Vous êtes sur la page 1sur 2

Asal-usul Perkembangan Fiqih (seri 1 : Fondasi)

Sunu Wibirama

Latar belakang
Kajian tentang asal-usul fiqih sebenarnya sangat dibutuhkan di masa ini, sebab hal-hal yang
menjadi perbedaan fiqih seringkali dianggap sebagai sebuah perbedaan fundamental (ushul) yang
memicu perpecahan di kalangan ummat Islam. Permasalahan yang terkait dengan ibadah, atau
tata cara berpakaian, terkadang menjadi bahan perdebatan yang menghabiskan waktu dan tidak
berujung pada hal-hal yang produktif. Bahkan yang lebih parah, perbedaan pendapat antara
perlunya bermazhab atau tidak bermazhab terus menerus diangkat, seolah-olah permasalahan
ummat ini akan selesai hanya dengan memenangkan perdebatan fiqih tersebut.

Sudah menjadi kewajiban seorang da’i yang berorientasi pada islahul ummah (perbaikan ummat)
untuk memahami dasar-dasar yang terkait dengan hal ini dan latar belakang munculnya berbagai
macam perbedaan fiqhiyyah. Pemahaman akan hal ini sangat penting, sebab apapun dalih yang
digunakan untuk tidak membicarakan hal-hal seperti ini, beragamnya perbedaan fiqih adalah
kenyataan yang ada di masyarakat. Seorang da’i pada suatu waktu akan menjadi tempat
bertanya bagi mereka yang awam dengan hal ini. Dengan memahami asal-usul fiqih, seorang da’i
akan lebih bijak dengan berbagai macam perbedaan yang muncul di masyarakat dan bisa
menjadi perekat dalam perbedaan. Pada artikel pertama ini, kita akan membahas tentang sejarah
tasyri’ (legislasi syari’at Islam).

Syariat di Masa Nabi SAW.


Di masa Nabi SAW, hukum-hukum syari’at turun karena berbagai macam kasus yang ditemui atau
muncul sebagai jawaban atas pertanyaan beberapa orang shahabat. Contoh:

• Berperang di bulan haram (QS. 2: 217)

• Hukum khamr dan judi (QS. 2 : 219)

• Hukum darah haid (QS. 2: 222)

• Jawaban atas pertanyaan perlu atau tidaknya saksi dalam kasus perzinaan (QS 24: 6-9)

Fokus dari tahapan pertama ini adalah bertahapnya penerapan hukum syari’at di masa Nabi
sehingga umat Islam saat itu bisa secara bertahap menerapkan syari’at Islam. Tema-tema ayat
yang turun dalam Al Quran mencerminkan karakteristik legislasi tersebut.

1. Periode Makkah (609-622 M)


Tema-tema umum pada periode Makkah antara lain:

• Tauhid : memurnikan aqidah kaum musyrikin.

• Eksistensi Allah untuk melawan orang-orang atheis (mulhid) di masa Nabi SAW.

• Hari Akhir : hal-hal yang terkait dengan akhirat

• Cerita kaum-kaum terdahulu

• Shalat

• Tantangan kepada orang kafir untuk membuat ayat tandingan serupa Al Quran

2. Periode Madinah (622 - 632 M)


Rasulullah menjadi kepala negara. Tentunya, permasalahan yang dihadapi kaum muslimin menjadi
semakin beragam dan interaksi kaum muslimin tidak hanya vis-a-vis dengan kafir Quraisy, tapi
juga dengan orang-orang ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) dan orang-orang munafiq. Tema-tema
umum pada periode Madinah antara lain:

• Hukum-hukum syariat untuk makanan, minuman, kriminalitas

• Pembahasan detail tentang jihad.

• Argumen-argumen yang membantah ahlul kitab

• Kaum munafiq

Secara umum, Al Quran terbagi menjadi tiga topik besar:

• Topik tentang keimanan dan aqidah, meliputi penjelasan rukun iman yang lima (aqidah).

• Topik tentang perbuatan hati dan jiwa, serta tingkah laku dan moral (akhlaq).

• Topik tentang hukum-hukum anggota badan dan ibadah (syari’at).

Abu Ishaq al-Shatibi merumuskan lima tujuan hukum Islam, yakni:

1. Hifdz Ad-Din (Memelihara Agama)

2. Hifdz An-Nafs (Memelihara Jiwa)

3. Hifdz Al’Aql (Memelihara Akal)

4. Hifdz An-Nasb (Memelihara Keturunan)

5. Hifdz Al-Maal (Memelihara Harta)

Kelima tujuan hukum Islam tersebut di dalam kepustakaan disebut al-maqasid al khamsah atau al-
maqasid al-shari’ah. Jika dilihat berdasarkan prioritasnya, maslahat syari’at Islam terbagi menjadi
tiga jenis, yaitu Dharuriyat, Hajiyat, dan Tahsiniyat.

1. Dharuriyat
Yaitu maslahat yang amat menentukan keberlangsungan agama dan hidup manusia di dunia
maupun di akhirat, yang jika maslahat ini hilang, maka berakibat kesengsaraan dunia, dan
hilangnya nikmat serta datangnya azab di akhirat. Menurut para ulama, ada 5 maslahat
dharuriyat: Memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.

2. Hajiyat
Yaitu maslahat yang dibutuhkan manusia untuk menghilangkan kesulitan atau kesempitan
mereka. Bila maslahat ini tidak terwujud, tidak sampai mengakibatkan kehancuran kehidupan,
namun manusia jatuh pada kesulitan. Contohnya, berbagai rukhshah dalam ibadah,, syariat
thalaq, prinsip “pembatalan hudud karena syubuhat”, kewajiban diyat atas keluarga pembunuh
karena tidak sengaja sebagai pengganti qishash

3. Tahsiniyat
Yaitu maslahat yang menjadikan manusia berada dalam adab yang mulia dan akhlaq yang lurus,
dan jika tidak terwujud, kehidupan manusia akan bertentangan dengan nilai-nilai kepantasan,
akhlaq, dan fitrah yang sehat. Contohnya, menutup aurat dan berpakaian baik dalam shalat,
taqarrub dengan yang sunnah, larangan berlebihan dalam membelanjakan harta, pengharaman
membeli barang yang sedang ditawar orang lain, adab makan & minum, pengharaman mutilasi
mayat karena dendam atau dalam perang.

Beberapa kaidah penting:

• Maslahat Dharuriyat adalah pondasi bagi Hajiyat dan Tahsiniyat

• Hilangnya Dharuriyat otomatis berakibat hilangnya yang lain

• Hilangnya Hajiyat dan Tahsiniyat tidak selalu berakibat hilangnya Dharuriyat

• Hilangnya Hajiyat dan Tahsiniyat dapat mengganggu Dharuriyat dalam aspek tertentu

• Harus diupayakan menjaga Hajiyat dan Tahsiniyat untuk kepentingan Dharuriyat.

Maraji:
1. B. Phillips, Asal-usul dan Perkembangan Fiqh: Analisis Historis atas Mazhab, Doktrin, dan
Kontribusi, Penerbit Nuansamedia: Bandung, , 2005.

2. A.M.B. Prawiro, Tinjauan Hukum Islam, MajelisPenulis, Online: http://


majelispenulis.blogspot.com/2013/09/maqashid-asy-syariah-tujuan-hukum-islam.html [Akses:
13 Januari 2019]

3. Tim Kajian Manhaj Tarbiyah, Maqashid Asy Syariah, dakwatuna.Com, Online: http://
www.dakwatuna.com/2010/08/19/7135/maqashid-asy-syariah/#ixzz5cT1i6nmi [Akses: 13
Januari 2019]

Vous aimerez peut-être aussi