Vous êtes sur la page 1sur 4

Abses Anus

Abses anus adalah suatu penyakit yang menimbulkan nyeri pada daerah anus akibat infeksi
pada kelenjar-kelenjar kecil di dinding anus. Katup anus internal (sphincter ani internus)
berfungsi untuk mencegah infeksi dari rongga usus ke jaringan di sekitar anus (perianal).
Namun, jika infeksi dari usus berhasil menembus katup ini, penyebaran infeksi dapat mencapai
jaringan perianal dan menyebabkan abses anus.

Abses yang terjadi sering muncul dalam bentuk lepuh berisi nanah dan pembengkakan di
daerah anus. Jika disentuh, pembengkakan ini dapat terasa hangat dan berwarna kemerahan.
Namun pada abses yang letaknya dalam, terkadang tidak dapat terlihat maupun teraba.
Berdasarkan lokasi abses yang terjadi akibat penyebaran infeksi, abses anus dapat dibedakan
sebagai berikut:

 Abses perianal (merupakan jenis abses anus yang paling umum terjadi).

 Abses ischiorectal yaitu pada rongga postanal.

 Abses pada rongga supralevator.

 Abses pada rongga intersphincter.

Gejala Abses Anus


Gejala abses anus yang muncul pada penderita berbeda-beda bergantung lokasi munculnya
abses. Jika abses terjadi di daerah perianal, gejala yang muncul adalah:

 Nyeri pada anus secara terus-menerus, terasa menusuk, dan bertambah parah pada
saat duduk.

 Iritasi kulit di sekitar anus yang disertai dengan kemerahan, pembengkakan, dan
pengerasan kulit.

 Keluarnya nanah dari anus.

 Sembelit dan nyeri yang diakibatkan oleh pergerakkan usus.


Pada abses yang terjadi di daerah anus yang lebih dalam, seperti abses supralevator, gejala
yang dapat muncul antara lain:

 Demam.

 Kedinginan.

 Tidak enak badan.

Pada beberapa kasus abses anus yang letaknya dalam, terkadang malah hanya muncul gejala
demam saja sehingga cukup menyulitkan diagnosis dan memerlukan bantuan MRI atau CT
scan.

Penyebab Abses Anus


Penyebab munculnya abses anus pada seseorang dapat berbeda-beda. Namun, kondisi ini
umumnya dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:

 Infeksi pada fistula anus (suatu celah kecil yang terbentuk pada kulit di saluran anus).

 Infeksi menular seksual.

 Penyumbatan pada kelenjar anus.

Seseorang dapat lebih mudah terkena abses anus jika:

 Menderita radang divertikulum.

 Mengonsumsi obat-obatan antiradang, seperti prednisone.

 Menjadi penerima seks anal.

 Menderita diabetes.

 Menderita peradangan pada bagian pelvis.

 Menderita peradangan pada saluran pencernaan, seperti pada penyakit


Crohn atau kolitis ulseratif.

Diagnosis Abses Anus


Abses anal, terutama abses perianal yang tidak menimbulkan gejala sistemis, dapat
didiagnosis melalui penelusuran gejala dan pemeriksaan kondisi anus. Untuk membantu
diagnosis, dokter juga akan melakukan pemeriksaan terhadap kondisi terkait, misalnya:

 Penyakit infeksi menular seksual.

 Penyakit peradangan saluran pencernaan.

 Penyakit divertikulum.

 Kanker rektum.

Pada pasien yang dicurigai menderita abses anus di bagian dalam, seperti pada abses
superelevator, diagnosis dapat dilakukan dengan metode pemindaian. Antara lain adalah USG,
MRI dan CT scan. Ada juga beberapa kasus abses anus yang tergolong kompleks dan
memunculkan gejala-gejala sistemik. Untuk membantu diagnosis abses anus yang kompleks,
dapat dilakukan pemeriksaan dengan endoskopi. Tujuannya adalah untuk melihat abses dan
fistula, serta menentukan letak, penyebaran dan ukurannya.

Komplikasi Abses Anus


Jika tidak ditangani dengan baik, abses anus dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut:

 Fistula.

 Bakteremia (bakteri masuk ke dalam sistem peredaran darah) dan sepsis, serta
penyebaran infeksi dari anus ke organ tubuh lain.

 Inkontinensia fekal.

 Abses menjadi ganas.

Pengobatan Abses Anus


Adanya abses pada anus menandakan infeksi yang terjadi cukup parah dan memerlukan
pengobatan melalui pembedahan. Akan tetapi, selama tahap persiapan pembedahan
dilakukan, pasien abses anus dapat diberikan antibiotik. Pembedahan untuk mengobati abses
anus perlu dilakukan sesegera mungkin dikarenakan penundaan pembedahan dapat
meyebabkan kerusakan jaringan kronis.
Metode pembedahan yang dapat dilakukan untuk mengobati abses anus antara lain sebagai
berikut:

 Pembedahan abses perianal. Abses perlu dibuang melalui pembedahan sebelum


pecah dan menimbulkan komplikasi. Berbeda dengan pembedahan lainnya,
pembedahan abses anus tidak memerlukan pengosongan saluran pencernaan. Sebelum
pembedahan dilakukan, pasien akan diberikan anestesi lokal terlebih dahulu.
Pembedahan abses dilakukan dengan cara membuat sayatan (insisi) pada daerah
abses, diikuti dengan pengeluaran dan pengeringan nanah dari abses. Insisi yang dibuat
biasanya cukup dengan insisi kecil untuk mengurangi risiko terbentuknya fistula. Nanah
yang dikeluarkan dari abses kemudian dianalisis untuk mengetahui jenis bakteri yang
menyebabkan infeksi. Setelah pembedahan dilakukan, insisi ditutup dengan kain kasa
antiseptik yang berisi iodin. Setelah 24 jam, pasien diharuskan untuk merendam bagian
bokongnya di air yang mengandung obat-obatan 3 kali sehari, dan satu kali setiap
setelah buang air besar.

 Pembedahan abses supralevator, ischiorectal, dan intersphincter. Prinsip ketiga


pembedahan ini hampir sama dengan pembedahan pada kasus abses perianal. Hanya
saja, pembedahan abses supralevator, ischiorectal dan intersphincter memerlukan
proses yang lebih rumit karena letaknya dalam, dan harus dilakukan di ruang operasi.
Untuk mengeluarkan nanah dari abses, dibuat insisi di daerah yang mengalami
pembengkakan paling besar. Setelah dibuat insisi, nanah dikeluarkan melalui pipa kecil
dan dibantu dengan penekanan di bagian abses agar nanah dapat keluar dengan
maksimal. Untuk pembedahan ini, pasien dapat diberikan anestesi lokal atau anestesi
umum jika dirasa perlu.

 Pembedahan dan pengobatan fistula. Fistula merupakan salah satu komplikasi yang
dapat muncul akibat abses. Operasi fistula dapat dilakukan bersamaan dengan operasi
abses. Namun, kadang fistula baru muncul beberapa minggu hingga beberapa bulan
setelahnya, sehingga pembedahan untuk fistula dilakukan terpisah dengan
pembedahan abses.

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi setelah pembedahan abses dan fistula antara lain
adalah:

 Infeksi.
 Fisura anal.

 Kemunculan kembali abses pasca pembedahan.

 Bekas luka pada daerah insisi.

Untuk membantu pengobatan abses pasca pembedahan dan mengurangi risiko komplikasi
pasca pembedahan, pasien dapat diberikan beberapa jenis obat-obatan, seperti:

 Infeksi. Pasien dapat diberikan antibiotik sebelum dan sesudah pembedahan abses.
Antibiotik yang diberikan disesuaikan dengan bakteri penyebab abses yang sudah
didiagnosis terlebih dahulu melalui kultur bakteri. Beberapa jenis antibiotik yang dapat
diberikan, antara lain adalah ampicillin (baik diberikan tersendiri ataupun
dikombinasikan dengan sulbactam), imipenem dan cilastatin,
cefazolin, dan clindamycin.

 Obat penghilang rasa sakit. Seringkali sebelum dan sesudah pembedahan abses,
pasien akan mengalami nyeri dan tidak nyaman di daerah abses. Oleh karena itu dapat
diberikan obat anelgesik untuk meringankan rasa nyeri tersebut. Contoh obat
penghilang nyeri yang sering diberikan adalah

 Antiemetik. Obat ini dapat membantu memberikan efek sinergistik jika diberikan
bersama dengan meperidine. Selain itu, antiemetik dapat menghilangkan rasa ingin
muntah yang timbul dari efek samping pengobatan yang muncul. Contoh antiemetik
yang dapat diberikan adalah promethazine.

Pasca dilakukan pembedahan dan pengobatan, pasien diharuskan melakukan kontrol rutin
kepada dokter yang bersangkutan selama 2-3 minggu. Konsultasi ini bertujuan untuk
memantau penyembuhan luka pembedahan dan mengontrol kemungkinan munculnya fistula
pada pasien. Kematian akibat abses maupun komplikasi pembedahan abses cukup jarang
terjadi. Namun, perlu diingat bahwa fistula dapat saja terbentuk beberapa waktu setelah nanah
abses dikeluarkan. Selain itu, dapat juga muncul komplikasi akibat pembedahan. Oleh karena
itu, kontrol pasca pembedahan sangat penting untuk dilakukan.
Terakhir diperbarui: 8 September 2017
Ditinjau oleh: dr. Marianti

Vous aimerez peut-être aussi