Vous êtes sur la page 1sur 39

BAGIAN INTERNA DESEMBER 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LAPORAN KASUS
TIROTOKSIKOSIS

DISUSUN OLEH:

Nurul Mushlihah

111 2016 2031

PEMBIMBING:

dr. Hj. Nurainah, Sp.PD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN INTERNA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Nurul Mushlihah

NIM : 111 2016 2031

Judul : Tirotoksikosis

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

Makassar, Desember 2017

Pembimbing

dr. Hj. Nurainah, Sp.PD


BAB I

PENDAHULUAN

Tirotoksikosis adalah keadaan hipermetabolik yang disebabkan oleh


meningkatnya kadar T3 dan T4 bebas. Karena terutama disebabkan oleh
hiperfungsi kelenjar tiroid, tirotoksikosis sering disebut sebagai hipertiroidisme.
Namun pada keadaan tertentu peringkatan tersebut berkaitan dengan pengeluaran
berlebihan hormone tiroid yang sudah jadi misalnya pada tiroiditis atau yang
berasal dari sumber diluar tiroid dan bukan karena hiperfungsi kelenjar. Oleh
karena itu hipertiroidisme hanyalah salah satu kategori tirotoksikosis.

Hipertiroidisme dan tirotoksikosis sering dipertukarkan. Tirotoksikosis


berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan
bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan. Sedangkan
hipertiroidisme adalah tirotoksikosis sebagai akibat produksi tiroid itu sendiri.
Tirotoksikosis terbagi atas kelainan yang berhubungan dengan hipertiroidisme dan
yang tidak berhubungan dengan hipertiroidisme. Tiroid sendiri diatur oleh kelenjar
lain yang berlokasi di otak, disebut pituitari. Pada gilirannya, pituitari diatur
sebagian oleh hormon tiroid yang beredar dalam darah (suatu efek umpan balik dari
hormon tiroid pada kelenjar pituitari) dan sebagian oleh kelenjar lain yang disebut
hipothalamus, juga suatu bagian dari otak.

Hipothalamus melepaskan suatu hormon yang disebut thyrotropin releasing


hormone (TRH), yang mengirim sebuah sinyal ke pituitari untuk melepaskan
thyroid stimulating hormone (TSH). Pada gilirannya, TSH mengirim sebuah signal
ke tiroid untuk melepas hormon-hormon tiroid. Jika aktivitas yang berlebihan dari
yang mana saja dari tiga kelenjar-kelenjar ini terjadi, suatu jumlah hormon-hormon
tiroid yang berlebihan dapat dihasilkan, dengan demikian berakibat pada
hipertiroid. Pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid
yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak
jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas pasien


Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 22 Tahun
Alamat : Jl. Mattirotasi Pare-Pare
Pekerjaan : Wiraswasta
Status Perkawinan : Belum menikah
Agama : Islam
Masuk RS : 03 November 2017
Keluar RS : 09 November 2017
Rg Perawatan : Teratai (3B8)
No. RM : 138867
Nama RS : RSUD Andi Makkasau Pare-pare
2.2 SUBJEKTIF
ANAMNESIS
a. Keluhan utama
Pasien mengeluh demam.
b. Anamnesis
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan demam dialami sejak ± 1
bulan tidak terus-menerus, batuk ada, lendir ada,darah tidak ada,sesak
ada, nyeri dada tidak ada, mual ada, muntah (-). Riwayat BAB encer
sering ± 1 bulan, penurunan berat badan (+). Berat badan awal 70 kg
turun menjadi 50 kg. BAK lancar.

Riwayat Penyakit sebelumnya


-
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :
Riwayat DM (-). Riwayat hipertensi (-). Riwayat pembesaran daerah
leher (-).

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) :

Pasien mengaku tidak mengetahui secara pasti riwayat penyakit


keluarganya.

Riwayat Pengobatan
Riwayat minum obat tidak ada.

Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok, riwayat meminum alkohol disangkal.

Riwayat keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama. Riwayat
tekanan darah tinggi dan penyakit jantung disangkal.

Riwayat alergi
Tidak ada riwayat alergi obat-obatan ataupun makanan.

2.3 OBJEKTIF
Keadaan umum : Sakit sedang / gizi kurang/ komposmentis
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 167 cm
IMT : 50/(1.67)2 = 17,98 kg/m2
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Nadi : 110 kali / menit,Irama : Reguler
Pernapasan : 30 kali / menit Tipe :Abdominal-Thorakal
0
Suhu : 38,6 C (Aksila)
Pemeriksaan Fisis :
Kepala : Normochepali, Rambut : hitam, lurus, sukar dicabut
Mata : Gerakan : segala arah
Kelopak mata : edema tidak ada
Konjungtiva : Anemis -
Sklera : Ikterus -
Kornea : Jernih
Pupil : bulat, isokor d=2,5/2,5 mm
Telinga : Tophi :-
Nyeri tekan di proc. Mastoideus: -
Pendengaran : normal
Hidung : Perdarahan -, Sekret –
Mulut : Bibir : Pucat (-) Kering(+)
Gigi geligi : Karies (-)
Gusi : Perdarahan(-)
Lidah : Kotor/tremor (-/-)
Tonsil : T1- T1,hiperemis(-)
Farings : Hiperemis(-)

Leher :
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
Dada :
 Inspeksi : Bentuk : normochest, simetris ki-ka
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Buah dada : dalam batas normal
Sela iga : dalam batas normal
Lain-lain : tidak ada
Paru :
 Palpasi : Fremitus raba :
dalam batas normal, simetris ki-ka
Nyeri tekan : (-)
 Perkusi : Paru kiri : sonor
Paru kanan : sonor
Batas paru – hepar : ICS V-VI
Batas paru belakang kanan : ICS IX belakang kanan
Batas paru belakang kiri : ICS X belakang kiri
 Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rh (-/-) Wh (-/-)
Jantung :
 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : pekak
Batas atas jantung : ICS II sinistra
Batas kanan jantung :
ICS III-IV linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung :
ICS V linea midclavicularis sinistra
 Auskultasi : BJ I / II : murni reguler
Bunyi tambahan : (-)
Perut :
 Inspeksi : datar, ikut gerak napas

 Palpasi : Hati : tidak teraba


Limpa : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Lain-lain : tidak teraba
 Perkusi : timpani
 Auskultasi : peristaltic (+), kesan normal

Punggung :
 Palpasi : tidak ada kelainan
 Nyeri ketok : tidak ada
 Auskultasi : normal
 Gerakan : normal
 Lain-lain : ………………….
Alat Kelamin : tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rectum : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Edema -/-
-/-
Pemeriksaan Penunjang :
 Darah Rutin
 SGOT/SGPT
 Ureum/Creatinin
 Elektrolit
 FT4
 TSH
 EKG

III. DIAGNOSIS
Tirotoksikosis
IV. DIAGNOSA BANDING

V. PLANNING
 IVFD Asering 28 tpm : loading 250 cc, lanjut 28 tpm
 Cefotaxime 1 gr/12 J/ IV
 Ranitidin 1 gr/12 J/ IV
 Santagesik 1 gr/ 8 J/ IV

PROGNOSIS
Dubia ad bonam

RESUME
Pasien masuk dengan keluhan demam sejak kemarin, terus-menerus, lemas
ada, nyeri kepala tidak ada, mual tidak ada, Muntah tidak ada, nyeri ulu hati ada.
Pasien mengeluhkan tampak kuning seluruh tubuh, dialami ± 2 bulan. Riwayat
demam tidak terus menerus ± 2 bulan. Nafsu makan menurun. Buang air besar
biasa, Buang air kecil lancar, berwarna seperti teh.
Penderita juga merasakan badan menjadi lemas. Pada pemeriksaan fisis
Sklera tampak ikterus, pada abdomen hepar teraba 1 jari di bawah arkus kostae
dextra, tepi tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal, nyeri tekan ada.
Pemeriksaan tes fungsi hati SGOT dan SGPT meningkat dan tes serologis HBsAg
Positif.

Pasien laki-laki 25 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan demam dialami
sejak ± 1 bulan, tidak terus-menerus, batuk ada, lendir ada,darah tidak ada,sesak
ada, nyeri dada tidak ada, mual ada, muntah tidak ada, penurunan berat badan ada.
Berat badan awal 70 kg turun menjadi 50 kg. Nafsu makan baik, riwayat BAB encer
sering ± 1 bulan,BAK lancar.

I. Anamnesis
Keluhan Utama :
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :

Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi (RSE) :


Pasien sehari-hari makan nasi dengan lauk secukupnya, makan 3 kali sehari
dengan porsi sedang. Pasien tidak merokok dan tidak minum alkohol. Pasien
mengkonsumsi secara teratur PTU 3x1 lalu diganti Thyrozol 2x1 sejak 2
tahun yang lalu. Pasien juga mengkonsumsi Propanolol 2x1 yang dibeli
secara bebas.

II. Pemeriksaan fisik


Keadan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Nadi : 104 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 37,5°C
Status general :
Kepala
 Normochepali
 Tidak tampak adanya deformitas

Mata
 Exophtalmus (+)
 Tidak terdapat ptosis pada palpebra dan tidak terdapat oedem
 Conjunctiva anemis
 Sklera tidak tampak ikterik
 Pupil: isokor

Hidung
 Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas
 Septum : terletak ditengah dan simetris
 Mukosa hidung : tidak hiperemis
 Cavum nasi : tidak ada tanda perdarahan

Telinga
 Daun telinga : normal
 Liang telinga : lapang
 Membrana timpani : intake
 Nyeri tekan mastoid : tidak ada
 Sekret : tidak ada

Mulut dan tenggorokan


 Bibir : tidak pucat dan tidak sianosis
 Gigi geligi : lengkap, karies (-)
 Palatum : tidak ditemukan torus
 Lidah : normoglosia
 Tonsil : T1/T1 tenang
 Faring : tidak hiperemis

Leher
 JVP : (5+2) cm H2O
 Kelenjar tiroid : teraba pembesaran kelenjar tiroid, difus,
padat, immobile
 Trakea : letak di tengah

Thorax
 Paru-Paru
Inspeksi : pergerakan nafas statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus sama pada kedua paru
Perkusi : sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

 Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari linea midclavicularis
sinistra, ICS 5
Perkusi : Batas atas : ICS 2 linea parasternalis
sinistra
Batas kanan : ICS 3-4 linea sternalis
dextra
Batas kiri : ICS 5, 1 cm lateral linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : datar, tidak terdapat pelebaran vena
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : timpani, nyeri ketok (-), shifting dullnes (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar teraba (-), lien teraba (-
), benjolan (-)

Ekstremitas atas : gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-),


hiperpigmentasi (+), telapak tangan pucat
(-),turgor kembali lambat (-), sianosis (-),
parestesia (-).

Ekstremitas Bawah : gerakan bebas, jaringan parut (-),


hiperpigmentasi (+), telapak kaki pucat (-),
jari tabuh (-), turgor kembali lambat (-),
edema pretibia dan pergelangan kaki (+),
parestesia (-).

III. Pemeriksaan Penunjang


 Hematologi
- Hb : 11,6 g/dl
- Ht : 34,4%
- Leukosit : 12.400/μl
- Limfosit : 10%
- Monosit : 13%
- Neutrofil : 77%
- Trombosit : 233.000/ μl
- Eritrosit : 4,14 jt/mm3
 Kimia darah
- Ureum : 23 mg/dl
- Kreatinin : 0,8 mg/dl
- GDS : 122 mg/dl
- SGOT : 26 U/I
- SGPT : 31 U/I
 Elektrolit
- Kalium : 4,1 mmol/l
- Natrium : 143 mmol/l
- Klorida : 107 mmol/l
- SGOT : 26 U/I
- SGPT : 31 U/I
 Imunologi
- Free T-4 : 4,0 mmol/l
- TSH-s : 0,10 mmol/l

 Ekokardiografi
- Normal systolic LV function
- MR trivial
- LV diastolic dysfunction

IV. Diagnosa kerja


- Hipotiroid
- Grave’s disease
- Hipokalemia
- Hiponatremia

V. Diagnosa Banding
Arthritis Rheumatoid

VI. Penatalaksanaan
 Tirah baring
 Infus NaCl 0,9% 28 tpm
 Drips Neurobion 1 amp/IM
 KSR 600 mg 2x2
 Omeprazole 40 mg/24jam/IV
 Paracetamol 2 tab/8jam/oral
 Propanolol 10 mg/8jam/oral
 Euthyrox 50 mg/24jam/oral
 Clobazam tab/24jam/oral
 Meloxicam 15 mg/24jam/oral
 Alprazolam 0,5 mg ½-0-½

VII. Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI KELENJAR TIROID

Kelenjar tiroid adalah kelenjar kecil yang berbentuk seperti kupu-kupu


terletak pada bagian depan leher tepat dibawah kedua sisi laring dan terletak
disebelah anterior trakea. Kelenjar tiroid terdiri atas dua lobus, yang
dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea dua dan tiga. Kapsul
Fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia paratrakea sehingga pada
setiap gerakan menelan akan selalu diikuti oleh terangkatnya kelenjar kearah
kranial, yang merupakan ciri khas dari kelenjar tiroid. Sifat inilah yang
digunakan diklinik untuk menentukan apakah suatu bentukan dileher
berhubungan dengan kelenjar tiroid.1,2

Gambar 1. anatomi kelenjar tiroid


3.2 FISIOLOGI HORMON TIROID

Tiroid terdiri atas folikel yang merupakan kumpulan dari sel kolumnar. Sel
foliker tersebut mensintesis tiroglobulin (Tg) yang akan disekresiken kedalam
lumen folikel. Tg merupakan glikoprotein. Proses biosintesis hormon tiroid
terjadi dalam beberapa tahap, yaitu tahap trapping, oksidasi, coupling, storage
atau penyimpanan, deiyodinasi, proteolisis dan pengeluaran hormon tiroid.2

Tahap pertama pembentukan hormon tiroid adalah pompa iodida dari darah
ke dalam sel dan folikel kelenjar tiroid. Membran basal sel tiroid memompakan
iodida masuk ke dalam sel yang disebut dengan penjeratan iodida (iodide
trapping). Sel-sel tiroid kemudian membentuk dan mensekresikan tiroglobulin
dari asam amino tirosin. Tahap berikutnya adalah oksidasi ion iodida menjadi
I2 oleh enzim peroksidase. Selanjutnya terjadi iodinasi tirosin menjadi
monoiodotirosin, diiodotirosin, dan kemudian menjadi T4 dan T3 yang diatur
oleh enzim iodinase. Kemudian, hormon tiroid yang telah terbentuk ini
disimpan di dalam folikel sel dalam jumlah yang cukup untuk dua hingga tiga
bulan. Setelah hormon tiroid terbentuk di dalam tiroglobulin, keduanya harus
dipecah dahulu dari tiroglobulin, oleh enzim protease. Kemudian, T4 dan T3
yang bebas ini dapat berdifusi ke pembuluh kapiler di sekitar sel-sel tiroid.
Keduanya diangkut dengan menggunakan protein plasma. Karena mempunyai
afinitas yang besar terhadap protein plasma, hormon tiroid, khususnya tiroksin,
sangat lambat dilepaskan ke jaringan. Kira-kira tiga perempat dari tirosin yang
teriodinasi dalam tiroglobulin tidak akan pernah menjadi hormon tiroid, hanya
sampai pada tahap monoiodotirosin atau diiodotirosin. Yodium dalam
monoiodotirosin dan diiodotirosin ini kemudian akan dilepas kembali oleh
enzim deiodinase untuk membuat hormon tiroid tambahan.3
Regulasi hormon tiroid adalah sebagai berikut. Hipotalamus sebagai master gland
mensekresikan TRH (Tyrotropine Releasing Hormone) untuk mengatur sekresi
TSH oleh hipofisis anterior. Kemudian tirotropin atau TSH (Thyroid Stimulating
Hormone) dari hipofisis anterior meningkatkan sekresi tiroid dengan perantara
cAMP. Mekanisme ini mempunyai efek umpan balik negatif, bila hormon tiroid
yang disekresikan berlebih, sehingga menghambat sekresi TRH maupun TSH. Bila
jumlah hormon tiroid tidak mencukupi, maka terjadi efek yang sebaliknya.3
Efek yang umum dari hormon tiroid adalah mengaktifkan transkripsi inti
sejumlah besar gen. Oleh karena itu, di semua sel tubuh sejumlah besar enzim
protein, protein struktural, protein transpor, dan zat lainnya akan disintesis. Hasil
akhirnya adalah peningkatan menyeluruh aktivitas fungsional di seluruh tubuh.
Hormon tiroid meningkatkan aktivitas metabolik selular dengan cara meningkatkan
aktivitas dan jumlah sel mitokondria, serta meningkatkan transpor aktif ion-ion
melalui membran sel. Hormon tiroid juga mempunyai efek yang umum juga
spesifik terhadap pertumbuhan. Efek yang penting dari fungsi ini adalah
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak selama kehidupan janin dan
beberapa tahun pertama kehidupan pasca lahir.3
Efek hormon tiroid pada mekanisme tubuh yang spesifik meliputi
peningkatan metabolisme karbohidrat dan lemak, peningkatan kebutuhan vitamin,
meningkatkan laju metabolisme basal, dan menurunkan berat badan. Sedangkan
efek pada sistem kardiovaskular meliputi peningkatan aliran darah dan curah
jantung, peningkatan frekuensi denyut jantung, dan peningkatan kekuatan jantung.
Efek lainnya antara lain peningkatan pernafasan, peningkatan motilitas saluran
cerna, efek merangsang pada sistem saraf pusat (SSP), peningkatan fungsi otot, dan
meningkatkan kecepatan sekresi sebagian besar kelenjar endokrin lain.3

3.3 TIROTOKSIKOSIS

3.3.1 Definisi Tirotoksikosis

Tirotoksikosis adalah sindroma klinis hipermetabolisme yang terjadi


akibat peningkatan hormon tiroid: tiroksin bebas (T4), triiodotironin yang
beredar berlebihan. Tirotoksikosis merupakan suatu sindroma klinis yang
terjadi akibat dari jaringan yang terpapar oleh kadar hormon tiroid yang
tinggi dalam sirkulasi. Sebagian besar tirotoksikosis disebabkan oleh
kelenjar tiroid yang hiperaktif atau hipertiroid., namun kadang-kadang
tirotoksikosis dapat disebabkan oleh karena penyebab lain seperti sekresi
hormon tiroid yang berlebihan dari tempat lain (ektopik) atau hormon
tiroid yang berlebihan.2,4

3.3.2 Etiologi Tirotoksikosis


Penggolongan sebab tirotoksikosis dengan atau tanpa hipertiroid sangat
penting, disamping pembagian etiologi, primer ataupun sekunder. Kira-
kira 70% tirotoksikosis disebabkan oleh penyakit Graves, sisanya karena
gondok multinodular toksik dan adenoma toksik.
Tabel 1. Penyebab Tirotoksikosis2
Hipertiroid Primer Tiroroksikosis tanpa Hipertiroid
Hipertiroid sekunder

Penyakit Graves Hormon tiroid berlebih TSH-secreting tumor


(Tirotoksikosis faktisia)

Gondok Multinodula Tiroiditis sub akut (Viral Tirotoksikosis gestasi


toksik atau De quairvain) (trimester pertama)

Adenoma toksik Destruksi kelenjar Resistensi hormon


tiroid

Obat yodium lebih Radiasi


litium
Karsinoma tiroid

Mutasi TSH-r

3.3.3 Gambaran Klinis

Pada penderita usia muda pada umumnya didapatkan palpitasi, nervous,


mudah lelah, hiperkinesia, diare, keringat berlebihan, tidak tahan terhadap
udara panas dan lebih suka terhadap udara dingin. Didapatkan penurunan
berat badan tanpa disertai penurunan nafsu makan, kelenjar tiroid membesar,
didapatkan tanda-tanda mata tirotoksikosis (exoptalmus) dan umumnya
terjadi takikardi ringan. Kelemahan otot dan kehilangan massa otot terutama
pada kasus berat yang ditandai penderita biasanya tidak mampu berdiri dari
kursi tanpa bantuan. Pada penderita diatas 60 tahun yang menonjol adalah
manifestasi kardiovaskular dan miopati dengan keluhan utama adalah palpasi,
sesak waktu melakukan aktivitas, tremor, nervous dan penurunan berat badan.
Dermopati merupakan penebalan pada kulit terutama pada tibia bagian
bawah sebagai akibat dari penumpukan glikoaminoglikan (non pitting
edema), keadaan ini sangat jarang hanya terjadi 2-3% penderita.
Tabel 2. Gejala serta tanda Hipertiroid umumnya ada pada penyakit Graves 2
Sistem Gejala dan Tanda

Umum Tak tahan hawa panas, hiperkinesis, capek, BB turun,


tumbuh cepat, toleransi obat, youthfullness,
hiperdefekasi, lapar

Gastrointestinal Makan banyak, haus, muntah, disfagia, splenomegali

Muskular Rasa lemah

Genitourinaria Oligomenorea,amenorea,libido
turun,infertil,ginekomastia

Jantung Leher membesar

Psikis dan saraf Labil, iritabel, tremor, psikosis, nervositas, paralisis


periodik dipsneu, ipertensi, aritmia, palpitasi, gagal
jantung, limfositosis, anemia, splenomegali

Darah dan limfatik Osteoporosis, epifisis cepat menutup dan nyeri tulang
skelet
Spesifik untuk penyakit Graves ditambah dengan:
Oftalmopati (50%) edema pretibial, kemosis, proptosis, diplopia, visus
menurun, ulkus kornea
Dermopati (0,5-4%)
Akropaki (1%)
Untuk laboratorium, apabila curiga adanya hipertiroid, maka yang diperiksa
adalah FT4 (free thyroxin), FT3 dan TSHs. Pemeriksaan antibodi yang khas
untuk grave’s disease adalah TSH-R Ab (stimulating). I123 atau technetium
scan biasanya digunakan untuk mengevaluasi ukuran kelenjar dan adanya
nodul ‘hot’ atau ‘cold’.
3.3.4 Diagnosa
Diagnosis pasti dari suatu penyakit hampir diawali oleh kecurigaan klinis.
Pemeriksaan minimal yang harus dikerjakan bila ada kecurigaan hipertiroid
adalah FT4 dan TSHs. Apabila didapatkan peningkatan FT4 dan penurunan
TSHs maka hipertiroid dapat ditegakkan.
Hipertiroid dengan atau tanpa goiter apabila tidak disertai dengan
exopthalmus harus dilakukan pemeriksaan radioiodine uptake. Bila
didapatkan peningkatan uptake maka diagnosis Grave’s disease dan toxic
nodular goiter dapat ditegakkan. Radioiodine uptake yang rendah didapatkan
pada hipertiroid yang baik, tiroiditis sub akut, tiroiditis hashimoto fase akut,
pengobatan dengan levotyroxin yang jarang yaitu struma ovarii.
Apabila FT4 dan TSHs keduanya meningkat maka harus dicurigai adanya
tumor pituitari yang memproduksi TSH. Apabila FT4 normal sedangkan
TSHs rendah maka FT3 harus diperiksa, diagnosis Grave’s disease stadium
awal dan T3-secreting toxic nodules dapat ditegakkan apabila FT3
meningkat. Apabila FT3 rendah didapat pada euthyroid sick sindrom atau
pada penderita yang mendapatkan terapi dopamin atau kortikosteroid.
Untuk itu telah dikenal indeks klinis Wayne dan New Castle yang
didasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Kemudian diteruskan
dengan pemeriksaan penunjang untuk konfirmasi diagnosis anatomis, status
tiroid dan etiologi.2
Tabel 3 Indeks Wayne
No Gejala yang timbul Dan atau Nilai
bertambah berat
1. Sesak saat kerja +1

2. Berdebar +2

3. Kelelahan +3

4. Suka udara panas -5

5. Suka udara dingin +5

6. Keringat Berlebihan +3
7. Gugup +2

8. Nafsu makan naik +3

9. Nafsu makan turun -3

10. Berat badan naik -3

11. Berat badan turun +3

No Tanda Ada Tidak

1. Thyroid teraba +3 -3

2. Bising Thyroid +2 -2

3. Exopthalmus +2 -

4. Kelopak mata tertinggal gerak bola +1 -


mata
5. Hiperkinetik +4 -2

6. Tremor Jari +1 -

7. Tangan Panas +2 -2

8. Tangan basah +1 -1

9. Fibrilasi Atrial +4 -

10. Nadi teratur


<80x/menit - -3
80-90x/menit - -
>90x/menit +3 -

Tjokroprawiro membuat tiga kriteria diagnostik penyakit Graves yaitu :5


1. Diagnosis dugaan penyakit Graves : struma, gejala umum, gejala
kardiovaskular
2. Diagnosis klinis penyakit Graves: Diagnosis dugaan Indeks Wayne > 20
atau indeks New castle > 40
3. Diagnosis pasti penyakit Graves: diagnosis klinis ditambah FT4
meningkat dan TSHs menurun
3.3.5 Tes tiroid

Ada 5 tipe disfungsi tiroid yang sering dipakai oleh klinisi :

1. hipertiroid (tirotoksikosis)  kelebihan h.tiroid


2. hipotiorid (myxedema)  kekurangan h.tiroid
3. goiter  pembesaran gld.tiroid yg difus
4. nodul tiroid  pembesaran fokal gld. Tiroid  neoplasma jinak/ganas
5. fgs abnormal tiroid  clinically euthyroid patient.

Efek metabolik hormon tiroid :

1. kalorigenik
2. termoregulasi
3. Mengatur metab. Protein, karbohidrat dan lipid
4. mengatur metab. Vit A
5. Berperan penting dalam pertumbuhan syaraf otak dan sintesis hormon
gonadotropin, hormon pertumbuhan dan reseptor adregenik..

TES TIROID
Tes tiroid terdiri atas :

A. Tes untuk mengukur aktivitas/fungsi tiroid terdiri dari :


 Tiroksin serum (T4)
 Tri-iodotironin serum (T3)
 Kadar T4 bebas (FT4)
 Kadar T3 bebas (FT3)
 Indeks T4 bebas (FT4I)
 Tes TSH
 Tes TRH.
B. Tes untuk menunjukkan penyebab gangguan fungsi tiroid :

Tes Antibodi antitiroid

 Antibodi Tiroglobulin (anti Tg)


 Antibodi tiroid peroksidase (anti TPO) /Antibodi mikrosomal
 Thyroid Stimulating Antibodies (TSAb)

C. Tes untuk monitoring terapi :


 Tiroksin serum (T4)
 Tri-iodotironin serum (T3)
 Tes FT4
 Tes FT3
 Tes TSH

TES FUNGSI TIROID

Tes fungsi tiroid bertujuan untuk membantu menentukan status tiroid.


Tes T4 digunakan untuk menentukan suatu hipotiroidisme atau
hipertiroidisme, menentukan maintenance dose tiroid pada hipotiroidisme
dan memonitor hasil pengobatan antitiroid pada hipertiroidisme. Tes T3
digunakan untuk mendiagnosis hipertiroidisme dengan kadar T4 normal .

TSHs (Thyroid Stimulating Hormon sensitive) adalah tes TSH generasi


ke tiga yang dapat mendeteksi TSH pada kadar yang sangat rendah sehingga
dapat digunakan sebagai pemeriksaan tunggal dalam menentukan status
tiroid dan dilanjutkan dengan tes FT4 hanya bila dijumpai TSHs yang
abnormal. FT4 lebih sensitif daripada FT3 dan lebih banyak digunakan untuk
konfirmasi hipotiroidisme setelah dilakukan tes TSHs .

Tes Thyroid Releasing Hormone (TRH) digunakan untuk mengukur


respons hipofisis terhadap rangsangan TRH, yaitu dengan menentukan
kadar TSH serum sebelum dan sesudah pemberian TRH eksogen. Pada
hipertiroidisme klinis atau subklinis tidak tampak peningkatan TSH setelah
pemberian TRH. Sebaliknya bila pasien eutiroid atau sumbu hipotalamus-
hipofisis masih intak, maka hipofisis akan memberikan respons yang
adekuat terhadap rangsangan TRH. Tes TRH yang normal menyingkirkan
diagnosis hipertiroidisme .

Tes TRH hanya dilakukan pada pasien yang dicurigai hipertiroidisme


sedangkan kadar FT4 dan FT3 masih normal atau untuk mengevaluasi kadar
TSH yang rendah atau tidak terdeteksi dengan atau tanpa
hiper/hipotiroidisme yang penyebabnya tidak diketahui .

Tes Untuk Menunjukkan Penyebab Gangguan Fungsi Tiroid

Antibodi Tiroglobulin (Tg) merupakan salah satu protein utama tiroid


yang berperan dalam sintesis dan penyimpanan hormon tiroid. Tujuan tes :
terutama diperlukan sebagai petanda tumor dalam pengelolaan karsinoma
tiroid berdiferensiasi baik (well differentiated thyroid carcinoma). Kadar Tg
akan meningkat pada karsinoma tiroid berdiferensiasi baik dan akan kembali
menjadi normal setelah tiroidektomi total, kecuali bila ada metastasis. Kadar
Tg rendah menunjukkan tidak ada jaringan karsinoma atau metastasis lagi.
Kadarnya akan meningkat kembali jika terjadi metastasis setelah terapi .
Pada penyakit Graves ditemukan antibodi yang mmpengaruhi resepor
TSH dari sel tiroid dan merangsang produksi hormon tiroid. Antibodi ini
disebut thyroid stimulating immunoglobulins (TSI). Selain TSI, ada
immunoglobulin yang merangsang pertumbuhan kelenjar tiroid tanpa
mempengaruhi produksi hormon. Antibodi ini disebut thyroid growth
immunoglobulins (TGI) .
Tes Untuk Monitoring Terapi

Untuk memonitoring terapi tiroid maka diperlukan tes T4 Total, T3 ,


FT4, FT3 dan TSH seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tujuan tes
monitoring terapi untuk melihat perkembangan terapi berdasarkan status
tiroid.

Nilai Rujukan Dan Interpretasi

1. TES T4

 Nilai Rujukan :
-
Dewasa : 50-113 ng/L (4,5g/dl)
-
Wanita hamil, pemberian kontrasepsi oral : meningkat
-
Diatas : diatas 16,5 g/dl
-
Anak-anak : diatas 15,0 g/dl
-
Usila : menurun sesuai penurunan kadar protein
plasma
 Interpretasi :

- Meningkat : hipertiroidisme, tiroiditis akut, kahamilan, penyakit


hati kronik, penyakit ginjal, diabetes mellitus, neonatus, obat-
obatan: heroin, methadone, estrogen.

- Menurun : hipotiroidisme, hipoproteinemia, obat2an seperti


androgen, kortikosteroid, antikonvulsan, antitiroid (propiltiouracil)
dll.

2. TES T3

 Nilai Rujukan:
Dewasa : 0,8 – 2,0 ng/ml (60-118 ng/dl)

Wanita hamil, pemberian kontrasepsi oral : meningkat


Infant dan anak-anak kadarnya lebih tinggi.

 Interpretasi

- Meningkat : hipertiroidisme, T3 tirotoksikosis, tiroiditis akut,


peningkatan TBG, obat-obatan:T3 dengan dosis 25 g/hr atau lebih
dan obat T4 300 g/hr atau lebih, dextrothyroxine, kontrasepsi oral

- Menurun : hipotiroidisme (walaupun dalam beberapa kasus kadar


T3 normal), starvasi, penurunan TBG, obat-obatan: heparin, iodida,
phenylbutazone, propylthiuracil, Lithium, propanolol, reserpin,
steroid.

3. TES FT4 (FREE THYROXIN)

 Nilai Rujukan: 10 - 27 pmol/L


 Interpretasi

- Meningkat : pada penyakit Graves dan tirotoksikosis yang disebabkan


kelebihan produksi T4.

- Menurun : hipertiroidisme primer, hipotiroidisme sekunder,


tirotoksikosis karena kelebihan produksi T3.

4. TES FT3 (FREE TRI IODOTIRONIN)


 Nilai Rujukan : 4,4 – 9,3 pmol/L
 Interpretasi :

- Meningkat : pada penyakit Graves dan tirotoksikosis yang disebabkan


kelebihan produksi T3.

-Menurun : hipertiroidisme primer, hipotiroidisme sekunder,


tirotoksikosis karena kelebihan produksi T3.
5. Tes TSH (THYROID STIMULATING HORMONE)

 Nilai rujukan : 0,4 – 5,5 mIU/l


 Interpretasi :

- Meningkat : hipotiroidisme pimer, tiroiditis (penyakit autoimun


Hashimoto), terapi antitiroid pada hipertiroidisme, hipertiroidisme
sekunder karena hiperaktifitas kelenjar hipofisis, stress emosional
berkepanjangan, obat-obatan misalnya litium karbonat dan iodium
potassium.

- Menurun : hipertiroidisme primer, hipofungsi kelenjar hipofisis


anterior, obat-obatan misalnya aspirin, kortikosteroid, heparin dan
dopamin.

6. TES TSHs (TSH 3rd Generation)


 Nilai rujukan : 0,4 – 5,5 mIU/l
Batas pengukuran : 0,002 – 20 mIU/L

 Interpretasi

- Meningkat : hipotiroidisme pimer, tiroiditis (penyakit autoimun


Hashimoto), terapi antitiroid pada hipertiroidisme,
hipertiroidisme sekunder karena hiperaktifitas kelenjar
hipofisis, stress emosional berkepanjangan, obat-
obatan misalnya litium karbonat dan iodium
potassium.

- Menurun : hipotiroidisme sekunder, hipertiroidisme primer,


hipofungsi kelenjar hipofisis anterior, obat-obatan
misalnya aspirin, kortikosteroid, heparin dan dopamin.
7. Antibodi Tiroglobulin
 Nilai rujukan : 3-42 ng/ml
 Interpretasi :

- Meningkat : hipertiroidisme, subakut tiroiditis, kanker tiroid yang


tidak diterapi, penyakit Graves, tumor benigna, kista
tiroid.

- Menurun : hipotiroidisme neonatal.

8. Antibodi Mikrosomal
 Nilai rujukan : hasil tes negative
 Interpretasi :
Adanya antibodi mikrosomal menunjukkan penyakit tiroid autoimun,
juga dapat ditemukan pada kanker tiroid. Pada penderita dengan
pengobatan tiroksin, bila ditemukan antibodi tiroid memberi petunjuk
kegagalan fungsi tiroid.

9. TS Ab

 Nilai rujukan: hasil tes negatif


 Interpretasi :
TSAb ditemukan pada 70-80% penderita Graves yang tidak mendapat
pengobatan, 15% pada penyakit Hashimoto, 60% pada penderita
Graves oftalmik dan pada beberapa penderita kanker tiroid.
Algoritme Tes Fungsi Tiroid

Kelainan
tiroid
TSH sensitif

Meningkat Normal Terukur

Hipotiroidisme Eutiroid Hipertiroidisme

FT4 FT4

Normal Menurun Meningkat Normal

FT3

Hipotiroidisme Hipertiroidisme Hipertiroidisme


hipotiroidisme
subklinis subklinis

Keterangan :

Sebagai tes saring fungsi tiroid urutannya sbb:

1.Tes TSHs
2.Tes FT4
3.FT3
3.3.6 Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan tergantung dari etiologi tirotoksikosis, usia
pasien, riwayat alamiah penyakit, tersedianya modalitas pengobatan,
situasi pasien (ingin mempunyai anak/tidak), resiko pengobatan, dsb.2
Pengobatan Tirotoksikosis dapat dikelompokkan menjadi Tirostatika,
Tiroidektomi, Yodium radioaktif.
1. Tirostatika (OAT-Obat Anti Tiroid)
a. PTU (Propyl thiouracil), pada umumnya dosis awal adalah 100-
150 mg setiap 6 jam, setelah 4-8 minggu dosis diturunkan menjadi
50-200 mg sekali atau dua kali dalam sehari. Keuntungan PTU
dibanding methimazole adalah bahwa PTU dapat menghambat
konversi T4 menjadi T3 sehingga lebih efektif dalam menurunkan
hormon tiroid secara cepat.
b. Methimazole, mempunyai duration of action yang lebih panjang
sehingga lebih banyak digunakan sebagai single dose.
Methimazole berada dalam folikel ±20 jam. Dosis awal dimulai
dengan 40 mg setiap pagi selama 1-2 bulan dan selanjutnya dosis
diturunkan menjadi 5-20 mg setiap pagi sebagai dosis rumatan.
Tabel 4.Efek berbagai obat yang digunakan dalam pengelolaan Tirotoksikosis 2
Kelompok Obat Efek Indikasi

Obat Anti Tiroid Menghambat sintesis Pengobatan lini


Propiltiourasil (PTU) hormon tiroid dan pertama pada
Metimazole (MMI) berefek Graves. Obat
Karbimazol (CMZ) imunosupresif (PTU jangka pendek pra
Antagonis Adrenergik- hambat konversi T4 bedah/pra-RAI
ƀ menjadi T3)
B-adrenergik Mengurangi dampak Obat tambahan,
antagonis hormon tiroid pada kadang sebagai obat
Propanolol jaringan tunggal pada
Metoprolol tiroiditis
Atenolol
Nadolol
Bahan mengandung Menghambat Persiapan
Iodine keluarnya T4 dan T3 tiroidektomi. Pada
Kalium iodida krisis tiroid bukan
Solusi Lugol
Na Ipodat Menghambat pada penggunaan
Asam Iopanoat produksi T3 rutin
ekstratiroidal
Obat Lain Menghambat transpor Bukan indikasi
Kalium perklorat yodium, sintesis dan rutin
Litium Karbonat keluarnya hormon Pada sub akut
Glukokortikoid Memperbaiki efek tiroiditis berat dan
hormon di jaringan krisis tiroid
dan sifat imunologis

Ada dua metode yang dapat digunakan dalam penggunaan OAT ini.
Pertana berdasarkan titrasi: mulai dosis besar dan kemudian berdasarkan
klinis/laboratoris dosis diturunkan sampai mencapai dosis terendah
dimana pasien masih dalam keadaan eutiroid. Kedua dengan blok-
substitusi, dalam metode ini pasien diberi dosis besar terus menerus dan
apabila mencapai keadaan hipotiroid, maka ditambah hormon tiroksin
hingga mencapai eutiroid.2
Terapi diberikan sampai mengalami remisi spontan, pada sekitar 20-40%
mengalami perbaikan dalam 6 bulan-1.5 tahun. Observasi diperlukan
dalam jangka panjang oleh karena angka kekambuhan sangat tinggi yaitu
sekitar 50-60%4. Efek samping yang sering rash, urtikaria, demam dan
malaise, alergi, eksantem, nyeri otot dan atralgia yang jarang keluhan
gastrointestinal, perubahan rasa, dan yang paling ditakuti yaitu
agranulositosis. Untuk evaluasi gunakan gambaran klinis.2
2. Tiroidektomi
Pada penderita dengan kelenjar gondok yang besar atau dengan goiter
nultinoduler maka tiroidektomi subtotal merupakan pilihan. Operasi ini
baru dilaksanakan jika pasien dalam keadaan eutiroid, secara klinis
ataupun biokimia. Dua minggu sebelum operasi penderita diberikan
solutio lugol dengan dosis lima tetes dua kali sehari. Pemberian solutio
lugol bertujuan untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar, sehingga akan
mempermudah jalannya operasi.2
Pada sebagian penderita Grave’s disease membutuhkan suplemen
hormon tiroid setelah dilakukan tiroidektomi. Komplikasi pada
pembedahan adalah hipoparatiroid dan terjadi kerusakan pada nervus
recurrent laryngeal. Hipoparatiroid bisa terjadi permanen atau sepintas.
Setiap pasien pasca operasi perlu dipantau apakah terjadi remisi,
hipotiroidisme atau residif. Operasi yang tidak direncanakan dengan baik
membawa resiko terjadinya krisis tiroid dengan mortalitas yang amat
tinggi.2
3. Yodium Radioaktif (radio active iodium-RAI)
Untuk menghindari krisis tiroid lebih baik pasien disiapkan dengan
OAT menjadi eutiroid, meskipun pengobatan tidak mempengaruhi hasil
akhir pengobatan RAI. Dosis RAI berbeda, ada yang bertahap untuk
mencapai eutiroid tanpa hipotiroid, ada yang langsung dengan dosis besar
untuk mencapai hipotiroid kemudian ditambah tiroksin sebagai substitusi.
Kekhawatiran bahwa radiasi akan menyebabkan karsinoma tidak terbukti.
Satu-satunya kontraindikasi adalah graviditas. Komplikasi ringan, kadang
terjadi tiroiditis sepintas. Pada enam bulan pasca radiasi disarankan untuk
tidak hamil.
Tabel 5. Keuntungan dan kerugian berbagai pengobatan Tiroroksikosis 2
Pengobatan Keuntungan Kerugian

Tirostatika Kemungkinan remisi Angka residif cukup


jangka panjang tanpa tinggi
hipotiroid Pengobatan janga
panjang dan kontrol
yang sering

Tiroidektomi Cukup banyak Dibutuhkan ketrampilan


menjadi eutiroid bedah

Yodium radioaktif Relatif cepat Masih ada morbiditas


Jarang residif 40 % hipotiroid dalam
Sederhana 10 tahun
Daya kerja obat lambat
50% hipotiroid pasca
radiasi
3.3.7 Komplikasi
1. Krisis Tiroid
Krisis tiroid adalah tirotoksikosis yang sangat membahayakan dan
merupakan suatu kondisi eksaserbasi akut dari tirotoksikosis. Hampir
semua kasus disertai oleh faktor pencetus. Hingga kini patogenesis
krisis tiroid belum jelas : free-hormon meningkat, naiknya free-
hormon mendadak, efek T3 pasca transkripsi, meningkatnya kepekaan
sel sasaran.
Tabel 6. Faktor Pencetus Krisis Tiroid
Infeksi Konsumsi hormon tiroid

Pembedahan baik tiroid atau non KAD


tiroid
Terapi radio iodine Gagal jantung kongestif

Putus obat antitiroid Hipoglikemia

Amiodaron Toksemia gravidarum

Stress emosi berat Persalinan

Emboli Paru CVA

Trauma Ekstraksi Gigi

Krisis tiroid ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan tidak ada


kriteria laboratorium yang spesifik untuk mendiagnosis krisis tiroid.
Kriteria diagnostik untuk krisis tiroid dibuat oleh Burch-Wartofsky
untuk membedakan apakah tirotoksikosis, impending crisis tiroid atau
krisis tiroid. Kecurigaan krisis tiroid apabila terdapat trias:
menghebatnya tanda tirotoksikosis, kesadaran menurun dan
hipertermia.3,4
Tabel 7 Kriteria Diagnostik untuk Krisis Tiroid4,6
1. Thermoregulatory Dysfunction 2. Cardiovascular Dysfunction
Temperature a. Tachycardia

37,2-37,7oC 5 99-109 5
37,8-38,3oC 10 110-119 10
38,4-38,8oC 15 120-129 15
38,9-39,4oC 20 130-139 20
39,5-39,9oC 25 ≥140 25
≥ 40oC 30
b. Congestive Heart failure
Absent 0
Mild 5
( Pedal edema )
Moderate ( bibasiler rales ) 10
Severe ( pulmonary edema ) 15
c. Atrial Fibrilasi
AF present 10
Absent 0

3. Central Nervouse System Effects 4. Gastrointestinal Hepatic Dysfunction


Absent 0 Absent 0
Mild Moderate 10
 Agitation 10  Diarrhea
Moderate  Nausea/Vomiting
 Delirium  Abdominal pain
 Psychosis 20 Severe 20
 Extreme lethargy  Unexplained Jaundice
Severe Negatif 0
 Seizure Positif 10
 Coma

30

Apabila setelah dijumlah didapatkan skor :


≥ 45 : sangat mungkin krisis tiroid
25-44: sangat mungkin impending krisis tiroid
≤25 : tidak ada krisis tiroid
Diagnosis krisis tiroid dapat ditunjang dengan hasil pemeriksaan
fungsi tiroid yaitu kadar TSH (Thyrois Stimulating Hormone) tidak
terdeteksi (<0,001 mU/L) dan peningkatan kadar T3 lebih menonjol
daripada T4 karena terjadi bersamaan dengan peningkatan konversi
hormon tiroid perifer T4 ke T3.4,8,9
Pengobatan harus segera diberikan dan harus diberikan dengan
kontrol yang baik setiap harinya. Pengelolaan krisis tiroid ditujukan
untuk menurunkan sintesis dan sekresi hormon tiroid, menurunkan
pengaruh perifer hormon tiroid dengan menghambat T4 menajdi T3,
terapi mencegah dekompensasi sistemik, terapi penyakit pemicu dan
terapi suportif.8,9

Terapi Suportif
 Pasang naso gastrik tube diperlukan untuk pemberian oral
 Keseimbangan cairan dan infus glukosa untuk nutrisi
 Oksigen
 Status Kardiorespirasi
 Kompres dingin
 Acetaminophen (hindari penggunaan aspirin karena dapat melepas
T4 dari TBG (Thyroid Binding Globulin) sebagai akibat serum FT4
meningkat. Chlorpromazine 50-100 mg IM dapat digunakan untuk
mengatasi agitasi dan dapat menghambat termoregulasi sentral
maka dapat digunakan untuk pengobatan hiperpireksia.
 Phenobarbital, dapat digunakan sebagai sedative
 Multivitamin

Terapi Khusus
 Terapi awal PTU 400 mg PO dengan dosis rumatan 100-200 mg
setiap 4 jam atau dengan menggunakan methimazole dengan dosis
awal 40 mg PO dilanjutkan dengan 10 mg setiap 4 jam. PTU
merupakan tionamid pilihan pertama, karena dapat pula
menghambat konversi perifer T4 menjadi T3. Namun sayangnya
obat ini tidak tersedia dalam bentuk injeksi sehingga harus diberikan
melalui pipa nasogastric.8,9
 Solutio lugol 6 tetes setiap 6 jam harus diberikan 1 jam setelah
pemberian PTU
 Propanolol dengan dosis 10-40 mg PO setiap 6 jam atau 0,5-1 mg
IV setiap 3 jam. Propanolol sering digunakan dengan tujuan
menurunkan konversi T4 menjadi T3 dan menghambat pengaruh
perifer hormon tiroid.8,9
 Hydrocortison hemisuccinate dosis 100-200 mg IV atau
dexamethason 2 mg IV setiap 8 jam.
 Terapi faktor pencetus (misalnya infeksi).
DAFTAR PUSTAKA
1. Anwar, R. Fungsi dan Kelainan Tiroid. Makalah Endokrinologi Bandung :
FK UNPAD.2007.
2. Aru W. Sudowo et all, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (PAPDI), Dalam :
R. Djokomoeljanto, Hipertiroidisme dan Tirotoksikosis Edisi 5 Jilid 3,
Jakarta : Interna Publishing; h2003-08
3. Guyton, Arthur C.Hall,John E.2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi
11. Jakarta : EGC
4. Bursch HB, Wartofsky L.1993.Life-threatening thyrotoxicosis: Thyroid
storm. Endocrinol Metab Clin North Amer 22,63.
5. Tjokroprawiro, A.2002.Practical Guidlines with formula 41668 for the
treatment of thyroid crisis. Clinical Experiences:Morning report Dept.of
Internal Medicine, Airlangga University of Medicine, Surabaya.
6. Tjokroprawiro.2005.Thyrois Storm: A Life Threatening Thyrotoxicosis
(Theraupetic Guidelines with formula TS 41668 24-6).Presented at
Workshop and Hands on Experiences V Thyroid Surgery. School of Head
and Neck Surgery for general Surgeon. Surabaya 22-24 August.
7. Djokomoeljanto R. Pengelolaan Hipotiroidisme dan hipertiroidisme secara
umum. Naskah lengkap Endokrinologi Klinis IV.Eds Johan S.Masjhur dan
Sri Hartini KS Kariadi. Perkeni Bandung 2002 hlm RI.
8. Jameson L,Weetman A.Disorders of the Thyroid gland. In:Braunwald E,
Fancy AS Kasper DL,eds.Harrison’s Principles of internal medicine.15th
ed.New York: Mc Graw hill; 2001.p.2060-84.
9. Debaveye Y, Ellger B,Berghe GVN. Acute endocrine disorder. In RK
Albert etal (eds) Clinical Critical Care medicine. Mosby Inc
Philadelphia,PA. 2006.p.497-06.

Vous aimerez peut-être aussi