Vous êtes sur la page 1sur 44

about anesthesiology

 Klasik
 Kartu Lipat
 Majalah
 Mozaik
 Bilah Sisi
 Cuplikan
 Kronologis

1.

Mar

14

ASUHAN KEPERAWATAN
GERONTIK DENGAN RHEUMATIK
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny A
DENGAN RHEUMATIK
Di Desa Cijantung Kec. Sukatani Kab.Purwakarta
(Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik)

Dosen Pembimbing : Yetty Resnayeti skp.M.kes

Disusun oleh :
Lukman Hakim
P3.73.20.2.08.026

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN JAKARTA III
PROGRAM PENDIDIKAN KEPERAWATAN ANESTESI
Jl. Kimia No. 17 Jakarta Pusat2011
2011

KONSEP DASAR RHEUMATIK

PENGERTIAN
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat
sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat
sendi secara simetris.( Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi,
Diposkan 14th March 2012 oleh lukman be_use

Tambahkan komentar

2.

Mar

14

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

MEMBERIKAN NAPAS BUATAN

Tanggal : 31/05/2011 No. RM


: 12 921 97

Nama Klien : Tn. R Dx.


Medis : DM tipe II, susp

pneumonia, susp
MCI

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi Klien

Klien merupakan rujukan dari RS Koja yang ingin dirawat diruang


ICCU RS Persahabatan. Klien tampak sesak napas kesadaran menurun
( Sopour Koma). GCS = E1, M3, V1. Pukul 17.45 WIB tidak terdengar
hembusan napas dari klien, dan nadi tidak teraba. Terpasang IVFD RL
500 cc/6 jam dan IVFD NS + Dobuject /6jam. Terpasang O2 dengan
menggunakan nasal kanul 4L/menit, akral teraba dingin.

2. Diagnosa Keperawatan
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi otot-
otot saraf
3. Tujuan
Adanya kepatenan jalan napas

4. Tindakan Keperawatan
Memberikan nafas buatan

B. FASE KERJA

1. Persiapan Alat
 Handscon
 Bagging

2. Cara kerja
 Cek kesadaran
 Meminta bantuan
 Membuka jalan napas
 Cek pernapasan, jika terlihat tidak ada nafas lakukan
pemberian napas buatan melalui bagging sebanyak 2x
 Raba nadi karotis jika tidak teraba lakukan napas buatan
sebanyak 2x dengan kompresi dada dan jika nadi teraba
lakukan napas buatan sebanyak 10x tanpa kompresi dada

Diposkan 14th March 2012 oleh lukman be_use

0
Tambahkan komentar

3.

Mar

14

asuhan keperawatan dengan ca recti

ASUHAN KEPERAWATAN CA REKTUM

ASUHAN KEPERAWATAN CA REKTUM

Pengertian
Kolon ( termasuk rectum ) merupakan tempat keganasan tersering dari saluran cerna.
Kanker kolon menyerang individu dua kali lebih besar dibandingkan kanker rectal.
Kanker kolon merupakan penyebab ketiga dari semua kematian akibat kanker di
Amerika Serikat, baik pada pria maupun wanita ( Cancer Facts and Figures, 1991). Ini
adalah penyakit budaya barat. Diperkirakan bahwa 150.000 kasus baru kanker
kolorektal didiagnosis di negara ini setiap tahunnya.
Insidensnya meningkat sesuai dengan usia , kebanyakan pada pasien yang berusia
lebih dari 55 tahun. Kanker ini jarang ditemukan di bawah usia 40 tahun, kecuali pada
orang dengan riwayat kolitis ulseratif atau poliposis familial. Kedua kelamin terserang
sama seringnya, walaupun kanker kolon lebih sering pada wanita, sedangkan lesi pada
rectum lebih sering pada pria.
Distribusi tempat kanker pada bagian – bagian kolon adalah sebagai berikut :
Asendens : 25 %
Transversa : 10 %
Desendens : 15 %
Sigmoid : 20 %
Rectum : 30 %
Namun pada tahun – tahun terakhir, diketemukan adanya pergeseran mencolok pada
distribusinya. Insidens kanker pada sigmoid & area rectal telah menurun, sedangkan
insidens pada kolon asendens dan desendens meningkat.
Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap tahunnya, kira – kira setengah dari
jumlah tersebut meninggal setiap tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat pasien
dapat diselamatkan dengan diagnosis dini dan tindakan segera. Angka kelangsungan
hidup di bawah 5 tahun adalah 40 – 50 %, terutama karena terlambat dalam diagnosis
dan adanya metastase. Kebanyakan orang asimptomatis dalam jangka waktu yang
lama dan mencari bantuan kesehatan hanya bila mereka menemukan perubahan pada
kebiasaan defekasi atau perdarahan rectal.

Etiologi
Penyebab nyata dari kanker kolorectal belum diketahui secara pasti, namun faktor
resiko & faktor predisposisi telah diidentifikasi. Faktor resiko yang mungkin adalah
adanya riwayat kanker payudara dan tumor uterus atau kanker kolon atau polip dalam
keluarga ; riwayat penyakit usus inflamasi kronis.
Faktor predisposisi yang penting adalah adanya hubungan dengan kebiasaan makan,
karena kanker kolorektal ( seperti juga divertikulosis ) adalah sekitar 10 kali lebih
banyak pada penduduk di dunia barat, yang mengkonsumsi lebih banyak makanan
yang mengandung karbohidrat refined dan rendah serat kasar, dibandingkan penduduk
primitive ( Afrika ) dengan diet kaya serat kasar. Burkitt ( 1971 ) mengemukakan
bahwa diet rendah serat, tinggi karbohidarat refined mengakibatkan perubahan pada
flora feses dan perubahan degradasi garam – garam empedu atau hasil pemecahan
protein & lemak, dimana sebagian dari zat – zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah
serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik ini dalam feses
yang bervolume lebih kecil. Selain itu, massa transisi feses meningkat, akibatnya
kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.

Kanker kolon dan rektum terutama ( 95 % ) adenokarsinoma ( muncul dari lapisan


epitel usus ). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup
serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam sturktur sekitarnya. Sel kanker
dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain ( paling
sering ke hati ).
Kanker kolorektal dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu :
1.Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung
kemih.
2.Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon
3.Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke system
portal.
4.Penyebaran secara transperitoneal
5.Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi drain.
Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus
dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker
dapat menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain.
Prognosis relative baik bila lesi terbatas pada mukosa dan submukosa pada saat
reseksi dilakukan, dan jauh lebih jelek bila telah terjadi metastase ke kelenjar limfe.
Dengan menggunakan metode Dukes, kanker kolorektal digolongkan berdasarkan
metastasenya :
Stadium A : tumor dibatasi pada mukosa dan submukosa saja
Stadium B : kanker yang sudah menembus usus ke jaringan di luar rectal
tanpa keterlibatan nodus limfe.
Stadium C : invasi ke dalam system limfe yang mengalir regional
Stadium D : metastase regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas &
tidak dapat dioperasi lagi.a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga
derajat, yaitu :
1) Derajat I
- luka kurang dari 1 cm
- kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk
- fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
- Kontaminasi ringan
2) Derajat II
- Laserasi lebih dari 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
- Fraktur komuniti sedang.
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
c. Fraktur complete
• Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran
(bergeser dari posisi normal).
d. Fraktur incomplete
• Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
e. Jenis khusus fraktur
a) Bentuk garis patah
1) Garis patah melintang
2) Garis pata obliq
3) Garis patah spiral
4) Fraktur kompresi
5) Fraktur avulse
b) Jumlah garis patah
1) Fraktur komunitif garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur segmental garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan
3) Fraktur multiple garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan.
c) Bergeser-tidak bergeser
üFraktur tidak bergeser garis patali kompli tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
Fraktur bergeser, terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut di
lokasi fragmen (Smeltzer, 2001:2357).

Patofisiologi
Kanker kolon dan rektum terutama ( 95 % ) adenokarsinoma ( muncul dari lapisan
epitel usus ). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup
serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam sturktur sekitarnya. Sel kanker
dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain ( paling
sering ke hati ).
Kanker kolorektal dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu :
1.Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung
kemih.
2.Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon
3.Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke system
portal.
4.Penyebaran secara transperitoneal
5.Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi drain.
Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus
dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker
dapat menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain.
Prognosis relative baik bila lesi terbatas pada mukosa dan submukosa pada saat
reseksi dilakukan, dan jauh lebih jelek bila telah terjadi metastase ke kelenjar limfe.
Dengan menggunakan metode Dukes, kanker kolorektal digolongkan berdasarkan
metastasenya :
Stadium A : tumor dibatasi pada mukosa dan submukosa saja
Stadium B : kanker yang sudah menembus usus ke jaringan di luar rectal
tanpa keterlibatan nodus limfe.
Stadium C : invasi ke dalam system limfe yang mengalir regional
Stadium D : metastase regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas &
tidak dapat dioperasi lagi.
Manifestasi Klinis
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus
tempat kanker berlokasi. Adanya perubahan dalam defekasi, darah pada feses,
konstipasi, perubahan dalam penampilan feses, tenesmus, anemia dan perdarahan
rectal merupakan keluhan yang umum terjadi.
Kanker kolon kanan, dimana isi kolon berupa caiaran, cenderung tetap tersamar
hingga stadium lanjut. Sedikit kecenderungan menimbulkan obstruksi, karena lumen
usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan sering terjadi, dan
darah bersifat samara dan hanya dapat dideteksi dengan tes Guaiak ( suatu tes
sederhana yang dapat dilakukan di klinik ). Mucus jarang terlihat, karena tercampur
dalam feses. Pada orang yang kurus, tumor kolon kanan mungkin dapat teraba, tetapi
jarang pada stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan tidak enak pada
abdomen, dan kadang – kadang pada epigastrium.
Kanker kolon kiri dan rectum cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai
akibat iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang, dan kembung sering terjadi.
Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar, sering timbul gangguan obstruksi. Feses
dapat kecil dan berbentuk seperti pita. Baik mucus maupun darah segar sering terlihat
pada feses. Dapat terjadi anemia akibat kehilangan darah kronik. Pertumbuhan pada
sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe atau vena,
menimbulkan gejala – gejala pada tungakai atau perineum. Hemoroid, nyeri pinggang
bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih dapat timbul sebagai akibat
tekanan pada alat – alat tersebut. Gejala yang mungkin dapat timbul pada lesi rectal
adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare
bergantian, serta feses berdarah.
Pemeriksaan Diagnostik
The American Cancer Society merekomendasikan pemeriksaan rectal manual setiap
tahun bagi orang dengan usia di atas 40 tahun, sample feses untuk menilai adanya
darah setiap tahun setelah usia 50 tahun dan proktosigmoidoskopi setiap 3 – 5 tahun
setelah usia 50 tahun, yang mengikuti pemeriksaan dengan dua kali hasil negative
setiap tahunnya. Rekomendasi ini adalah untuk orang – orang yang asimtomatik, dan
evaluasi lebih sering pada individu yang diketahui mempunyai factor – factor resiko
yang lebih tinggi. Sebanyak 60 % dari kasus kanker kolorektal dapat diidentifikasi
dengan sigmoidoskopi.
Penatalaksanaan Medis
Pembedahan merupakan tindakan primer pada kira – kira 75 % pasien dengan kanker
kolorektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau palliative. Kanker yang terbatas
pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan
polipektomi, suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya
pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam
membuat keputusan di kolon ; massa tumor kemudian dieksisi. Reseksi usus
diindikasikan untuk kebanyakan lesi Kelas A dan semua Kelas B serta lesi C.
pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon D. tujuan pembedahan
dalam situasi ini adalah palliative. Apabila tumor telah menyebar dan mencakup
struktur vital sekitarnya, maka operasi tidak dapat dilakukan.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan
pilihan adalah sebagai berikut ( Doughty & Jackson, 1993 ) :
Reseksi segmental dengan anastomosis
Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanent
Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anastomosis lanjut dari
kolostomi
Kolostomi permanent atau ileostomi.
Berkenaan dengan teknik perbaikan melalui pembedahan, kolostomi dilakukan pada
kuarang dari sepertiga pasien kanker kolorektal. Kolostomi adalah pembuatan lubang
(stoma) pada kolon secara bedah. Stoma ini dapat berfungsi sebagai diversi sementara
atau permanent. Ini memungkinkan drainase atau evakuasi isi kolon keluar tubuh.
Konsistensi drainase dihubungkan dengan penempatan kolostomi, yang ditentukan
oleh lokasi tumor dan luasnya invasi pada jaringan sekitar.
Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung
atau terapi ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain pengobatan bedah. Pilihan
mencakup kemoterapi, terapi radiasi dan atau imunoterapi.
Terapi ajufan standar yang diberikan untuk pasien dengan kanker kolon kelas C
adalah program 5-FU/Levamesole. Pasien dengan kanker rectal Kelas B dan C
diberikan 5-FU dan metil CCNU dan dosis tinggi radiasi pelvis.

TINJAUAN KEPERAWATAN CA REKTUM

PENGKAJIAN
Riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang :
Perasaan lelah
Nyeri abdomen atau rectal dan karakternya ( lokasi, frekuensi, durasi, berhubungan
dengan makan atau defekasi )
Pola eliminasi terdahulu dan saat ini
Deskripsi tentang warna, bau dan konsistensi feses, mencakup adanya darah atau
mucus.
Riwayat penyakit usus inflamasi kronis atau polip kolorektal
Riwayat keluarga dari penyakit kolorektal dan terapi obat saat ini
Kebiasaan diet ( masukan lemak, serat & konsumsi alcohol ) juga riwayat penurunan
BB.
Pengkajian objekif meliputi :
Auskultasi abdomen terhadap bising usus
Palpasi abdomen untuk area nyeri tekan, distensi, dan massa padat
Inspeksi specimen terhadap karakter dan adanya darah

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama yang mencakup,
adalah sebagai berikut :
Konstipasi b/d lesi obstruksi
Nyeri b/d kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi
Keletihan b/d anemia dan anoreksia
Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan anoreksia
Resiko kekurangan volume cairan b/d muntah dan dehidrasi
Ansietas b/d rencana pembedahan dan diagnosis kanker
Kurang pengetahuan mengenai diagnosa, prosedur pembedahan, dan perawatan diri
setelah pulang
Kerusakan integritas kulit b/d insisi bedah ( abdominoperineal ), pembentukan stoma,
dan kontaminasi fekal terhadap kulit periostomal
Gangguan citra rubuh b/d kolostomi.

INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI


Tujuan
Tujuan utama dapat mencakup eliminasi produk sisa tubuh yang adekuat; reduksi /
penghilangan nyeri; peningkatan toleransi aktivitas; mendapatkan tingkat nutrisi
optimal; mempertahankan keseimbangan cairan & elektrolit; penurunan ansietas;
memahami tentang diagnosis, prosedur pembedahan dan perawatan diri setelah
pulang; mempertahankan penyembuhan jaringan optimal; perlindungan kulit
periostomal yang adekuat; penggalian dan pengungkapan perasaan dan masalah
tentang kolostomi dan pengaruhnya pada diri sendiri;
Intervensi Keperawatan PraOperatif
1.Mempertahankan eliminasi
Frekuensi dan konsistensi defekasi dipantau
Laksatif dan enema diberikan sesuai resep
Pasien yang menunjukkan tanda perkembangan ke arah obstruksi total disiapkan
untuk mejalani pembedahan.
2.Menghilangkan Nyeri
Analgesic diberikan sesuai resep
Lingkungan dibuat kondusif untuk relaksasi dengan meredupkan lampu, mematikan
TV atau radio, dan membatasi pengunjung dan telepon bila diinginkan oleh pasien
Tindakan kenyamanan tambahan ditawarkan : perubahan posisi, gosokan punggung,
dan teknik relaksasi.
3.Meningkatkan Toleransi Aktivitas
Kaji tingkat toleransi aktivitas pasien
Ubah dan jadwalkan aktivitas untuk memungkinkan periode tirah baring yang adekuat
dalam upaya untuk menurunkan keletihn pasien.
Terapi komponendarah diberikan sesuai resep bila pasien menderita anemia berat.
Apabila transfusi darah diberikan, pedoman keamanan umum dan kebijakan institusi
mengenai tindakan pengamanan harus diikuti.
Aktivitas post op ditingkatkan dan toleransi dipantau.
4.Memberikan Tindakan Nutrisional
Bila kondisi pasien memungkinkan, diet tinggi kalori, protein, karbohidrat serta
rendah residu diberikan pada pra op selama bberapa hari untuk memberikan nutrisi
adekuat dan meminimalkan kram dengan menurunkan peristaltic berlebih.
Diet cair penuh 24 jam pra op, untuk menggantikan penipisan nutrient, vitamin dan
mineral.
Penimbangan BB harian dicatat, dan dokter diberitahu bila terdapat penurunan BB
pada saat menerima nutrisi parenteral.
5.Mempertahankan Keseimbangan Cairan & Elektrolit
Catat masukan dan haluaran, mencakup muntah, yang akan menyediakan data akurat
tentang keseimbangan cairan
Batasi masukan maknan oral dan cairan untuk mencegah muntah.
Berikan antiemetik sesuai indikasi
Pasang selang nasogastrik pada periode pra op untuk mengalirkan akumulasi cairan
dan mencegah distensi abdomen
Pasang kateter indwelling untuk memantau haluaran urin setiap jam. Haluaran kurang
dari 30 ml / jam dilaporkan sehingga terapi cairan intravena dapat disesuaikan.
Pantau pemberian cairan IV dan elktrolit, terutama kadar serum untuk mendeteksi
hipokalemia dan hiponatremia, yang terjadi akibat kehilangan cairan gastrointestinal.
Kaji TTV untuk mendeteksi hipovolemia : takikardi, hipotensi dan penurunan jumlah
denyut.
Kaji status hidrasi, penurunan turgor kulit, membrane mukosa kering, urine pekat,
serta peningkatan berat jenis urine dilaporakan.
6.Menurunkan Ansietas
Kaji tingkat ansietas pasien serta mekanisme koping yang digunakan
Upaya pemberian dukungan, mencakup pemberian privasi bila diinginkan dan
menginstruksikan pasien untuk latihan relaksasi.
Luangkan waktu untuk mendengarkan ungkapan, kesedihan atau pertanyaan yang
diajukan oleh pasien.
Atur pertemuan dengan rohaniawan bila pasien menginginkannya, dengan dokter bila
pasien mengharapkan diskusi pengobatan atau prognosis.
Penderita stoma lain dapat diminta untuk berkunjung bila pasien mengungkapkan
minat untuk berbicara dengan mereka.
Untuk meningkatkan kenyamanan pasien, perawat harus mengutamakan relaksasi dan
perilaku empati.
Jawab pertanyaan pasien dengan jujur dan menggunakan bahasa yang mudah
dipahami.
Setiap informasi dari dokter harus dijelaskan, bila perlu. Kadang – kadang kecemasan
berkurang, bila pasien mengetahui persiapan fisik yang diperlukan selama periode pra
op dan mengetahui kemungkinan post op. beberapa pasien akan lebih senang jika
diperbolehkan untuk melihat hasil pemeriksaan, sementara yang lain memilih untuk
tidak mengetahuinya.
7.Mencegah Infeksi
Berikan antibiotic seperti kanamisin sulfat ( Kantrex ), eritromisin (Erythromycin),
dan Neomisin Sulfat sesuai resep, untuk mengurangi bakteri usus dalam rangka
persiapan pembedahan usus. Preparat diberikan per oral untuk mengurangi kandungan
bakteri kolon dan melunakkan serta menurunkan bulk dari isi kolon.
Selian itu, usus juga dapat dibersihkan dengan enema, atau irigasi kolon.
8.Pendidikan Pasien Pra Operatif
Kaji tingkat kebutuhan pasien tentang diagnosis, prognosis, prosedur bedah, dan
tingkat fungsi yang diinginkan pasca op.
Informasi yang diperlukan pasien tentang persiapan fisik untuk pembedahan,
penampilan dan perawatan yang diharapkan dari luka pasca op, teknik perawatan
kolostomi, pembatasan diet, control nyeri, dan penatalaksanaan obat dimsukkan ke
dalam materi penyuluhan.
Intervensi Keperawatan Pasca Operatif
1.Perawatan Luka
Luka abdomen diperiksa dngan sering dalam 24 jam pertama, untuk meyakinkan
bahwa luka akan sembuh tanpa komplikasi ( infeksi, dehidens, emoragik, edema
berlebihan ).
Ganti balutan sesuai kebutuhan untuk mencegah infeksi.
Bantu pasien untuk membebat insisi abdomen selama batuk dan napas dalam untuk
mengurangi tegangan pada tepi insisi.
Pantau adanya peningkatan TTV yang mengindikasikan adanya proses infeksi.
Periksa stoma terhadap edema ( edema ringan akibat manipulasi bedah adalah
normal ), warna ( stoma sehat adalah mera jambu ), rabas ( rembesan berjumlah
sedikit adalah normal ), dan perdarahan ( tanda abnormal ).
Bersihkan kulit peristoma dengan perlahan serta keringkan untuk mencegah iritasi,
berikan pelindung kulit sebelum meletakkan kantung drainase.
Apabila malignansi telah diangkat dengan rute perineal, luka diobservasi dengan
cermat untuk tanda hemoragik. Luka dapat mengandung drain atau tampon yang
diangkat secara bertahap. Mungkin terdapat jaringan yang terkelupas selama beberapa
minggu. Proses ini juga dipercepat dengan irigasi mekanis luka atau rendam duduk
yang dilakukan dua atau tiga kali sehari.
Dokumentasikan kondisi luka perineal, adanya perdarahan, infeksi atau nekrosis.
2.Citra Tubuh Positif
Dorong pasien untuk mengungkapkan masalah yang dialami serta mendiskusikan
tentang pembedahan dan stoma ( bila telah dibuat ).
Ajarkan pasien mengenai perawatan kolostomi dan pasien sudah harus ulai untuk
memasukkan perawatan stoma dalam kehidupan sehari – hari.
Berikan lingkungan yang kondusif bagi pasien serta berikan dukungan dalam
meningkatkan adaptasi pasien terhadap perubahan yang terjadi akibat pembedahan

http://myaskep.blogspot.com/2009/02/asuhan-keperawatan-ca-rektum.html

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
1. Neoplasma / Kanker adalah pertumbuhan baru (atau tumor) massa yang tidak
normal akibat proliferasi sel-sel yang beradaptasi tanpa memiliki keuntungan dan
tujuan. Neoplasma terbagi atas jinak atau ganas. Neoplasma ganas disebut juga
sebagai kanker (cancer). (SylviaA Price, 2005).
2. Karsinoma atau kanker kolon ialah keganasan tumbuh lambat yang paling sering
ditemukan daerah kolon terutama pada sekum, desendens bawah, dan kolon sigmoid.
Prognosa optimistik; tanda dan gejala awal biasanya tidak ada. (Susan Martin Tucker,
1998).
3. Kanker kolorektal adalah tumbuhnya sel-sel ganas dalam tubuh di dalam
permukaan usus besar atau rektum. Kebanyakan kanker usus besar berawal dari
pertumbuhan sel yang tidak ganas biasa disebut adenoma yang dalam stadium awal
membentuk polip (sel yang tumbuh sangat cepat). (www.republika.co.id).
4. Kolostomi merupakan tindakan pembuatan lubang (stoma) yang dibentuk dari
pengeluaran sebagian bentuk kolon (usus besar) ke dinding abdomen (perut), stoma
ini dapat bersifat sementara atau permanen. (Brunner and Suddarth, 2001).
Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan kanker kolon adalah
tumbunhya sel-sel ganas di permukaan dalam usus besar (kolon) atau rektum.
Lokasi tersering timbulnya kanker kolon adalah di bagian sekum, asendens, dan kolon
sigmoid, salah satu penatalaksanaannya adalah dengan membuat kolostomi untuk
mengeluarkan produksi faeces.
B. Patofisiologi
Penyebab jelas kanker usus besar belum diketahui secara pasti, namun makanan
merupakan faktor yang penting dalam kejadian kanker tersebut. Yaitu berkorelasi
dengan faktor makanan yang mengandung kolesterol dan lemak hewan tinggi, kadar
serat yang rendah, serta adanya interaksi antara bakteri di dalam usus besar dengan
asam empedu dan makanan, selain itu dapat juga dipengaruhi oleh minuman yang
beralkohol, khususnya bir.
Kanker kolon dan rektum terutama berjenis histopatologis (95%) adenokarsinoma
(muncul dari lapisan epitel dalam usus = endotel). Munculnya tumor biasanya dimulai
sebagai polip jinak, yang kemudian dapat menjadi ganas dan menyusup, serta
merusak; jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitarnya. Tumor dapat
berupa masa polipoid, besar, tumbuh ke dalam lumen, dan dengan cepat meluas ke
sekitar usus sebagai striktura annular (mirip cincin). Lesi annular lebih sering terjadi
pada bagi rektosigmoid, sedangkan lesi polipoid yang datar lebih sering terjadi pada
sekum dan kolon asendens.
Tumor dapat menyebar melalui :
1. Infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih
(vesika urinaria).
2. Penyebaran lewat pembuluh limfe limfogen ke kelenjar limfe perikolon dan
mesokolon.
3. Melalui aliran darah, hematogen biasanya ke hati karena kolon mengalirkan darah
balik ke sistem portal.
Gejala klinis kanker usus besar yang paling sering adalah perubahan pola defekas
adanya perdarahan per anus, nyeri, anemia, anoreksia dan penurunan berat badan
tanda dan gejala penyakit ini bervariasi sesuai dengan letak kanker, dan sering
menjadi kanker yang mengenai bagian kanan dan kiri usus besar .
Stadium pada pasien kanker kolon menurut Syamsu Hidyat (1197) diantaranya:
1. Stadium I bila keberadaan sel-sel kanker masih sebatas pada lapisan dinding usus
besar (lapisan mukosa).
2. Stadium II terjadi saat sel-sel kanker sudah masuk ke jaringan otot di bawah lapisan
mukosa.
3. Pada stadium III sel kanker sudah menyebur ke sebagian kelenjar limfe yang
banyak terdapat di sekitar usus.
4. Stadium IV terjadi saat sel-sel kanker sudah menyerang seluruh kelenjar limfe atau
bahkan ke organ-organ lain.
Klasifikasi
Klasifikai kanker kolon dapat ditentukan dengan sistem TNM (T = tumor, N =
kelenjar getah bening regional, M =jarak metastese).
T Tumor primer
TO Tidak ada tumor
TI Invasi hingga mukosa atau sub mukosa
T2 Invasi ke dinding otot
T3 Tumor menembus dinding otot
N Kelenjar limfa
N0 tidak ada metastase
N1 Metastasis ke kelenjar regional unilateral
N2 Metastasis ke kelenjar regional bilateral
N3 Metastasis multipel ekstensif ke kelenjar regional
M Metastasis jauh
MO Tidak ada metastasis jauh
MI Ada metastasis jauh
Komplikasi pada pasien dengan kanker kolon yaitu:
1. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
2. Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran langsung.
3. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon
yang menyebabkan hemorragi.
4. Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
5. Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
Pencegahan Kanker Kolon.
1. Konsumsi makanan berserat. Untuk memperlancar buang air besar dan menurunkan
derajat keasaman, kosentrasi asam lemak, asam empedu, dan besi dalam usus besar.
2. Asam lemak omega-3, yang terdapat dalam ikan tertentu.
3. Kosentrasi kalium, vitamin A, C, D, dan E dan betakarotin.
4. Susu yang mengandung lactobacillus acidophilus.
5. Berolahraga dan banyak bergerak sehingga semakin mudah dan teratur untuk buang
air besar.
6. Hidup rileks dan kurangi stress.
C. Penatalaksanaan (Medis, Keperawatan, Diet)
Penatalaksanaan Medis
1. Pengobatan.
Bila sudah pasti ditemukan karsinoma kolorektal, maka kemungkinan pengobatannya
adalah:
a. Pembedahan Reseksi.
Satu-satunya pengobatan definitif adalah pembedahan reseksi dan biasanya diambil
sebanyak mungkin dari kolon, batas minimal adalah 5 cm di sebelah distal dan
proksimal dari tempat kanker. Untuk kanker di sekum dan kolon asendens biasanya
dilakukan hemikolektomi kanan dan dibuat anastomosis ileo-transversal. Untuk
kanker di kolon transversal dan di pleksura lienalis, dilakukan kolektomi subtotal dan
dibuat anastomosis ileosigmoidektomi. Pada kanker di kolon desendens dan sigmoid
dilakukan hemikolektomi kiri dan dibuat anastomosis kolorektal transversal. Untuk
kanker di rektosigmoid dan rektum atas dilakukan rektosigmoidektomi dan dibuat
anastomosis. Desenden kolorektal. Pada kanker di rektum bawah dilakukan
proktokolektomi dan dibuat anastomosis kolorektal.
b. Kolostomi
Kolostomi merupakan tindakan pembuatan lubang (stoma) yang dibentuk dari
pengeluaran sebagian bentuk kolon (usus besar) ke dinding abdomen (perut), stoma
ini dapat bersifat sementara atau permanen.
Tujuan Pembuatan Kolostomi adalah.
Untuk tindakan dekompresi usus pada kasus sumbatan / obstruksi usus. Sebagai anus
setelah tindakan operasi yang membuang rektum karena adanya tumor atau penyakit
lain. Untuk membuang isi usus besar sebelum dilakukan tindakan operasi berikutnya
untuk penyambungan kembali usus (sebagai stoma sementara).
Jenis-Jenis Kolostomi.
1. Jenis kolostomi berdasarkan sifatnya:
a. Sementara
Indikasi untuk kolostomi sementara :
1). Hirschprung disease
2). Luka tusuk atau luka tembak
3). Atresia ani letak tinggi
4). Untuk mempertahankan kelangsungan anastomosis distal usus setelah tindakan
operasi (mengistirahatkan usus).
5). Untuk memperbaiki fungsi usus dan kondisi umum sebelum dilakukan tindakan
operasi anastomosis.
b. Permanen
Indikasi untuk kolostomi permanen :
Penyakit tumor ganas pada kolon yang tidak memungkinkan tindakan operasi reseksi-
anastomosis usus.
2. Jenis kolostomi berdasarkan letaknya :
3. Jenis kolostomi berdasarkan tekhnik pembuatan :
a. Single Barreled Colostomy
b. Double Barreled Colostomy
c. Loop Colostomy
Perawatan Pasca Operasi Kolostomi
1. Keseimbangan cairan dan elektrolit.
Asenden colostomy atau colostomy yang diikuti dengan reseksi mungkin faecesnya
cair diperlukan menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Perawatan kulit.
Jika ada iritasi kulit harus dikaji secara tepat guna sehingga tindakan yang diambil
tepat.
Prinsip pencegahan kulit sekitar stoma :
a. Pencegahan primer bertujuan untuk proteksi : Bersihkan dengan perlahan- lahan,
gunakan skin barier, ganti segera kantong bila terjadi kebocoran / rembes atau penuh.
b. Pencegahan sekunder / penanganan kulit yang sudah terjadi kerusakan. Kulit
dengan eritema : ganti kantong kolostomi setiap 24 jam, bersihkan ku1it dengan air
hangat pakai kapas dan keringkan, gunakan kantong kolostomi yang tidak
menimbulkan alergi ku1it yang erosi, sama dengan eritema tetapi setelah dibersihkan
olesi daerah erosi dengan zalf misalnya zinksalf.
3. Diet.
Dianjurkan mengkonsurnsi diet yang seimbang terutama dengan stoma permanen.
Diet yang dikonsurnsi sifatnya individual asal tidak menyebabkan diare, konstipasi
dan menimbu1kan gas.
4. Irigasi kolostomi bertujuan untuk:
a. Mengeluarkan faeses, gas dan lendir/mukus yang memenuhi kolon.
b. Membersihkan saluran pencernaan bagian bawah.
c. Menetapkan suatu pengeluaran sehingga dapat melakukan aktivitas normal.
5. Membantu pasien stoma.
a. Pertemuan grup
b. Penyuluhan untuk pasien dan keluarga serta, support mental
c. Radioterapi
Setelah dilakukan tindakan pembedahan perlu dipertimbangkan untuk melakukan
radiasi dengan dosis adekuat. Memberikan radiasi isoniasi pada neoplasma. Karena
pengaruh radiasi yang mematikan lebih besar pada sel-sel kanker yang sedang
proliferasi, dan berdiferensiasi buruk, dibandingkan terhadap sel -sel normal yang
berada di dekatnya, maka jaringan normal mungkin mengalami cidera da1am derajat
yang dapat ditoleransi dan dapat diperbaiki, sedangkan sel-sel kanker dapat
dimatikan, selanjutnya dilakukan kemoterapi.
d. Kemoterapi
Kemoterapi yang diberikan ialah 5-flurourasil (5-FU). Belakangan ini sering
dikombinasi dengan leukovorin yang dapat meningkatkan efektifitas terapi. Bahkan
ada yang memberikan 3 macam kombinasi yaitu: 5-FU, levamisol, dan leuvocorin.
Dari hasil penelitian, setelah dilakukan pembedahan sebaiknya dilakukan radiasi dan
kemoterapi.
Penatalaksanaan Keperawatan
1. Dukungan adaptasi dan kemandirian.
2. Meningkatkan kenyamanan.
3. Mempertahankan fungsi fisiologis optimal.
4. Mencegah komplikasi.
5. Memberikan informasi tentang proses/ kondisi penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan.
Penatalaksanaan Diet
1. Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Serat dapat
melancarkan pencemaan dan buang air besar sehingga berfungsi menghilangkan
kotoran dan zat yang tidak berguna di usus, karena kotoran yang terlalu lama
mengendap di usus akan menjadi racun yang memicu sel kanker.
2. Kacang-kacangan (lima porsi setiap hari)
3. Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi
terutama yang terdapat pada daging hewan.
4. Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik, karena hal tersebut
dapat memicu sel karsinogen / sel kanker.
5. Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan.
6. Melaksanakan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur.
Prognosis pasien yang terkena kanker kolon lebih baik bila lesi masih terbatas pada
mukosa dan submukosa pada saat operasi; dan jauh lebih buruk bila telah terjadi
penyebaran di luar usus (metastasis) ke kelenjar limfe, hepar. paru, dan organ-organ
lain.
D. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kanker kolon menurut Marilynn E. Doenges (1999)
diperoleh data sebagai berikut sbb:
Aktivitas/istirahat
Pasien dengan kanker kolorektal biasanya merasakan tidak nyaman pada abdomen
dengan keluhan nyeri, perasaan penuh, sehingga perlu dilakukan pengkajian terhadap
pola istirahat dan tidur.
Sirkulasi
Gejala: Palpitasi, nyeri dada pada pergerakan kerja. Kebiasaan: perubahan pada
tekanan darah. Integritas ego
Faktor stress (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stress
( misalnya merokok, minum alkohol, menunda mencari pengobatan, keyakinan
religius/ spiritual)
Masalah tentang perubahan dalam penampilan misalnya, alopesia, lesi, cacat,
pembedahan.
Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak
merasakan, rasa bersalah, kehilangan.
Tanda : Kontrol, depresi.
Menyangkal, menarik diri, marah.
Eliminasi
Adanya perubahan fungsi kolon akan mempengaruhi perubahan pada defekasi pasien,
konstipasi dan diare terjadi bergantian. Bagaimana kebiasaan di rumah yaitu:
frekuensi, komposisi, jumlah, warna, dan cara pengeluarannya, apakah dengan
bantuan alat atau tidak adakah keluhan yang menyertainya. Apakah kebiasaan di
rumah sakit sama dengan di rumah.
Pada pasien dengan kanker kolerektal dapat dilakukan pemeriksaan fisik dengan
observasi adanya distensi abdomen, massa akibat timbunan faeces.
Massa tumor di abdomen, pembesaran hepar akibat metastase, asites, pembesaran
kelenjar inguinal, pembesaran kelenjar aksila dan supra klavikula, pengukuran tinggi
badan dan berat badan, lingkar perut, dan colok dubur.
Makanan/cairan
Gejala: kebiasaan makan pasien di rumah dalam sehari, seberapa banyak dan
komposisi setiap kali makan adakah pantangan terhadap suatu makanan, ada keluhan
anoreksia, mual, perasaan penuh (begah), muntah, nyeri ulu hati sehingga
menyebabkan berat badan menurun.
Tanda: Perubahan pada kelembaban/turgor kulit; edema
Neurosensori
Gejala: Pusing; sinkope, karena pasien kurang beraktivitas, banyak tidur sehingga
sirkulasi darah ke otak tidak lancar.
Nyeri/kenyamanan
Gejala: Tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi misalnya ketidaknyamanan ringan
sampai nyeri berat (dihubungkan dengan proses penyakit)
Pernapasan
Gejala: Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seorang perokok).
Pemajanan asbes
Keamanan
Gejala: Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen. Pemajanan matahari
lama/berlehihan.
Tanda: Demam.
Ruam ku1it, ulserasi
Seksualitas
Gejala: Masalah seksual misalnya dampak pada hubungan peruhahan pada tingkat
kepuasan. Multigravida lebih besar dari usia 30 tahun
Multigravida, pasangan seks multipel, aktivitas seksual dini, herpes genital.
Interaksi sosial
Gejala: Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung
Riwayat perkawinan (berkenaan dengan kepuasan di rumah, dukungan, atau bantuan)
Masalah tentang fungsi/ tanggungjawab peran penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Riwayat kanker pada keluarga misalnya ibu atau bibi dengan kanker payudara
Sisi primer: penyakit primer, tangga ditemukan didiagnosis
Penyakit metastatik: sisi tambahan yang terlibat; bila tidak ada, riwayat alamiah dari
primer akan memberikan informasi penting untuk mencari metastatik.
Riwayat pengobatan: pengobatan sebelumnya untuk tempat kanker dan pengobatan
yang diberikan.
Pemeriksaan Penunjang.
1. Endoskopi. Pemeriksaan endoskopi perlu dikerjakan, baik sigmoidoskopi maupun
kolonoskopi. Gambaran yang khas karsinoma atau ulkus akan dapat dilihat dengan
jelas pada endoskopi, dan untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan biopsi.
2. Radiologi. Pemeriksaan radiologi yang dapat dikerjakan antara lain adalah : foto
dada dan foto kolon (barium enema). Pemeriksaan foto dada berguna selain untuk
melihat ada tidaknya metastasis kanker pada paru juga bisa digunakan untuk
persiapan tindakan pembedahan. Pada foto kolon dapat dapat terlihat suatu filling
defect pada suatu tempat atau suatu striktura.
3. Ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi ada tidaknya
metastasis kanker kelenjar getah bening di abdomen dan di hati.
4. Histopatologi/ Selain melakukan endoskopi sebaiknya dilakukan biopsi di beberapa
tempat untuk pemeriksaan histopatologis guna menegakkan diagnosis. Gambaran
histopatologi karsinoma kolorektal ialah adenokarsinoma, dan perlu ditentukan
differensiasi sel.
5. Laboratorium. Tidak ada petanda yang khas untuk karsinoma kolorektal, walaupun
demikian setiap pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa Hb. Tumor
marker (petanda tumor) yang biasa dipakai adalah CEA. Kadar CEA lebih dari 5 mg/
ml biasanya ditemukan karsinoma kolorektal yang sudah lanjut. Berdasarkan
penelitian, CEA tidak bisa digunakan untuk mendeteksi secara dini karsinoma
kolorektal, sebab ditemukan titer lebih dari 5 mg/ml hanya pada sepertiga kasus
stadium III. Pasien dengan buang air besar lendir berdarah, perlu diperiksa tinjanya
secara bakteriologis terhadap shigella dan juga amoeba.
6. Scan (misalnya, MR1. CZ: gallium) dan ultrasound: Dilakukan untuk tujuan
diagnostik, identifikasi metastatik, dan evaluasi respons pada pengobatan.
7. Biopsi (aspirasi, eksisi, jarum): Dilakukan untuk diagnostik banding dan
menggambarkan pengobatan dan dapat dilakukan melalui sum-sum tulang, kulit,
organ dan sebagainya.
8. Jumlah darah lengkap dengan diferensial dan trombosit: Dapat menunjukkan
anemia, perubahan pada sel darah merah dan sel darah putih: trombosit meningkat
atau berkurang.
9. Sinar X dada: Menyelidiki penyakit paru metastatik atau primer.
E. Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan berdasarkan analisa data menurut Marilynn E. Doenges
(1999), Brunner and Suddarth (2001), dan Lynda Juall Carpenito (1997).
1. Ansietas / ketakutan berhubungan dengan krisis situasi (kanker)
2. Nyeri (akut) berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder
akibat kanker usus besar.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status
hipometabolik berkenaan dengan kanker.
4. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurang
masukan cairan
5. Keletihan berhubungan dengan perubahan kimia tubuh: efek samping obat- obatan,
kemoterapi.
6. Risiko tinggi terhadap kerusakan kulit / jaringan berhubungan dengan insisis bedah,
pembentukan stoma dan kontaminasi.
7. Risiko tinggi terhadap konstipasi / diare berhubungan dengan karsinoma kolon.
F. Perencanaan
1. Diagnosa Keperawatan 1 : Ansietas/ ketakutan berhubungan dengan krisis
situasi (kanker)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan ansietas dapat berkurang atau dapat
dikontrol
Kriteria Evaluasi : (1) Menunjukkan rentang yang tepat dari perasaan dan
berkurangnya rasa takut, (2) Dapat mengungkapkan rasa takutnya, (3) Tampak rileks
dan melaporkan ansietas berkurang, ( 4) Mendemonstrasikan penggunaan mekanisme
koping efektif, ( 5) Dapat mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
Intervensi :
1. Dorong pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan.
2. Berikan lingkungan terbuka dimana pasien merasa aman.
3. Pertahankan kontak sering dengan pasien.
4. Bantu pasien/ orang terdekat dalam mengenali rasa takut
5. Tingkatkan rasa tenang dan lingkungan tenang
2. Diagnosa Keperawatan 2 : Nyeri (akut) berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan kulit sekunder terhadap tindakan pembedahan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat melaporkan
penghilangan nyeri maksimal/kontrol dengan pengaruh minimal
Kriteria Evaluasi: (1) Mengungkapkan nyeri hilang atau berkurang secara bertahap,
(2) Mengungkapkan rasa nyerinya, (3) Mengikuti aturan farmakologis yang
ditentukan, (4) Mendemonstrasikan ketrampilan relaksasi, (5) Dapat melakukan
tekhnik relaksasi nafas dalam jika nyeri timbul dan tekhnik pengalihan lainnya.
Intervensi
1. Tentukan riwayat nyeri, misalnya lokasi nyeri, frekuensi, durasi, dan intensitas,
serta tindakan penghilang yang dilakukan.
2. Berikan tindakan kenyamanan dasar dan aktivitas hiburan.
3. Dorong ketrampilan manajemen nyeri misalnya teknik relaksasi napas dalam
(dengan cara tarik nafas melalui hidung tahan sampai hitungan sepuluh lalu
hembuskan pelan -pelan melalui mulut sambil dirasakan), tertawa, musik, dan
sentuhan terapetik.
4. Evaluasi penghilangan nyeri/ kontrol.
3. Diagnosa Keperawatan 3 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan status hipermetabolik berkenaan dengan kanker .
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat
mendemonstrasikan berat badan stabil.
Kriteria Evaluasi: (1) Pengungkapan pemahaman pengaruh individual pada masukan
adekuat, (2) Berpartisipasi dalam intervensi spesifik, (3) Menunjukkan peningkatan
berat badan secara bertahap, ( 4) Tidak menunjukkan gejala mual dan muntah.
Intervensi :
1. Pantau masukan setiap hari.
2. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
3. Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori dan kaya nutrien dengan masukan
cairan adekuat.
4. Dorong pasien untuk makan dengan porsi kecil tetapi sering.
5. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan.
6. Identifikasi pasien yang mengalami mual/muntah yang diantisipasi.
4. Diagnosa Keperawatan 4 : Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kurang adekuatnya masukan cairan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kekurangan volume
cairan tidak terjadi.
Kriteria Evaluasi: (1) Menunjukkan keseimbangan adekuat dibuktikan oleh tanda-
tanda vital stabil, membran mukosa lembab. turgor kulit baik, (2) TTV dalam batas
normal : TD 120/80 mmHg N 80-88 x/mnt RR 16-24 x/mnt S 36-37oC. (3) intake dan
out put seimbang.
Intervensi :
1. Pantau masukan dan keluaran dan berat jenis.
2. Timbang berat badan sesuai indikasi
3. Pantau TTV
4. Dorong peningkatan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi individu.
5. Kaji turgor kulit dan membran mukosa
5. Diagnosa Keperawatan 5: Keletihan berhubungan dengan perubahan kimia A
tubuh: efek samping obat-obatan, kemoterapi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat melaporkan
perbaikan rasa berenergi.
Kriteria Evaluasi: ( 1) Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan pada tingkat
kemampuan, (2) Melakukan aktivitas secara bertahap, (3) Kebutuhan nutrisi
terpenuhi.
Intervensi :
1. Rencanakan perawatan untuk memungkinkan periode istirahat.
2. Buat tujuan aktivitas realistis dengan pasien.
3. Dorong pasien untuk melakukan apa saja bila mungkin.
4. Pantau respons fisiologis terhadap aktivitas
5. Dorong masukan nutrisi.
6. Diagnosa keperawatan 6 : Risiko tinggi terhadap kerusakan kulit/jaringan
berhubungan dengan penurunan imunologis
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat
mengidentifikasi pelaksanaan yang tepat untuk kondisi khusus.
Kriteria Evaluasi: (1) Berpartisipasi dalam teknik untuk mencegah
komplikasi/meningkatkan penyembuhan cepat, (2) Tidak terdapat tanda-tanda
kerusakan integritas kulit.
Interverensi :
1. Kaji keadaan kulit dengan sering terhadap efek samping terapi kanker.
2. Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan.
3. Dorong pasien untuk menghindari menggaruk dan menepuk kulit yang kering.
4. Baliklah/ubah posisi dengan sering.
5. Anjurkan pasien untuk menghindari krim kulit apapun, salep, dan bedak kecuali
diizinkan dokter.
7. Diagnosa Keperawatan 7 : Risiko tinggi terhadap konstipasi/diare berhubungan
dengan karsinoma kolon.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat
mempertahankan konsistensi/pola defekasi umum.
Kriteria Evaluasi : (1) Mengungkapkan pemahaman tentang faktor dan
intervensi/solusi yang tepat berkenaan dengan situasi individu, (2) BAB dalam batas
normal 1-2 x/hari, (3) Menghindari makanan yang dilarang misalnya tinggi lemak,
tinggi protein dan rendah serat
Interverensi :
1. Pastikan kebiasaan eliminasi umum.
2. Kaji bising usus dan pantau gerakan usus termasuk frekuensi dan konsistensi.
3. Pantau masukan dan keluaran serta berat badan.
4. Dorong masukan adekuat, berikan makanan sedikit tapi sering dengan makanan
rendah serat.
5. Pastikan diet yang tepat; hindari makanan tinggi lemak.
G. Pelaksanaan
Pekasanaan atau tindakan keperawatan yang merupakan komponen dari proses
keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan. Pelaksanaan merupakan rencana tindakan yang telah
dilakukan, dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal.
Pelaksanaan mencakup: melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja aktifitas
kehidupan sehari-hari, memberikan arahan perawatan untuk mencapai tujuan yang
berpusat pada pasien, menyelia dan mengevaluasi kerja anggota staf, dan mencatat
serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan kesehatan
pasien yang berkelanjutan.
Komponen pelaksanaan dari proses keperawatan klien dengan Ca Kolon:
Untuk Diagnosa Keparawatan
Pelaksanaannya adalah : Mendorong pasien untuk mengungkapkan pikiran dan
perasaan, memberikan lingkungan terbuka dimana pasien merasa aman,
mempertahankan kontak sering dengan pasien, membantu pasien/orng yang terdekat
mengenali rasa takut, meningkatkan rasa tenang dan lingkungan yang tenang.
Diagnosa Keperawatan
Pelaksanaannya adalah : Menentukan riwayat nyeri, misalnya lokasi nyeri, frekuensi,
durai, dan intensitas, serta tindakan yang dilakukan, mendorong keterampilan
manajemen nyeri misalnya tehnik relaksasi nafas dalam (dengan cara tarik nafas
melelui hidung tahan sampai hitungan sepuluh lalu hembuskan pelan-pelan melalui
mulut sambil dirasakan), tertawa, musik dan sentuhan terampik, evaluasi
penghilangan nyeri/kontrol.
Diagnosa Keperawatan
Pelaksanaannya adalah : Memantau masukkan setiap hari, menimbang berat badan
setiap hari atau sesuai indikasi, mendorong pasien untuk makan diet tinggi kalori dan
kaya nutrien dengan masukkan cairan adekuat, mendorong pasien untuk makan
dengan porsi kecil tapi sering, menciptakan suasana makan yang menyenangkan,
mengidentifikasi pasien yang mengalami mual/muntah yang diantisipasi.
Diagnosa Keperawatan
Pelaksanaannya adalah : Memantau masukkan dan keluaran berat jenis, menimbang
berat badan sesuai indikasi, memantau TTV, mendorong peningkatan masukkan
cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi individu, mengkaji turgor kulit dan
membran mukosa.
Diagnosa Keperwatan
Pelaksanaannya adalah : Merencanakan perawatan untuk memungkinkan periode
istirahat, membuat tujuan aktivitas realistis dengan pasien, mendorong pasien untuk
melekukan apasaja bila mungkin, memantau respon fisiologis terhadap aktivitas,
mendorong masukan nutrisi.
Diagnosa Keperwatan
Pelaskanaannya adalah: Mengkaji kulit dengan sering terhadap efek samping terapi
kanker, memandikan dengan air hangat dan sabun ringan, mendorong pasien untuk
menghindari, menggaruk dan menepuk kulit yang kering, merubah posisi dengan
sering, menganjurkan pasien untuk menghindari krim kulit apapun, salep dan bedak
kecuali diijinkan dokter.
Diagnosa Keperwatan
Pelaksanaannya : adalah memastikan kebiasaan eliminasi umum, mengkaji bising
usus dan pantau gerakan usus termasuk frekuensi dan konsistensi, memantau masukan
dan keluaran serta berat badan, mendorong masukan adekuat, berikan makanan
sedikit tapi sering dengan makanan rendah sisa, memastikan diet yang tepat, hindari
makanan tinggi lemak.
H. Evaluasi
Evaluasi adalah proses penilaian tujuan serta pengkajian ulang rencana keperawatan.
Evaluasi juga merupakan proses yang mengukur seberapa jauh tujuan yang telah
ditetapkan dapat tercapai berdasarkan standar / kriteria yang telah ditetapkan. Selama
evaluasi perawat kearah terbaik untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Perawat harus menyadari bahwa evaluasi adalah dinamis dan berubah terus,
bergantung pada diagnosa keperawatan dan kondisi pasien.
Prinsip evaluasi diantarnya adalah obyektifitas : mengukur keadaan yang sebenarnya,
dimana keputusannya sama dengan keputusan orang banyak. Realibilitas : ketepatan,
hasil ukuran yang diperoleh bila diulang oleh orang lain hasil itu tetap sama.
Validitas : mengukur dengan tepat, mengukur apa yang akan diukur sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai dan menggunakan kriteria pengukur yang tepat.
Evaluasi terhadap tindakan diagnosa keperawatan : Ansietas/ketakutan berhubungan
dengan krisis situasi (kanker)
Kriteria evaluasi : (1) Menunjukkan rentang yang tepat dari perasaan dan
berkurangnya rasa takut, (2) Dapat mengungkapkan rasa takutnya, (3) Tampak rileks
dan melaporkan ansietas berkurang, (4) Mendemonstrasikan penggunaan mekanisme
koping efektif, (5) Dapat mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
Evaluasi terhadap tindakan diagnosa keperawatan nyeri (akut) berhubungan dengan
terputusnya kontinuitas jaringan skunder terhadap tindakan pembedahan.
Kriteria evaluasi: (1) Mengungkapkan nyeri hilang atau berkurang secara bertahap,
(2) Mengungkapkan rasa nyerinya, (3) Mengikuti aturan farmakologis yang
ditentukan, (4) Mendemonstrasikan ketrampilan relaksasi, (5) Dapat melakukan
tekhnik relaksasi nafas dalam jika nyeri timbul dan tekhnik pengalihan lainnya.
Evaluasi terhadap tindakan diagnosa keperawatan: Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik berkenaan dengan
kanker.
Kriteria evaluasi: (1) Pengungkapan pemahaman pengaruh individual pada masukan
adekuat, (2) Berpartisipasi dalam intervensi spesifik, (3) Menunjukkan peningkatan
berat badan secara bertahap, ( 4) Tidak menunjukkan gejala mual dan muntah.
Evaluasi terhadap tindakan diagnosa keperawatan: Risiko tinggi terhadap kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kurang masukan cairan.
Kriteria evaluasi: (1) Menunjukkan keseimbangan adekuat dibuktikan oleh tanda-
tanda vital stabil, membran mukosa lembab. turgor kulit baik, (2) TTV dalam batas
normal : TD 120/80 mmHg N 80-88 x/mnt RR 16-24 x/mnt S 36-37oC. (3) intake dan
out put seimbang.
Evaluasi terhadap tindakan diagnosa keparawatan: Keletihan berhubungan dengan
perubahan kimia A tubuh: efek samping obat-obatan, kemoterapi.
Kriteria evaluasi: (1) Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan pada tingkat
kemampuan, (2) Melakukan aktivitas secara bertahap, (3) Kebutuhan nutrisi
terpenuhi.
Evaluasi terhadap tindakan diagnosa keperawatan: Risiko tinggi terhadap kerusakan
kulit/jaringan berhubungan dengan penurunan imunologis
Kriteria evaluasi: (1) Berpartisipasi dalam teknik untuk mencegah
komplikasi/meningkatkan penyembuhan cepat, (2) Tidak terdapat tanda-tanda
kerusakan integritas kulit.
Diagnosa Keperawatan 7 : Risiko tinggi terhadap konstipasi/diare berhubungan
dengan karsinoma kolon.
Kriteria evaluasi: (1) Mengungkapkan pemahaman tentang faktor dan
intervensi/solusi yang tepat berkenaan dengan situasi individu, (2) BAB dalam batas
normal 1-2 x/hari, (3) Menghindari makanan yang dilarang misalnya tinggi lemak,
tinggi protein dan rendah serat.

http://kusuma.blog.friendster.com/2009/04/askep-carsinoma/

http://www.scribd.com/doc/15814138/ASUHAN-KEPERAWATAN-KLIEN-
DENGAN-CARSINOMA-COLON-CA-COLON#archive

sebelum ke asuhan keperawatan pada ca recti, kita harusnya mengetahui terlebih


dahulu pengertian dari ca recti itu sendiri, bagaimana patofisiologi ca recti, Insidens
ca recti dan Faktor Risiko dari ca recti, pengobatan dari carcinoma recti tersebut,
sehingga kita akan lebih jelas dalam membuat askep ca recti ini.
ok …mari kita coba bahas asuhan keperawatan pada klien dengan ca recti ini
I. KONSEP MEDIS Karsinoma Recti
A. Pengertian
Karsinoma Recti merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang
khusus menyerang bagian Recti yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel
yang tidak terkendali.
B. Insidens dan Faktor Risiko
Kanker yang ditemukan pada kolon dan rektum 16 % di antaranya menyerang Recti
terutama terjadi di negara-negara maju dan lebih tinggi pada laki-laki daripada
wanita. Beberapa faktor risiko telah diidentifikasi sebagai berikut:
1. Kebiasaan diet rendah serat.
2. Polyposis familial
3. Ulcerasi colitis
4. Deversi colitis
C. Patofisiologi

Penyebab kanker pada saluran cerna bagian bawah tidak diketahui secara pasti. Polip
dan ulserasi colitis kronis dapat berubah menjadi ganas tetapi dianggap bukan sebagai
penyebab langsung. Asam empedu dapat berperan sebagai karsinogen yang mungkin
berada di kolon. Hipotesa penyebab yang lain adalah meningkatnya penggunaan
lemak yang bisa menyebabkan kanker kolorektal.
Tumor-tumor pada Recti dan kolon asendens merupakan lesi yang pada umumnya
berkembang dari polip yang meluas ke lumen, kemudian menembus dinding kolon
dan jaringan sekitarnya. Penyebaran tumor terjadi secara limfogenik, hematogenik
atau anak sebar. Hati, peritonium dan organ lain mungkin dapat terkena.
Menurut P. Deyle perkembangan karsinoma kolorektal dibagi atas 3 fase. Fase
pertama ialah fase karsinogen yang bersifat rangsangan, proses ini berjalan lama
sampai puluhan tahun. Fase kedua adalah fase pertumbuhan tumor tetapi belum
menimbulkan keluhan (asimtomatis) yang berlangsung bertahun-tahun juga.
Kemudian fase ketiga dengan timbulnya keluhan dan gejala yang nyata. Karena
keluhan dan gejala tersebut berlangsung perlahan-lahan dan tidak sering, penderita
umumnya merasa terbiasa dan menganggap enteng saja sehingga penderita biasanya
datang berobat dalam stadium lanjut.
materi ini ada di blog.ilmukeperawatan.com
D. Gambaran Klinis
Semua karsinoma kolorektal dapat menyebabkan ulserasi, perdarahan, obstruksi bila
membesar atau invasi menembus dinding usus dan kelenjar-kelenjar regional.
Kadang-kadang bisa terjadi perforasi dan menimbulkan abses dalam peritoneum.
Keluhan dan gejala sangat tergantung dari besarnya tumor.
Tumor pada Recti dan kolon asendens dapat tumbuh sampai besar sebelum
menimbulkan tanda-tanda obstruksi karena lumennya lebih besar daripada kolon
desendens dan juga karena dindingnya lebih mudah melebar. Perdarahan biasanya
sedikit atau tersamar. Bila karsinoma Recti menembus ke daerah ileum akan terjadi
obstruksi usus halus dengan pelebaran bagian proksimal dan timbul nausea atau
vomitus. Harus dibedakan dengan karsinoma pada kolon desendens yang lebih cepat
menimbulkan obstruksi sehingga terjadi obstipasi.
E. Diagnosis Banding
1. Kolitis ulserosa
2. Penyakit Chron
3. Kolitis karena amuba atau shigella
4. Kolitis iskemik pada lansia
5. Divertikel kolon
F. Prosedur Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosa yang tepat diperlukan:
1. Anamnesis yang teliti, meliputi:
? Perubahan pola/kebiasaan defekasi baik berupa diare maupun konstipasi (change of
bowel habit)
? Perdarahan per anum
? Penurunan berat badan
? Faktor predisposisi:
o Riwayat kanker dalam keluarga
o Riwayat polip usus
o Riwayat kolitis ulserosa
o Riwayat kanker pada organ lain (payudara/ovarium)
o Uretero-sigmoidostomi
o Kebiasaan makan (tinggi lemak rendah serat)
2. Pemeriksaan fisik dengan perhatian pada:
? Status gizi
? Anemia
? Benjolan/massa di abdomen
? Nyeri tekan
? Pembesaran kelenjar limfe
? Pembesaran hati/limpa
? Colok rektum(rectal toucher)
3. Pemeriksaan laboratorium
4. Pemeriksaan radiologis
5. Endoskopi dan biopsi
6. Ultrasonografi
Uraian tentang prosedur diagostik dijelaskan lebih lanjut dalam fokus pengkajian
keperawatan.
G. Pengobatan
Pengobatan pada stadium dini memberikan hasil yang baik.
1. Pilihan utama adalah pembedahan
2. Radiasi pasca bedah diberikan jika:
a. sel karsinoma telah menembus tunika muskularis propria
b. ada metastasis ke kelenjar limfe regional
c. masih ada sisa-sisa sel karsinoma yang tertinggal tetapi belum ada metastasis jauh.
(Radiasi pra bedah hanya diberikan pada karsinoma rektum).
3. Obat sitostatika diberikan bila:
a. inoperabel
b. operabel tetapi ada metastasis ke kelenjar limfe regional, telah menembus tunika
muskularis propria atau telah dioperasi kemudian residif kembali.
Obat yang dianjurkan pada penderita yang operabel pasca bedah adalah:
1. Fluoro-Uracil 13,5 mg/kg BB/hari intravena selama 5 hari berturut-turut.
Pemberian berikutnya pada hari ke-36 (siklus sekali 5 minggu) dengan total 6 siklus.
2. Futraful 3-4 kali 200 mg/hari per os selama 6 bulan
3. Terapi kombinasi (Vincristin + FU + Mthyl CCNU)
Pada penderita inoperabel pemberian sitostatika sama dengan kasus operabel hanya
lamanya pemberian tidak terbatas selama obat masih efektif. Selama pemberian, harus
diawasi kadar Hb, leukosit dan trombosit darah.Pada stadium lanjut obat sitostatika
tidak meberikan hasil yang memuaskan.
II. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji
adalah:
1. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Kelemahan, kelelahan/keletihan
- Perubahan pola istirahat/tidur malam hari; adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi tidur misalnya nyeri, ansietas dan berkeringat malam hari.
- Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stres
tinggi.
2. Sirkulasi:
Gejala:
- Palpitasi, nyeri dada pada aktivitas
Tanda:
- Dapat terjadi perubahan denyut nadi dan tekanan darah.
3. Integritas ego:
Gejala:
- Faktor stres (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stres
(merokok, minum alkohol, menunda pengobatan, keyakinan religius/spiritual)
- Masalah terhadap perubahan penampilan (alopesia, lesi cacat, pembedahan)
- Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak
bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi.
Tanda:
- Menyangkal, menarik diri, marah.
4. Eliminasi:
Gejala:
- Perubahan pola defekasi, darah pada feses, nyeri pada defekasi
Tanda:
- Perubahan bising usus, distensi abdomen
- Teraba massa pada abdomen kuadran kanan bawah
5. Makanan/cairan:
Gejala:
- Riwayat kebiasaan diet buruk (rendah serat, tinggi lemak, pemakaian zat aditif dan
bahan pengawet)
- Anoreksia, mual, muntah
- Intoleransi makanan
Tanda:
- Penurunan berat badan, berkurangnya massa otot
6. Nyeri/ketidaknyamanan:
Gejala:
- Gejala nyeri bervariasi dari tidak ada, ringan sampai berat tergantung proses
penyakit
7. Keamanan:
Gejala:
- Komplikasi pembedahan dan atau efek sitostika.
Tanda:
- Demam, lekopenia, trombositopenia, anemia
8. Interaksi sosial
Gejala:
- Lemahnya sistem pendukung (keluarga, kerabat, lingkungan)
- Masalah perubahan peran sosial yang berhubungan dengan perubahan status
kesehatan.
9. Penyuluhan/pembelajaran:
- Riwayat kanker dalam keluarga
- Masalah metastase penyakit dan gejala-gejalanya
- Kebutuhan terapi pembedahan, radiasi dan sitostatika.
- Masalah pemenuhan kebutuhan/aktivitas sehari-hari
B. Tes Diagnostik
Tes diagnostik yang sering dilakukan diuraikan pada tabel berikut:
Jenis Pemeriksaan Tujuan/Interpretasi Hasil
1. Pemeriksaan laboratorium:
? Tinja
? CEA (Carcino-embryonic anti-gen)
2. Pemeriksaan radiologis
3. Endoskopi dan biopsi
4. Ultrasonografi
Untuk mengetahui adanya darah dalam tinja (makroskopis/mikroskopis)
Kurang bermakna untuk diagnosis awal karena hasilnya yang tidak spesifik serta
dapat terjadi psoitif/negatif palsu tetapi bermanfaat dalam mengevaluasi dampak
terapi dan kemungkinan residif atau metastase.
Perlu dikerjakan dengan cara kontras ganda (double contrast) untuk melihat gambaran
lesi secara radiologis.
Endoskopi dengan fiberscope untuk melihat kelainan struktur dari rektum sampai
Recti. Biopsi diperlukan untuk menentukan jenis tumor secara patologi-anatomis.
Diperlukan untuk mengtahui adanya metastasis ke hati.
C. Prioritas Keperawatan
1. Dukungan proses adaptasi dan kemandirian
2. Meningkatkan kenyamanan
3. Mempertahankan fungsi fisiologis optimal
4. Mencegah komplikasi
5. Memberikan informasi tentang penyakit, perawatan dan kebutuhan terapi.
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Diare b/d inflamasi, iritasi, malabsorbsi usus atau penyempitan parsial lumen usus
sekunder terhadap proses keganasan usus.
Ditandai dengan:
? Peningkatan bunyi usus/peristaltik
? Peningkatan defekasi cair
? Perubahan warna feses
? Nyeri/kram abdomen
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien,
status hipermetabolik sekunder terhadap proses keganasan usus.
Ditandai dengan:
? Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot, tonus otot buruk
? Peningkatan bunyi usus
? Konjungtiva dan membran mukosa pucat
? Mual, muntah, diare
3. Ansietas (uraikan tingkatannya) b/d faktor psikologis (ancaman perubahan status
kesehatan, status sosio-ekonomi, fungsi-peran, pola interaksi) dan rangsang simpatis
(proses neoplasma)
Ditandai dengan:
? Eksaserbasi penyakit tahap akut
? Penigkatan ketegangan, distres, ketakutan
? Iritabel
? Fokus perhatian menyempit
4. Koping individu tak efektif b/d intensitas dan pengulangan stesor melampaui
ambang adaptif (penyakit kronis, ancaman kematian, kerentanan individu, nyeri
hebat, sistem pendukung tak adekuat)
Ditandai dengan:
? Menyatakan ketidakmampuan menghadapi masalah, putus asa, ansietas
? Menyatakan diri tidak berharga
? Depresi dan ketergantungan
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d
kurang pemaparan dan atau kesalahan interpretasi informasi.
Ditandai dengan:
? Mengajukan pertanyaan, meminta informasi atau kesalahan pernyataan konsep
? Tidak akurat mengikuti instruksi
? Terjadi komplikasi/eksaserbasi yang dapat dicegah
IV. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diare b/d inflamasi, iritasi, malabsorbsi usus atau penyempitan parsial lumen usus
sekunder terhadap proses keganasan usus.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Bantu kebutuhan defekasi (bila tirah baring siapkan alat yang diperlukan dekat
tempat tidur, pasang tirai dan segera buang feses setelah defekasi).
2. Tingkatkan/pertahankan asupan cairan per oral.
3. Ajarkan tentang makanan-minuman yang dapat memperburuk/mencetus-kan diare.
4. Observasi dan catat frekuensi defekasi, volume dan karakteristik feses.
5. Observasi demam, takikardia, letargi, leukositosis, penurunan protein serum,
ansietas dan kelesuan.
6. Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai program terapi (antibiotika,
antikolinergik, kortikosteroid).
Defekasi tiba-tiba dapat terjadi tanpa tanda sehingga perlu diantisipasi dengan
menyiapkan keperluan klien.
Mencegah timbulnya maslah kekurangan cairan.
Membantu klien menghindari agen pencetus diare.
Menilai perkembangan maslah.
Mengantisipasi tanda-tanda bahaya perforasi dan peritonitis yang memerlukan
tindakan kedaruratan.
Antibiotika untuk membunuh/menghambat pertumbuhan agen patogen biologik,
antikolinergik untuk menurunkan peristaltik usus dan menurunkan sekresi digestif,
kortikosteroid untuk menurunkan proses inflamasi.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien,
status hipermetabolik sekunder terhadap proses keganasan usus.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pertahankan tirah baring selama fase akut/pasca terapi
2. Bantu perawatan kebersihan rongga mulut (oral hygiene).
3. Berikan diet TKTP, sajikan dalam bentuk yang sesuai perkembangan kesehatan
klien (lunak, bubur kasar, nasi biasa)
4. Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai indikasi (roborantia)
5. Bila perlu, kolaborasi pemberian nutrisi parenteral.
Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan
energi.
Meningkatkan kenyamanan dan selera makan.
Asupan kalori dan protein tinggi perlu diberikan untuk mengimbangi status
hipermetabolisme klien keganasan.
Pemberian preparat zat besi dan vitamin B12 dapat mencegah anemia; pemberian
asam folat mungkin perlu untuk mengatasi defisiensi karen amalbasorbsi.
Pemberian peroral mungkin dihentikan sementara untuk mengistirahatkan saluran
cerna.
3. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d faktor psikologis (ancaman perubahan
status kesehatan, status sosio-ekonomi, fungsi-peran, pola interaksi) dan rangsang
simpatis (proses neoplasma).
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang
diharapkan.
2. Eksplorasi kecemasan klien dan berikan umpan balik.
3. Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang lazim dialami oleh banyak orang
dalam situasi klien saat ini.
4. Ijinkan klien ditemani keluarga (significant others) selama fase kecemasan dan
pertahankan ketenangan lingkungan.
5. Kolaborasi pemberian obat sedatif.
6. Pantau dan catat respon verbal dan non verbal klien yang menunjukan kecemasan.
Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan
kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu klien
mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.
Mengidentifikasi faktor pencetus/pemberat masalah kecemasan dan menawarkan
solusi yang dapat dilakukan klien.
Menunjukkan bahwa kecemasan adalah wajar dan tidak hanya dialami oleh klien
satu-satunya dengan harapan klien dapat memahami dan menerima keadaanya.
Memobilisasi sistem pendukung, mencegah perasaan terisolasi dan menurunkan
kecemsan.
Menurunkan kecemasan, memudahkan istirahat.
Menilai perkembangan masalah klien.
4. Koping individu tak efektif (koping menyangkal/defensif/depresi/agresi) b/d
intensitas dan pengulangan stesor melampaui ambang adaptif (penyakit kronis,
ancaman kematian, kerentanan individu, nyeri hebat, sistem pendukung tak adekuat).
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Bantu klien mengembangkan strategi pemecahan masalah yang sesuai didasarkan
pada kekuatan pribadi dan pengalamannya.
2. Mobilisasi dukungan emosional dari orang lain (keluarga, teman, tokoh agama,
penderita kanker lainnya)
3. Kolaborasi terapi medis/keperawatan psikiatri bila klien mengalami depresi/agresi
yang ekstrim.
4. Kaji fase penolakan-penerimaan klien terhadap penyakitnya (sesuai teori Kubler-
Ross)
Penderita kanker tahap dini dapat hidup survive dengan mengikuti program terapi
yang tepat dan dengan pengaturan diet dan aktivitas yang sesuai
Dukungan SO dapat membantu meningkatkan spirit klien untuk mengikuti program
terapi.
Terapi psikiatri mungkin diperlukan pada keadaan depresi/agresi yang berat dan lama
sehingga dapat memperburuk keadaan kesehatan klien.
Menilai perkembangan masalah klien.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d
kurang pemaparan dan atau kesalahan interpretasi informasi.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Kaji tingkat pengetahuan klien/orang terdekat dan kemampuan/kesiapan belajar
klien.
2. Jelaskan tentang proses penyakit, penyebab/faktor risiko, dan dampak penyakit
terhadap perubahan status kesehatan-sosio-ekonomi, fungsi-peran dan pola interaksi
sosial klien.
3. Jelaskan tentang terapi pembedahan, radiasi dan kemoterapi serta efek samping
yang dapat terjadi
4. Tekankan pentingnya mempertahan-kan asupan nutrisi dan cairan yang adekuat.
Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien.
Meningkatkan pengetahuan klien tentang masalah yang dialaminya.
Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien untuk mengikuti program terapi.
Penderita kanker yang mengikuti program terapi yang tepat dengan status gizi yang
adekuat meningkatkan kualitas hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC,
Jakarta
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4,
EGC, Jakarta
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta.

http://blog.ilmukeperawatan.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-karsinoma-
recti.html

Diposkan 14th March 2012 oleh lukman be_use

Tambahkan komentar

4.

Mar

14

LAPORAN ANALISA SINTESA

TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama Mahasiswa : Lukman Hakim

NIM : P3.73.20.2.08.026

Tempat : HCU RSCM

I. Data Pasien

Nama Pasien : Ny. T

Umur : 36 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Kp. Cemplang RT 08/ RW 02 Bogor

Agama : Islam

Tgl Masuk RS : 11-05-2011

No. RM : 349.49.70

Dx. Medis : Adeno Ca Recti

II. Data Masalah Keperawatan

a. Primary Survey

A : Tidak ada secret, klien bisa berbicara, tidak ada sumbatan jalan nafas

B : nafas spontan, RR 24 x/menit, klien tampak sesak, pergerakan

thorax simetris

C : TD : 90/60 mmhg, Nadi : 72 x/menit, capillary refill : > 3 detik,

Suhu : 38˚C, turgor sedang, pucat

D : GCS : E6, M5, V4 = 15, kesadaran : compos mentis, pupil anisokor,

perdarahan
kepala (-), muntah (-), fungsi wicara normal, klien tampak lemah

E : trauma (-), fraktur (-), jejas (-), nyeri (+)

F : memakai folley catheter

b. Secondary Survey

RPS : klien datang ke IGD RSCM dengan menggunakan kendaraan umum


dan diantar oleh suami, klien mengatakan sakit di bagian perut dan kelamin,
klien tidak nafsu makan, berat badan turun 30 kg, klien merasa sesak, mual,
muntah, dan demam

Pemeriksaan fisik :

 TTV : TD : 90/60 mmhg, Nadi : 72 x/menit, RR : 25 x/menit

 Kepala : deformitas -

 Mata : konjungtiva anemis, skelra ikterik

 Paru- paru : vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-

 Jantung : murmur -, gallop –

 Abdomen : lemas, datar, terdapat kolostomi sebelah kiri, nyeri tekan


(+)

 Genitalia : perdarahan (+), BAB 1-2x/hari, BAK tidak terasa karena


terpasang kolostomi ( tidak terkontrol , keluhan dalam BAB dan BAK
(+)

 Ekstermitas : akral hangat, edema -, pemendekan tulang –

 Neurologis : GCS : E6, M5, V4

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Klien datang dengan kendaraan umum, klien mengatakan nyeri di
bagian perut dan genitalia. Klien dirawat di IGD RSCM selama 2 hari dan
setelah itu dipindahkan ke ruangan HCU RSCM selama 5 hari, selama di
ruang HCU klien mengeluh sakit bagian abdomen dan genitalia. Klien tampak
lemas, napas sesak dan terpasang nasal kanul dengan oksigen sebanyak 3
liter/menit, pendarahan bagian genitalia (urin berdarah), berat badan turun 35
kg dari 65 kg menjadi 30 kg, pusing (+), demam (+).

d. Riwayat Penyakit Masa Lalu

Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit hipertensi,


jantung, asma, dan diabetes. Klien muncul tiba-tiba secara bertahap.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Klien mengatakan keluarga kakek mempunyai riwayat diabetes, suami


hipertensi, dan kakaknya mempunyai riwayat tumor payudara.

Diposkan 14th March 2012 oleh lukman be_use

Tambahkan komentar

2.

Mar

14
LAPORAN KASUS General Anestesi
Pada Sectio Cesaria Atas Indikasi
Perdarahan Antepartum

LAPORAN KASUS General Anestesi Pada


Sectio Cesaria Atas Indikasi Perdarahan
Antepartum

ABSTRAK

Dalam persiapan operasi, sebelum general anestesi dilakukan,


dilakukan evaluasi dan persiapan. untuk mengetahui status fisik
pasien praoperatif, mengetahui dan menganalisis jenis operasi,
memilih jenis atau teknik anestesi yang sesuai, dan meramalkan
penyulit yang mungkin akan terjadi selama operasi dan atau pasca
bedah, serta mempersiapkan obat/alat guna menanggulangi penyulit
yang diramalkan. Setelah dilakukan langkah-langkah diatas, hasil
evaluasi kemudian disimpulkan untuk menentukan prognosis pasien
perioperatif. The American Society of
Anesthesiologists (ASA). Premedikasi ialah pemberian obat sebelum
induksi anestesi dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan
dan bangun dari anestesi. Induksi anestesi adalah tindakan untuk
membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga
memungkinkan untuk dimulainya anestesi dan pembedahan. Selama
proses anestesi berlangsung, status anestesi dijaga agar anestesi
tidak terlalu dalam atau terlalu dangkal unuk mempermudah jalannya
operasi.

KASUS
Seorang wanita G3P1A0 32 tahun datang diantar bidan dengan
keterangan perdarahan antepartum suspek Placenta Previa Totalis.
Pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir sejak 5 jam yang lalu,.
pasien merasa hamil 8 bulan kenceng-kenceng teratur belum
dirasakan, air ketuban belum dirasa keluar. Riwayat ANC di
bidan. Vital Sign: TD: 120/80, Nadi : 80x/menit, RR: 20x/menit, t:
36,5 C Pemeriksaan Obstetri: Perut membesar sesuai
kehamilan. Palpasi: Teraba janin tunggal, memanjang, preskep,
puka, kepala belum masuk PAP, his (-). DJJ (+) 146 x/menit
Pemeriksaan Dalam: Tidak dilakukan
Pemeriksaan Laboratorium: Hb 7,0 . Pasien akan dilakukan Sectio
Cesaria Emergency

DISKUSI
Pada kasus ini seorang wanita usia 32 tahun dilakukan
operasi Sectio Cesaria emergency atas indikasi perdarahan
antepartum oleh karena Placenta Previa Totalis. Teknik anestesi
yang dilakukan adalah anastesi umum (general anestesia) dengan
metode semi-closedintubation menggunakan pipa endotrakeal nomor
7. Pipa endotrakeal digunakan (ET) digunakan agar dapat
mempertahankan bebasnya jalan nafas.
Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluh keluar darah dari jalan
lahir. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda
anemis, denyut jantung janin masih baik, presentasi kepala, dan
karena curiga placenta previa maka tidak dilakukan pemeriksaan
dalam. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan adanya penurunan
Hb pasien.) Pada pasien ini dikarenakan adanya penurunan nilai
hasil laboratorium pada Hb, maka status anestesi pasien adalah ASA
2 E(Pasien dengan penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik
ringan sampai sedang)
Pada pasien dilakukan general anestesi, tidak dilakukan regional
anestesi karena pada pasien ini dilakukan operasi SC emergency
dengan Hb yang rendah, bila menggunakan regional anestesi akan
terjadi vasodilatasi pembuluh darah sehingga perdarahan yang
terjadi akan lebih banyak dan akan memperparah kondisi pasien,
regional anestesi juga dapat menyebabkan hipotensi padahal
dengan Hb yang rendah tubuh membutuhkan Oksigen lebih banyak
untuk dialirkan ke seluruh tubuh, hipotensi ini juga menyebabkan
penurunan perfusi plasenta sehingga ada kemungkinan janin
mengalami hipoksia walau sesaat, tapi akan menentukan APGAR
scorenya, selain itu bila menggunakan GA, anestesinya bisa lebih
diperpanjang daripada teknik SAB sehingga bisa digunakan pada
operasi dengan durasi yang lama.
Sebelum dilakukan operasi, pasien diminta untuk puasa 6 jam
sebelumnya untuk mencegah terjadinya regurgitasi lambung saat
dilakukan operasi. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam.
Pramedikasi yang digunakan pada pasien adalah
Odancentron 4 mg IV, Ketorolac 30 mg, dan Sulfas Atropin 0,25 mg.
Ondansetron ialah suatu antagonis 5-HT3 yang sangat selektif yang
dapat menekan mual dan muntah.
Ketorolac merupakan analgetika non opioid yang selain
bersifat analgetik juga bersifat antiinflamasi, antipiretik dan anti
pembekuan darah. Dosis awal 10-30 mg dan dapat diulang sesuai
kebutuhan, namun penggunaannya dibatasi untuk 5 hari.
Sulfas atropine pada dosis kecil (0,25 mg) diperlukan untuk
menekan sekresi saliva, mukus bronkus dan keringat. Sulfas atropine
merupakan antimuskarinik yang bekerja pada alat yang dipersarafi
serabut pascaganglion kolinergik.
Induksi anestesi yang digunakan pada pasien ini adalah
propofol.. Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan
untuk anestesi intravena 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk
perawatan intensif 0,2 mg/kg.
Muscle relaxant yang digunakan adalah Scolin 60 mg
intravena. Suksinilkolin merupakan muscle relaxant depolarisasi.
Dosisnya 1 mg/kg. pemberiannya untuk memudahkan pemasangan
endotrakeal.
Maintenance yang digunakan adalah inhalasi dengan Enflurane
2 vol%, dan O2 2 liter / menit. Enflurane merupakan halogenasi eter
dan cepat populer setelah ada kecurigaan gangguan fungsi hepar
pada penggunaan Halotan. Enflurane hanya dimetabolisme 2-8%
oleh hepar menjadi produk nonvolatil yang dikeluarkan lewat urin.
Sisanya dikeluarkan lewat paru dalam bentuk asli.
N2O 2 liter / menit diberikan setelah bayi dilahirkan. Pemberian
anesthesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25 %. Gas ini
bersifat anestetik lemah, tetapi analgesinya kuat
Tracrium (atrakurium besilat/ tramus) merupakan pelumpuh otot
sintetik dengan masa kerja sedang. Obat ini menghambat transmisi
neurumuskuler sehingga menimbulkan kelumpuhan pada otot
rangka. Kegunaannya dalam pembedahan adalah sebagai adjuvant
dalam anesthesia untuk mendapatkan relaksasi otot rangka terutama
pada dinding abdomen sehingga manipulasi bedah lebih mudah
dilakukan.
Ketika bayi telah dilahirkan, kemudian dimasukkan
midazolam 2 mg intravena dan N2O 2 vol %. Midazolam merupakan
sedatif golongan benzodiazepine. Selain sedasi, juga berefek
hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi/ansietas,
relaksasi otot dan antikonvulsi. Dosis sedasi yang diberikan secara
IV = 0,025-0,1 mg/kgBB. Midazolam tidak digunakan sebagai
premedikasi pada pasien hamil, namun digunakan sebagai sisipan
setelah bayi lahir, karena bila digunakan sebagai premedikasi dapat
menyebabkan bayi tertidur (sleeping baby) yang menyebabkan nilai
APGAR pada bayi menjadi jelek, Oxitocyn dan methergin
dimasukkan setelah bayi dilahirkan untuk merangsang kontraksi
uterus agar tidak terjadi perdarahan..

KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang maka:
Diagnosis Pre Operatif : Perdarahan antepartum suspek
plasenta previa totalis, Sekundigravida, hamil aterm, belum dalam
persalinan.
Status Operatif : ASA 2 (Pasien dengan penyakit sistemik
ringan atau sedang)
Jenis Operasi : Sectio Cesaria

DAFTAR PUSTAKA
1. Boulton, Thomas dkk. 1994. Anestesiologi edisi 10. EGC:
Jakarta
2. Latief, Said. 2004. Anestesiologi. EGC: Jakarta
PENULIS
Adhita Kartyanto (20040310010). Bagian Anestesiologi dan
Reanimasi. RSUD Setjonegoro, Kab. Wonosobo, Jawa Tengah
Narasumber

Diposkan 14th March 2012 oleh lukman be_use

Tambahkan komentar

3.

Mar

14

GENERAL ANESTESI PADA KASUS


EMERGENSI LAPARATOMI
EKSPLORASI ET CAUSA
KEHAMILAN EKTOPIK
TERGANGGU
PERSIAPAN DAN RESIKO GENERAL ANESTESI PADA KASUS
EMERGENSI LAPARATOMI EKSPLORASI ET CAUSA KEHAMILAN
EKTOPIK TERGANGGU

Dibuat oleh: Ratna sari Ritonga,Modifikasi terakhir pada Thu 29 of Dec, 2011
[13:08 UTC]

Abstrak
Seorang perempuan, 29 tahun,datang dengan keluhan nyeri perut dan
perdarahan pervagina sejak 3 hari yang lalu. Dari pemeriksaan ditemukan PP
test +, Hb menurun dan dari USG didapatkan GS diluar uterus, cairan bebas
(+), sehingga pasien didiagnosa KET dan direncanakan operasi laparatomi
eksplorasi dengan GA.General anestesi merupakan suatu tindakan untuk
menghilangkan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang
bersifat reversible. Pemilihan teknik anestesi berdasarkan pada faktor-faktor
seperti usia (bayi, anak, dewasa muda, geriatri), status fisik, jenis operasi,
ketrampilan ahli bedah, ketrampilan ahli anestesi, dan pendidikan.

Keywords: general anestesi, laparatomi eksplorasi

Pasien datang ke RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo dengan surat


pengantar dari puskesmas dengan keterangan gejala nyeri perut sudah 3
hari, perdarahan, PP test +, diagnosa KET. Pasien mengeluh nyeri perut dan
perdarahan pervagina sejak 3 hari yang lalu. Nyeri dirasakan semakin
meningkat di seluruh bagian perut. Darah yang keluar banyak, encer, warna
merah kehitaman. Gejala mual, muntah, pusing di sangkal pasien. BAB dan
BAK tidak ada keluhan. Pasien mengaku sedang hamil +umur 6 minggu.
Pasien memeriksakan sakitnya ke dokter Sp.OG di Cengkareng dan
dinyatakan pasien hamil diluar kandungan dan harus di operasi.
Pada pemeriksaan didapatkan pasien compos mentis, anemis, lemah dan
tampak kesakitan. Hasil laboratorium Hb pasien 6,7 gr%. Hasil USG
ditemukan uterus sedikit membesar, GS intra uterine (-), tampak GS di luar
uterus, massa hipercoic (+), cairan bebas (+).

Diagnosa
Kehamilan Ektopik Terganggu

Terapi
Penatalaksanaan pada pasien antara lain operasi laparatomi eksplorasi, dan
perbaikan KU dengan transfusi darah.

Diskusi
Pada kasus ini, seorang G2P0A1 datang dengan keluhan nyeri perut, dan
perdarahan pervagina.Pasien sedang hamil + 6 minggu. Setelah dilakukan
pemeriksaan didapatkan diagnosis KET dan dilakukan cito laparotomi
eksplorasi.
Terdapat perbedaan-perbedaan pokok dari anestesi untuk pembedahan
elektif (terencana) dengan anestesi untuk pembedahan darurat yakni :
adanya bahaya aspirasi dari lambung yang berisi; adanya gangguan-
gangguan pernafasan, hemodinamik dan kesadaran yang tidak selalu dapat
diperbaiki sampai optimal; dan terbatasnya waktu persiapan untuk
mencari baseline data dan perbaikan fungsi tubuh dimana penundaan
pembedahan akan membahayakan jiwa pasien. Masalah tersebut diatas
harus dapat dihindari atau diminimalisasikan oleh ahli anestesi agar dapat
dicapai suatu keberhasilan dalam melakukan pembedahan darurat dan
mengurangi risiko akibat dari pemberian anestesi umum, syarat pemberian
anestesi umum harus memperhatikan masalah-masalah tersebut diatas, dan
pasien harus sudah dalam keadaan stabil hemodinamikanya 1,2.
Pemilihan teknik anestesi berdasarkan pada faktor-faktor seperti usia (bayi,
anak, dewasa muda, geriatri), status fisik, jenis operasi, ketrampilan ahli
bedah, ketrampilan ahli anestesi, dan pendidikan. Pada pasien ini dilakukan
anestesi umum karena akan dilakukan operasi laparatomi eksplorasi.
Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri / sakit secara
sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible) 1,2,3,4.
Pada pasien ini, pasien terakhir makan 4 jam sebelum operasi, sehingga
adanya bahaya aspirasi dari lambung yang berisi. Tindakan-tindakan aktif
yang dapat digunakan untuk menghindarinya adalah :
1. Posisi head down selama trakea tidak diintubasi. Posisi head down juga
setelah trakea diintubasi, kecuali bila ada trauma kapitis atau kenaikan
tekanan intrakranial.
2. Tube nasogastrik dipasang.
3. Siapkan suction yang kuat, dan bekerja baik 3.
Selain itu, pada pasien KET, sering mengalami gangguan hemodinamik
berupa perdarahan atau fluid loss. Stabilisasi hemodinamik yang dapat
dilakukan pada kasus perdarahan adalah menilai EstimatedBlood
Volume yang dapat ditolerir tanpa perubahan-perubahan yang serius (EBV
dewasa perempuan 65 cc/kg BB). Kehilangan > 10% memerlukan
penggantian berupa elektrolit. Batas
penggantianelektrolit dengan darah adalah sampai kehilangan 20%. EBV
atau Hematokrit 28% atau Hemoglobin ± 8 gr%. Jumlah cairan masuk harus
2-4 x jumlah perdarahan. Cara hemodilusi ini bukan untuk menggantikan
tempat transfusi darah, tetapi untuk 3:
1. Tindakan sementara, sebelum darah datang.
2. Mengurangi jumlah transfusi darah sejauh transport oksigen masih
memadai.
3. Menunda pemberian transfusi darah sampai saat yang lebih baik
(misalnya : pemberian transfusi perlahan-lahan/postoperatif setelah penderita
sadar, agar observasi lebih baik jika terjadi reaksi transfusi).
4. Cairan elektrolit mengembalikan sequestrasi/third space loss yang terjadi
pada waktu perdarahan/shock. Jumlah darah yang hilang tidak selalu dapat
diukur namun dengan melihat akibatnya pada tubuh penderita, jumlah darah
yang hilang dapat diperkirakan sbb. :
a. preshock : kehilangan s/d 10%
b. shock ringan : kehilangan 10 - 20%. Tekanan darah turun, nadi naik,
perfusi dingin, basah, pucat.
c. shock sedang : kehilangan 20 - 30%. Tekanan darah turun sampai 70
mmHg. Nadi naik sampai diatas 140. Perfusi buruk, urine berhenti.
d. shock berat : kehilangan lebih dari 35% : Tekanan darah sampai tak
terukur, nadi sampai tak teraba.
Untuk fluid lose pada kasus-kasus abdomen akut diberikan elektrolit dengan
pedoman:
1. Berkurangnya volume cairan intersisial menyebabkan terjadinya tanda-
tanda intersisial yaitu : turgor kulit jelek, mata cekung, ubun-ubun cekung,
selaput lendir kering.
2. Berkurangnya volume plasma menyebabkan terjadinya "tanda-tanda
plasma" yaitu takhikardia, oliguria, hipotensi, shock.
Berdasarkan tanda-tanda itu maka perkiraan besarnya defisit adalah sebagai
berikut :
1. Tanda-tanda intersisial minimal : deficit 4% dari berat badan.
2. Tanda-tanda intersisial dan tanda plasma sedang : deficit 7% dari berat
badan.
3. Tanda-tanda intersisial dan plasma berat : deficit 10% dari berat badan.
4. Shock : deficit 15% dari berat badan 1.
Perkiraan defisit itu tidak harus tepat. Yang penting adalah berdasar perkiraan
tersebut terapi mulai dapat dilakukan dan monitoring yang ketat keadaan
penderita selama terapi dilakukan.
Pada pasien ini, terjadi perdarahan lebih dari 800 cc. Memperkirakan jumlah
perdarahan dapat dilakukan dengan mengukur jumlah darah dalam botol
suction dan juga dari kain kassa dan kain operasi yang terbasahi darah. Satu
kassa steril yang basah kira-kira menampung 30 ml darah, sedangkan kasa
steril besar/handuk dapat menampung kira-kira 100-150 ml darah. Sebelum
operasi berlangsung, kain ditimbang. Perbedaan 1 gram kain operasi yang
terdapat darah dianggap sama dengan 1 ml darah.
Pengelolaan Cairan:
Jam 1
Maintenance 2 cc/kgBB/jam : 2 x 60 x 1 = 120 cc
Puasa 4 jam tidak dihitung karena sejak pasien puasa sudah terpasang infus
RL.
Stress operasi 6cc/kgBB/jam : 6 x 60 x 1 = 360 cc
Jadi, kebutuhan cairan 2 jam operasi = 480 cc
Setelah operasi, diketahui jumlah perdarahan pada kasus ini yaitu sebanyak
800 cc.
EBV dewasa perempuan : 65cc/kgBB à 65 cc x 60 = 3900 cc
% EBV: 800/3900 x 100% = 20,5% à sudah indikasi untuk trasfusi
Kebutuhan cairan di bangsal:
Maintenance 2cc/kgBB/jam = 2 x 60 = 120 cc/jam
Sehingga jumlah tetes yang diperlukan (infus 1 cc ~ 20 tetes) adalah 120/60 x
20 tetes = 40 tetes/ menit (selama pasien belum dapat asupan makanan
peroral)

Kesimpulan
Berdasarkan status fisik pasien ASA III dengan kehamilan ektopik terganggu,
jenis anastesi yang paling baik digunakan dalam laparotomi adalah general
anastesi.
Pada operasi laparatomi eksplorasi ini perlu diperhatikan masalah-masalah
yang ada pada pembedahan darurat yaitu bahaya terjadinya aspirasi dari
lambung yang berisi, gangguan hemodinamik, dan kesadaran yang tidak
selalu dapat diperbaiki sampai optimal serta terbatasnya waktu untuk
persiapan mencari data dan perbaikan fungsi tubuh.

Referensi
1. Dachlan, R dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta : bagian
Anestesiologi dan terapi Intensif. FK UI
2. Muhiman, M. 2000. Anestesiologi. Jakarta : bagian Anestesiologi dan
terapi Intensif. FK UI.
3. Latief, SA., Suryadi, KA., Dachlan, R. 2002. Petunjuk Praktis
Anestesiologi. Edisi Kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. Jakarta :
FKUI.
4. Pramono, Ardi, Sp.An, dr. 2008. Study Guide Anestesiologi dan
Reanimasi. Yogyakarta : FK UMY.

Penulis
Ratna Sari Ritonga, Bagian Anestesiologi dan Reanimasi, RSUD KRT
Setjonegoro, Kab. Wonosobo, Jawa Tengah.

Diposkan 14th March 2012 oleh lukman be_use

Tambahkan komentar

4.

Mar

14

obat analgetik
OBAT ANALGETIK

OBAT ANALGETIK
a.Fentanyl
KEMASAN = Inj. 50 µg/ml.

DOSIS = Analgesik 1 – 3 µg/kgBB.

FARMAKOKINETIK = i.v onset : dalam 30 detik. peak : 5 – 15 menit. 
duration : 30 – 60 menit.

REAKSI OBAT = Kekuatan 100 X morphin, efek depresi napas lebih lama dari 
efek analgesiknya, dapat menyebabkan kekakuan otot punggung, lebih sering 
dipakai sebagai analgetik durante op.

b.Ketorolak (toradol)
KEMASAN = Inj. 15 mg/ml, 30 mg/ml

DOSIS = Analgesik 0,5 – 1 mg/kg BB, dosis maksimal 150 mg.

FARMAKOKINETIK = i.v onset : < 1 menit. peak : 1 – 3 jam duration : 3 – 7 
jam.

REAKSI OBAT = Vasodilatasi, hati ­ hati pada gangguan fungsi ginjal dan hati, 
dispneu, memperpanjang. waktu perdarahan jika sebagai premedikasi, tidak 
sebagai analgetik obstetric.

c.Sufentanil
KEMASAN = ­

DOSIS = Analgesik 0,1 – 0,3 mg/kg BB.

FARMAKOKINETIK = ­

REAKSI OBAT = Efek pulih lebih cepat dari fentanyl, kekuatan 5 – 10 kali 
fentanyl.

d.Alfentanil
KEMASAN = ­
DOSIS = Analgesik 10 – 20 µg/kg BB.

FARMAKOKINETIK = ­

REAKSI OBAT = Kekuatan 1/5 – 1/3 fentanyl, insiden mual muntah sangat 
besar, onset cepat.

e.Tramadol
KEMASAN = ­

DOSIS = Analgesik dosis 50 – 100 mg, dosis maksimal 400 mg.
FARMAKOKINETIK = ­

REAKSI OBAT = Kelemahan analgesiknya 10 – 20 % dibanding morfin.

OBAT ANTAGONIS
a.Nalokson
KEMASAN = Inj. 0,4 mg/ampul diencerkan 10 ml menjadi 0,04 mg/ml.

DOSIS = Dosis 1 – 2 µg/kg BB bisa diulang tiap 3 – 4 menit. Neonatus 0,01 mg/kg
BB.

FARMAKOKINETIK = i.v onset : 1 – 2 menit. peak : 5 – 15 menit. duration : 1 ­
4 jam.

REAKSI OBAT = Laju napas meningkat, dilatasi pupil, hipertensi, hati – hati 
pada penyakit jantung.

b.Nalorphine
KEMASAN = ­

DOSIS = Dosis 3 – 10 mg i.v.

FARMAKOKINETIK = ­

REAKSI OBAT = Pastikan depresi napas karena narkotik analgesic.

c.Prostigmin
KEMASAN = Inj. 0,25 mg/ml, 0,5 mg/ml, 1 mg/ml.

DOSIS = Dosis 0,04 – 0,08 mg/kg BB.

FARMAKOKINETIK = i.v onset : < 3 menit. peak : 3 – 14 menit. duration : 40 –
60 menit.

REAKSI OBAT = Hipersalivasi, keringatan, bradikardia, bronkospasme, 
hipermotilitas usus, dan pandangan kabur sehingga dikombinasi dengan sulfas 
atropine.
OBAT – OBATAN LAIN
a.Ephedrin
KEMASAN = Inj. 25 mg/ml, 50 mg/ml. Dengan pengenceran menjadi 5 mg/ml.

DOSIS = i.v 5 – 20 mg ( 0,01 – 0,02 mg/kg BB).

FARMAKOKINETIK = i.v onset : hampir langsung. peak : 2 – 5 menit. 
duration : 10 – 60 menit

REAKSI OBAT = Dipakai sebagai vasopresor dan bronkodilator, gunakan hati 
– hati pada pasien dengan hipertensi dan penyakit jantung iskemik.

b.Deksametason
KEMASAN = Inj. I.m dan i.v 4 mg/ml.

DOSIS = ­

FARMAKOKINETIK = i.v onset : beberapa menit. peak : 12 – 24 jam. 
duration : 36 – 54 jam.

REAKSI OBAT = Digunakan pada reaksi alergi, oedeem, asma, dapat 
menimbulkan aritmia, hipertensi, gangguan jantung kongestif pada yang rentan,
peningkatan TIK dan TIO.
c.Adrenalin (epinefrin)
KEMASAN = Inj. 0,1 mg/ml. (1 : 100.000) atau (1 : 10.000).

DOSIS = i.v 0,5 – 1 mg tiap 3 – 5 menit. i.t 1 – 2 mg diencerkan jadi 10 ml.

FARMAKOKINETIK = i.v onset : 30 – 60 detik. peak : dalam 3 menit. 
duration : 5 ­ 10 menit. i.t onset : 5 – 15 detik. peak : ­. duration : 5 ­ 15 menit.

REAKSI OBAT = Penggunaan sebagi bronkodilator, pemanjangan kerja 
anestetik lokal, therapi reaksi alergi, resusitasi, kombinasi dengan digitalis dan 
anestetik volatil bisa aritmia, kontraindikasi untuk suplemen anestesi lokal pada 
organ akhir (jari­jari, penis, hidung, telinga), hindari suntikan i.m pada bokong, 
bisa timbul nekrosis jaringan.
d.Lidokain
KEMASAN = Dalam ampul konsentrasi 1 & 2 %.

DOSIS = Anti aritmia Bolus i.v lambat 1 mg/kg BB (larutan 1 – 2 %) diulang 0,5 
mg/kg BB tiap 2 – 5 menit maksimal 3 mg/kg BB/jam. Anestesi local Topikal 0,6 
– 3 mg/kg BB (larutan 2 –4 %). Blok saraf tepi/infiltrasi 0,5 – 5 mg/kg BB 
(larutan 0,5 – 2 %).

FARMAKOKINETIK = i.v onset : 45 – 90 detik. peak : 1 ­ 2 menit. duration : 10
– 20 menit. Infiltrasi onset : 0,5 – 1 menit. peak : < 30 menit. duration : 0,5 – 1 
jam

REAKSI OBAT = Digunakan sebagai anestesi lokal dan aritmia ventrikuler, hati
– hati penggunaan pada hipovolemia, hipotensi, bradikardia, depresi napas, 
urtikaria

Diposkan 14th March 2012 oleh lukman be_use

Tambahkan komentar

Memuat
Tema Tampilan Dinamis. Diberdayakan oleh Blogger.

Vous aimerez peut-être aussi