Vous êtes sur la page 1sur 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya untuk mengarahkan anak didik ke
dalam proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar sesuai dengan
apa yang diharapkan. Pembelajaran hendaknya memperhatikan kondisi individu anak
karena merekalah yang akan belajar. Anak didik merupakan individu yang berbeda satu
sama lain, memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain. Oleh
karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan perbedaan-perbedaan individual anak
tersebut, sehingga pembelajaran benar-benar dapat memahami kondisi anak dari yang
tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak paham menjadi paham serta dari yang
berperilaku kurang baik menjadi baik. Kondisi riil anak seperti ini, selama ini kurang
mendapat perhatian di kalangan pendidik. Hal ini terlihat dari perhatian sebagian
guru/pendidik yang cenderung memperhatikan kelas secara keseluruhan, tidak
perorangan atau kelompok anak, sehingga perbedaan individual kurang mendapat
perhatian. Gejala yang lain terlihat pada kenyataan banyaknya guru yang menggunakan
metode pengajaran yang cenderung sama setiap kali pertemuan di kelas berlangsung. Hal
ini mengakibatkan siswa cenderung bosan sehingga materi yang disampaikan guru tidak
sepenuhnya terserap.
Pembelajaran yang kurang memperhatikan perbedaan individual anak dan didasarkan
pada keinginan guru, akan sulit untuk dapat mengantarkan anak didik ke arah pencapaian
tujuan pembelajaran. Kondisi seperti inilah yang pada umumnya terjadi pada
pembelajaran konvensional. Konsekuensi dari pendekatan pembelajaran seperti ini adalah
terjadinya kesenjangan yang nyata antara anak yang cerdas dan anak yang kurang cerdas
dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Kondisi seperti ini mengakibatkan tidak
diperolehnya ketuntasan dalam belajar, sehingga sistem belajar tuntas terabaikan. Hal ini
membuktikan terjadinya kegagalan dalam proses pembelajaran di sekolah.
Menyadari kenyataan seperti ini para ahli berupaya untuk mencari dan merumuskan
suatu model pembelajaran yang dapat merangkul semua perbedaan yang dimiliki oleh
anak didik. Model pembelajaran yang ditawarkan tersebut adalah strategi belajar aktif
(active learning). Selama ini proses pembelajaran lebih sering diartikan sebagai pengajar
menjelaskan materi pembelajaran dan peserta didik mendengarkan secara pasif. Namun
telah banyak ditemukan bahwa kualitas pembelajaran akan meningkat jika peserta didik

1
dalam proses pembelajaran memperoleh kesempatan yang luas untuk bertanya,
berdiskusi, dan menggunakan secara aktif pengetahuan baru yang diperoleh. Dengan cara
ini diketahui pula bahwa pengetahuan baru tersebut cenderung untuk dapat dipahami dan
dikuasai secara lebih baik.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka terdapat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan belajar Aktif (Active Learning) ?
2. Bagaimana karakteristik dari Model Pembelajaran Active Learning?
3. Apa sajakah prinsip-prinsip dari Model Pembelajaran Active Learning?
4. Bagaimana langkah-langkah dalam Model Pembelajaran Active Learning?
5. Apa saja jenis-jenis dari Model Pembelajaran Active Learning?
6. Apa sajakah kelebihan dan kelemahan Model Pembelajaran Active Learning?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, dapat dirumuskan beberapa tujuan :
1. Untuk mengetahui pengertian dari belajar Aktif (Active Learning)
2. Untuk mengetahui karakteristik dari Model Pembelajaran Active Learning
3. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dari Model Pembelajaran Active Learning
4. Untuk mengetahui langkah-langkah dalam Model Pembelajaran Active Learning
5. Untuk mengetahui jenis-jenis Model Pembelajaran Active Learning
6. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan Model Pembelajaran Active
Learning

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Belajar Aktif (Active Learning)


Belajar Aktif (Active Learning) berasal dari dua suku kata, yaitu: belajar dan aktif.
Menurut Muhibbin Syah belajar mempunyai arti tahapan perubahan seluruh tingkah laku
individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan
yang melibatkan proses kognitif.1 Sedang menurut Sardiman, pengertian belajar dibagi
dua, yaitu pengertian luas dan khusus. Dalam pengertian luas belajar dapat diartikan
sebagai kegiatan psiko-fisik menuju perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam
arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan
yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Definisi
dalam arti khusus inilah yang banyak dianut sekolah-sekolah.2
Sedangkan aktif berasal dari bahasa Inggris, yaitu “active”, yang mempunyai arti
rajin, sibuk, giat.3 Sebagai suatu konsep, pembelajaran aktif adalah suatu proses kegiatan
belajar mengajar yang subyek didiknya terlibat secara intelektual dan emosional,
sehingga subyek didik betul-betul terlibat dalam malakukan kegiatan belajar.
Dalam pembelajaran aktif, siswa diposisikan sebagai inti dalam kegiatan belajar
mengajar. Pembelajaran aktif adalah salah satu strategi belajar mengajar yang menuntut
keaktifan dan partisipasi subyek didik secara optimal, sehingga siswa mampu mengubah
tingkah lakunya secara efektif dan efisien.4
Belajar aktif sangat diperlukan siswa untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Ketika siswa pasif dimana belajar hanya mengandalkan indera pendengaran, maka ia
akan cepat melupakan apa yang telah diberikan. Seperti penelitian yang dilakukakan oleh
Pollio (1984), bahwa perhatian siswa (anak didik) dalam memperhatikan pelajaran di
ruang kelas hanya sekitar 40% dari waktu pembelajaran yang tersedia. Sedangkan Mc
Keachie (1986) menyebutkan bahwa dalam 10 menit pertama perhatian siswa dapat
mencapai 70% dan berkurang sampai 20% pada waktu 20 menit terakhir. 5 Oleh karena

1
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2000), hlm. 92.
2
A.M. Sardiman, Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa, 2000),
hlm. 20
3
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hlm. 25.
4
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,1997), hlm. 195.
5
Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2010), hlm. 107

3
itu, diperlukan perangkat tertentu untuk mengikat informasi yang baru saja diterima dari
guru. Active learning adalah salah satu cara untuk mengikat informasi yang baru
kemudian menyimpannya dalam otak.
Menurut Melvin L. Siberman, sebagaimana dikutip oleh Hisyam Zaini,
mengatakan bahwa belajar akan bermakna dan bermanfaat apabila siswa menggunakan
semua alat indera, mulai dari telinga, mata, sekaligus berpikir mengolah informasi dan
ditambah dengan mengerjakan sesuatu. Dengan mendengarkan saja, kita tidak dapat
mengingat banyak dan akan mudah lupa.6 Sebagaimana dijelaskan oleh Eveline Siregar
bahwa penyebab mengapa kebanyakan orang cenderung melupakan apa yang mereka
dengar, salah satu jawabannya adalah karena adanya perbedaan antara kecepatan bicara
guru dengan tingkat kemampuan siswa untuk mendengar apa yang disampaikan oleh
guru. Kebanyakan dari guru berbicara 100-200 kata per menit, sementara siswa hanya
mampu mendengarkan 50-100 kata per menit, hanya setengahnya yang telah
dikemukakan guru.
Pendekatan belajar aktif (active learning strategy) adalah suatu istilah dalam dunia
pendidikan yakni sebagai strategi belajar mengajar yang bertujuan untuk meningkatkan
mutu pendidikan, dan untuk mencapai keterlibatan siswa secara efektif dan efisien dalam
belajar. Menurut Silberman (1996: XIV) yang dimaksud dengan active learning strategy
adalah “merupakan sebuah kesatuan sumber kumpulan strategi-strategi pembelajaran
yang komprehensip yang meliputi berbagai cara untuk membuat peserta didik menjadi
aktif”. Sedangkan Sukandi (2003: 6) mengemukakan bahwa: Pengertian strategi belajar
aktif adalah cara pandang yang menganggap belajar sebagai kegiatan membangun makna
atau pengertian terhadap pengalaman dan informasi yang dilakukan oleh si pembelajar,
bukan oleh si pengajar serta menganggap mengajar sebagai kegiatan menciptakan
suasana yang mengembangkan inisiataif dan tanggung jawab belajar si pembelajar,
sehingga berkeinginan terus untuk belajar selama hidupnya, dan tidak tergantung kepada
guru atau orang lain bila mereka mempelajari hal-hal baru.
Memang pendekatan belajar aktif (active learning strategy) merupakan konsep
yang sukar didefinisikan secara tegas, sebab semua cara belajar itu mengandung unsur
keaktifan dari peserta didik, meskipun kadar keaktifannya itu berbeda. Hampir tidak
pernah terjadi dalam proses belajar tanpa adanya keaktifan individu/ siswa yang belajar,

6
Hisyam Zaini, dkk., Strategi Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi, CTSD, (Yogyakarta:.., 2002),
hlm. xii-xiii.hlm. 112

4
dan ada pula keaktifan belajar kategori tinggi. Seandainya dibuat rentangan skala
keaktifan dari 0-10, maka keaktifan belajar ada dalam skala 1 sampai 10, tidak ada skala
nol, betapapun kecilnya keaktifan tersebut.7
Keaktifan dapat muncul dalam berbagai bentuk sebagaimana yang telah
dikemukakan diatas. Akan tetapi kesemuanya itu harus dikembalikan kepada satu
karakteristik keaktifan dalam rangka pendekatan belajar aktif (active learning strategy),
yaitu keterlibatan fisik, mental, intelektual, maupun emosional dalam kegiatan belajar
mengajar, perbuatan serta pengalaman langsung terhadap baliknya (feed back) dalam
pembentukan ketrampilan dan penghayatan serta internalisasi nilai-nilai agama dalam
sikap.
Dari penjelasan diatas, maka dapat diambil satu kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengan pendekatan belajar aktif (active learning strategy) adalah suatu cara atau strategi
belajar mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi peserta didik seoptimal
mungkin sehingga peserta didik mampu mengubah tingkah lakunya secara efektif dan
efisien dalam kehidupan mereka sehari-hari.

B. Karakteristik Pembelajaran Aktif (Active Learning)


Pembelajaran aktif adalah segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan
siswa berperan secara aktif dalam proses pembelajaran itu sendiri baik dalam
bentuk interaksi antar siswa maupun siswa dengan pengajar dalam proses
pembelajaran tersebut. Menurut Bonwell (1995), pembelajaran aktif memiliki
karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
 Penekanan proses pembelajaran bukan pada penyampaian informasi oleh
pengajar melainkan pada pengembangan keterampilan pemikiran analitis dan
kritis terhadap topik atau permasalahan yang dibahas.
 Siswa tidak hanya belajar secara pasif tetapi mengerjakan sesuatu yang
berkaitan dengan materi pelajaran.
 Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap yang berhubungan dengan
materi pelajaran,
 Siswa lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa dan
melakukan evaluasi,
 Umpan-balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran.

7
M. Dalyono, Op.Cit., hlm. 196.

5
Selain berbagai karakteristik pembelajaran aktif yang telah dikemukakan di atas, dengan
pembelajaran aktif ada beberapa hal yang akan diperoleh baik untuk maupun siswanya,
yaitu:
o Pertama, interaksi yang timbul selama proses pembelajaran akan menimbulkan
positive interdependence, dimana konsolidasi pengetahuan yang dipelajari hanya
dapat diperoleh secara bersama-sama melalui eksplorasi aktif dalam belaja;
o Kedua, setiap individu harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan guru
harus mendapatkan penilaian untuk setiap siswa sehingga terdapat
individual accountability;
o Ketiga, proses pembelajaran aktif ini agar dapat berjalan dengan efektif
diperlukan tingkat kerjasama yang tinggi sehingga akan memupuk social skills.

C. Prinsip-prinsip Model Pembelajaran Aktif (Active Learning)


Prinsip-prinsip pendekatan belajar aktif (active learning strategy) adalah tingkah
laku yang mendasar bagi siswa yang selalu nampak dan menggambarkan keterlibatannya
dalam proses belajar mengajar baik keterlibatan mental, intelektual maupun emosional
yang dalam banyak hal dapat diisyaratkan sebagai keterlibatan langsung dalam berbagai
bentuk keaktifan fisik.
Sedangkan dalam penerapan strategi belajar aktif, seorang guru harus mampu
membuat pelajaran yang diajarkan itu menantang dan merangsang daya cipta siswa
untuk menemukan serta mengesankan bagi siswa. Untuk itu seorang guru harus
memperhatikan beberapa prinsip dalam menerapkan pendekatan belajar aktif (active
learning strategy), sebagaimana yang diungkapkan oleh Zuhairini bahwa prinsip-prinsip
penerapan pendekatan belajar aktif (active learning strategy) adalah sebagai berikut:
 Prinsip Motivasi
Motif adalah daya dalam pribadi seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan sesuatu. Kalau seorang siswa rajin belajar, guru hendaknya
menyelidiki apa kiranya motif yang mendorongnya. Kalau seorang siswa
malas belajar, guru hendaknya menyelidiki mengapa ia berbuat demikian.
Guru hendaknya berperan sebagai pendorong, motivator, agar motif-motif
yang positif dibangkitkan atau ditingkatkan dalam diri siswa. Ada dua jenis
motivasi, yaitu motivasi dari dalam diri anak (intrinsik) dan motivasi dari luar
diri anak (ekstrinsik). Motivasi dalam diri dapat dilakukan dengan
menggairahkan perasaan ingin tahu anak, keinginan untuk mencoba, dan

6
hasrat untuk maju dalam belajar. Motivasi dari luar dapat dilakukan dengan
memberikan ganjaran, misalnya melalui pujian, hukuman, misalnya dengan
penugasan untuk memperbaiki pekerjaan rumahnya. 8
 Prinsip Latar atau Konteks
Kegiatan belajar tidak terjadi dalam kekosongan. Sudah jelas, para siswa yang
mempelajari sesuatu hal yang baru telah pula mengetahui hal-hal lain yang
secara langsung atau tak langsung berkaitan. Karena itu, para guru perlu
meyelidiki apa kira-kira pengetahuan, perasaan, keterampilan, sikap, dan
pengalaman yang telah dimiliki para siswa. Perolehan ini perlu dihubungkan
dengan bahan pelajaran baru yang hendak diajarkan guru atau dipelajari para
siswa. Dalam mengajarkan keanekaragaman tumbuh-tumbuhan atau hewan
misalnya, para guru dapat mengaitkannya dengan pengalaman para siswa
dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang dipelihara orang tuanya, yang
berada dilingkungan sekitarnya. Dengan cara ini, para siswa akan lebih mudah
menangkap dan memahami bahan pelajaran yang baru.
 Prinsip Keterarahan kepada Titik Pusat atau Focus Tertentu.
Seorang guru diharapkan dapat membuat suatu bentuk atau pola pelajaran,
agar pelajaran tidak terpecah-pecah dan perhatian murid terhadap pelajaran
dapat terpusat pada materi tertentu. Untuk itu seorang guru harus merumuskan
dengan jelas masalah yang hendak dipecahkan, merumuskan pertanyaan yang
hendak dijawab. Upaya ini akan dapat membatasi keluasan dan kedalaman
tujuan belajar serta akan memberikan arah kepada tujuan yang hendak dicpai
secara tepat.9
 Prinsip Hubungan Sosial atau Sosialisasi
Dalam belajar para siswa perlu dilatih untuk bekerja sama dengan rekan-rekan
sebayanya. Ada kegiatan belajar tertentu yang akan lebih berhasil jika
dikerjakan secara bersama-sama, misalnya dalam kerja kelompok, daripada
jika dikerjakan sendirian oleh masing-masing siswa. Belajar mengenai bahan
bangunan yang biasanya digunakan oleh masyarakat dalam membangun
rumah tentu saja akan lebih mudah dan lebih cepat jika para siswa bekerja
sama. Mereka dapat dibagi kedalam kelompok dan kepada setiap kelompok

8
Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara,1993), hlm. 116
9
Ibid., hlm. 117

7
diberikan tugas yang berbeda-beda. Latihan bekerja sama sangatlah penting
dalam proses pembentukan kepribadian anak.
 Prinsip Belajar Sambil Bekerja
Anak-anak pada hakikatnya belajar sambil bekerja atau melakukan aktivitas.
Bekerja adalah tuntutan pernyataan dari anak. Karena itu, anak-anak perlu
diberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan nyata yang melibatkan otot
dan pikirannya. Semakin anak bertumbuh semakin berkurang kadar bekerja
dan semakin bertambah kadar berpikir. Apa yang diperoleh anak melalui
kegiatan bekerja, mencari, dan menemukan sendiri tak akan mudah dilupakan.
Hal itu akan tertanam dalam hati sanubari dan pikiran anak. Para siswa akan
bergembira kalau mereka diberi kesempatan untuk menyalurkan kemampuan
bekerjanya.
 Prinsip Perbedaan Perorangan atau Individualisasi
Zuhairini dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam mengungkapkan bahwa
“masing-masing individu mempunyai kecenderungan yang berbeda. Untuk itu
para guru diharapkan tidak memperlakukan sama terhadap siswa-siswanya.
Seorang guru diharapkan dapat mempelajari perbedaan itu agar kecepatan dan
keberhasilan belajar anak dapatlah ditumbuh kembangkan dengan seoptimal
mungkin”.
 Prinsip Menemukan
Seorang guru hendaknya dapat memberikan kesempatan kepada semua
siswanya untuk mencari dan menemukan sendiri beberapa informasi yang
telah dimiliki. Informasi guru tersebut hendaknya dibatasi pada informasi yang
benar-benar mendasar dan ‘memancing’ siswa untuk ‘mengail’ informasi
selanjutnya. Jika para siswa ini diberi peluang untuk mencari dan menemukan
sendiri informasi itu, maka mereka akan merasakan getaran pikiran, perasaan
dan hati. Getaran-getaran dalam diri siswa ini akan membuat kegiatan belajar
tidak membosankan, malah menggairahkan.10
 Prinsip Pemecahan Masalah
Seluruh kegiatan siswa akan terarah jika didorong untuk mencapai tujuan-
tujuan tertentu. Guna mencapai tujuan-tujuan, para siswa dihadapkan dengan
situasi bermasalah agar mereka peka terhadap masalah. Kepekaan terhadap

10
Ibid., hlm. 118

8
masalah dapat ditimbulkan jika para siswa dihadapkan kepada situasi yang
memerlukan pemecahan. Para guru hendaknya mendorong para siswa untuk
melihat masalah, merumuskannya, dan berdaya upaya untuk memecahkannya
sejauh taraf kemampuan para siswa.
D. Kemampuan Pendidik
Pannen mengemukakan bahwa untuk dapat bekerja secara profesional dan sistematis
serta menghadirkan pembelajaran yang lebih bermakna bagi peserta didik, pendidik
diharapkan mempunyai kemampuan :
1. Memanfaatkan sumber belajar di lingkungannya secara optimal dalam proses
pembelajaran
2. Berkreasi dan mengembangkan ide/gagasan baru
3. Mengurangi kesenjangan pengetahuan yang diperoleh peserta didik di sekolah
dengan pengetahuan yang diperoleh dari masyarakat
4. Memperjelas relevansi dan keterkaitan mata kuliah/mata pelajaran bidang ilmu
dengan kebutuhan sehari-hari dalam masyarakat
5. Mengembangkan pengetahuan, keterampiulandan perilaku peserta didik secara
bertahap dan utuh
6. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk dapat berkembang secara
optimal sesuai dengan kemampuannya
7. Menerapkan prinsip-prinsip belajar aktif.11

E. Langkah-langkah Model Pembelajaran Aktif (Active Learning)


Pembelajaran aktif (Active Learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan
semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai
hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki.
Disamping itu, pembelajaran aktif (Active Learning) juga dimaksudkan untuk menjaga
perhatian siswa agar tetap tertuju pada proses pembelajaran. Menurut Machmudah
(2008), berikut adalah langkah-langkah model pembelajaran aktif (Active Learning) :

11
Paulina Panen, dkk. Konstruktivisme dalam Pembelajaran, (Jakarta : PPAUT Dirjen Dikti
Depdiknas, 2001)

9
 Fase 1: Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa
Dalam fase ini guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai
pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa. Tujuan belajar yang disampaikan
adalah untuk memahami zaman pergerakan Indonesia
 Fase 2: Menyajikan informasi
Dalam fase ini guru menyampaikan penjelasan umum tentang zaman
pergerakan Indonesia kepada siswa.
 Fase 3: Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok
Dalam fase ini guru membagikan kartu berisi informasi tentang zaman
pergerakan Indonesia sebagai penentuan kelompok siswa.
 Fase 4: Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Dalam fase ini guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas mereka.
 Fase 5: Evaluasi
Dalam fase ini guru meminta siswa mempresentasikan hasil diskusi, guru
mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari dengan
memberikan soal dan penjelasan.
 Fase 6: Memberikan penghargaan
Dalam fase ini guru memberikan penghargaan bagi kelompok yang terbaik sesuai
dengan kriteria guru.

F. Jenis Model Pembelajaran Aktif (Active Learning)


Menurut Hamruni (2012), Model Pembelajaran Active Learning dapat diterapkan
menggunakan beberapa metode, antara lain :
a) True or False (Benar atau Salah)
Metode ini merupakan aktifitas kolaboratif yang mengajak siswa untuk terlibat ke
dalam materi secara langsung. Metode ini meminta kepada siswa untuk
menyatakan benar atau salah atas pernyataan yang ditulis oleh guru pada masing-
masing kartu.12
Adapun langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut:
1. Guru membuat list pernyataan yang berhubungan dengan materi
pelajaran, separohnya benar dan separohnya lagi salah. Masing-masing

12
Ibid., hlm. 142

10
pernyataan ditulis pada selembar kertas yang berbeda. Jumlah lembar
pernyataan disesuaikan dengan jumlah siswa.
2. Guru memberi setiap siswa satu kertas kemudian mereka diminta untuk
menentukan benar atau salah pernyataan tersebut. Selanjutnya guru
menjelaskan bahwa masing-masing dari mereka bebas menggunakan cara
apa saja untuk menentukan jawaban.
3. Setelah selesai, guru meminta siswa membaca masing-masing pernyataan
dan meminta jawaban dari mereka benar atau salah.
4. Guru memberi masukan untuk setiap jawaban dan menegaskan bahwa
yang dilakukan oleh siswa adalah bekerja bersama.
5. Guru menekankan kepada siswa bahwa kerja sama dalam kelompok akan
membantu kelas.
b) Guided Teaching (Pembelajaran Terbimbing)
Metode ini merupakan aktifitas untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa atau
untuk memperoleh hipotesa. Metode ini meminta kepada siswa untuk
membandingkan antara jawaban mereka dengan materi yang telah disampaikan
oleh guru.13
Adapun langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan beberapa pertanyaan kepada siswa untuk
mengetahui pikiran dan kemampuan yang mereka miliki.
2. Guru memberi kesempatan beberapa menit kepada siswa untuk menjawab
pertanyaan dengan meminta mereka untuk bekerja berdua atau dalam
kelompok kecil.
3. Guru meminta siswa menyampaikan hasil jawaban mereka, kemudian
guru mencatat jawaban-jawaban mereka.
4. Guru menyampaikan poin-poin utama dari materi, kemudian meminta
siswa untuk membandingkan jawaban mereka dengan poin-poin yang
telah disampaikan. Setelah itu, guru mencatat poin-poin yang dapat
memperluas bahasan materi.
c) Card Sort (Cari Kawan)
Metode ini merupakan aktifitas kolaboratif yang bisa digunakan untuk
mengajarkan konsep, karakteristik klasifikasi, fakta tentang objek atau mereview

13
Ibid., hlm. 142

11
informasi. Metode ini meminta kepada masing-masing kelompok siswa untuk
mempresentasikan isi kartu yang ada di kelompoknya.14
Adapun langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut:
1. Guru membagi kertas yang berisi informasi kepada setiap siswa.
2. Guru meminta siswa untuk bergerak dan berkeliling di dalam kelas untuk
menemukan kartu yang kategorinya sama.
3. Guru meminta siswa mempresentasikan kategori masing-masing di depan
kelas.
4. Guru memberikan poin-poin penting terkait dengan bahan materi.
d) The Power of Two (Gabungan Dua Kekuatan)
Metode ini merupakan aktifitas pembelajaran yang digunakan untuk mendorong
pembelajaran kooperatif dan memperkuat pentingnya serta manfaat sinergi.
Metode ini meminta kepada siswa untuk menjawab pertanyaan dari guru secara
individual, kemudian melakukan sharing bersama seorang siswa di sebelahnya.15
Adapun langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut:
1. Guru mengajukan satu atau dua pertanyaan kepada siswa yang menuntut
perenungan dan pemikiran.
2. Guru meminta setiap siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut
secara individual.
3. Setelah selesai, guru meminta mereka untuk berpasangan dan saling
bertukar jawaban dan membahasnya.
4. Guru meminta pasangan-pasangan tersebut membuat jawaban baru atas
pertanyaan dan memperbaiki jawaban indiviual mereka.
5. Kemudian guru membandingkan jawaban-jawaban mereka
e) Rotating Roles (Permainan Bergilir)
Metode ini merupakan aktifitas yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk melatih kecakapan dalam bermain peran terhadap situasi kehidupan nyata.
Metode ini meminta kepada siswa untuk membuat skenario kehidupan yang nyata
berkaitan dengan materi yang sedang didiskusikan.16
Adapun langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut:

14
Ibid., hlm. 142
15
Ibid., hlm. 142
16
Ibid., hlm. 142

12
1. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok, masing-masing
kelompok terdiri dari tiga siswa.
2. Guru memerintahkan setiap kelompok membuat tiga skenario kehidupan
nyata yang berkaitan dengan topik diskusi.
3. Kemudian guru meminta satu anggota dari setiap kelompok untuk
menyampaikan skenario kepada kelompok lain. Selanjutnya, setiap tim
mempunyai kesempatan untuk latihan peran utama, dan dalam skenario
tersebut guru konsentrasi pada identifikasi pelaku utama dalam
penggunaan konsep dan kecakapan serta bagaimana pengembangannya.
4. Setelah selesai, guru mengumpulkan seluruh kelompok untuk diskusi
umum dari poin-poin belajar skenario dan nilai aktifitas di dalamnya.
f) Reading Guide
Pembelajaran dilakukan berbasis bacaan (teks). Agar proses membaca ini bisa
efektif, maka guru memberikan pedoman (guide) membaca. Pedoman ini berisi
pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab siswa berdasarkan isi bacaan (teks),
bisa berisi tugas-tugas yang harus dilakukan siswa dalam pembelajaran.17
Adapun langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut:
1. Berilah siswa teks (bacaan) yang harus mereka pelajari, akan lebih baik
lagi bila ditunjukkan halamannya.
2. Mintalah peserta didik untuk membaca teks (bacaan) secara individual,
kemudian membuat resume mengenai topik-topik penting yang ada dalam
bacaan tersebut (berbentuk pointers).
3. Diskusikan topik-topik penting hasil temuan siswa dan nyatakan bahwa
ada sejumlah topik itu memang penting namun ada pula yang tidak
penting.
4. Selanjutnya guru membagikan memberikan lembaran pedoman belajar
dalam memahami teks (bacaan), biasanya berbentuk pertanyaan.
5. Para siswa diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam
lembar pedoman tersebut.
6. Diskusikan jawaban-jawaban siswa tersebut.

17
Ibid., hlm. 142

13
g) Info Search
Metode ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar di luar kelas,
keluar dari lingkungan kelas. Mereka bisa belajar di perpustakaan, warnet,
mencari jurnal, dan sumber-sumber belajar yang lain.18
Adapun langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut:
1. Bagilah siswa dalam kelompok-kelompok kecil, sekitar 2 atau 3 orang.
2. Berilah masing-masing kelompok pertanyaan atau tugas yang bisa dicari
jawabannya di tempat-tempat yang sudah ditunjukkan guru.
3. Pertanyaan atau tugas yang diberikan sebaiknya disandarkan pada
beberapa buku (literatur).
4. Kelompok mengerjakan tugas atau menjawab pertanyaan, dan sekitar 30
menit sebelum habis jam pelajaran mereka harus kembali masuk ke dalam
kelas.
5. Di kelas, masing-masing kelompok melaporkan hasil belajarnya dalam
mencari informasi diberbagai sumber belajar tersebut.
6. Diskusikan temuan-temuan kelompok tersebut
h) Index Car Match
Metode ini adalah cara menyenangkan lagi aktif untuk meninjau ulang materi
pembelajaran. Selain itu memberi kesempatan pada peserta didik untuk
berpasangan dan memainkan kuis kepada kawan sekelas.19
Adapun langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut:
1. Pada kartu indeks terpisah, tulislah pertanyaan tentang apa pun yang
diajarkan dalam kelas. Buatlah kartu pertanyaan yang sesuai dengan
jumlah siswa.
2. Pada kartu terpisah, tulislah jawaban bagi setiap pertanyaan-pertanyaan
tersebut.
3. Gabungkan dua lembar kartu dan kocok beberapa kali sampai benar-benar
acak.
4. Berikan satu kartu pada setiap peserta didik. Jelaskan bahwa ini adalah
latihan permainan. Sebagian memegang pertanyaan dan sebagian lain
memegang jawaban.

18
Ibid., hlm. 142
19
Ibid., hlm. 142

14
5. Perintahkan peserta didik menemukan kartu pemainnya. Ketika
permainan dibentuk, perintahkan peserta didik yang bermain utnuk
mencari tempat duduk bersama.
i) Everyone is A Teacher Here
Metode ini mudah dalam memperoleh partisipasi kelas yang besar dan tanggung
jawab individu. Metode ini memberikan kesempatan pada setiap peserta didik
untuk bertindak sebagai seorang “pengajar” terhadap peserta didik lain.20
Adapun langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut:
1. Bagikan kartu indeks kepada setiap peserta didik. Mintalah para peserta
menulis sebuah pertanyaan yang mereka miliki tentang materi pelajaran
yang sedang dipelajari di dalam kelas atau topik khusus yang akan mereka
diskusikan di kelas.
2. Kumpulkan kartu, kocok dan bagikan satu pada setiap siswa. Mintalah
siswa membaca diam-diam pertanyaan atau topik pada kartu dan pikirkan
satu jawaban.
3. Panggilah sukarelawan yang akan membaca dengan keras kartu yang
mereka dapat dan memberi respons.
4. Setelah diberi respons, mintalah yang lain di dalam kelas untuk
menambahkan apa yang telah disumbang sukarelawan.
5. Lanjutkan selama masih ada sukarelawan.
j) Student Created Case Study
Studi kasus merupakan salah satu di antara sekian metode pembelajaran yang
dianggap sangat baik. Satu tipe diskusi kasus menfokuskan isu menyangkut suatu
situasi nyata kasus atau contoh yang mengharuskan siswa untuk mengambil
tindakan, menyimpulkan manfaat yang dapat dipelajari dan cara-cara
mengendalikan atau menghindari situasi serupa pada waktu yang akan datang.
Teknik berikut memungkinkan peserta didik menciptakan studi kasus sendiri.21
Adapun langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut:
1. Bagi kelas menjadi pasangan-pasangan atau trio. Ajaklah mereka
mengembangkan sebuah studi kasus dan sisa kelas dapat menganalisis
dan mendiskusikan.

20
Ibid., hlm. 142
21
Ibid., hlm. 143

15
2. Jelaskan bahwa tujuan studi kasus adalah mempelajari topik dengan
menguji situasi nyata atau contoh yang merefleksikan topik.
3. Berikan waktu yang cukup bagi setiap pasangan atau trio untuk
mengembangkan kasus atau isu untuk didiskusikan atau suatu problem
untuk dipecahkan, yaitu suatu masalah yang relevan dengan materi
pembelajaran.
4. Kemudian setiap pasangan membuat rangkuman studi kasus, secara
khusus detail kejadian yang mengarah pada pemecahan masalah.
5. Ketika studi kasus selesai, mintalah kelompok-kelompok agar
mempresentasikan kepada kelas. Persilahkan seorang anggota kelompok
memimpin diskusi kasus.
k) Point-Counterpoint
Metode ini merupakan sebuah teknik untuk merangsang diskusi dan mendapatkan
pemahaman lebih mendalam tentang berbagai isu yang kompleks. Format
tersebut mirip dengan sebuah perdebatan, namun tidak terlalu formal dan berjalan
dengan lebih cepat.22
Adapun langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut:
1. Pilihlah sebuah masalah yang mempunya dua perspektif (sudut pandang)
atau lebih.
2. Bagilah kelas ke dalam kelompok-kelompok menurut jumlah perspektif
yang telah ditetapkan, dan mintalah tiap kelompok mengungkapkan
mendiskusikan alasan-alasan yang melandasi sudut pandang masing-
masing tim. Doronglah mereka bekerja dengan partner tempat duduk atau
kelompok-kelompok inti yang kecil.
3. Gabungkan kembali seluruh kelas, tetapi mintalah para anggota dari tiap
kelompok untuk duduk bersama dengan jarak antara sub-sub kelompok.
4. Jelaskan bahwa peserta didik bisa memulai perdebatan. Setelah itu peserta
didik mempunyai kesempatan menyampaikan sebuah argument yang
sesuai dengan posisi yang telah ditentukan. Teruskan diskusi tersebut,
dengan bergerak secara cepat maju-mundur di antara kelompok-
kelompok.

22
Ibid., hlm. 143

16
5. Simpulkan kegiatan tersebut dengan membandingkan isu-isu sebagaimana
Anda melihatnya. Berikan reaksi dan diskusi lanjutan.
l) Students Questions Have
Metode ini merupakan cara yang mudah untuk mempelajari tentang keinginan
dan harapan siswa. Cara ini menggunakan sebuah teknik mendapatkan partisipasi
melalui tulisan dari pada lisan atau percakapan. Harapan siswa ini bisa dilihat
dari jumlah centangan yang ada pada sebuah pertanyaan.23
Adapun langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut:
1. Bagikan kartu kosong setiap siswa (kertas HVS dibagi 4 bagian).
2. Mintalah setiap siswa menulis beberapa pertanyaan yang mereka miliki
tentang pembelajaran yang sedang dipelajari (tidak usah mencantumkan
nama peserta didik).
3. Putarlah kartu tersebut searah jarum jam. Ketika setiap kartu diedarkan
pada peserta berikutnya, siswa harus membacanya dan memberikan tanda
centang pada kartu itu apabila kartu itu berisi pertanyaan yang setujui.
4. Saat kartu kembali pada penulisnya, setiap peserta berarti telah membaca
seluruh pertanyaan kelompok tersebut. Selanjutnya, mengidentifikasi
pertanyaan mana yang memperoleh suara terbanyak. Jawab masing-
masing pertanyaan tersebut dengan mengembangkan diskusi kelas.
5. Panggil juga beberapa peserta untuk berbagi pertanyaan secara sukarela,
sekalipun mereka tidak memperoleh suara terbanyak.
6. Kumpulkan semua kartu. Kartu tersebut mungkin berisi pertanyaan yang
mungkin dijawab oleh guru pada pertemuan berikutnya.

G. Kelebihan Model Pembelajaran Aktif (Active Learning)


 Peserta didik lebih termotivasi
Pendekatan active learning memungkinkan terjadinya pembelajaran yang
menyenangkan. Suasana yang menyenangkan merupakan faktor motivasi untuk
peserta didik. Lebih mudah menyampaiakan materi ketika peserta didik
menikmatinya. Dengan melakukan hal yang sedikit berbeda, peserta didik akan
lebih termotivasi untuk berpartisipasi dalam pembelajaran
 Mempunyai lingkungan yang aman

23
Ibid., hlm. 143

17
Kelas merupakan tempat di mana terjadi percobaan-percobaan serta kegagalan-
kegagalan. Kita tidak hanya membolehkan terjadinya hal-hal tersebut, tetapi juga
memberi semangat bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya. Resiko harus
diambil untuk mendapatkan sesuatu yang berharga. Pendidik dapat
menyediakan lingkungan yang aman melalui modelling dan setting batas-batas
perilaku dalam kelas.
 Partisipasi oleh seluruh kelompok belajar
Peserta didik merupakan bagian dari rencana pelajaran. Informasi tidak diberikan
pada peserta didik, tetapi peserta didik mencarinya. Beberapa kegiatan mungkin
membutuhkan kekuatan, kecerdasan, dan beberapa yang lain mungkin
membutuhkan peserta didik untuk menjadi bagiannya. Semua mempunyai tempat
dan berkontribusi berdasarkan karakteristik masing-masing.
 Setiap orang bertanggungjawab dalam kegiatan belajarnya sendiri
Setiap orang bertanggungjawab untuk memutuskan apakah sesuatu hal tepat
untuk mereka. Setiap orang dapat menginterpretasikan tindakan-tindakan untuk
mereka sendiri dan mengaplikasikannya sesuai dengan kondisi mereka.
 Kegiatan bersifat fleksibel dan ada relevansinya
Peraturan dan bahasa boleh diubah menyesuaikan dengan tingkat kebutuhan.
Dengan membuat perubahan, kita dapat melakukan kegiatan yang relevan degan
berbagai usia kelompok yang bervariasi dengan mengeksplorasi konsep yang
sama.
 Reseptif meningkat
Dengan menggunakan active learning sebagai pendekatan dalam pembelajaran di
mana prinsip-prinsip dan penerapan dari prinsip-prinsip diekspresikan oleh
peserta didik, informasi menjadi lebih mudah untuk diterima dan diterapkan
 Pendapat induktif distimulasi
Jawaban atas pertanyaan tidak diberikan tetapi dieksplorasi. Pertanyaan dan
jawaban muncul dari peserta didik selama kegiatan pembelajarn. Trial and error
digunakan untuk berbagai kegiatan.
 Partisipan mengungkapkan proses berpikir mereka
Sementara kegiatan diskusi berlangsung, pendidik dapat mengukur tingkat
pemahaman peserta didik. Dengan demikian pendidik dapat berkonsentrasi pada
hal-hal yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan.
 Memberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan

18
Jika peserta didik melakukan kesalahan yang menyebabkan kegagalan, hentikan
kegiatan dan pikirkan alternatif lain dan mulai lagi kegiatan. Dengan demikian
peserta didik dapat belajar bahwa kesalahan dapat menjadi sesuatu hal yang
menguntungkan dan membimbung kita untuk menjadi lebih baik.
 Memberi kesempatan untuk mengambil resiko
Peserta didik merasa bebas untuk berpartisipasi dan belajar melalui keterlibatan
mereka karena mereka tahu bahwa kegiatan yang dlakukan merupakan simulasi.
Mengambil resiko merupakan hal yang sulit dalam masyarakat yang
mengidolakan pemenang. Dengan memberikan kesempatan pada siswa untuk
berpartisipasi tanpa tekanan untuk menjadi pemenang, kita telah memberi
kebebasan untuk mencoba tanpa merasa malu untuk melakukan kesalahan.

H. Kelemahan Model Pembelajaran Aktif (Active Learning)


- Keterbatasan waktu
Waktu yang disediakan untuk pembelajaran sudah ditentukan sebelumnya,
sehingga untuk kegiatan pembelajaran yang memakan wktu lama akan terputus
menjadi dua atau lebih pertemuan.
- Kemungkinan bertambahnya waktu untuk persiapan
Waktu yang digunakan untuk persiapan kegiatan akan bertambah, baik waktu
untuk merancang kegiatan maupun untuk mempersiapkan agar peserta didik siap
untuk melakukan kegiatan.
- Ukuran kelas yang besar
Kelas yang memunyai jumlah peserta didik yang relatif banyak akan mempersulit
terlaksananya kegiatan pembelajaran dengan active learning. Kegiatan diskusi
tidak akan dapat memperoleh hasil yang optimal.
- Keterbatasan materi, peralatan dan sumberdaya
Keterbatasan materi, peralatan yang digunakan untuk melakukan kegiatan
pembelajaran, serta sumberdaya akan menghambat kelancaran penerapan active
learning dalam pembelajaran.
- Resiko penerapan active learning
Hambatan terbesar adalah keengganan pendidik untuk mengambil berbagai resiko
diantaranya resiko peserta didik tidak akan berpartisipasi, menggunakan
kemampuan berpikir yang lebih tinggi atau mempelajari konten yang cukup.

19
Pendidik takut untuk dikritik dalam mengajar, merasa kehilangan kendali kelas,
serta keterbatasan keterampilan.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Active Learning adalah salah satu strategi belajar mengajar yang menuntut keaktifan dan
partisipasi subyek didik secara optimal, sehingga siswa mampu mengubah tingkah lakunya
secara efektif dan efisien. Active learning mempunyai berbagai keuntungan dan kelemahan.
Kelemahan dalam penerapan pendekatan active learning dapat diatasi dengan adanya
perencanaan yang lebih baik. Hal pertama yang dapat dilakukan adalah bahwa pendidik
harus merasa “nyaman” dengan active learning. Penerapan active learning perlu
mendapatkan dukungan dari berbagai pihak agar tercipta suasana pembelajaran yang
kondusif yang dapat memperbaiki dan menambah kemampuan peserta didik. Kebijakan yang
berkaitan dengan kebutuhan penyelenggaraan pembelajaran dengan pendekatan active
learning perlu mendapat perhatian. Penggunaan waktu yang relatif banyak, fasilitas, sarana
prasaran serta sumberdaya yang memadai perlu menjadi perhatian pihak penyelenggara untuk
mencapai active learning.

20
DAFTAR PUSTAKA

Dalyono, M. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.


Panen, Paulina, dkk. 2001. Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta : PPAUT Dirjen
Dikti Depdiknas.
Poerwadarminta, W.J.S. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Sardiman, A.M. 2000. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Perkasa.
Siregar, Eveline dan Hartini Nara. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Zaini, Hisyam, dkk. 2002. Strategi Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi, CTSD.
Yogyakarta:.....
Zuhairini dkk. 1993. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta:Bumi Aksara.

21

Vous aimerez peut-être aussi