Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PERIOPERATIF
Survey kepala
2. Mata
observasi gambaran kesimetrisan mata kanan dan mata kiri. Kesimetrisan wajah
pasien dikaji untuk melihat apakah kedua mata terletak pada jarak yang sama.
Perawat memeriksa apakah salah satu mata lebih besar atau menonjol ke depan
melalui pemeriksaan posisi istirahat dan garis mata atas.
Alis diobservasi kuantitas dan penyebaran rambutnya. Kelopak mata diinspeksi
warna, keadaan kulit, dan ada/tidaknya bulu mata serta arah timbulnya . batas
kelopak diperiksa akan adanya lesi seperti tonjolan atau tumor. Terkadang pada
fraktur dasar tengkorak di fosa anterior, darah dapat merembes dari robekan dura
hingga ke rongga orbita . hematoma yang terjadi menyebabkan gambaran mata
hitam yang dikenal sebagai raccoon eyes pasien dengan fraktur dikaji
ada/tidaknya kebocoran cairan serebrospinal dari hidung.
Mata dan kelopak mata orang yang kekurangan nutrisi atau dehidrasi Nampak
seperti tenggelam atau cekung karena lemak dan cairan yang tersimpan di
belakang bola mata hilang. Ptosis (turunnya kelopak) dapat disebabkan oleh
edema, kelemahan oto, defek congenital, atau masalah neurologis (SOIII) yang
disebabkan oleh trauma atau penyakit.
Konjungtiva dan sclera. Konjuntiva adalah membrane mukosa tipis dan transparan
yang melapisi bagian posterior kelopak mata dan melipat kea rah bola mata untuk
melapisi bagian anterior bola mata. Sclera dikaji warnanya , biasanya putih .
warna kekuningan merupakan indikasi ikterus atau masalah sistemik. Pada
individu yang berkulit hitam, sclera normal juga bisa terlihat kuning, terdapat titik
kecil, gelap, dan berpigmen. Pemeriksaan konjungtiva praoperatif akan
memberiakan data dasar untuk intervensi.
Pupil normal berbentuk bulat, letaknya di tengah , dan memiliki ukuran yang
sama antara kiri dan kanan. Terdapat kurang lebih 5% individu yang secara
normal memiliki perbedaan dalam ukuran pupil. Perbedaan ini disebut anisokor.
Ukuran pupil bervariasi pada tiap individu yang terpapar cahaya dalam jumlah
yang sama. Pupil yang lebih kecil ditemukan pada lansia. Individu dengan myopia
(hanya dapat melihat dari dekat) mempunyai pupil yang lebih besar, sedangkan
individu hipertopi (hanya dapat melihat jauh) mempunyai pupil yang lebih kecil.
Diameter pupil normal adalah 2-6 mm . pupil yang ukurannya kurang dari 2 mm
disebut konstriksi (miosis), sedangkan pupil yang berukuran lebih dari 6 mm
disebut dilatasi (midriasis).
Kaji respons pupil terhadap cahaya . respons pupil terhadap cahaya lebih mudah
diobservasi jika uji ini dilakukan di ruang gelap. Akan tetapi, pada individu
dengan mata cokelat tua, lebih sulit bagi perawat untuk mendeteksi peruabahan
yang ada. Konstriksi kedua pupil merupakan respons normal terhadap sinar
lansung , meningkatnya cahaya menyebabkan pupil konstriksi, sedangkan
penurunan cahaya menyebabkan pupil dilatasi. Pupil juga mengecil atau
konstriksi dalam respons terhadap akomodasi (perubahan focus akibat berubahnya
pandangan dari objek jauh ke dekat).
Perawat mengkaji reaksi pupil terhadap sinar dengan menganjurkan pasien untuk
lurus ke depan sambil cepat membawa sinar senter dari samping dan
mengarahkan ke pupil mata kanan (oculus dextra). Konstfasriksi pada pupil OD
merupakan direct response terhadap cahaya senter ke dalam mata tersebut,
konstruksi pada pupil mata kiri (oculus sinistral) selama cahaya diarahkan pada
OD dikenal sebagai consensual response. Kedua aphakia (tidak adanya lensa
mata) pupil berwarna hitam, sedangkan pada kondisi katarak, pupil berwarna
putih
5. Pemeriksaan leher
Otot leher, modus limfatik di kepala dan leher, arteri carotid, vena jugularis,
kelenjar tiroid, dan trakea terdapat di dalam leher ,pada pemeriksaan fisik
praoperatif , pemeriksaan leher yang lazim dilakukan adalah memeriksa nodus
limfatik dan kelenjar tiroid.
Nodus limfatik diperiksa dengan cara palpasi menggunakan jari tengah dan
gerakan memutar . nodus limfatik normalnya tidak mudah dipalpasi tetapi nodus
yang kecil dapat digerakkan dan tidak nyeri saat ditekan merupakan hal yang
umum ditemukan. Nodus limfatik yang besar, menetap , meradang atau nyeri
tekan mengindikasikan adanya seperti infeksi local, penyakit sistemik, atau
neoplasma. Pada saat nodus yang besar itu ditemukan, perawat harus
mengeksplorasi area dan wilayah sekitarnya yang memperoleh drainase dari
nodus tersebut untuk adanya melihat tanda infeksi atau keganasan, nyeri tekan
biasanya terjadi akibat iflamasi. Mencatat nodus mana yang membesar dapat
membantu melokalisasi area infeksi . sebagai contoh, infeksi telinga biasanya
mengalir ke nodus yang tidak nyeri saat ditekan, keras dank has, setelah infeksi
yang serius nodus dapat terus membesar tetapi tidak nyeri ditekan.
Kelenjar tiroid berada di leher bawah anterior, didepa. Dan kedua sisi trakea.
Kelenjar tersebuu berada di takea dengan isthmus yang mendasari trakea dan
menghubungkan dua lobus yang ireguler dan berbentuk kerucut. Perawat berdiri
di dpan pasien dan mengicpesi area bahw a leher,memeriksa kelenjar tiroid da
menginspeksi adanya massa yang terlihat, kesimetrisan, dan ksempurnaan bentuk
dibagian dasar leher . meminta pasien unutk menghiperekstensikan leher dapat
membantu mengencangkan kullit , sehingga kelenjar tersebut lebih mudah dilihat .
perawat menawarkan segelas air dan kemudian meminta pasien untuk menelannya
sambil memperhatikan apakah ada kelenjar yang menonjol. Normalnya, kelenjar
tiroid tidak dapat dilihat di gambar
System saraf
Selama mengkaji riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik, perawat mengobsevasi
tingkat orientasu,kesadaranm mood pasien, serta memperhatikan apakah pasien
dapat menjawab pertanyaan dengan tepat dan dapat mengingat kejadian yang baru
dan kejadian masa lal. Pasien yang akan menjalani pembedahan karena penyakit
neurologis (misalnya tumor otak) keungkinan menunjukkan gangguan tingkat
kesadaran atau perubahan perilaku, tingkat kesadaran dapat berubah karena
anestesi umum. Namun setelah efek anestesi menghilang , tingkat respons pasien
akan kembali pada tingkat respons sebelum operasi.
Jika pasien akan mendapatkan anestesi spinal, maka pengkajian praoperatif
terhadap fungsi dan kekuatan motorik kasar sering dilakukan . anestesi spinal
menyebabkan ekstremitas bawah mengalami paralisis sementara. Perawat harus
menyadari adanya kelemahan atau gangguan mobilisasi pada ekstrimitas bawah
pasien agar perawat tidak cemas jika seluruh fungsi motorik tidak kembali normal
pada saat efek anestesi spinal menghilang.
Pengkajian sensibilitas prabedah sangat bermanfaat sebagai bahan evaluasi pada
saat pascaanestesi di ruang pemulihan
6. Sestem endokrin
Pada diabetes yang tidak terkontrol , bahaya utama yang megancam hidup adalah
hipoglikemia. Hipoglikemia perioperatif mungkin terjadi selama anestesi, akibat
asupan karbohidrat pasctif yang tidak adekuat atau pemberian obat insulin yang
berlebihan , bahaya lain yang mengancam pasien tetapi onsetnya tidak secepat
hipoglikemia adalah asidosis atau glukosuria. Secara umum, resiko pembedahan
bagi pasien dengan diabetes mellitus yang tidak terkontrol tidak lebih besar dari
pasien nondiabetes, namun pemantaun kadar gula darah secara rutin penting
dilakukan sebelum , selama, dan setelah pembedahan.
Pasien yang mendapat kortikosteroid berisiko mengalami insufisiensi adrenal.
Oleh karena itu, penggunaan medikasi steroid untuk segala tujuan selama tahun-
tahun sebelumnya harus dilaporkan pada ahli anestesi dan ahli bedah.
a. Payudara
Tujuan pemeriksaan payudara adalah untuk mengklarifikasi riwayat atau keluhan
pasien tentang adanya massa pada payudara. Pemeriksaan dimulai dengan
melakukan observasi ukuran dan kesimetrisan payudara. Perbedaan ukuran dan
ketidak simetrisan dapat disebabkan oleh inflamasi atau massa. Perawat kemudian
menilai kontur atau bentuk payudara dan mencatat adanya massa, dataran,
retraksi, atau lesung. Retraksi atau lesung terjadi akibat invasi ligament oleh
tumor atau kanker payudara, jika pasien mengeluhkan adanya massa. Maka
perawat harus memeriksa payudara pada sisi lain terlebih dahulu untuk
memastikan perbandingan yang objektif antara sisi jaringan normal dan abnormal
. selama palpasi, perawat mencatat konsistensi jaringan payudara. Normalnya
jaringan payudara terasa padat, keras dan elastic
Massa abnormal dipalpasi untuk menentukan lokasi, diameter massa dalam
sentimeterl, bentuk (misalnya bulat atau cakram) konsistensi (lunak, liat atau
keras) adanya nyeri tekan kemampuan mobilitas, dan kondisi tepi massa (jelas
atau tidak) lesi kanker bersifat keras tidak dapat digerakkan tidak ada nyeri tekan
dan bentuknya tidak teratur. Kondisi ini dicirikan dengan benjolan payudara yang
nyeri dan terkadang rabas putting. Gejala tersebut lebih nyata terjadi selama
periode menstruasi. Jika dipalpasi, kista (benjolan) terasa lunak, berbeda, dan
dapat digerakkan kista dalam biasanya terasa keras.
b. Sistem Pernapasan
Pemeriksaan praoperatif sistem pernapasan dapat menjadi data dasar rencana
intervensi pascaoperatif. Pemeriksaan dimulai dengan melihat keadaan umum
sistem peranapasan dan tanda-tanda abnormal seperti sisnosis, pucat, kelelahan,
sesak napas, batuk, penilaian produksi sputum, dan lainnya. Karena harus
melakukan pengkajian fisik secara inspeksi, maka perawat harus memahami
kondisi sistem pernapasan dalm rongga torak secara imajiner. Hal ini sangat
berguna bagi perawat dalam memeriksa kondisi normal dan abnormal dari
interpretasi pemeriksaan fisik.
Penilaian bentuk dada secara inspeksi dilakukam untuk melihat seberapa jauh
kelainan yang terjadi pada pasien. Benuk dada normal pada orang dewasa adalah
diameter anteropsoterior dalam proporsi terhadap diameter lateral adalah 1:2.
Kondisi yang tidak normal, seperti barrel chest akan meningkatkan resiko
pembedahan dan memberikan implikasi pada penyuluhan preoperasi tentang
latihan batuk efektif dan latihan napas diafragma.
Perawat kemudian melakukan pemeriksaan palpasi untuk menilai adanya kelainan
pada dinding toraks dan merasakan perbedaan getaran suara napas. Kelainan yang
mungkin didapatkan pada pemeriksaan ini seperti: nyeri tekan, adanya emfisema
subkutan atau terdapat penuruanan getaran saura napas pada satu sisi akibat
adanya cairan atau udara pada rongga pleura.
Perkusi pada paru yang normal menimbulkan nadan sonor, sedangkan perkusi
pada struktur yang berongga seperti, usus atau pneumotoraks, menimbulkan nada
hipersonor. Pemeriksaan auskultasi praoperatif ditunjukkan untuk menilai atau
mengkaji aliran udara melalui cabang bronkus dan mengevaluasi adanya cairan
atau obstruksi padat dalam struktur paru. Untuk menentukan kondisi paru-paru
pemeriksa mengauskultasi bunyi napas normal, bunyi napas tambahan, dan bunyi
suara. Auskultasi bunyi napas akan menunjukkan apakah pasien mengalami
kongesti paru atau penyempitan jalan napas. Adanya atelektasis atau kelembaban
pada jalan napas akan memperburuk kondisi pasien selama pembedahan. Kongesti
paru yang serius dapat menyebabkan ditundanya pembedahan. Beberapa obat
anestesi dapat menyebabkan spasme otot laring. Oleh karena itu, jika perawat
mendengar bunyi mengi saat mengauskultasi jalan napas pada pemeriksaan
praoperatif, maka hal ini menunjukkan bahwa pasien berisiko mengalami
penyempitan jalan napas yang lebih lanjut selama pembedahan.
Pemeriksaan dada lainnya adalah dengan menilai adanya dilatasi vena pada
bagian anterior dada yang merupakan salah satu tanda dari adanya tumor
mediastinum.
4. Sistem Kardiovaskular
Lakukan inspeksi ada/ tidaknya parut bekas luka. Operasi jantung sebelumnya
akan menimbulkan bekas parut pada dinding dada. Lokasi dari parut memberi
petunjuk mengenai lesi katup yang telah dioperasi. Kebanyakan pembedahan
katup memerlukancardiopulmonary bypass yang berarti akan dilakukan
sternontomi medial (irisan pada bagian medial sternum).
Pemeriksaan tekanan darah praoperatif dilakukan untuk menilai adanya
peningkatan tekanan darah di atas normal (hipertensi) yang berperngaruh pada
kondisi hemodinamik intraoperatif dan pascaoperatf. Apabila pasien mempunyai
penyakit jantung, maka perawat harus mengkaji karakter denyut jantung apikal.
Setelah pembedahan, perawat harus membandingkan frekuensi dan irama nadi
dengan data yang diperoleh sebelum operasi. Obat-obatan anestesi, perubahan
dalam keseimbangan cairan, dan stimulasi respons stres akibat pembedahan dapat
menyebabkan disnritmia jantung.
Perawat mengkaji nadi perifer, waktu pengisian kapiler dan warna serta suhu
ekstremitas untuk menentukan status sirkulasi pasien. Waktu pengisian kapiler
dikaji untuk menilai kemampuan perfusi perifer. Pengukuran pengisian kapiler
penting dilakukan pada pasien yang menjalani pembedahan vaskular atau pasien
yang ekstremitsnya dipasang gips ketat.
5. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Pembedahan akan direspons oleh tubuh sebagai sebuah trauma. Akibat respons
stres adrenokortikal, reaksi hormonal akan menyebabkan retensi air dan natrium
serta kehilangan kalium dalam 2-5 hari pertama setelah pembedahan. Banyaknya
protein yang dipecah akan menimbulkan keseimbangan nitrogen yang negatif.
Beratnya respons stres memengaruhi tingkat ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit. Semakin luas pembedahan, maka akan semakin berat pula stres akibat
kehilangan cairan dan elektrolit intraoperatif.
Pasien yang mengalami hipovolemik atau perubahan elektrolit praoperatif yang
serius mempunyai resiko yang siginifikan selama dan setelah pembedahan.
Misalnya, kelebihan atau kekurangan kalium akan meningkatkan peluang
terjadinya disrtimia. Apabila pasien sebelumnya telah mempunyai gangguan pada
ginjal, gastrointestinal, atau kardiovaskular, maka risiko terjadinya perubahan
cairan dan elektrolit akan semakin besar.
6. PENGKAJIAN TULANG BELAKANG
Pemeriksaan sekilas dalam inspeksi tulang belakang yang penting adalah
penilaian kurvatura atau lengkung dari tulang belakang. Kurvatura tulang
belakang yang normal biasanya konveks pada bagian dada dan konkaf sepanjang
leher dan pinggang. Jika dilihat dari samping lengkung kolumna vertebralis
memperlihatkan empat kurva atau lengkung anterior-posterior, yaitu lengkung
vertikal pada daerah leher melengkung ke depan, daerah torakal melengkung ke
belakang , daerah lumbal melengkung ke depan, dan daerah pelvis melengkung ke
belakang. Pengetahuan perawat yang benar tentang pengenalan kurvatura tulang
belakang akan memudahkan perawat dalam mengenal adanya deformitas pada
setiap segmen dari tulang belakang.
Deformitas tulang belakang yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan praoperatif
meliputi skoliosis, yaitu pembengkokan pada tulang belakang ke arah lateral dan
kifosis, yaitu kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada yang akan
menurunkan kemampuan pengembangan paru secara maksimal sehingga
menambah risiko pembedahan.
7. ABDOMEN DAN PANGGUL
Survei Abdomen dan Panggul
Perawat mengkaji ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan distensi abdomen. Apabila
pasien akan menjalani bedah abdomen, maka perawat harus sering melakukan
pengkajian pascaoperatif pada insisi abdomen dan membandingkan hasilnya
dengan data yang diperoleh pada fase pascaoperatif. Distensi menunjukkan
adanya perubahan fungsi gastrointestinal pada fase pascaoperatif. Perawat harus
mengetahui apakah abdomen pasien menonjol atau mengalami distensi setelah
pembedahan.
Hepar berperan penting dalam biotransformasi senyawa-senyawa anestesi. Oleh
karena itu, segala bentuk kelainan hepar berefek pada bagaimana anestensi
tersebut di metabolisme. Karena penyakit hepar akut berkaitan dengan mortalitas
bedah yang tinggi, maka perbaikan fungsi hepar pada fase praoperatif sangat
diperlukan. Pengkajian yang cermat dilakukan dengan berbagai pemeriksaan
fungsi hepar.
Sistem Pencernaan
Pengkajian bising usus pada fase praoperatif berguna sebagai data dasar. Perawat
juga menentukan apakah pergerakan usus pasien teratur. Apabila pembedahan
memerlukan manipulasi saluran gastrointestinal atau pasien diberikan anestesi
umum, maka peristalik tidak akan kembali normal dan bising usus akan hilang
atau berkurang selama beberapa hari setelah operasi.
Sistem Perkemihan
Ginjal terlibat dalam eksrkresi obat-obat anestesi dan metabolitnya. Status asam
basa dan metabolisme merupakan pertimbangan penting dalam pemberian
anestesi. Pembedahan dikontraindikasikan bila pasien menderita nefritis akut,
insufisiensi renal akut dengan oliguri atau anuri, atau masalah-masalah renal akut
lainnya, kecuali kalau pembedahan merupakan satu tindakan penyelamat hidup
atau amat penting untuk memperbaiki fungsi urinari, seperti pada obstruksi
uropati.
8. INTEGUMEN DAN MUSKULOSKELETAL
Sistem Integumen
Perawat menginspeksi kulit di seluruh permukaan tubuh secara teliti. Perhatian
utama ditujukan pada daerah tonjolan tulang seperti siku, sakrum, dan skapula.
Selama pembedahan, pasien harus berbaring dalam satu posisi tertentu dan
bisanya sampai beberapa jam. Dengan demikian, pasien rentan mengalami ulkus
tekan atau dekubitus terutama jika kulit pasien tipis, kering, dan turgor kulintya
buruk. Kondisi keseluruhan kulit juga menunjukkan kadar hidrasi pasien. Lansia
berisiko mangalami gangguan integritas kulit akaibat posisi dan pergeseran di atas
meja ruang operasi yang dapat menyebabkan kulit lecet dan tertekan. Lakukan
palpasi dengan mencubit kulit untuk menentukan tingkat hidrasi tubuh.
Kaji kondisi jari untuk menilai adanya tanda sianosis perifer. Perawat juga perlu
mengkaji adanya jari tubuh (clubbing finger) pada kuku jari tangan pasien, yang
mengindikasikan adanya penyakit paru dan mungkin dapat menimbulkan
kesulitan setelah pasien diberikan anestesi.
Sistem Muskuloskeletal
Periksa adanya deformitas atau kelainan bentuk pada seluruh ekstremitas, meliputi
adanya benjolan, ketidaksejajaran pada seluruh fungsi skeletal dan kemampuan
dalam melakukan rentang gerak sendi. Periksa adanya kondisi kelemahan atau
kelumpuhan dari fungsi seluruh ekstremitas. Ditemukannya kelainan akan
memberikan data dasar untuk pemenuhan informasi pascabedah terutama dalam
melakukan latihan pergerakan sendi pascabedah.
Pemeriksaan Diagnostik
Sebelum pasien menjalani pembedahan, dokter bedah akan meminta pasien untuk
menjalani pemeriksaan dagnostik guna memeriksa adanya kondisi yang tidak
normal. Banyak pemeriksaan laboratorium dan diagnostik seperti EKG dan foto
dada tidak lagi dilakukan secara rutin untuk pasien yang menjalani bedah sehari
karena biaya yang harus dikeluarkan untuk pemeriksaan tersebut tidak efektif jika
pasien sehat dan tidak menunjukkan gejala yang tidak normal (Rothrock, 2000).
Pemeriksaan skrining rutin terdiri dari pemeriksaan darah lengkap, analisis
elektrolit serum, koagulasi, kreatinin serum dan urinalis. Apabila pemeriksaan
diagnostik menunjukkan masalah yang berat, maka ahli bedah dapat membatalkan
pembedahan samapai kondisi pasien stabil.
Perawat bertanggung jawab mempersiapkan dalam klien untuk menjalani
pemeriksaan diagnostik dan mengatur agar pasien menjalani pemeriksaan yang
lengkap. Perawat juga harus mengkaji kembali hasil pemeriksaan diagnostik yang
perlu diketahui dokter untuk membantu merencanakan terapi yang tepat.
Pemeriksaan Skrining Tambahan
Apabila pasien berusia lebih dari 40 tahun atau mempunyai penyakit jantung,
maka dokter mungkin akan meminta pasien untuk menjalani pemeriksaan sinar-X
dada atau EKG. Pada beberapa prosedur bedah tertentu sepetti bedah saraf,
jantung, dan urologi, diperlukan pemeriksaan canggih untuk menegakkan
diagnosis prabedah, misalnya MRI, CT-Scan, USG Doppler,
IPV, Echocardiography, dana lainnya sesuai dengan kebutuhan diagnosis
prabedah.
G. DIAGNOSIS KEPERAWATAN PRAOPERATIF
Perawat menggolongkan karakteristik tertentu yang diperoleh selama pengkajian
untuk mengindetifikasikan diagnosis keperawatan yang tepat bagi pasien bedah.
Diagnosis menentukan arah perawatan yang akan diberikan pada satu atau seluruh
tahap pembedahan. Diagnosis keperawatan praoperatif memungkinkan perawat
untuk melakukan tindakan pencegahan dan perawatan, sehingga asuhan
keperawatan yang diberikan selama tahap intraoperatif dan pascaanestesi sesuai
dengan kebutuhan pasien.
Berikut ini adalah diagnosis keperawatan berdasarkan pengkajian keperawatan
yang lazim dilaksanakan.
1. Ansietas berhiubungan dengan kurang pengetahuan tentang pembedahan
yang akan dilaksanakan dan hasil akhir pascaoperatif.
2. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan prognosis pembedahan,
ancaman kehilangan organ atau fungsi tubuh dari prosedur pembedahan, dan
ketidakmampuan menggali koping efektif.
3. Kurang pengetahuan tentang implikasi pembedahan berhubungan dengan
kurang penglaman tentang operasi, kesalahan informasi.
H. RENCANA KEPERAWATAN PRAOPERATIF
Pasien bedah perlu diikutsertakan dalam pembuatan rencana perawatan. Dengan
melibatkan pasien sejak awal, kesulitan pelaksanaan rencana asuhan keperawatan
bedah, risiko pembedahan, dan komplikasi pascaoperatif dapat diminimalkan.
Misalnya, riset keperawatan menunjukkan bahwa penyuluhan praoperatif yang
diberikan secara terstruktur dapat mempersingkat waktu rawat pasien di rumah
sakit (Dalayon(1994) dalam Potter (2006)).
Rasa takut pasien yang telah diinformasikan tentang pembedahan akan menurun
dan pasien akan mempersiapkan diri untuk berpartisipasi dalam tahap pemulihan
pascaoperatif sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai (Potter, 2006).
Keluarga juga merupakan elemen penting dalam memahami hasil akhir yang telah
ditetapkan untuk mencapai pemulihan. Pada setiap diagnosis, perawat menetapkan
tujuan perawatan dan hasil akhir yang harus dicapai untuk memastikan pemulihan
atau mempertahankan status praoperatif pasien.
Untuk pasien bedah sehari, tahap perencanaan praoperatif dilakukan di rumah atau
di unit bedah sehari pada pagi hari sebelum pasien menjalani operasi. Idealnya,
tahap ini dilakukan di rumah dengan cara perawat menelepon pasien di rumah dan
di unit bedah dan/ atau tempat praktik dokter dan menjelasakan tentang informasi
dan instruksi praoperatif. Cara ini memberi waktu pada pasien untuk memikirkan
operasi yang akan dijalaninya, melakukan persiapan fisik yang diperlukan
(misalnya, mengubah diet atau berhenti minum obat), dan bertanya tentang
prosedur pascaoperatif. Pasien bedah sehari biasanya pulang ke rumah pada hari
yang sama dengan di laksanakannya prosedur operasi. Keluarga atau pasangan
pasien juga dapat berperan sebagai pendukung aktif bagi pasien.
Rencana keperawatan berikut merupakan hal yang lazim dilaksanakan pada
periode praoperatif dari ruang rawat inap dan bagian emergensi. Penetapan tujuan
dalam waktu 1 x 24 jam hanya dikhususkan apabila pembedahan dilakukan secara
efektif dari ruang rawat inap.
Pengkajian
Pasien yang sudah mendapatkan premedikasi akan terlihat mengantuk, tetapi
masih sadar. Pada kondisi ini pasien akan memperhatikan kondisi kamar bedah
dan melihat petugas yang menggunakan pakaian yang tertutup, lampu operasi, dan
sarana pembedahan yang akan menakutkan kondisi psikologis pasien. Penata
anestesi sangat berperan dalam memberikan dukungan prainduksi agar pasien
dapat kooperatif dengan intervensi anestesi.
Pemberian anestesi secara umum merupakan tanggung jawab dokter anestesi,
sedangkan penata anestesi berperan mempersiapkan obat-obatan, alat, dan sarana
pemberian anestesi. Kenyataan di Indonesia, pemberian anestesi secara
keseluruhan dapat dilakukan oleh penata anestesi yang mendapat pelimpahan
tanggung jawab dari ahli anestesi. Hal ini memberikan tantangan tersendiri bagi
perawat anestesi agar dapat melakukan proses keperawatan secara komprehensif
pada prosedur anestesi sejak menerima, mempersiapkan, dan memberikan
prosedur anestesi umum.
Pemberina anestesi umumnya dilakukan pada saat pasien berada di atas meja
bedah. Tetapi pada keadaan tertentu, dimana dalam pengaturan posisi bedah
memerlukan anestesi lebih dahulu, maka pemberian anestesi dilakukan di atas
brankar sebelum pasien dipindahkan ke meja bedah.
Pemberian anestesi umum akan membuat pasien kehilangan seluruh sensasi dan
kesadarannya. Relaksasi oto mempermudah manipulasi anggota tubuh. Pasien
juga mengalami amnesia tentang seluruh proses yang terjadi selama pembedahan.
Diagnosa Keperawatan
Pada pemberian anestesi umum selama intrabedah, diagnosa keperawatan yang
paling lazim ditemukan adalah: Risiko cedera intraoperatif berhubungan dengan
prosedur anestesi umum.
Rencana Intervensi dan Kriteria Evaluasi
Pengkajian
Pemberian anestesi regional sering dilakukan pada pembedahan apendektomi,
laporoskopi, histerektomi, persalinan pervagina atau sesar, serta hemoroid atau
reseksi trasnrusera. Pada pemberian anestesi regional blok subaraknoid atau
spinal, akar-akar saraf akan mengalami anestesi dengan oleh agen anestesi lokal
yang dimasukkan ke dalam cairan serebrospinalis. Anestesi lokal menempati
reseptor-reseptor di serat saraf dan mencegah hantaran impuls (Kee, 1996).
Ada beberapa risiko yang mungkin timbul akibat anestesi regional, terutama pada
anestesi spinal, karena kadar anestesi mungkin dapat meningkat, yang berarti agen
anestesi dalam medula spinalis akan bergerak ke atas dan dapat memengaruhi
pernapasan.
Blok anestesi pada saraf vasomotor simpatis, serat saraf nyeri, dan motorik
menimbulkan vasodilatasi yang luas sehingga pasien dapat mengalami penurunan
tekanan darah yang tiba-tiba. Apabila kadar anestesi meningkat, maka parlisis
pernapasan dapat terjadi serta memerlukan resusitasi dari ahli anestesi. Pasien
harus dipantau secara hati-hati selama dan segera setelah pembedahan (Potter,
2006).
Menurut (Potter, 2006), anestesi regional dapat dilakukan dengan salah satu
metode induksi berikut:
· Blok saraf
Anestesi lokala disuntikkan ke dalam saraf (misalnya plekus brakialis pada
lengan). Blok suplai sarf ke tempat pembedahan.
· Anestesi spinal
Ahli anestesi melakukan fungsi lumbal dan memasukkan anestesi lokal ke dalam
cairan serebrospinal pada ruang subaraknoid spinal. Anestesi akan menyebar dari
ujung prosesus xifoideus ke bagian kaki. Posisi pasien memengaruhi pergerakan
obat anestesi ke atas atau ke bawah medula spinalis.
· Anestesi epidural
Prosedur ini lebih aman daripada anestesi spinal karena obat anestesi disuntikkan
ke dalam ruang epidural di luar dura mater dan kandungan anestesinya tidka
sebesar kandungan anestesi spinal. Karena anestesi epidrual menyebabkan
hilangnya sensasi di daerah vagina dan perineum, maka jenis anestesi ini
merupakan pilihan yang terbaik untuk prosedur kebidanan. Kateter epidural
dibiarkan di dalam ruang epidural sehingga pasien dapat menerima obat melalui
infus epidural secara terus-menerus selam pembedahan beralangsung.
· Anestesi kaudal
Anestesi ini merupakan salah satu jenis anestesi epidural yang diberikan secara
lokal pada dasar tulang belakang. Efek anestesi hanya memengaruhi daerah pelvis
dan kaki.
Peran perawat perioperatif sangat penting dalam membantu pelaksanaan
pemberian anestesi regional yang dilakukan ahli anestesi, meliputi persiapan obat,
alat, sarana pemberin anestesi, pengaturan posisi yang optimal untuk dilakukan
fungsi, pengaturan fokus cahaya, dan dukungan psikologis pada pasien.
Selama pembedahan berlangsung, pasien dengan anestesi regional akan tetap
sadar kecuali jika dilter memprogramkan pemberian transquilizer yang dapat
menyebabkan pasien tertidur. Karena pasien responsif dan dapat beranapas secara
volunter, maka ahli anestesi tidka perlu menggunakan selang endotrakeal. Perawat
harus ingat bahwa luka bakar dan cedera lainnya dapat terjadi pada bagian tubuh
yang berada di bawah pengaruh anestesi tanpa disadari oleh pasien. Oleh karena
itu, posisi ekstremitas dan kondisi kulit pasien harus sering diobservasi. Petugas
ruang operasi juga perlu berhati-hati dengan topik yang didiskusikan selama
melaksanakan pembedahan karena pasien dapat mendengar perbincangan yang
dilakukan.
Diagnosis Keperawatan
Pada kondisi pemberian anestesi regional dana intraoperatif, diagnosi
keperawatan yang paling lazim ditegakkan adalah sebagai berikut:
1. Risiko cedera intraoperatif berhubungan dengan prosedur anestesi regional.
2. Kecemasan intraoperatif berhubungan dengan prosedur intrabedah.
Pengkajian
Pasien yang sudah mendapat prosedur anestesi akan memasuki fase intrabedah.
Fokus tujuan pada fase ini adalah optimalisasi hasil pembedahan dan penurunan
risiko cedera. Ruang lingkup keperawatan intrabedah yang dilaksanakan perawat
perioperatif meliputi manajemen pengaturan posisi, optimalisasi peran asisten
pertama beah (pada beberapa kondisi di rumah sakit di Indonesia memberlakukan
perawat sebagai asisten pertama/ first assistance), optimalisasi peran perawat
instrumen, dan optimalisasi peran perawat sirkulasi.
Manajemen pemberian posisi bedah (lihat kembali topik manjemen pemberian
posisi) merupakan siatu kebutuhan yang mendukung kondisi keamanan pasien
selama pembedahan. Perawat perioperatif harus mengkaji dan memikirkan
kembali berbagai prinsip, prosedur, dan dampak pemberian posisi pasien serta
menggunakan proses keperawatan dalam perencanaan asuhan pasien. Perawat
perioperatif dapat mempelajari prinsip pemberian posisi dengan merasakan dam
mengetahui efek suatu posisi terhadap berbagai bagian tubuh, otot, senddi dan
tonjolan tulang. Perawat perioperatif adalah manajer utama dalam pemberian
posisi pasien. Pada pelaksanaannya, diperlukan keterampilan pengamatan
keperawatan yang cerdas, ditambah dengan keberanian dan motivasi diri untuk
menyampaikan serta mengerjakan tindakan jika diperlukan. Diperlukan waktu dan
pemikirana sebelum melakukan pemberian posisi; di mana perawat harus
mengetahui kemungkinan adanya masalah, sekalipun posisi yang sederhana.
Manajemen pemberian posisi seoptimal mungkin dilakukan dengan gerakan halus
yang lambat, fisiologis, dana terkoordinasi terhadap bagian-bagian tubuh pasien.
Untuk mendapatkan posisi yang ideal maka diperlukan kerja sama tim, kehati-
hatian, dan prenecanaan yang matang, yang ditujukan untuk mencegah cedera
sehingga perlindungan pasien selama tindakan dapat selalu terjamin. Pengaturan
posisi bedah biasanya dilakukan setelah pasien mencapai tahap relaksasi yang
lengkap. Posisi yang dipilih biasanya ditentukan oleh teknik bedah yang
digunakan. Idealnya. Posisi pasien di atur agar dokter bedah mudah mencapai
tempat pembedahan dan fungsi status sirkulasi serta pernapasan adekuat. Posisi
tidak boleh mengganggu struktur neuromuskular. Kenyamanan dan keselamatan
pasien harus diperhatikan. Perawat perioperatif harus mencatat usia, berat badan,
tinggi badan, status nutrisi, keterbatasan fisik, dan kondisi yang ada sebelum
pembedahan serta mendokumentasikannya untuk mengingatkan petugas yang
akan merawat pasien setelah operasi.
Apabila rumah sakit membelakukan perawat sebagai asisten pertama/first
assistance, maka optimalisasi peran asisten pertama bedah merupakan tantangan
kompleks yang harus dilakukan perawat perioperatif untuk bisa mengikuti
keseluruhan intervensi yang akan dilakukan ahli bedah sejak dimulai pembukaan
jaringan sampai penutupan jaringan area bedah. Pada kondisi intrabedah, pasien
yang dilakukan prosedur invasif bedah akan mengalami kerusakan jaringan akibat
suatu insisi, kerusakan vaskular, atau kerusakan akibat traksi pembukaan jaringan.
Peran perawat asisten bedah adalah membantu ahli bedah agar kerusakan yang
dibuat dapat seminimal mungkin. Beberapa prosedur bedah tertentu, seperti bedah
saraf, bedah toraks, bedah kardiovaskular, atau bedah spina akan memerlukan
waktu operasi yang lama. Pada kondisi tersebut, perawat asisten memerlukan daya
tahan fisik sempurna karena akan melakukan aktivitas berdiri yang lama disertai
tingkat konsentrasi yang tinggi untuk bisa mengikuti jalannya pembedahan secara
optimal.
Perawat instrumen mempunyai peran agar proses pembedahan dapat dilakukan
secara efektif dan efesien (lihat modalitas peran perawat instrumen pada bab
sebelumnya). Pada pelaksanaannya, perawat instrumen harus memiliki
keterampilan psikomotor, keterampilan manual, dan keterampilan interpersonal
yang kuat, yang diperlukan untuk mengikuti setiap jensi pembedahan yang
berbeda-beda dan mengadaptasikan antara keterampilan yang dimiliki dengan
keinginan dari operator bedah pada setiap tindakan yang dilakukan dokter bedah
dan asisten bedah. Tanggung jawab yang penting dari perawat instrumen adalah
menjaga kesterilan lingkungan bedah agar tidak meningkatkan risiko infeksi
intraoperatif. Perawat sirkulasi merupakan penghubung antara zona steril dengan
zona di luarnya. Peran lainnya adalah menurunkan risiko cedera intraoperatif
dimulai dari pengaturan posisi bedah sampai selesai pembedahan.
Diagnosis Keperawatan
Pada kondisi prosedur intraoperatif diagnosis keperawatan yang paling lazim
ditegakkana adalah sebagai berikut:
1. Risiko cedera intraoperatif berhubungan dengan pengaturan posisi bedaha,
proseddur invasif bedah.
2. Risiko infeksi intraoperatif berhubungan dengan adanya port de
entree prosedur bedah, penurunan imunitas efek anestesi.
Rencana Intervesni dan Kriteria Evaluasi