Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
Pembimbing :
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. LA
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir: Jakarta, 16 Januari 1992
Agama : Islam
Suku : Kaili – Betawi Arab
Pendidikan Terakhir : SMK
Status Pernikahan : Cerai
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Jatisampurna, Bekasi
Masuk RS : 11 Januari 2018
Tanggal Pemeriksaan : 19 Januari 2018
Ruangan Perawatan : Dahlia
A. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan mengamuk, marah-marah tanpa alasan yang
jelas, dan membuat keributan di rumah dan lingkungan sejak siang hari
sebelum masuk rumah sakit.
B. Keluhan Tambahan
Pasien sering berbicara meracau dan mendengar suara bisikan.
C. Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Polri pada tanggal
11 Januari 2018 dibawa oleh ayah kandung dan tetangganya karena
mengamuk, marah-marah, bicara meracau tanpa alasan yang jelas dan berbuat
onar di rumah dan lingkungan sekitar rumah.
Awalnya sejak siang sebelum masuk RS pasien mulai marah-marah
tanpa alasan dan pergi dan masuk ke rumah seorang Ulama besar kenalannya
tanpa izin. Saat diajak pulang oleh ayahnya pasien sempat tidak mau lantaran
menurut pasien, jiwa di dalam tubuh ayahnya bukanlah ayahnya. Setelah
dinasehati oleh pemilik rumah, pasien lebih tenang dan dapat dibawa pulang.
Namun, saat malam hari, pasien kembali membuat keributan di
lingkungan rumah dengan melempar barang-barang di rumah, menendang
kendaraan yang lewat dan merusak dagangan warung nasi milik tetangga yang
ada di sebelah rumahnya dengan cara membanting dan membalikkan meja
dagangan tersebut, disertai dengan bicara yang meracau penuh emosi.
Pasien bercerita bahwa masalah yang paling menganggu dirinya saat
ini adalah permasalahan rumah tangganya. Awalnya, Pasien mengenal calon
suaminya yaitu Tn.B dari majlis pengajian yang diikutinya secara rutin.
Karena Tn.B suka saat melihat pasien pertama kali, Tn.B langsung minta
dijodohkan dengan pasien melalui ustadz. Saat itu, pasien sedang merasa sedih
karena adiknya sudah ada yang melamar, dan sudah ada tanggal
pernikahannya, sedangkan pria yang pasien cinta sudah menikah dengan
wanita lain yang merupakan temannya sendiri, sehingga pasien langsung
menyetujui lamaran pernikahan yang diberikan padanya saat itu.
Pertengkaran rumah tangga awalnya terjadi karena pasien menjual
mas kawin berupa perhiasan emas untuk membeli Handphone, hal tersebut
dinilai tidak baik oleh keluarga pihak pria yang saat itu baru mengetahui
bahwa pasien memiliki riwayat sakit jiwa dari ibu tiri pasien, sehingga
menimbulkan perseteruan, Karena merasa tidak nyaman, pasien meminta
suaminya untuk pindah rumah hanya berdua mengontrak di satu tempat.
Permintaan ini ditolak oleh Tn.B dan keluarga besarnya yang berujung dengan
menggugat cerai pasien. Pasien merasa kecewa lalu berpura-pura hamil dan
keguguran, agar Tn.B mencabut gugatan cerai dan kembali bersama pasien,
dan juga mengaku ke seluruh keluarga bahwa pasien telah melalui operasi
kuretase di salah satu rumah sakit. Setelah 4 bulan menikah, pasien mengaku
digugat cerai oleh Tn.B karena keluarga besar dari pihak laki-laki tidak suka
kepadanya dan sering memperlakukan pasien dengan buruk selama mereka
tinggal bersama.
Saat ini, pasien meyakini bahwa ada sesosok iblis bernama Sanim yang
ingin mencelakai dan menyesatkan keluarga pasien terutama pasien, ayah
kandung dan ibu kandung pasien. Pasien meyakini bahwa iblis tersebut
merupakan kiriman dari orang yang iri dan tidak suka melihat keluarga pasien
berhasil. Apapun berbuatan buruk atau tidak baik di sekitar pasien, pasien
meyakini bahwa hal tersebut disebabkan oleh Sanim yang merasuki tubuh
orang yang ada di sekitar pasien.
Menurut penjelasan pasien, iblis tersebut memiliki kekuatan yang
sangat dahsyat sehingga sulit dikalahkan bahkan oleh Tuhan sekalipun dan
dapat merasuki tubuh orang lain untuk menyesatkan orang tersebut. Pasien
meyakini bahwa sosok Sanim selalu mengikutinya. Sanim digambarkan
sebagai sosok hitam besar mengerikan yang memiliki mata satu dengan mulut
yang lebar, memiliki tanduk yang besar serta berambut gimbal panjang
sepundak.
Pasien juga mengaku sering mendengar suara-suara yang banyak, dan
sering menyuruh serta berbicara secara bersamaan, pasien sering melihat
banyak orang berjalan dan berputar-putar didepannya dan meminta
pertolongan pasien. Pasien mengatakan bahwa pasien diberikan beberapa
mukjizat oleh Allah SWT dapat mengetahui masa depan, membaca hati orang,
berkeliling dunia, serta melakukan kontak batin.
Selama beberapa hari dalam perawatan, pasien merasakan perasaan
yang berubah-ubah. Dalam beberapa hari ini pasien merasa sedih dan bersalah
karena merasa dirinya banyak melakukan kesalahan dan menyakiti perasaan
orang lain.
2. Gangguan Medik
Riwayat kelainan bawaan, infeksi, trauma kepala, dan kejang disangkal.
3,5
2,5
1,5
0,5
0
2013 2014 2015 2016 2017 2018
Riwayat Pendidikan
a. SD : Pasien menyelesaikan pendidikan SD tanpa pernah tinggal
kelas.
b. SMP : Pasien menyelesaikan pendidikan SMP tanpa pernah tinggal
kelas.
c. SMK : Pasien menyelesaikan pendidikan SMK tanpa pernah tinggal
kelas.
d. Kuliah : Pasien sempat berkuliah di UNINDRA jurusan Bahasa
Inggris namun hanya sampai semester 6 karena pasien tidak konsisten
dengan kuliahnya.
Riwayat Pekerjaan
Pasien mengaku saat ini bekerja serabutan hanya membantu
mengumpulkan sadaqoh keliling sambil ikut membantu agen umroh.
Menurut keterangan ayah pasien, pasien mendapat tawaran pekerjaan
untuk menjadi pengajar bahasa inggris di sebuah sekolah swasta ternama,
namun pasien tidak mengambil kesempatan tersebut karena malas.
Sebelumnya setelah pasien berhenti kuliah, pasien pernah bekerja
menjadi admin proyek alat kesehatan namun keluar lantaran gajinya
stagnan. Setelahnya bekerja sebagai marketing di sebuah perusahaan
asuransi (2014 – 2015). Lalu bekerja sebagai guru pengajar bahasa Inggris
selama ±1 tahun (2015 – 2016) di sebuah lembaga kursus namun dengan
jam kerja yang tidak pasti.
Kehidupan Beragama
Pasien seorang penganut agama Islam dan baik dalam menjalankan
ibadah.
Kehidupan Sosial dan Perkawinan
Pasien telah menikah pada bulan Juni 2017 dengan seorang laki-laki
yang bernama Tn. B, sekarang pasien telah bercerai.
Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah berurusan dengan aparat penegak hukum, dan
tidak pernah terlibat dalam proses peradilan yang terkait dengan hukum.
F. Riwayat Keluarga
Pasien sejak kecil tinggal bersama orang tua pasien. Pasien adalah
anak pertama dari tiga bersaudara. Ibu kandung pasien meninggal pada tahun
2013. Saat ini bapak kandung pasien telah menikah kembali. Pasien saat ini
tinggal bersama bapak, ibu tiri, dan seorang adik kandung laki-laki. Hubungan
pasien dengan bapak kandung dan adik-adiknya tidak ada masalah. Namun
pasien mengatakan bahwa dirinya merasa kesepian dan kurang diperhatikan
karena keluarganya sudah sibuk dengan urusannya masing-masing. Pasien
kurang akur dengan ibu tirinya yang sering menasihati pasien. Didalam
keluarga, ibu kandung pasien memiliki riwayat gangguan jiwa.
G. Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
E. PROSES PIKIR
1. Arus pikir
Kontinuitas : Flight of Ideas, sirkumstansial
Hendaya bahasa : Tidak ada
2. Isi pikir
Preokupasi : Tidak ada
Waham : Ada
– Waham kebesaran (Pasien meyakini bahwa dia diberikan
mukjizat oleh Allah SWT contohnya dapat melihat hati nurani
manusia, dan melihat masa depan)
– Waham Bizzare (Pasien meyakini bahwa ada iblis yang dapat
merasuki tubuh orang di sekitarnya, sering masuk menjadi
sosok ayahnya dan sahabat-sahabatnya)
– Waham kejar (Pasien meyakini bahwa ada sosok iblis yang
mengikutinya terus dan berusaha untuk melukainya)
– Ide rujukan / reference (Pasien meyakini bahwa banyak pihak
yang tidak suka, iri, dengan pasien dengan keluarganya jika
senang atau berhasil.)
Obsesi : Tidak ada
Kompulsi : Tidak ada
Fobia : Tidak ada
F. PENGGENDALIA IMPULS
Baik, selama wawancara pasien dapat bersikap tenang dan tidak menunjukkan
gejala yang agresif.
G. DAYA NILAI
1. Daya nilai sosial : Baik (Pasien dapat membedakan perbuatan baik dan
buruk)
2. Uji daya nilai : Baik (Diberikan simulasi bila menemukan dompet
dijalan maka apa yang harus dilakukan)
3. RTA : Terganggu
H. TILIKAN
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakuan pemeriksaan penunjang.
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja : F20.0 Gangguan Skizofrenia Paranoid
Dianosis Banding : F25 Gangguan Skizoafektif
VIII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Ad Bonam (tidak ada gangguan mental
organik)
Quo ad Sanationam : Dubia ad malam
Quo ad Fungsionam : Dubia ad malam
Prognosis tersebut mengacu pada :
1. Riwayat keluarga yaitu ibu kandung yang mengalami gangguan jiwa
2. Onset pada usia yang terbilang muda
3. Perilaku patuh minum obat yang buruk
4. Status janda yang ada pada pasien memiliki stigma tersendiri di
masyarakat, dan tidak adanya support dari pasangan tentang kondisi
kejiwaannya.
5. Riwayat sering dirawat di rumah sakit jiwa, menandakan pasien sering
kambuh.
IX. TERAPI
Rawat Inap
Indikasi : Pasien mengamuk dan melempar barang-barang di rumah.
Mencegah kejadian merugikan atau mencelakai orang lain.
Medikamentosa (Psikofarmaka)
Oral : Olanzapine 1 x 10 mg
Atypical antipsikotik kelas Dibenzodiazepin. Bersifat antipsikotik dan neuroleptic;
efektif dalam mengatasi gejala positif dan negative pada skizofrenia.
Obat ini digunakan untuk mengatasi gangguan mental seperti skizofrenia dan
gangguan bipolar pada pasien dewasa dan anak-anak yang berusia di atas 13 tahun.
Dengan merk dagang: Remital; Olandoz; Onzapin; Zyprexa; Zyprexa Zydis; Zyprexa
IM; Olandoz
Non-medikamentosa
- Psikoedukasi
a. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang
dialami pasien, rencana terapi, efek samping pengobatan, dan
prognosis penyakit.
b. Mengingatkan pasien dan keluarga tentang pentingnya minum obat
sesuai aturan dan datang kontrol ke poli kejiwaan.
c. Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa dukungan keluarga akan
membantu keadaan pasien.
- Psikoterapi
Suportif
a. Ventilasi : Pasien diberikan kesempatan untuk menceritakan
masalahnya.
b. Sugesti : Menanamkan kepada pasien bahwa gejala-gejala
gangguannya akan hilang atau dapat dikendalikan.
c. Reassurance : Memberitahukan kepada pasien bahwa minum obat
sangat penting untuk menghilangkan gejala.
Kognitif
Pengertian
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein” yang berarti “terpisah”
atau “pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Secara umum, simptom
skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan: yaitu simptom positif, simptom
negative, dan gangguan dalam hubungan interpersonal.
Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang
luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik,
fisik dan sosial budaya (Hawari, 2003).
Skizofrenia adalah gangguan terhadap fungsi otak yang timbul akibat
ketidakseimbangan dopamine (salah satu sel kimia dalam otak), dan juga disebabkan
oleh tekanan yang dialami oleh individu. Merupakan gangguan jiwa psikotik paling
lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri
dari hubungan sosial. Sering kali diikuti dengan delusi / waham (keyakinan yang
salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang panca indra).
Skizofrenia paranoid adalah yang terbanyak dialami oleh penderita skizofrenia.
Terapi pada pasien ini bertujuan untuk mengembalikan fungsi sosial sehingga dapat
memiliki peran sosial di masyarakat. Adapun jenis farmakoterapi yang diberikan
harus melalui beberapa pertimbangan tertentu. Seperti pada kasus di atas pada pasien
skizofrenia paranoid diberikan Obat Antipsikotik Golongan II sebagai utama
pengobatannya.
Epidemiologi
DSM-IV-TR, insidensi tahunan skizofrenia antara 0,5-5,0/10.000 dengan
beberapa variasi geografik. Menyerang <1% populasi, biasanya bermula <25 tahun,
berlangsung seumur hidup, dan mengenai orang dari semua kelas sosial. Terjadi pada
15 - 20/100.000 individu per tahun, dengan risiko morbiditas 0,85% (pria/wanita) dan
kejadian puncak pada akhir masa remaja atau awal dewasa. Laki-laki memiliki onset
skizofrenia yang lebih awal daripada wanita; (Lk 15-25th, Pr 25-35th) Pria cenderung
mengalami hendaya akibat gejala negative. Wanita cenderung memiliki kemampuan
fungsi sosial yang lebih baik sebelum awitan penyakit. Hasil akhir pasien skizofrenia
wanita lebih baik dibandingkan pria.
Tinjauan Teori
1. Teori somatogenik
a. Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri
0,9- 1,8%, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang
tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar
satu telur 61-86 % (Maramis, 1998;215).
b. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada
waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium.,
tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
c. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat,
ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan
menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam
menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat
halusinogenik.
d. Susunan saraf pusat
Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon
atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin
disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu
membuat sediaan.
2. Teori Psikogenik
a. Teori Adolf Meyer :
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang
tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas
pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior
atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut
Meyer Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi,
sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut
menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
b. Teori Sigmund Freud
Pada Skizofrenia Paranoid terdapat:
1) Kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun
somatic
2) Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg
berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme
3) Kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi
psikoanalitik tidak mungkin.
c. Eugen Bleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu
jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses
berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2
kelompok yaitu gejala primer (gangguan proses pikiran, gangguan emosi,
gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala
katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).
d. Teori lain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-
macamsebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan
jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain
yang belumdiketahui.
Patofisiologi
Hipotesis dopamine pada gangguan psikosis serupa dengan penderita
skizofrenia adalah yang paling berkembang dari berbagai hipotesis, dan merupakan
dasar dari banyak terapi obat yang rasional. Hipotesis ini menyatakan bahwa
skizofrenia disebabkan oleh terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik. Beberapa bukti
yang terkait hal tersebut yaitu: (1) kebanyakan obat-obat antipsikosis menyekat
reseptor D2 pascasinaps di dalam sistem saraf pusat, terutama di sistem mesolimbik
frontal; (2) obat-obat yang meningkatkan aktifitas dopaminergik, seperti levodopa
(suatu precursor), amphetamine (perilis dopamine), atau apomorphine (suatu agonis
reseptor dopamine langsung), baik yang dapat mengakibatkan skizofrenia atau
psikosis pada beberapa pasien; (3) densitas reseptor dopamine telah terbukti,
postmortem, meningkat diotak pasien skizofrenia yang belum pernah dirawat dengan
obat-obat antipsikosis; (4) positron emission tomography (PET) menunjukkan
peningkatan densitas reseptor dopamine pada pasien skizofrenia yang dirawat atau
yang tidak dirawat, saat dibandingkan dengan hasil pemeriksaan PET pada orang
yang tidak menderita skizofrenia; dan (5) perawatan yang berhasil pada pasien
skizofrenia telah terbukti mengubah jumlah homovanilic acid (HVA), suatu metabolit
dopamine, di cairan serebrospinal, plasma, dan urine. Namun teori dasar tidak
menyebutkan hiperaktivitas dopaminergik apakah karena terlalu banyaknya pelepasan
dopaminergik, terlalu banyaknya reseptor dopaminergik atau kombinasi mekanisme
tersebut. Neuron dopaminergik di dalam jalur mesokortikal dan mesolimbik berjalan
dari badan selnya di otak tengah ke neuron dopaminoseptif di sistem limbik dan
korteks serebral (Trimble, 2010).
Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu.
Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi beberapa
fase yang dimulai dari keadaan:
a. Premorbid, merupakan tanda pertama penyakit skizofrenia, walaupun gejala
yang ada dikenali hanya secara retrospektif.
b. Prodromal, Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat berupa cemas,
gundah (gelisah), merasa diteror atau depresi. gejala prodromal yang
berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan.
c. Fase aktif, ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara klinis, yaitu
adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Penilaian pasien
skizofrenia terhadap realita terganggu dan pemahaman diri (tilikan) buruk
sampai tidak ada.
d. Keadaan residual, ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis
skizofrenia. Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu
nyata secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan
perilaku aneh
Penegakkan diagnosis
Pedoman Diagnostik Skizofrenia menurut PPDGJ-III, adalah sebagai berikut
(Maslim, 2003).:
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. “thought echo”, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun
isinya sama, namun kualitasnya berbeda atau
“thought insertion or withdrawal” yang merupakan isi yang asing dan luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar
oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan
“thought broadcasting”, yaitu isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya;
b. “delusion of control”, adalah waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar atau
“delusion of passivitiy” merupaka waham tentang dirinya tidak berdaya
dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” diartikan
secara jelas merujuk kepergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran,
tindakan, atau penginderaan khusus), atau
“delusional perception”yang merupakan pengalaman indrawi yang tidak
wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik
atau mukjizat.
c. Halusinasi auditorik yang didefinisikan dalam 3 kondisi dibawah ini:
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri
(diantara berbagai suara yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas
:
. Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
a. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme;
b. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,
dan stupor;
c. Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
e. Adanya gejala-gejala khas di atas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
(prodromal)
f. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-
absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
* adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal);
* Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitute), dan
penarikan diri secara sosial.
Penatalaksanaan
A. Farmakoterapi
Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk
mengendalikan gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik
mencakup dua kelas utama: antagonis reseptor dopamin, dan antagonis serotonin-
dopamin.
Antagonis Serotonin-Dopamin
SDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal ayng minimal atau tidak ada,
berinteraksi dengan subtipe reseptor dopamin yang berbeda di banding
antipsikotik standar, dan mempengaruhi baik reseptor serotonin maupun
glutamat. Obat ini juga menghasilkan efek samping neurologis dan
endokrinologis yang lebih sedikit serta lebih efektif dalam menangani gejala
negatif skizofrenia. Obat yang juga disebut sebagai obat antipsikotik atipikal ini
tampaknya efektif untuk pasien skizofrenia dalam kisaran yang lebih luas
dibanding agen antipsikotik antagonis reseptor dopamin yang tipikal. Golongan
ini setidaknya sama efektifnya dengan haloperidol untuk gejala positif
skizofrenia, secara unik efektif untuk gejala negatif, dan lebih sedikit, bila ada,
menyebabkan gejala ekstrapiramidal. Beberapa SDA yang telah disetujui di
antaranya adalah klozapin, risperidon, olanzapin, sertindol, kuetiapin, dan
ziprasidon. Obat-obat ini tampaknya akan menggantikan antagonis reseptor
dopamin, sebagai obat lini pertama untuk penanganan skizofrenia.
Pada kasus sukar disembuhkan, klozapin digunakan sebagai agen
antipsikotik, pada subtipe manik, kombinasi untuk menstabilkan mood ditambah
penggunaan antipsikotik. Pada banyak pengobatan, kombinasi ini digunakan
mengobati keadaan skizofrenia
b. SKIZOAFEKTIF
DEFINISI
Skizoafektif adalah kelainan mental yang ditandai adanya kombinasi gejala
skizofrenia (gangguan berpikir, delusi dan halusinasi) dan gejala afektif (gajala
depresif atau manik).
Gangguan Skizoafektif mempunyai gambaran baik skizofrenia
maupun gangguan afektif. Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas
skizofrenia yang jelas dan pada saat bersamaan juga memiliki gejala
gangguan afektif yang menonjol. Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu,
tipe manik dan tipe depresif.
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi seumur hidup gangguan skizoafektif kurang dari 1%,
mungkin berkisar antara 0,5% – 0,8%. Tetapi gambaran tersebut masih
merupakan perkiraan. Gangguan skizoafektif tipe depresif mungkin lebih
sering terjadi pada orang tua daripada orang muda, prevalensi gangguan
tersebut dilaporkan lebih rendah pada laki -laki dibanding perempuan,
terutama perempuan menikah. Usia awitan perempuan lebih lanjut
daripada laki-laki, seperti pada skizofrenia. Laki -laki dengan gangguan
skizoafektif mungkin memperlihatkan perilaku antisosial dan
mempuinyai afek tumpul yang nyata atau tidak sesuai. National comorbidity
study : 66 orang yang di diagnosa skizofrenia, 81% pernah didiagnosa gangguan
afektif yang terdiri dari 59% depresi dan 22% gangguan bipolar .
ETIOLOGI
Sulit untuk menentukan penyebab penyakit yang telah berubah begitu banyak
dari waktu ke waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab gangguan skizoafektif
mungkin mirip dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu teori etiologi mengenai
gangguan skizoafektif juga mencakup kausa genetik dan lingkungan.
Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat model
konseptual telah diajukan :
1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau suatu
tipe gangguan mood
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari
skizofrenia dan gangguan mood
3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang
berbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun suatu
gangguan mood
4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompok
gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga kemungkinan yang
pertama.
MANISFESTASI KLINIS
Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik
gejala gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam
episode penyakit yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian
dalam beberapa hari. Bila gejala skizofrenik d an manik menonjol pada
episode penyakit yang sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe
manik. Dan pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala depresif
yang menonjol.
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi,
perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan
gejala gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun depresif.
c) Halusinasi Auditorik:
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian
tubuh.
DIAGNOSIS
PROGNOSIS
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai
prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan pasien
dengan gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan
skizoafektif mempunyai prognosis yang jauh lebih buruk dibandingkan pasien dengan
gangguan depresif, memiliki prognosis yang lebih buruk dari pasien dengan gangguan
bipolar, dan memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia.
Generalitas tersebut telah didukung oleh beberapa penelitian yang mngikuti pasien
selama dua sampai lima tahun setelah episode yang ditunjuk dan yang menilai fungsi
sosial dan pekerjaan, dan juga perjalanan gangguan itu sendiri.
Data menunjukkan bahwa pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe bipolar,
mempunyai prognosis yang mirip dengan pasien dengan gangguan bipolar I dan
bahwa pasien dengan gangguan pramorbid yang buruk; onset yang perlahan-perlahan;
tidak ada factor pencetus; menonjolnya gejala psikotik, khususnya gejala deficit atau
gejala negative; onset yang awal; perjalanan yang tidak mengalami remisi; dan
riwayat keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari masing-masing karakteristik tersebut
mengarah pada hasil akhir yang baik. Adanya atau tidak adanya gejala urutan pertama
dari Scheneider tampaknya tidak meramalkan perjalanan penyakit.
PENATALAKSANAAN
Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah
perawatan di rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial.
A. Pengobatan Psikososial
Pasien dapat terbantu dengan kombinasi terapi keluarga, latihan
keterampilan sosial, dan rehabilitasi kognitif. Oleh karena bidang
psikiatri sulit memutuskan diagnosis dan prognosis gangguan skizoafektif
yang sebenarnya, ketidakpastian tersebut harus dijelaskan kepada pasien.
Kisaran gejala mungkin sangat luas, karena pasien mengal amaikeadaan
psikosis dan variasi kondisi mood yang terus berlangsung. Anggota
keluarga dapat mengalami kesulitan untuk menghadapi perubahan sifat
dan kebutuhan pasien tersebut. 1
B. Pengobatan Farmakoterapi
Prinsip dasar yang mendasari farmakoterapi untuk gan gguan
skizoafektif adalah dengan pemberian antipsikotik disertai dengan
pemberian antimanik atau antidepresan. Pemberian obat antipsikotik
diberikan jika perlu dan untuk pengendalian jangka pendek.
Pasien dengan gangguan skizoafektif tipe manik dapat diber ikan
farmakoterapi berupa lithium carbonate, carbamazepine (tegretol),
valproate (Depakene), ataupun kombinasi dari obat anti mania jika satu
obat saja tidak efektif. Sedangkan pasien dengan gannguan skizoafektif
tipe depresif dapat diberikan antidepresan. Pemilihan obat antidepresan
memperhatikan kegagalan atau keberhasilan antidepresan sebelumnya.
Inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) sering digunakan sebagai
agen lini pertama, namun pasien teragitasi atau insomnia dapat
disembuhkan dengan antidepresan trisiklik. Apabila pengobatan dengan
antidepresan tidak efektif dapat dicoba dengan terapi elektrokonvulsif.
Pemantauan laboratorium terhadap konsentrasi obat dalam plasma
dan tes fungsi ginjal, tiroid, dan fungsi hematologik harus dilakukan
secara berkala.
DAFTAR PUSTAKA