana
perawatan praoperatif yang berkaitan dengan
rencana perawatan intraoperatif.
· Pemeriksaan darah terutama kadar
trombosit, waktu pembekuan, dan waktu
pendarahan. Adanya hasil yang abnormal pada
pemeriksaan ini bermanifestasi pada
kewaspadaan yang sangat tinggi oleh ahli bedah
dan asisten operasi dalan melakukan prosedur
bedah.
Lakukan manajemen kamar Dilakukan oleh perawat administratif dalam
operasi. mengatur dan menentukan staf pada setiap
pembedahan agar kelancaran proses
pembedahan dapat terlaksana secara optimal.

Siapkan kamra bedah yang · Beberapa jenis pembedahan tertentu akan


sesuai dengan jenis dilaksanakan pada ruangan atu kamar bedah
pembedahan pasien. khusus, seperti kamar operasi bedah saraf.
· Perawat sirkulsi melakukan persipan
tempat operasi sesuai prosedur yang biasa dn
jenis pembedahan yang akan dilaksanakan. Tim
bedah harus diberi tahu jika terhadap kelainan
kulit yang mungkin dapat menjadi
kontraindikasi pembedahan.
· Perawat sirkulasi memeriksa kebersihan
dan kerpain ruang operasi sebelum
pmebedahan. Perawat sirkulasi juga harus
memastikan bahwea peralatan telah siap dan
dapat digunakan. Semua peralatan harus dicoba
sebelum prosedur pembedahan. Apabila
prosedur ini tidak dilaksanakan, maka dapat
menyebabkan penundaan atau kesulitan dalam
pembedahan.
Siapkan meja bedah dan Meja bedah akan disipakan perawat sirkulasi
asesori pelengkap sesuai dan disesuaikan dengan jensi pembedahan.
dengan jenis pembedahan. Perawat sirkulasi mempersiapkan asesori
tambahan meja bedah agar dalam pengaturan
posisi dapat efektif dan efisienl.
Siapkan sarana pendukung Sarana pendukung seperti kateter urine lengkap,
pembedahan. alat pengisap lengkap, spons dalam kondisi siap
pakai.
Siapkan alat hemostasis dan Alat hemostasis merupakan fondasi dari
cadangan alat dalam kondisi tindakan operasi untuk mencegah terjadinya
siap pakai. pendarahan serius akibat kerusakan pembuluh
darah arteri. Perawat mmeriksa kemampuan
alat tersebut untuk menghindari cedera akibat
pendarahan intraoperasi.
Lakukan pemasangan kateter Pemasangan kateter dilakukan untuk
urine dengan teknik steril. mengindari keluarnya urine pada saat
intraoperatif akibat hilangnya kontrol menahan
urine efek dari anestesi. Kateter Foley harus
dipasang sebelum pasien diberi posisi. Gunakan
teknik aseptik untuk pemasangan kateter.
Cegah terjadinya tekukan atau tekanan pada
kateter selama proses pemindahan tersebut.
Periksa kepatenan sestem drainase setelah
pemberian posisi. Catat keluaran urine dan
pemasangan kateter.
Lakukan pengaturan posisi Manajemen pengaturan posisi (lihat kembali
bedah. materi manajemen pengaturn posisi) dilakukan
untuk memudahkan akses atau pajanan pada
dokter bedah, akses vaskular seperti infus dan
alat monitor standar tidak terganggu, drainase
urine optimal, dan fungsi status srikulsi serta
pernapasan adekuat. Posisi tidak boleh
mengganggu struktur neuromuskular.
Bantu ahli bedah pada saat Insisi bedah memerlukan skalpel (alat penjepit)
dimulainya insisi. dan pisau bedah yang sesuai dengan ares yang
akan dilakukan insisi. Perawat instrumen
bertanggung jawab menyerahkan alat insisi dan
mempersiapkan kauter listrik yang diperlukan
dalam tindakan hemostasis. Asisten pertama
berperan membantu menyerap darah yang
keluar saat dan menjepit pembuluh darah akibat
kerusakan vaskular pada area insisi dengan
menggunakan spons dan klem arteri.
Bantu ahli bedah dalam Perawat instrumen atau asisten bedah
melakukan intervensi menggunakan alat hemostasis listrik pada klem
hemostasis. arteri untuk menjepit atau menghentikan
pendarahan.
Bantu ahli bedah dalam · Pembukaan jaringan dilakukan lapis demi
membuka jaringan dan lapis, dari kulit, lemak, fasia, dan jaringan
lakukan pengisapan apabila dalam, misalnya peritoneum pada pemedahan
diperlukan. area abdomen. Pembukaan jaringan dilakukan
sampai akses yang akan dituju sesuai jenis dan
tujuan pembedahan dapat tercapai.
· Asisten bedah membantu menarik dengan
menggunakan refraktor dan melakukan
pengisapan apabila banyak cairan yang
mengganggu akse bedah. Pemakaian dan
pemilihan jenis refraktor disesuaikan dengan
jenis dan ares jaringan atau pembedahan yang
dilakukan.
· Perawat instrumen berperan dalam
memenuhi keprluan yang sesuai pada setiap
momen pembedahan, seperti keperluan
penggunaan guntin mayo oleh ahli bedah atau
keperluan refraktor.
Lakukan manajemen sirkulasi · Perawat sirkulasi mendukung poerawat
intraoperatif ruang operasi. instrumen dan ahli bedah dari zoan tidak steril
selam prosedur pembedahan untuk mengawasi
atau membantu serip kesulitan yang mungkin
memrlukan bahan dari luar lapangan steril.
Perawat sirkulasi melakukan manajemen alat
pengisap (sucton), memastikan alat hemostasis
terpasang dengan benar, sera memeriksa alat-
alat tersebut dalam kondisi power on.
· Perawat sirkulasi mencatat barang yang
digunakan seperti jumlah spons, alat instrumen
intraoperatif yang mempunyai risiko tertinggal
pada jaringan bedah dan meningkatkan risiko
ceder bedah, serta mencatat penyulit yang
terjadi selam pembedahan yang sering
disampaikan oleh ahli beah, asisten, atau
instrumentator.
· Selam fase intraoperatif, perawat sirkulasi
meljutkan dokumentasi tentan jensi aseptik,
jumlah cairan IV yang digunakan, dan
memantau kelurasn urine dan lambung melalui
selang NGT. Selam prosedur pembedahana
beralangsung, perawat menjaga agar pencatatan
aktivitas perawatan pasien dan prosedur yang
dilakukan oleh petugas ruang operasi tetap
akurat. Dokumentasi perawatan intraoperatif
memberi data yang bermanfaat bagi perawat
yang akan merawat pasien setelah pembedahan.
Bantu ahli bedah pada saat Peran perawat perioperatif baik asisten bedah,
akses bedah tercapai sesuai perawat instrumen dan sirkulator mendukung
dengan tujuan pembedahan. ahli bedah agar tujuan pembedahan dapat
tercapai. Tujuan pembedahan pada saat akse
tercapai, meliputi:
· Diagnostik (pembedahan untuk
pemeriksaan lebih lanjut), misalnya
pengambilan sampel biopsi tumor.
· Ablatif (pengangkatan bagian tubuh yang
mengalami masalah atau penyakit), misalnya
amputasi, pengangkatan tumor, dan
apendektomi.
· Paliatif (menghilangkan atau mengurangi
gejala penyakit, tetapi tidak
menyembuhkannya), misalnya kolostomi dan
debridemen jaringan nekrotik.
· Rekonstruktif (mengembalikan fungsi atau
penampilan jaringan yang mengalami
malfungsi atau trauma), misalnya fiksasi interna
dan eksterna fraktur dan perbaikan jaringan
parut.
· Transplantasi (mengganti organ atau
struktur yang mangalami malfungsi), misalnya
cangkok (transplantasi) ginjal, total hip
replacement.
· Konstruktif (mengembalikan fungsi yang
hilang akibat anomali kongenital), misalnya:
bibir sumbing, penutupan defek katup jantung
dan perbaikan hiperekstensi lutut
(genurecurvatum)).
Bantu ahli bedah dalam · Prosedur penutupan jaringan dilakukan
penutupan jaringan. setelah tujuan pembedahan sudah selesai
dilaksanakan. Penutupan dilakukan lapis demi
lapis sesuai area tau jaringan yang telah
dilakukan pembedahan.
· Perawat instrumen menurunkan risiko
cedera dengan mempersiapkan dan memilih
sarana penjahitan dengan memperhatikan
ketajaman jarum jahit, benang jahitan yang
akan digunakan sesuai jaringan yang di jahit
dan kondisi atau kelayakan instrumen agar
kerusakan jaringan dapat minimal.
· Penjahitan bisa dilakukan ahli bedah atau
asisten bedah. Apabila dilakukan ahli bedah,
maka asistern bedah membantu penutupan
jaingan agar dapat terlaksana secara efektif dan
efisien agar kerusakan jaringan dapat minimal.
Lakukan penutupan luka Penutupan luka selain bertujuan menurunkan
pembedahan. risiko infeksi juga bertujuan untuk menurunkan
risiko cedera pajanan langsung ke area bedah
atau jaringan yang masih belum stabil. Perawat
biasanya memasang spons dan plester adhesi
yang menutupi seluruh spons.

Risiko infeksi intraoperatif berhubungan adanya port de entree prosedur


bedah, penurunan imunitas efek anestesi.
Tujuan: Optimalisasi tindakan asepsis dapat dilaksanakan selama prosedur
itrabedah.
Kriteria evaluasi: Luka pascabedah tertutup dengan kasa.
Intervensi Rasional
Kaji ulang identitas pasien dan · Perawat ruang operasi memeriksa kembali
pemeriksaan diagnostik. riwayat kesehatan, hasil pmeriksaan fisik, dan
berbagai hasil pemeriksaan. Pastikan bahwa alat
protese dan barang berharga telah di lepas.
· Riwayat kesehatan yang mempunyai risiko
penurunan imunitas seperti pasien yang
memiliki riwayat hipertensi dan diabetes
melitus.
· Hasil pemeriksaan darah albumin untuk
menentukan aktivitas agen-agen obat dan
pertumbuhan jaringan luka.
· Berbagai prtese yang masih belum dilepas
akan memberikan akses pajanan yang
mengontaminasi area steril.
Siapkan sarana scrub Sarana scrub, meliputi cairan antiseptik cuci
tangan pada tempatnya, gaun yang terdiri dari
gaun kedap air dan baju bedah steril, duk
penutup, dan duk berlubang dalam kondisi
lengkap dan siap pakai.
Siapkan instrumen sesuai jenis Manajemen insrumen dari
pembedahan. perawat scrub sebelum pembedahan disesuaikn
dengan jenis pembedahan. Sebelum antisipasi
apabila diperlukan instrumen tambahan perawat
mempersiapkan alat cadangan dalam suatu
tromol steril yang akan memudahkan
pengambilan apabila diperlukan tambahan alat
instrumen.
Lakukan manajemen asepsis Manajemen asepsis selalu berhubungan dengan
prabedah. pembedahan dan perawatan perioperatif.
Asepsis prabedah meliputi teknik aseptik atau
pelaksanaan scrubbing cuci tangan (lihat
kembali bab manajemen asepsis).
Lakukan manajemen asepsis · Manajemen asepsis dilakukan untuk
intraoperasi. menghidari kontak dengan zona steril (lihat
kembali manajemen asepsis) meliputi
pemakaian baju bedah, pemakaian sarung
tangan, persiapan kulit, pemasangan duk,
penyerahan alat yang diperlukan
petugasscrub dengan perawat sirkulasi.
· Manajemen aseosi intraoperasi merupakan
tanggung jawab perawat insturmen dengan
mempertahankan integritas lapangan steril
selama pembedahan dan bertanggung jawab
untuk mengomunikasikan kepada tim bedah
setiap pelanggan teknik aseptik atau
kontaminasi yang terjadi selama pembedahan.
Lakukan penutupan luka Penutupan luka bertujuan menurunkan risiko
pembedahan. infeksi. Perawat biasanya memasang spons dan
plester adhesif yang menutup seluruh spons.

Vous aimerez peut-être aussi