Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
FAKULTAS KEDOKTERAN
LAPORAN KASUS
TIROTOKSIKOSIS
DISUSUN OLEH:
Nurul Mushlihah
PEMBIMBING:
Judul : Tirotoksikosis
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia
Pembimbing
PENDAHULUAN
Riwayat Pengobatan
Riwayat minum obat tidak ada.
Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok, riwayat meminum alkohol disangkal.
Riwayat keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama. Riwayat
tekanan darah tinggi dan penyakit jantung disangkal.
Riwayat alergi
Tidak ada riwayat alergi obat-obatan ataupun makanan.
2.3 OBJEKTIF
Keadaan umum : Sakit sedang / gizi kurang/ komposmentis
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 167 cm
IMT : 50/(1.67)2 = 17,98 kg/m2
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Nadi : 110 kali / menit,Irama : Reguler
Pernapasan : 30 kali / menit Tipe :Abdominal-Thorakal
0
Suhu : 38,6 C (Aksila)
Pemeriksaan Fisis :
Kepala : Normochepali, Rambut : hitam, lurus, sukar dicabut
Mata : Gerakan : segala arah
Kelopak mata : edema tidak ada
Konjungtiva : Anemis -
Sklera : Ikterus -
Kornea : Jernih
Pupil : bulat, isokor d=2,5/2,5 mm
Telinga : Tophi :-
Nyeri tekan di proc. Mastoideus: -
Pendengaran : normal
Hidung : Perdarahan -, Sekret –
Mulut : Bibir : Pucat (-) Kering(+)
Gigi geligi : Karies (-)
Gusi : Perdarahan(-)
Lidah : Kotor/tremor (-/-)
Tonsil : T1- T1,hiperemis(-)
Farings : Hiperemis(-)
Leher :
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
Dada :
Inspeksi : Bentuk : normochest, simetris ki-ka
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Buah dada : dalam batas normal
Sela iga : dalam batas normal
Lain-lain : tidak ada
Paru :
Palpasi : Fremitus raba :
dalam batas normal, simetris ki-ka
Nyeri tekan : (-)
Perkusi : Paru kiri : sonor
Paru kanan : sonor
Batas paru – hepar : ICS V-VI
Batas paru belakang kanan : ICS IX belakang kanan
Batas paru belakang kiri : ICS X belakang kiri
Auskultasi : Bunyi pernapasan : vesikuler
Bunyi tambahan : Rh (-/-) Wh (-/-)
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : pekak
Batas atas jantung : ICS II sinistra
Batas kanan jantung :
ICS III-IV linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung :
ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ I / II : murni reguler
Bunyi tambahan : (-)
Perut :
Inspeksi : datar, ikut gerak napas
Punggung :
Palpasi : tidak ada kelainan
Nyeri ketok : tidak ada
Auskultasi : normal
Gerakan : normal
Lain-lain : ………………….
Alat Kelamin : tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rectum : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Edema -/-
-/-
Pemeriksaan Penunjang :
Darah Rutin
SGOT/SGPT
Ureum/Creatinin
Elektrolit
FT4
TSH
EKG
III. DIAGNOSIS
Tirotoksikosis
IV. DIAGNOSA BANDING
V. PLANNING
IVFD Asering 28 tpm : loading 250 cc, lanjut 28 tpm
Cefotaxime 1 gr/12 J/ IV
Ranitidin 1 gr/12 J/ IV
Santagesik 1 gr/ 8 J/ IV
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
RESUME
Pasien masuk dengan keluhan demam sejak kemarin, terus-menerus, lemas
ada, nyeri kepala tidak ada, mual tidak ada, Muntah tidak ada, nyeri ulu hati ada.
Pasien mengeluhkan tampak kuning seluruh tubuh, dialami ± 2 bulan. Riwayat
demam tidak terus menerus ± 2 bulan. Nafsu makan menurun. Buang air besar
biasa, Buang air kecil lancar, berwarna seperti teh.
Penderita juga merasakan badan menjadi lemas. Pada pemeriksaan fisis
Sklera tampak ikterus, pada abdomen hepar teraba 1 jari di bawah arkus kostae
dextra, tepi tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal, nyeri tekan ada.
Pemeriksaan tes fungsi hati SGOT dan SGPT meningkat dan tes serologis HBsAg
Positif.
Pasien laki-laki 25 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan demam dialami
sejak ± 1 bulan, tidak terus-menerus, batuk ada, lendir ada,darah tidak ada,sesak
ada, nyeri dada tidak ada, mual ada, muntah tidak ada, penurunan berat badan ada.
Berat badan awal 70 kg turun menjadi 50 kg. Nafsu makan baik, riwayat BAB encer
sering ± 1 bulan,BAK lancar.
I. Anamnesis
Keluhan Utama :
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :
Mata
Exophtalmus (+)
Tidak terdapat ptosis pada palpebra dan tidak terdapat oedem
Conjunctiva anemis
Sklera tidak tampak ikterik
Pupil: isokor
Hidung
Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas
Septum : terletak ditengah dan simetris
Mukosa hidung : tidak hiperemis
Cavum nasi : tidak ada tanda perdarahan
Telinga
Daun telinga : normal
Liang telinga : lapang
Membrana timpani : intake
Nyeri tekan mastoid : tidak ada
Sekret : tidak ada
Leher
JVP : (5+2) cm H2O
Kelenjar tiroid : teraba pembesaran kelenjar tiroid, difus,
padat, immobile
Trakea : letak di tengah
Thorax
Paru-Paru
Inspeksi : pergerakan nafas statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus sama pada kedua paru
Perkusi : sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari linea midclavicularis
sinistra, ICS 5
Perkusi : Batas atas : ICS 2 linea parasternalis
sinistra
Batas kanan : ICS 3-4 linea sternalis
dextra
Batas kiri : ICS 5, 1 cm lateral linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, tidak terdapat pelebaran vena
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : timpani, nyeri ketok (-), shifting dullnes (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar teraba (-), lien teraba (-
), benjolan (-)
Ekokardiografi
- Normal systolic LV function
- MR trivial
- LV diastolic dysfunction
V. Diagnosa Banding
Arthritis Rheumatoid
VI. Penatalaksanaan
Tirah baring
Infus NaCl 0,9% 28 tpm
Drips Neurobion 1 amp/IM
KSR 600 mg 2x2
Omeprazole 40 mg/24jam/IV
Paracetamol 2 tab/8jam/oral
Propanolol 10 mg/8jam/oral
Euthyrox 50 mg/24jam/oral
Clobazam tab/24jam/oral
Meloxicam 15 mg/24jam/oral
Alprazolam 0,5 mg ½-0-½
VII. Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Tiroid terdiri atas folikel yang merupakan kumpulan dari sel kolumnar. Sel
foliker tersebut mensintesis tiroglobulin (Tg) yang akan disekresiken kedalam
lumen folikel. Tg merupakan glikoprotein. Proses biosintesis hormon tiroid
terjadi dalam beberapa tahap, yaitu tahap trapping, oksidasi, coupling, storage
atau penyimpanan, deiyodinasi, proteolisis dan pengeluaran hormon tiroid.2
Tahap pertama pembentukan hormon tiroid adalah pompa iodida dari darah
ke dalam sel dan folikel kelenjar tiroid. Membran basal sel tiroid memompakan
iodida masuk ke dalam sel yang disebut dengan penjeratan iodida (iodide
trapping). Sel-sel tiroid kemudian membentuk dan mensekresikan tiroglobulin
dari asam amino tirosin. Tahap berikutnya adalah oksidasi ion iodida menjadi
I2 oleh enzim peroksidase. Selanjutnya terjadi iodinasi tirosin menjadi
monoiodotirosin, diiodotirosin, dan kemudian menjadi T4 dan T3 yang diatur
oleh enzim iodinase. Kemudian, hormon tiroid yang telah terbentuk ini
disimpan di dalam folikel sel dalam jumlah yang cukup untuk dua hingga tiga
bulan. Setelah hormon tiroid terbentuk di dalam tiroglobulin, keduanya harus
dipecah dahulu dari tiroglobulin, oleh enzim protease. Kemudian, T4 dan T3
yang bebas ini dapat berdifusi ke pembuluh kapiler di sekitar sel-sel tiroid.
Keduanya diangkut dengan menggunakan protein plasma. Karena mempunyai
afinitas yang besar terhadap protein plasma, hormon tiroid, khususnya tiroksin,
sangat lambat dilepaskan ke jaringan. Kira-kira tiga perempat dari tirosin yang
teriodinasi dalam tiroglobulin tidak akan pernah menjadi hormon tiroid, hanya
sampai pada tahap monoiodotirosin atau diiodotirosin. Yodium dalam
monoiodotirosin dan diiodotirosin ini kemudian akan dilepas kembali oleh
enzim deiodinase untuk membuat hormon tiroid tambahan.3
Regulasi hormon tiroid adalah sebagai berikut. Hipotalamus sebagai master gland
mensekresikan TRH (Tyrotropine Releasing Hormone) untuk mengatur sekresi
TSH oleh hipofisis anterior. Kemudian tirotropin atau TSH (Thyroid Stimulating
Hormone) dari hipofisis anterior meningkatkan sekresi tiroid dengan perantara
cAMP. Mekanisme ini mempunyai efek umpan balik negatif, bila hormon tiroid
yang disekresikan berlebih, sehingga menghambat sekresi TRH maupun TSH. Bila
jumlah hormon tiroid tidak mencukupi, maka terjadi efek yang sebaliknya.3
Efek yang umum dari hormon tiroid adalah mengaktifkan transkripsi inti
sejumlah besar gen. Oleh karena itu, di semua sel tubuh sejumlah besar enzim
protein, protein struktural, protein transpor, dan zat lainnya akan disintesis. Hasil
akhirnya adalah peningkatan menyeluruh aktivitas fungsional di seluruh tubuh.
Hormon tiroid meningkatkan aktivitas metabolik selular dengan cara meningkatkan
aktivitas dan jumlah sel mitokondria, serta meningkatkan transpor aktif ion-ion
melalui membran sel. Hormon tiroid juga mempunyai efek yang umum juga
spesifik terhadap pertumbuhan. Efek yang penting dari fungsi ini adalah
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak selama kehidupan janin dan
beberapa tahun pertama kehidupan pasca lahir.3
Efek hormon tiroid pada mekanisme tubuh yang spesifik meliputi
peningkatan metabolisme karbohidrat dan lemak, peningkatan kebutuhan vitamin,
meningkatkan laju metabolisme basal, dan menurunkan berat badan. Sedangkan
efek pada sistem kardiovaskular meliputi peningkatan aliran darah dan curah
jantung, peningkatan frekuensi denyut jantung, dan peningkatan kekuatan jantung.
Efek lainnya antara lain peningkatan pernafasan, peningkatan motilitas saluran
cerna, efek merangsang pada sistem saraf pusat (SSP), peningkatan fungsi otot, dan
meningkatkan kecepatan sekresi sebagian besar kelenjar endokrin lain.3
3.3 TIROTOKSIKOSIS
Mutasi TSH-r
Genitourinaria Oligomenorea,amenorea,libido
turun,infertil,ginekomastia
Darah dan limfatik Osteoporosis, epifisis cepat menutup dan nyeri tulang
skelet
Spesifik untuk penyakit Graves ditambah dengan:
Oftalmopati (50%) edema pretibial, kemosis, proptosis, diplopia, visus
menurun, ulkus kornea
Dermopati (0,5-4%)
Akropaki (1%)
Untuk laboratorium, apabila curiga adanya hipertiroid, maka yang diperiksa
adalah FT4 (free thyroxin), FT3 dan TSHs. Pemeriksaan antibodi yang khas
untuk grave’s disease adalah TSH-R Ab (stimulating). I123 atau technetium
scan biasanya digunakan untuk mengevaluasi ukuran kelenjar dan adanya
nodul ‘hot’ atau ‘cold’.
3.3.4 Diagnosa
Diagnosis pasti dari suatu penyakit hampir diawali oleh kecurigaan klinis.
Pemeriksaan minimal yang harus dikerjakan bila ada kecurigaan hipertiroid
adalah FT4 dan TSHs. Apabila didapatkan peningkatan FT4 dan penurunan
TSHs maka hipertiroid dapat ditegakkan.
Hipertiroid dengan atau tanpa goiter apabila tidak disertai dengan
exopthalmus harus dilakukan pemeriksaan radioiodine uptake. Bila
didapatkan peningkatan uptake maka diagnosis Grave’s disease dan toxic
nodular goiter dapat ditegakkan. Radioiodine uptake yang rendah didapatkan
pada hipertiroid yang baik, tiroiditis sub akut, tiroiditis hashimoto fase akut,
pengobatan dengan levotyroxin yang jarang yaitu struma ovarii.
Apabila FT4 dan TSHs keduanya meningkat maka harus dicurigai adanya
tumor pituitari yang memproduksi TSH. Apabila FT4 normal sedangkan
TSHs rendah maka FT3 harus diperiksa, diagnosis Grave’s disease stadium
awal dan T3-secreting toxic nodules dapat ditegakkan apabila FT3
meningkat. Apabila FT3 rendah didapat pada euthyroid sick sindrom atau
pada penderita yang mendapatkan terapi dopamin atau kortikosteroid.
Untuk itu telah dikenal indeks klinis Wayne dan New Castle yang
didasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Kemudian diteruskan
dengan pemeriksaan penunjang untuk konfirmasi diagnosis anatomis, status
tiroid dan etiologi.2
Tabel 3 Indeks Wayne
No Gejala yang timbul Dan atau Nilai
bertambah berat
1. Sesak saat kerja +1
2. Berdebar +2
3. Kelelahan +3
6. Keringat Berlebihan +3
7. Gugup +2
1. Thyroid teraba +3 -3
2. Bising Thyroid +2 -2
3. Exopthalmus +2 -
6. Tremor Jari +1 -
7. Tangan Panas +2 -2
8. Tangan basah +1 -1
9. Fibrilasi Atrial +4 -
1. kalorigenik
2. termoregulasi
3. Mengatur metab. Protein, karbohidrat dan lipid
4. mengatur metab. Vit A
5. Berperan penting dalam pertumbuhan syaraf otak dan sintesis hormon
gonadotropin, hormon pertumbuhan dan reseptor adregenik..
TES TIROID
Tes tiroid terdiri atas :
1. TES T4
Nilai Rujukan :
-
Dewasa : 50-113 ng/L (4,5g/dl)
-
Wanita hamil, pemberian kontrasepsi oral : meningkat
-
Diatas : diatas 16,5 g/dl
-
Anak-anak : diatas 15,0 g/dl
-
Usila : menurun sesuai penurunan kadar protein
plasma
Interpretasi :
2. TES T3
Nilai Rujukan:
Dewasa : 0,8 – 2,0 ng/ml (60-118 ng/dl)
Interpretasi
Interpretasi
8. Antibodi Mikrosomal
Nilai rujukan : hasil tes negative
Interpretasi :
Adanya antibodi mikrosomal menunjukkan penyakit tiroid autoimun,
juga dapat ditemukan pada kanker tiroid. Pada penderita dengan
pengobatan tiroksin, bila ditemukan antibodi tiroid memberi petunjuk
kegagalan fungsi tiroid.
9. TS Ab
Kelainan
tiroid
TSH sensitif
FT4 FT4
FT3
Keterangan :
1.Tes TSHs
2.Tes FT4
3.FT3
3.3.6 Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan tergantung dari etiologi tirotoksikosis, usia
pasien, riwayat alamiah penyakit, tersedianya modalitas pengobatan,
situasi pasien (ingin mempunyai anak/tidak), resiko pengobatan, dsb.2
Pengobatan Tirotoksikosis dapat dikelompokkan menjadi Tirostatika,
Tiroidektomi, Yodium radioaktif.
1. Tirostatika (OAT-Obat Anti Tiroid)
a. PTU (Propyl thiouracil), pada umumnya dosis awal adalah 100-
150 mg setiap 6 jam, setelah 4-8 minggu dosis diturunkan menjadi
50-200 mg sekali atau dua kali dalam sehari. Keuntungan PTU
dibanding methimazole adalah bahwa PTU dapat menghambat
konversi T4 menjadi T3 sehingga lebih efektif dalam menurunkan
hormon tiroid secara cepat.
b. Methimazole, mempunyai duration of action yang lebih panjang
sehingga lebih banyak digunakan sebagai single dose.
Methimazole berada dalam folikel ±20 jam. Dosis awal dimulai
dengan 40 mg setiap pagi selama 1-2 bulan dan selanjutnya dosis
diturunkan menjadi 5-20 mg setiap pagi sebagai dosis rumatan.
Tabel 4.Efek berbagai obat yang digunakan dalam pengelolaan Tirotoksikosis 2
Kelompok Obat Efek Indikasi
Ada dua metode yang dapat digunakan dalam penggunaan OAT ini.
Pertana berdasarkan titrasi: mulai dosis besar dan kemudian berdasarkan
klinis/laboratoris dosis diturunkan sampai mencapai dosis terendah
dimana pasien masih dalam keadaan eutiroid. Kedua dengan blok-
substitusi, dalam metode ini pasien diberi dosis besar terus menerus dan
apabila mencapai keadaan hipotiroid, maka ditambah hormon tiroksin
hingga mencapai eutiroid.2
Terapi diberikan sampai mengalami remisi spontan, pada sekitar 20-40%
mengalami perbaikan dalam 6 bulan-1.5 tahun. Observasi diperlukan
dalam jangka panjang oleh karena angka kekambuhan sangat tinggi yaitu
sekitar 50-60%4. Efek samping yang sering rash, urtikaria, demam dan
malaise, alergi, eksantem, nyeri otot dan atralgia yang jarang keluhan
gastrointestinal, perubahan rasa, dan yang paling ditakuti yaitu
agranulositosis. Untuk evaluasi gunakan gambaran klinis.2
2. Tiroidektomi
Pada penderita dengan kelenjar gondok yang besar atau dengan goiter
nultinoduler maka tiroidektomi subtotal merupakan pilihan. Operasi ini
baru dilaksanakan jika pasien dalam keadaan eutiroid, secara klinis
ataupun biokimia. Dua minggu sebelum operasi penderita diberikan
solutio lugol dengan dosis lima tetes dua kali sehari. Pemberian solutio
lugol bertujuan untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar, sehingga akan
mempermudah jalannya operasi.2
Pada sebagian penderita Grave’s disease membutuhkan suplemen
hormon tiroid setelah dilakukan tiroidektomi. Komplikasi pada
pembedahan adalah hipoparatiroid dan terjadi kerusakan pada nervus
recurrent laryngeal. Hipoparatiroid bisa terjadi permanen atau sepintas.
Setiap pasien pasca operasi perlu dipantau apakah terjadi remisi,
hipotiroidisme atau residif. Operasi yang tidak direncanakan dengan baik
membawa resiko terjadinya krisis tiroid dengan mortalitas yang amat
tinggi.2
3. Yodium Radioaktif (radio active iodium-RAI)
Untuk menghindari krisis tiroid lebih baik pasien disiapkan dengan
OAT menjadi eutiroid, meskipun pengobatan tidak mempengaruhi hasil
akhir pengobatan RAI. Dosis RAI berbeda, ada yang bertahap untuk
mencapai eutiroid tanpa hipotiroid, ada yang langsung dengan dosis besar
untuk mencapai hipotiroid kemudian ditambah tiroksin sebagai substitusi.
Kekhawatiran bahwa radiasi akan menyebabkan karsinoma tidak terbukti.
Satu-satunya kontraindikasi adalah graviditas. Komplikasi ringan, kadang
terjadi tiroiditis sepintas. Pada enam bulan pasca radiasi disarankan untuk
tidak hamil.
Tabel 5. Keuntungan dan kerugian berbagai pengobatan Tiroroksikosis 2
Pengobatan Keuntungan Kerugian
37,2-37,7oC 5 99-109 5
37,8-38,3oC 10 110-119 10
38,4-38,8oC 15 120-129 15
38,9-39,4oC 20 130-139 20
39,5-39,9oC 25 ≥140 25
≥ 40oC 30
b. Congestive Heart failure
Absent 0
Mild 5
( Pedal edema )
Moderate ( bibasiler rales ) 10
Severe ( pulmonary edema ) 15
c. Atrial Fibrilasi
AF present 10
Absent 0
30
Terapi Suportif
Pasang naso gastrik tube diperlukan untuk pemberian oral
Keseimbangan cairan dan infus glukosa untuk nutrisi
Oksigen
Status Kardiorespirasi
Kompres dingin
Acetaminophen (hindari penggunaan aspirin karena dapat melepas
T4 dari TBG (Thyroid Binding Globulin) sebagai akibat serum FT4
meningkat. Chlorpromazine 50-100 mg IM dapat digunakan untuk
mengatasi agitasi dan dapat menghambat termoregulasi sentral
maka dapat digunakan untuk pengobatan hiperpireksia.
Phenobarbital, dapat digunakan sebagai sedative
Multivitamin
Terapi Khusus
Terapi awal PTU 400 mg PO dengan dosis rumatan 100-200 mg
setiap 4 jam atau dengan menggunakan methimazole dengan dosis
awal 40 mg PO dilanjutkan dengan 10 mg setiap 4 jam. PTU
merupakan tionamid pilihan pertama, karena dapat pula
menghambat konversi perifer T4 menjadi T3. Namun sayangnya
obat ini tidak tersedia dalam bentuk injeksi sehingga harus diberikan
melalui pipa nasogastric.8,9
Solutio lugol 6 tetes setiap 6 jam harus diberikan 1 jam setelah
pemberian PTU
Propanolol dengan dosis 10-40 mg PO setiap 6 jam atau 0,5-1 mg
IV setiap 3 jam. Propanolol sering digunakan dengan tujuan
menurunkan konversi T4 menjadi T3 dan menghambat pengaruh
perifer hormon tiroid.8,9
Hydrocortison hemisuccinate dosis 100-200 mg IV atau
dexamethason 2 mg IV setiap 8 jam.
Terapi faktor pencetus (misalnya infeksi).
DAFTAR PUSTAKA
1. Anwar, R. Fungsi dan Kelainan Tiroid. Makalah Endokrinologi Bandung :
FK UNPAD.2007.
2. Aru W. Sudowo et all, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (PAPDI), Dalam :
R. Djokomoeljanto, Hipertiroidisme dan Tirotoksikosis Edisi 5 Jilid 3,
Jakarta : Interna Publishing; h2003-08
3. Guyton, Arthur C.Hall,John E.2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi
11. Jakarta : EGC
4. Bursch HB, Wartofsky L.1993.Life-threatening thyrotoxicosis: Thyroid
storm. Endocrinol Metab Clin North Amer 22,63.
5. Tjokroprawiro, A.2002.Practical Guidlines with formula 41668 for the
treatment of thyroid crisis. Clinical Experiences:Morning report Dept.of
Internal Medicine, Airlangga University of Medicine, Surabaya.
6. Tjokroprawiro.2005.Thyrois Storm: A Life Threatening Thyrotoxicosis
(Theraupetic Guidelines with formula TS 41668 24-6).Presented at
Workshop and Hands on Experiences V Thyroid Surgery. School of Head
and Neck Surgery for general Surgeon. Surabaya 22-24 August.
7. Djokomoeljanto R. Pengelolaan Hipotiroidisme dan hipertiroidisme secara
umum. Naskah lengkap Endokrinologi Klinis IV.Eds Johan S.Masjhur dan
Sri Hartini KS Kariadi. Perkeni Bandung 2002 hlm RI.
8. Jameson L,Weetman A.Disorders of the Thyroid gland. In:Braunwald E,
Fancy AS Kasper DL,eds.Harrison’s Principles of internal medicine.15th
ed.New York: Mc Graw hill; 2001.p.2060-84.
9. Debaveye Y, Ellger B,Berghe GVN. Acute endocrine disorder. In RK
Albert etal (eds) Clinical Critical Care medicine. Mosby Inc
Philadelphia,PA. 2006.p.497-06.