Vous êtes sur la page 1sur 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi electromagnet
(Brunner & Suddarth, 2002). Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme dan
fungsi setiap sel tubuh, semua sistem dapat terganggu, terutama sistem kardiovaskuler.
Luka bakar dibedakan menjadi: derajat pertama, kedua superfisial, kedua dalam, dan
derajat ketiga. Luka bakar derajat satu hanya mengenai epidermis yang disertai eritema
dan nyeri. Luka bakar derajat kedua superfisial meluas ke epidermis dan sebagian
lapisan dermis yang disertai lepuh dan sangat nyeri. Luka bakar derajat kedua dalam
meluas ke seluruh dermis. Luka bakar derajat ketiga meluas ke epidermis, dermis, dan
jaringan subkutis, seringkali kapiler dan vena hangus dan darah ke jaringan tersebut
berkurang (Corwin, 2003).
Luka bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn)mempunyai
perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang disebabkan
oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan kimia memerlukan
pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau percikan
api. Luka bakar yang mengenai genetalia menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar
daripada di tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau tangan
dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan tehnik
pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain. Komplikasi yang paling
sering ditemukan padaklien luka bakar adalah syok, kekurangan cairan dan elektrolit,
hypermetabolisme, infeksi, masalah pernapasan akut dan juga kematian. Padaluka
bakar yang luas dapat juga terjadi kecacatan dan depresi.
Penyusun mengambil kasus luka bakar, karena luka bakar merupakan kasus yang
bisa menyebabkan kematian bila tidak segera tertangani dengan benar dan juga dapat
menyebabkan kecacatan fisik.Untuk itu pengetahuan umum para tenaga medis
terutama perawat tentang patofisiologi luka bakar dan asuhan keperawatan sangat
diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat luka bakar tertentu, berguna untuk
mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya komplikasi multi organ yang menyertai
dan memberikan perawatan pada pasien luka bakar.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Luka
Bakar.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami pengertian Luka Bakar.
2. Mengetahui prevalensi terjadinya Luka Bakar.
3. Mengetahui dan memahami etiologi Luka Bakar.
4. Mengetahui dan memahami klasifikasi Luka Bakar.
5. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis pada Luka Bakar
6. Mengetahui dan memahami kriteria berat ringannya Luka Bakar.
7. Mengetahui dan memahami pembagian luas pada Luka Bakar.
8. Mengetahui dan memahami fase-fase Luka Bakar
9. Mengetahui dan memahami patofisiologi Luka Bakar.
10. Mengetahui dan memahami penatalaksaan pada Luka Bakar
11. Mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan pada Luka Bakar.
12. Mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan Luka Bakar.
BAB II
Tinjauan Teori

2.1 Pengertian Luka Bakar


Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi electromagnet
(Brunner & Suddarth, 2002). Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontrak dengan sumber panas seperti api, air, panas, bahan kimia,
listrik dan radiasi (Moenajar, 2002). Luka bakar adalah kerusakan pada kulit
diakibatkan oleh panas, kimia atau radio aktif (Wong, 2003). Luka bakar adalah luka
yang terjadi karena terbakar api langsung maupun tidak langsung, juga pajanan suhu
tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat
tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas banyak terjadi pada kecelakaan
rumah tangga (Sjamsuidajat, 2004)
Luka bakar merupakan jenis luka, kerusakan jaringan atau kehilangan jaringan yang
diakibatkan sumber panas ataupun suhu dingin yang tinggi, sumber listrik, bahan
kimiawi, cahaya, radiasi dan friksi. Jenis luka dapat beraneka ragam dan memiliki
penanganan yang berbeda tergantung jenis jaringan yang terkena luka bakar, tingkat
keparahan, dan komplikasi yang terjadi akibat luka tersebut. Luka bakar dapat merusak
jaringan otot, tulang, pembuluh darah dan jaringan epidermal yang mengakibatkan
kerusakan yang berada di tempat yang lebih dalam.

2.2 Prevalensi Luka Bakar


Pada tahun 2014, World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa
terdapat 265.000 kematian yang terjadi setiap tahunnya di seluruh dunia akibat luka
bakar. Di India, lebih dari satu juta orang menderita luka bakar sedang-berat per tahun.
Di Bangladesh, Columbia, Mesir, dan Pakistan, 17% anak dengan luka bakar menderita
kecacatan sementara dan 18% menderita kecacatan permanen. Sedangkan di Nepal,
luka bakar merupakan penyebab kedua cedera tertinggi, dengan 5% kecacatan.
Menurut data American Burn Association (2015), di Amerika Serikat terdapat 486.000
kasus luka bakar yang menerima penanganan medis, 40.000 diantaranya harus dirawat
di rumah sakit. Selain itu, sebanyak 3.240 kematian terjadi setiap tahunnya akibat luka
bakar. Penyebab terbanyak terjadinya luka bakar adalah karena trauma akibat
kecelakaan kebakaran, kecelakaan kendaraan, terhirup asap, kontak dengan listrik, zat
kimia, dan benda panas. Di Indonesia, prevalensi luka bakar pada tahun 2013 adalah
sebesar 0.7% dan telah mengalami penurunan sebesar 1.5% dibandingkan pada tahun
2008 (2.2%). Provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah Papua (2.0%) dan Bangka
Belitung (1.4%) (Depkes, 2013). Berdasarkan data rekam medis RSUP Haji Adam
Malik Medan, terdapat 353 kasus luka bakar pada tahun 2011-2014 dengan penyebab
terbanyak adalah flame burn injury (174 kasus, 50,4%) (Maulana, 2014).

2.3 Etiologi Luka Bakar


Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung
maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada
kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun
bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab
terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
1. Paparan api
Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian
terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk
terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan
cedera tambahan berupa cedera kontak.
2. Benda panas (kontak)
Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar yang
dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara lain
adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
3. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin
lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang
disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya.
Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama
lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya
melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang
menandai permukaan cairan.
4. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil.
Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta
dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat
menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
5. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi
jalan nafas akibat edema.
6. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan
percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
7. Zat kimia (asam atau basa)
8. Radiasi

2.4 Klasifikasi Luka Bakar


Berdasarkan penyebab:
1. Luka bakar karena api
2. Luka bakar karena air panas
3. Luka bakar karena bahan kimia
4. Luka bakar karena listrik
5. Luka bakar karena radiasi
6. Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
Berdasarkan kedalaman luka bakar:
1. Luka bakar derajat I
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam proses
penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat pertama
tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan, terdapat gelembung
gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak mengandung
pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah serta hiperemis.Luka
bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7
hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa
nyeri atau hipersensitifitas setempat. Luka derajat pertama akan sembuh tanpa bekas.
2. Luka bakar derajat II
Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi
akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna merah atau pucat, terletak
lebih tinggi di atas permukaan kulit normal, nyeri karena ujungujung saraf teriritasi.
Luka bakar derajat II ada dua:
a. Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dermis, apendises kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Luka sembuh dalam
waktu 10-14 hari.
b. Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih
lama, tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam
waktu lebih dari satu bulan.
3. Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam,
apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea rusak, tidak
ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering, letaknya lebih rendah
dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein pada lapisan epidermis dan dermis,
tidak timbul rasa nyeri. Penyembuhan lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan.
2.5 Manifestasi Luka Bakar
Kedalaman Dan Bagian Kulit
Penyebab Luka Yang Gejala Penampilan Luka
Bakar Terkena
Derajat Satu Epidermis Kesemutan, hiperestesia Memerah, menjadi
(Superfisial): (supersensivitas), rasa putih ketika ditekan
tersengat matahari, nyeri mereda jika minimal atau tanpa
terkena api dengan didinginkan edema
intensitas rendah

Derajat Dua Epidermis dan Nyeri, hiperestesia, Melepuh, dasar luka


(Partial- bagian dermis sensitif terhadap udara berbintik-bintik merah,
Thickness): tersiram yang dingin epidermis retak,
air mendidih, permukaan luka basah,
terbakar oleh nyala terdapat edema
api
Derajat Tiga (Full- Epidermis, Tidak terasa nyeri, syok, Kering, luka bakar
Thickness): terbakar keseluruhan hematuria (adanya darah berwarna putih seperti
nyala api, terkena dermis dan dalam urin) dan bahan kulit atau
cairan mendidih kadang- kemungkinan pula gosong, kulit retak
dalam waktu yang kadang hemolisis (destruksi sel dengan bagian lemak
lama, tersengat arus jaringan darah merah), yang tampak, terdapat
listrik subkutan kemungkinan terdapat edema
luka masuk dan keluar
(pada luka bakar listrik)

2.6 Kriteria Berat Ringannya


(American Burn Association)
1. Luka Bakar Ringan.
a. Luka bakar derajat II <15 %
b. Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak
c. Luka bakar derajat III < 2 %
2. Luka bakar sedang
a. Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa
b. Luka bakar II 10 – 20 5 pada anak – anak
c. Luka bakar derajat III < 10 %
3. Luka bakar berat
a. Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak.
c. Luka bakar derajat III 10 % atau lebih
d. Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genitalia/perineum.
e. Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

2.7 Luas Luka Bakar


Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar meliputi (1) rule of
nine, (2) Lund and Browder, dan (3) hand palm. Ukuran luka bakar dapat ditentukan
dengan menggunakan salah satu dari metode tersebut. Ukuran luka bakar ditentukan
dengan prosentase dari permukaan tubuh yang terkena luka bakar. Akurasi dari
perhitungan bervariasi menurut metode yang digunakan dan pengalaman seseorang
dalam menentukan luas luka bakar.
Metode rule of nine mulai diperkenalkan sejak tahun 1940-an sebagai suatu alat
pengkajian yang cepat untuk menentukan perkiraan ukuran / luas luka bakar. Dasar
dari metode ini adalah bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-bagian anatomic, dimana
setiap bagian mewakili 9 % kecuali daerah genitalia 1 %
Perhitungan luas luka bakar berdasarkan “ Rule of Nines “ dari Wallace :
 Kepala, leher :9 %
 Lengan, tangan : 2 x 9 % yaitu:
 Lengan – tangan ( Kanan) :9 %
 Lengan – tangan ( Kiri) :9 %
 Paha, betis,/ kaki : 4 x 9 % yaitu:
 Paha kanan :9 %
 Paha kiri :9 %
 Betis kanan :9 %
 Betis kiri :9 %
 Dada, perut, punggung, bokong : 4 x 9 % yaitu:
 Dada :9 %
 Perut :9 %
 Punggung :9 %
 Bokong :9 %
 Genitalia :1 %
Anak usia 5 tahun :
 Kepala : 14 %
 Tungkai, kaki : 16 %
 Bagian lain sama dengan dewasa
Bayi usia 1 tahun :
 Kepala, leher : 18 %
 Tungkai, kaki : 14 %
 Bagian lain sama dengan orang dewasa.
 Cara perhitungan lain : telapak tangan penderita = 1 %

2.8 Fase Luka Bakar


Fase – fase luka bakar (Guyton & Hall, 1997) yaitu :
1. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas),
dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau
beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan
akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab
kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
2. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak
berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ -organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.

3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah
penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan
kontraktur.

2.9 Patofisiologi Luka Bakar


Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi
elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau
ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi
jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami kerusakan
karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning agent. Nekrosis dan
keganasan organ dapat terjadi.
Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya
kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas dengan suhu
sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa. Perubahan
patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode syok
luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder
akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta
hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah
ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi
perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruanga
interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume
darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya
volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan
darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan ketokelamin yang
meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi
pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam
pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam. Dengan
terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan
mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat.
Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan
terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan
obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini dinamakan sindrom
kompartemen.
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok
luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar
ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum
terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi segera setelah
terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat destruksi sel massif.
Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan berpeindahnya cairan dan tidak
memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah
merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan plasma.
Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa pembekuan serta
waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka bakar.
Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi oksigen
oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme dan respon lokal.
Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi
sel-sel darah merah pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam
urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin
menyumbat tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi
yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi
neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka bakar bereisiko tinggi
untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan ketidakmampuan pengaturan
suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh rendah,
tetapi pada jam-jam berikutnya menyebabkan hipertermi yang diakibatkan
hipermetabolisme.

2.10 Penatalaksanaan Luka Bakar


Dafar Rujukan

Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. 2005. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W,


editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Jakarta:
EGC
Corwin,E.J.2003. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Moenadjat Y. 2003. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Sjamsudiningrat, R & Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC

Vous aimerez peut-être aussi