Vous êtes sur la page 1sur 8

LAPORAN PENDAHULUAN AIDS

KONSEP DASAR

A. Pengertian
1. AIDS adalah sindrom yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya
penyebab yang diketahui (Rampengan, 1993).
2. AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh
virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). (Aziz Alimul Hidayat, 2006).
3. AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi
HIV (Price, 2000 : 224)
4. AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immodeficiency Virus)
ditandai dengan sindrom menurunnya sistem kekebalan tubuh. (Depkes RI, 1992 : 2)
5. AIDS adalah suatu penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi berat yang
menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan kelainan imunolegik.
(Price, 2000 : 241)
6. AIDS adalah suatu syndrome atau kumpulan gejala penyakit dengan karakteristik defisiensi
imune yang berat dan merupakan manifestasi stadium akhir infeksi Human Immunedeficiency
Virus (Syaefulloh, 1998)
7. AIDS merupakan syndrome defisiensi immune yang didapat, rute satu-satunya teridentifikasi
dari transmisi melalui darah dan semen yang terkontaminasi oleh HIV (Engram, 1998)
8. Dari semua pengertian di atas dapat disimpulkan, AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus HIV yang ditandai dengan syndrome menurunnya sistem kekebalan tubuh, sehingga
pasien AIDS mudah diserang oleh infeksi oportunistik dan kanker.
B. Etiologi
Menurut Hudak dan Gallo (1996), penyebab dari AIDS adalah suatu agen viral (HIV)
dari kelompok virus yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah melalui
hubungan seksual dan mempunyai aktivitas yang kuat terhadap limfosit T yang berperan dalam
mekanisme pertahanan tubuh manusia. HIV merupakan Retrovirus yang menggunakan RNA
sebagai genom. HIV mempunyai kemampuan mengcopy cetakan materi genetic dirinya ke
dalam materi genetic sel-sel yang ditumpanginya.
Sedangkan menurut Long (1996) penyebab AIDS adalah Retrovirus yang telah
terisolasi cairan tubuh orang yang sudah terinfeksi yaitu darah semen, sekresi vagina, ludah,
air mata, air susu ibu (ASI), cairan otak (cerebrospinal fluid), cairan amnion, dan urin. Darah,
semen, sekresi vagina dan ASI merupakan sarana transmisi HIV yang menimbulkan AIDS.
Cairan transmisi HIV yaitu melalui hubungan darah (transfusi darah/komponen darah
jarum suntik yang di pakai bersama sama tusuk jarum) seksual (homo bisek/heteroseksual)
perinatal (intra plasenta dan dari ASI)
Empat populasi utama pada kelompok usia pediatrik yang terkena HIV :
1. Bayi yang terinfeksi melalui penularan perinatal dari ibu yang terinfeksi (disebut juga
transmisi vertikal); hal ini menimbulkan lebih dari 85% kasus AIDS pada anak-anak yang
berusia kurang dari 13 tahun.
2. Anak-anak yang telah menerima produk darah (terutama anak dengan hemofilia).
3. Remaja yang terinfeksi setelah terlibat dalam perilaku risiko tinggi.
4. Bayi yang mendapat ASI (terutama di negara-negara berkembang)

C. Patofisiologi
Penyebab dari AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang termasuk
dalam famili retrovirus. Virus HIV melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+. Virus
tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik lain dan akan mengalami destruksi
sel secara bertahap. Sel-sel ini, yang memperkuat dan mengulang respons imunologik, dan bila
sel-sel tersebut berkurang dan rusak, maka fungsi imunologik lain terganggu.
HIV merupakan retrovirus yang membawa informasi genetic RANA. Pada saat virus
HIV masuk dalam tubuh virus akan menginfeksi sel yang mempunyai antigen CD4+ (Sel T
pembantu, helper T cell). Sekali virus masuk ke dalam sel, virus akan membuka lapisan protein
sel dan menggunakan enzim Reserve transcriptase untuk mengubah RNA. DNA virus akan
terintergrasi dalam sel DNA host dan akan mengadakan duplikasi selama proses normal
pembelahan.
Dengan memasuki limfosit T4, virus memaksa limfosit T4 untuk memperbanyak
dirinya sehingga akhirnya menyebabkan kematian limfosit T4. kematian limfosit T4 membuat
daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah terserang infeksi dari luar (baik virus lain, bakteri,
jamur atau parasit). Hal itu menyebabkan kematian pada orang yang terjangkit HIV/AIDS.
Selain menyerang limfosit T4, virus AIDS juga memasuki sel tubuh yang lain. Organ yang
paling sering terkena adalah otak dan susunan saraf lainnya. Virus AIDS diliputi oleh suatu
protein pembungkus yang sifatnya toksik (racun) terhadap sel. Khususnya sel otak dan susunan
saraf pusat dan tepi lainnya yang dapat mengakibatkan kematian sel otak.
Sel CD4+ (Sel T pembantu / helper T cell) sangat berperan penting dalam fungsi system
immune normal, mengenai antigen dan sel yang terinfeksi, dan mengaktifkan sel B untuk
memproduksi antibody. Juga dalam aktivitas langsung pada cell-mediated cell immune
(immune sel bermedia) dan mempengaruhi aktivitas langsung pada sel kongetitis duplikasi.
Menurut Long (1996) retrovirus /HIV dibawa oleh hubungan seksual, tranfusi darah
dan oleh ibu yang terkena infeksi ke fetus. Pada saat virus HIV masuk ke dalam aliran darha
maka HIV mencari sel T4 dan pembantu sel virus melekat pada isyarat dari T4 dan masuk ke
dalam sel dan mengarahkan metabolisme agar mengabaikan fungsi normal (kematian sel T4)
dan memperbanyak dari HIV. HIV baru menempel kepada sel T4 dan menghancurkannya. Hal
ini terjadi berulang-ulang kemudian terjadi sebagai berikut :
1. Infeksi Akut
Terjadi infeksi imun yang aktif terhadap masuknya HIV ke dalam darah. HIV masih negatif.
Gejala lainnya seperti demam, mual, muntah, berkeringat malam, batuk, nyeri saat menelan
dan faringgitis.
2. Infeksi kronik
Terjadi bertahun-tahun dan tidak ada gejala (asimtomatik), terjadi refleksi lambat pada sel-sel
tertentu dan laten pada sel-sel lainnya.
3. Pembengkakan kelenjar limfe
Gejala menunjukkan hiperaktivitas sel limfosit B dalam kelenjar limfe dapat persisten selama
bertahun-tahun dan pasien tetap merasa sehat. Pada masa ini terjadi progresi terhadap dari
adanya hiperplasia folikel dalam kelenjar limfe sampai dengan timbulnya involusi dengan
tubuh untuk menghancurkan sel dendritik pada otak juga sering terjadi, pembesaran kelenjar
limfa sampai dua tahun atau lebih dari nodus limfa pada daerah inguinal selama tiga bulan atau
lebih. HIV banyak berkonsentrasi pada liquor serebrospinal.

4. Penyakit lain akan timbul antara lain :


a. Penyakit kontitusional
Gejala dengan keluhan yang disebakan oleh hal-hal yang tidak langsung berhubungan dengan
HIV seperti diare, demam lebih dari 1 bulan, berkeringat malam, terasa lelah yang berlebih,
berat badan yang menurun sampe dengan 10% yang mengindikasikan AIDS (slim disease)
b. Gejala langsung akibat HIV/Kompleks Demensia AIDS (AIDS demensia complex)
c. Muncul penyakit-penyakit yang menyerang sistem syaraf antara lain mielopati, neuropati
perifer, penyakit susunan syaraf otak, kehilangan memori secara fluktoatik, bingung, kesulitan
konsentrasi, apatis dan terbatasnya kecepatan motorik. Demensia penuh dengan adanya
gangguan kognitif, verbalisasi, kemampuan motorik, penyakit kontitusional.
d. Infeksi akibat penyakit yang di sebabkan parasit : pneumonia carinii protozoa (PCP),
cryptosporidictis (etero colitis), toxoplasmosis (CNS dissemminated desease), dan isoporiasis
(coccodiosis), bakteri (infeksi mikrobakteri, bakteriemi, salmonella, tubercullosis), virus
sitomegelovirus : hati, retinaparu-paru, kolon; herpes simplek) dan fungus (candidiasis pada
oral, esofagus, intestinum)
e. Kanker sekunder
Muncul penyakit seperti sarcoma kaposi.
f. Penyakit lain
Infeksi sekunder atau neoplasma lain yang berakibat pada kematian dimana sistem imunitas
tubuh sudah pada batas minimal atau mugkin habis sehingga HIV menguasai tubuh.
D. Manifesasi Klinis
Masa antara terinfeksi HIV dan timbul gejala-gejala penyakit adalah 6 bulan-10 tahun.
Rata-rata masa inkubasi 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan/5tahun pada orang dewasa.
Tanda-tanda yang di temui pada penderita AIDS antara lain:
1. Gejala yang muncul setelah 2 sampai 6 minggu sesudah virus masuk ke dalam tubuh: sindrom
mononukleosida yaitu demam dengan suhu badan 38 C sampai 40 C dengan pembesaran
kelenjar getah benih di leher dan di ketiak, disertai dengan timbulnya bercak kemerahan pada
kulit.
2. Gejala dan tanda yang muncul setelah 6 bulan sampai 5 tahun setelah infeksi, dapat muncul
gejala-gejala kronis : sindrom limfodenopati kronis yaitu pembesaran getah bening yang terus
membesar lebih luas misalnya di leher, ketiak dan lipat paha. Kemudian sering keluar keringat
malam tanpa penyebab yang jelas. Selanjutnya timbul rasa lemas, penurunan berat badan
sampai kurang 5 kg setiap bulan, batuk kering, diare, bercak-bercak di kulit, timbul tukak
(ulceration), perdarahan, sesak nafas, kelumpuhan, gangguan penglihatan, kejiwaan terganggu.
Gejala ini di indikasi adanya kerusakan sistem kekebalan tubuh.
3. Pada tahap akhir, orang-orang yang sistem kekebalan tubuhnya rusak akan menderita AIDS.
Pada tahap ini penderita sering di serang penyakit berbahaya seperti kelainan otak, meningitis,
kanker kulit, luka bertukak, infeksi yang menyebar, tuberkulosis paru (TBC), diare kronik,
candidiasis mulut dan pnemonia.
Menurut Cecily L Betz, anak-anak dengan infeksi HIV yang didapat pada masa
perinatal tampak normal pada saat lahir dan mulai timbul gejala pada 2 tahun pertama
kehidupan. Manifestasi klinisnya antara lain :
1. Berat badan lahir rendah
2. Gagal tumbuh
3. limfadenopati umum
4. Hepatosplenomegali
5. Sinusitis
6. Infeksi saluran pernapasan atas berulang
7. Parotitis
8. Diare kronik atau kambuhan
9. Infeksi bakteri dan virus kambuhan
10. Infeksi virus Epstein-Barr persisten
11. Sariawan orofarings
12. Trombositopenia
13. Infeksi bakteri seperti meningitis
14. Pneumonia interstisial kronik
Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya yang
memanifestasikan dirinya sebagai ensefalopati progresif, perkembangan yang terhambat, atau
hilangnya perkembangan motoris.
E. Komplikasi
1. Pneumonia Pneumocystis carinii (PPC)
2. Pneumonia interstitial limfoid
3. Tuberkulosis (TB)
4. Virus sinsitial pernapasan
5. Candidiasis esophagus
6. Limfadenopati (pembesaran kelenjar getah bening)
7. Diare kronik
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium menurut Mansjoer (2000), dapat dilakukan dengan dua cara :
a. Cara langsung yaitu isolasi virus dari sampel. Umumnya dengan menggunakan microskop
elektron dan deteksi antigen virus. Salah satu cara deteksi antigen virus adalah dengan
polymerase chain reaction (PCR). Penggunaan PCR antara lain untuk ;
1) Tes HIV pada bayi karena zat anti dari ibu masih ada pada bayi sehingga menghambat
pemeriksaan serologis.
2) Menetapkan status infeksi pada individu seronegatif
3) Tes pada kelompok rasio tinggi sebelum terjadi sero konversi
4) Tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab sensitivitas ELISA untuk rendah.
b. Cara tidak langsung yaitu dengan melihat respon zat anti spesifik tes, misalnya :
1) ELISA, sensitivitas tinggi (98,1-100%), biasanya memberikan hasil positif 2-3 buah sesudah
infeksi. Hasil positif harus di konfirmasi dengan pemeriksaan Western Blot.
2) Western Blot, spsifitas tinggi (99,6-100%). Namun, pemeriksaan ini cukup sulit, mahal dan
membutuhkan waktu sekitar 24 jam. Mutlak diperlukan untuk konfirmasi hasil pemeriksaan
ELISA positif.
3) Imonofivoresceni assay (IFA)
4) Radio Imuno praecipitation assay (RIPA)
2. Pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa dan melacak virus HIV
a. Status imun
1) Tes fungsi sel CD4
2) Sel T4 mengalami penurunan kemampuan untuk reaksi terhadap antigen
3) Kadar imunoglobutin meningkat
4) Hitung sel darah putih normal hingga menurun
5) Rasio CD4 : CD8 menurun

3. Complete Blood Covnt (CBC)


Dilakukan untuk mendeteks adanya anemia, leukopenia dan thrombocytopenia yang sering
muncul pada HIV.
4. CD4 cell count
Tes yang paling banyak digunakan untuk memonitor perkembangan penyakit dan terapi yang
akan dilakukan.
5. Blood Culture
6. Immune Complek Dissociaced P24 Assay
Untuk memonitor perkembangan penyakit dan aktivitas medikasi antivirus.
7. Tes lain yang biasa dilakukan sesuai dengan manifestasi klinik baik yang general atau spesifik
antara lain :
a. Tuberkulin skin testing
Mendeteksi kemungkinan adanya infeksi TBC.
b. Magnetik resonance imaging (MRI)
Mendeteksi adanya lymphoma pada otak
c. Spesifik culture dan serology examination (uji kultur spesifik dan scrologi)
d. Pap smear setiap 6 bulan
Mendeteksi dini adanya kanker rahim.
Mendiagnosisi infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV tidak mudah.
Dengan menggunakan gabungan dari tes-tes di atas, diagnosis dapat ditetapkan pada
kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum berusia 6 bulan.
Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak yang terinfeksi
HIV :
1. Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut
2. Penurunan persentase CD4
3. Penurunan rasio CD4 terhadap CD3
4. Limfopenia
5. Anemia, trombositopenia
6. Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM)
7. Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans, tetanus)
8. Respons buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria, tetanus, morbilli, Haemophilus
influenzae tipe B)
Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, yang berusia kurang dari 18 bulan dan yang
menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya dua determinasi terpisah dari kultur HIV,
reaksi rantai polimerase-HIV, atau antigen HIV, maka ia dapat dikatakan “terinfeksi HIV”.
Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, berusia kurang dari 18bulan, dan tidak positif terhadap
ketiga uji tersebut dikatakan “terpajan pada masa perinatal”. Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi
HIV, yang ternyata antibodi-HIV negatif dan tidak ada bukti laboratorium lain yang
menunjukkan bahwa ia terinfeksi HIV maka ia dikatakan “seroreverter”
G. Penatalaksanaan
Hingga kini belum ada penyembuhan untuk infeksi HIV dan AIDS. Penatalaksanaan
AIDS dimulai dengan evaluasi staging untuk menentukan perkembangan penyakit dan
pengobatan yang sesuai. Anak dikategorikan menggunakan tiga parameter: status kekebalan,
status infeksi, dan status klinik. Seorang anak dengan tanda dan gejala ringan tetapi tanpa bukti
adanya supresi imun dikategorikan sebagai A2. status imun didasarkan pada jumlah CD4 atau
persentase CD4, yang tergantung usia anak.
Kategorisasi Anak Infeksi HIV dan AIDS
Kategori Imun Kategori Klinis
(N) Tanpa (A) Tanda (B) Tanda (C) Tanda
Tanda dan dan Gejala dan Gejala dan Gejala
Gejala Ringan Sedang Hebat
(1) Tanpa tanda supresi N1 A1 B1 C1
(2) Tanda supresi sedang N2 A2 B2 C2
(3) Tanda supresi berat N3 A3 B3 C3
Keterangan :
Kategori Klinis HIV
1. Kategori N : Tidak bergejala
Anak-anak tanpa tanda atau gejala infeksi HIV
2. Kategori A: Gejala ringan
Anak-anak mengalami dua atau lebih gejala berikut ini:
a. Limfadenopati
b. Hepatomegali
c. Splenomegali
d. Dermatitis
e. Parotitis
f. Infeksi saluran pernapasan atas yang kambuhan/persisten, sinusitis, atau otitis media.
3. Kategori B: Gejala sedang
Anak-anak dengan kondisi simtomatik karena infeksi HIV atau menunjukkan kekurangan
kekebalan karena infeksi HIV: contoh dari kondisi-kondisi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Anemia, neutropenia, trombositopenia selama > 30 hari
b. Meningitis bakterial, pneumonia, atau sepsis
c. Sariawan persisten selama lebih dari 2 bulan pada anak di atas 6 bulan
d. Kardiomiopati
e. Infeksi sitomegalovirus dengan awitan sebelum berusia 1 bulan
f. Diare, kambuhan atau kronik
g. Hepatitis
h. Stomatitis herpes, kambuhan
i. Bronkitis, pneumonitis, atau esofagitis HSV dengan awitan sebelum berusia 1 bulan.
j. Herpes zoster, dua atau lebih episode
k. Leiosarkoma
l. Penumonia interstisial limfoid atau kompleks hiperplasia limfoid pulmoner (LIP/PLH)
m. Varisela zoster persisten
n. Demam persisten > 1 bulan
o. Toksoplasmosis awitan sebelum berusia 1 bulan
p. Varisela, diseminata (cacar air berkomplikasi)
4. Kategori C : Gejala Hebat
Anak dengan kondisi berikut ini:
a. Infeksi bakterial multipel atau kambuhan
b. Kandidiasis pada trakea, bronki, paru, atau esofagus
c. Koksidioidomikosis, diseminata atau ekstrapulinoner
d. Kriptosporodisis, intestinal kronik
e. Penyakit, sitomegalovirus (selain hati, limpa, nodus), dimulai pada umur > 1 bulan.
f. Retinitis sitomegalovirus (dengan kehilangan penglihatan)
g. Ensefalopati HIV
h. Ulkus herpes simpleks kronik (durasi > 1 bulan) atau pneumonitis atau esofatis, awitan saat
berusia > 1 bulan.
i. Histoplasmosis diseminata atau ekstrapulmoner
j. Isosporiasis, intestinal kronik (durasi > 1 bulan)
k. Sarkoma Kaposi
l. Limfoma, primer di otak
m. Limfoma (sarkoma Burkitt atau sarkoma imunoblastik)
n. Kompleks Mycobacterium ovium atau mycobacterium kansasii, diseminata atau
ekstrapulmoner.
o. Penumonia Pneumocystis carinii
p. Leukoensefalopati multifokal progresif
q. Septikemia salmonela, kambuhan
r. Toksoplasmosis pada otak, awitan saat berumur >1 bulan.
s. Wasting syndrome karena HIV
Selain mengendalikan perkembangan penyakit, pengobatan ditujukan terhadap
mencegah dan menangani infeksi oportunistik seperti kandidiasis dan penumonia interstisial.
Azidotimidin (zidovudin), videks, dan zalcitabin (dcc) adalah obat-obatan untuk infeksi
HIV dengan jumlah CD4 rendah. Videks dan ddc kurang bermanfaat untuk penyakit sistem
saraf pusat Trimetoprim sulfametoksazol (Septra, Bactrim) dan pentamadin digunakan untuk
pengobatan dan profilaksis pneumonia cariini Pneumocystis (PCP). Pemberian imunoglobulin
secara intravena setiap bulan sekali berguna untuk mencegah infeksi bakteri berat pada anak,
selain untuk hipogamaglobulinemia.
Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV. Sebagai ganti vaksin
poliovirus oral (OPV), anak-anak diberi vaksin virus polio yang tidak aktif (IPV).
1. Memulihkan sistem imun.
a. Obat-obat yang telah dicoba dipakai adalah imunomodulator, seperti isoprenosino, interferon
(alfa dan gamma), interleukin 2. Namun, sampai sekarang belum memberikan hasil seperti
yang diharapkan.
b. Transfusi limfosit dan transplantasi sumsum tulang.
2. Memberantas virusnya.
Salah satu cara untuk memutuskan rantai pembiakan virus AIDS adalah dengan “inhibiton
reserve transcriptace” dengan obat suramin untuk menghambat efek sitopatis virus terhadap sel
limposit-T helper, namun obat ini sangat toksik.
Menurut Long (1996) perawatan diri pasien dengan AIDS adalah :
1. Upaya preventif meliputi :
a. Penyuluhan kesehatan pada kelompok yang beresiko terkena AIDS.
b. Anjuran bagi yang telah terinfeksi virus ini untuk tidak menyumbangkan darah, organ atau
cairan semen.
c. Modifikasi tingkah laku dengan :
1) Membantu mereka agar bisa merubah perilaku resiko tinggi menjadi perilaku yang beresiko
atau yang kurang beresiko dengan mengubah kebiasaan seksual guna mencegah terjadinya
penularan.
2) Mengingatkan kembali tentang cara hidup sehat, sehingga bisa mempertahankan tubuh dengan
baik yaitu dengan asupan nutrisi dan vitamin yang cukup.
3) Pandangan hidup yang positif
4) Memberikan dukungan psikologis dan sosial
d. Skrining darah donor terhadap adanya antibody HIV

2. Edukasi yang bertujuan :


a. Mendidik pasien dan keluarganya tentang bagaimana menghadapi kenyataan hidup bersama
AIDS, kemungkinan didiskriminasikan dari masyarakat sekitar, bagaimana tanggung jawab
keluarga, teman dekat atau masyarakat lain.
b. Pendidikan bagaimana cara hidup sehat, dengan mengatur diet, asupan nutrisi dan vitamin
yang cukup, menghindari kebiasaan.
H. Pencegahan
Langkah-langkah untuk mencegah penyebaran penyakit AIDS, adalah :
1. Menghindari hubungan seksual dengan penderita AIDS
2. Mencegah hubungan seksual dengan partner banyak atau dengan orang yang mempunyai
banyak partner
3. Menghindari hubungan seksual dengan pecandu narkotik yang menggunakan obat suntik.
4. Orang-orang dari kelompok resiko tinggi dicegah menjadi donor darah.
5. Pemberian transfusi darah hanya untuk pasien-pasien yang benar-benar perlu
6. Pada setiap suntikan harus terjamin sterilitas atau suntiknya
7. Penularan pada bayi dan anak dapat terjadi pada waktu hamil, melahirkan maupun postpartum,
maka sebaiknya wanita dengan resiko tinggi AIDS jangan hamil dan jangan melahirkan.
DAFTAR PUSTAKA

 Betz, Cecily L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.


 Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

 Muma, Richard D. 1997. HIV : manual untuk tenaga kesehatan. Jakarta : EGC.
 Rampengan. 1993. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta : EGC.
 Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta

Vous aimerez peut-être aussi