Vous êtes sur la page 1sur 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KPD (KETUBAN PECAH DINI)

1. KONSEP DASAR KPD (KETUBAN PECAH DINI)


A. Definisi
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput sebelum terdapat tanda-
tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu terjadi pada
pembukaan < 4 cm yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau
kurang waktu (Mansjoer, 2010; Manuaba,2009). Hal ini dapat terjadi pada
akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm
adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah
KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.
Ketuban pecah dini (KPD) adlah pecahnya atau rupturnya selaput
amnion sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput
amnion sebelum usia kehamilannya emncapai 37 minggu dengan atau tanpa
kontraksi (Mitayani, 2011)
Ketuban pecah dini didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan, hal ini terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh
sebelum waktunya melahikan (Sujiyati, 2009).

B. Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan tidak
dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan ada faktor-faktor
yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor-faktor mana
yang lebih berperan sulit diketahui. Adapun yang menjadi faktor risiko menurut
(Manuaba, 2009) adalah :
1) Inskompetensi Serviks
Inkompetensi serviks (leher rahim) adalah istilah untuk menyebut
kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak
dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena
tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Inkompetensi
serviks adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata,
disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu
kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi
berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester
kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan
robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi.
2) Peninggian Tekanan Intra Uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihandapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :
a) Trauma : Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
b) Gemelli (Kehamilan kembar) adalah suatu kehamilan dua janin atau
lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan,
sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan.
Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar
dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian
bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput
ketuban tipis dan mudah pecah. (Saifudin. 2002).
c) Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan
dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau
over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah
sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban
menjadi teregang,tipis, dan kekuatan membrane menjadi berkurang,
menimbulkan selaput ketuban mudah pecah. (Winkjosastro, 2006)
d) Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion
>2000mL. Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang
sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningaktan jumlah cairan
amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume
tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata
dalam waktu beberapa hari saja
3) Kelinan letak janin dan rahim : letak punggung, letak lintang
4) Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP
(sepalo pelvic disproporsi)
5) Korioamnionitis adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh
penyebaran organism vagina ke atas. Dua faktor predisposisi terpenting
adalah pecahnya selapit ketuban > 24 jam dan persalinan lama
6) Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah
mikroorganisme yang menyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang
terjadi menyebabkan terjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban
dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah
7) Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan
genetik)
8) Riwayat KPD sebelumnya
9) Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
10) Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23
minggu

3. Kelainan letak janin


dan rahim : letak
sungsang, letak lintang.
4. Kemungkinan
kesempitan panggul :
bagian terendah belum
masuk PAP (sepa
C. Patofisiologi
Ketuban pecah dini berhubungan dengan kelemahan menyeluruh membrane
fetal akibat kontraksi uteri dan peregangan berulang. Membran yang
mengalami rupture premature ini tampak memiliki defek fokal kelemahan
menyeluruh. Daerah dekat tempat pecahnya membrane ini disebut “restricted
zone of extreme altered morphology” yang ditandai dengan adanya
pembengkakan dan kerusakan jaringan kolagen fibrilar pada lapisan kompakta,
fibroblast maupun spongiosa. Daerah ini akan muncul sebelum ketuban pecah
dini dan merupakan daerah break point awal. Patogenesis terjadinya ketuban
pecah dini secara singkat ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen
dalam membrane sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban
pecah dini preterm terutama pada pasien risiko tinggi.
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut :
1. Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan
vaskularisasi.
2. Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan
mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
E. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala pda kehamilan yang mengalami KPD menurut (Manuaba,
2009) adalah :
1. Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina
2. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti berbau amoniak, mungkin
cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan
bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena
terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila anda duduk atau
berdiri,kepala janin yang sudah terletak dibawah biasanya mengganjal atau
menyumbat kebocoran untuk sementara.
3. Demam
4. Nyeri Perut
5. Bercak vagina yang banyak
6. Denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang
terjadi

F. Prognosis
Prognosis ketuban pecah dini ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan
komplikasi - komplikasi dari kehamilan (Mochtar, 2011). Prognosis untuk janin
tergantung pada :
1. Maturitas janin: bayi yang beratnya di bawah 2500 gram mempunyai
prognosis yang lebih jelek dibanding bayi lebih besar
2. Presentasi: presentasi bokong menunjukkan prognosis yang jelek khususnya
kalau bayinya premature
3. Infeksi intra uterin meningkat mortalitas janin
4. Semakin lama kehamilan berlangsung dengan ketuban pecah , semakin
tinggi insiden infeksi

G. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia
kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan
prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya
insiden SC, atau gagalnya persalinan normal (Mochtar, 2011).
Persalinan Prematur Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh
persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm
90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34
minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu
persalinan terjadi dalam 1 minggu (Mochtar, 2011).
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu
terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia,
omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
ketuban pecah dini premature, infeksi lebih sering dari pada aterm. Secara
umum insiden infeksi sekunder pada KPD meningkat sebanding dengan
lamanya periode laten (Mochtar, 2011).
Pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga
terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin
dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasi pulmonal (Mochtar, 2011).

H. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, konsentrasi, bau,dan
Phnya.
a) Tes lakmus (tes nitrazin, jika kertas lakmus merah berubah menjadi
biru, menunjukkan adanya air ketuban (alkalis).
b) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas dan
dibiarkan k ering, pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran
daun pakis.
2) Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit
(Manuaba, 2009).

I. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaa KPD memerlukan pertimbangkan usia kehamilan, adanya
infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.
Penanganan ketuban pecah dini menurut Sarwono (2010) , meliputi :
1) Konservatif
a) Pengelolaan konservatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada ibu
maupun pada janin) dan harus dirawat dirumah sakit
b) Berikan antibiotika (ampicilin 4 x 500mg atau eritromecin bila tidak
tahan ampicilin) dan metronidazol 2 x 500mg selama 7 hari
c) Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi
d) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum in partu, tidak ada infeksi, tes
buss negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan
kesehjahteraan janin, terminasi pada kehamilan 37 minggu
e) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu tidak ada infeksi
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24
jam
f) Jika usia kehamilan 32-37 minggu ada infeksi beri antibiotik dan
lakukan induksi
g) Kaji tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra uterin)
h) Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan streid, untuk memicu
kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin
dan spingomeilin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis
tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 5 jam sebanyak 4
kali
2) Aktif
1. Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin bila gagal seksio sesarea.
Dapat pula diberikan misoprostol 50mg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4
kali
2. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri
3. Bila skor pelvik < 5 lakukan pemtangan servik, kemudian induksi. Jika
tidak berhasil, akhiri persalinan dengan SC
4. Jila skor pelvik < 5 induksi persalinan partus pervaginam

Pentalaksanaan KPD menurut Manuaba, 2009 tentang pentalaksanaan KPD


adalah

1. Mempertahankan kehamilan sampai cukup bulan khusunya maturitas paru


sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang sehat
2. Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamninotis yang menjadi pemicu
sepsis, maningitis janin, dan persalinan prematuritas
3. Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan
berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid, sehingga
kematangan paru janin dapat terjamin
4. Pada umru kehamilan 24-32 minggu yang menyebabkan menunggu berat
janin cukup, perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan,
dengan kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan
5. Menghadapi KPD, diperlukan penjelasan terhadap ibu dan keluarga
sehingga terdapat pengertian bahwa tindakan mendadak mungkin dilakukan
dengan pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan mungkin harus
mengorbankan janinnya
6. Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah USG untuk mengukur distansia
biparietal dan perlu melakukan aspirasi air ketuban untuk melakukan
pemeriksaan kematangan paru
7. Waktu terminasi pada kehamilan aterm dapat dianjurkan selang waktu 6-24
jam bila tidak terjadi his spontan

2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Dokumentasi pengkajian merupakan catatan hasil pengkajian yang
dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar
tentang klien dan membuat catatan tentang respon kesehatan klien( Hidayat,
2000 ).
1) Identitas atau biodata klien Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin,
alamat, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal
masuk rumah sakit nomor register, dan diagnosa keperawatan.

2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit kronis atau menular dan menurun seperti jantung, hipertensi,
DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus
b) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat pada saat sebelun inpartus didapatkan cairan ketuban yang
keluar pervagina secara spontan kemudian tidak diikuti tanda-tanda
persalinan
c) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT,
TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan kepada klien
d) Riwayat psikososial
Riwayat klien nifas biasanya cemas bagaimana cara merawat bayinya,
berat badan yang semakin meningkat dan membuat harga diri rendah
3) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan
cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga
kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan
dirinya.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya
c) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas
karena mengalami kelemahan dan nyeri
d) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema
dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering
terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB
e) Pola istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
f) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga
dan orang lain
g) Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
h) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan
dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas
primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
i) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep
diri antara lain dan body image dan ideal diri
j) Pola reproduksi dan sosial
erjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau
fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan
dan nifas
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya pada saat menjelang persalinan dan sesudah persalinan klien
akan terganggu dalam hal ibadahnya karena harus bedres total setelah
partus sehingga aktifitas klien dibantu oleh keluarganya
4) Pemeriksaan fisik
a) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat
adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
b) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tiroid, karena
adanya proses menerang yang salah

c) Mata
Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kuning
d) Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga
e) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada pos partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
f) Dada
Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya hiperpigmentasi areola
mamae dan papila mamae
g) Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat
h) Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam
kandungan menandakan adanya kelainan letak anak
i) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
j) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karena preeklamsia atau karena penyakit jantung
atau ginjal
k) Muskulus skeleta
Pada klien post partum biasanya terjadi keterbatasan gerak karena
adanya luka episiotomi
l) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko infeksi, (factor resiko: infeksi intra partum, infeksi uterus berat,
gawat janin)
2. Kecemasan (Ansietas) b.d Perubahan dalam: status kesehatan
3. Defisiensi Pengetahuan b.d keterbatasan kognitif dalam hal mengenal tanda
dan gejala penyakit
4. Nyeri akut b.d agen cidera (fisik) luka operasi

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1) Risiko infeksi, (factor resiko: infeksi intra partum, infeksi uterus berat, gawat janin)

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/ Masalah Tujuan dan Kriteria
Kolaborasi Intervensi
Hasil
Risiko infeksi NOC : NIC :
 Immune Status 1. Pertahankanteknikaseptif
Faktor-faktor risiko :  Knowledge : Infection 2. Batasipengunjung bila
- Prosedur Infasif control perlu
- Kerusakan jaringan  Risk control 3. Cucitangansetiapsebelum
dan peningkatan Setelah dilakukan dan
paparan lingkungan tindakan keperawatan sesudahtindakankeperawatan
- Malnutrisi selama…… pasien tidak 4. Gunakan baju, sarung
- Peningkatan paparan mengalami infeksi dengan tangan sebagai alat pelindung
lingkungan patogen kriteria hasil: 5. Ganti letak IV perifer dan
- Imonusupresi  Klien bebas dari tanda dressing sesuai dengan
- Tidak adekuat dan gejala infeksi petunjuk umum
pertahanan sekunder  Menunjukkan 6. Gunakan kateter intermiten
(penurunan Hb, kemampuan untuk untuk menurunkan infeksi
Leukopenia, mencegah timbulnya kandung kencing
penekanan respon infeksi 7. Tingkatkan intake nutrisi
inflamasi)  Jumlah leukosit dalam 8. Berikan terapi
- Penyakit kronik batas normal antibiotik:................................
- Imunosupresi  Menunjukkan perilaku 9. Monitor tanda dan gejala
- Malnutrisi hidup sehat infeksi sistemik dan lokal
- Pertahan primer tidak  Status imun, 10. Pertahankan teknik isolasi
adekuat (kerusakan gastrointestinal, k/p
kulit, trauma jaringan, genitourinaria dalam 11. Inspeksi kulit dan membran
gangguan peristaltik) batas normal mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
12. Monitor adanya luka
13. Dorong masukan cairan
14. Dorong istirahat
15. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
16. Kaji suhu badan pada
pasien neutropenia setiap 4
jam

2) Kecemasan (Ansietas) b.d Perubahan dalam: status kesehatan

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/ Masalah Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Kolaborasi Hasil
Kecemasan NOC : NIC :
berhubungan dengan - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan

Faktor keturunan, Krisis - Koping kecemasan)

Stress, Setelah dilakukan asuhan 1. Gunakan pendekatan yang


situasional,
status selama ……………klien menenangkan
perubahan
ancaman kecemasan teratasi dgn 2. Nyatakan dengan jelas
kesehatan,
perubahan kriteria hasil: harapan terhadap pelaku
kematian,
diri, kurang  Klien mampu pasien
konsep
mengidentifikasi dan 3. Jelaskan semua prosedur dan
pengetahuan dan
mengungkapkan apa yang dirasakan selama
hospitalisasi
gejala cemas prosedur
DO/DS:
 Mengidentifikasi, 4. Temani pasien untuk
- Insomnia mengungkapkan dan memberikan keamanan dan
- Kontak mata kurang menunjukkan tehnik mengurangi takut
- Kurang istirahat untuk mengontol 5. Berikan informasi faktual
- Berfokus pada diri cemas mengenai diagnosis, tindakan
sendiri  Vital sign dalam batas prognosis
- Iritabilitas normal 6. Libatkan keluarga untuk
- Takut  Postur tubuh, ekspresi mendampingi klien
- Nyeri perut wajah, bahasa tubuh 7. Instruksikan pada pasien
- Penurunan TD dan dan tingkat aktivitas untuk menggunakan tehnik
denyut nadi menunjukkan relaksasi
- Diare, mual, berkurangnya 8. Dengarkan dengan penuh
kelelahan kecemasan perhatian
- Gangguan tidur 9. Identifikasi tingkat kecemasan
- Gemetar 10. Bantu pasien mengenal situasi
- Anoreksia, mulut yang menimbulkan kecemasan
kering 11. Dorong pasien untuk
- Peningkatan TD, mengungkapkan perasaan,
denyut nadi, RR ketakutan, persepsi
- Kesulitan bernafas 12. Kelola pemberian obat anti
- Bingung cemas:........
- Bloking dalam
pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi

3) Defisiensi Pengetahuan b.d keterbatasan kognitif dalam hal mengenal tanda dan
gejala penyakit

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/ Masalah Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Kolaborasi Hasil
Kurang Pengetahuan NOC: NIC :
Berhubungan dengan :  Kowlwdge : disease 1. Kaji tingkat pengetahuan
keterbatasan kognitif, process pasien dan keluarga
interpretasi terhadap  Kowledge : health 2. Jelaskan patofisiologi dari
informasi yang salah, Behavior penyakit dan bagaimana hal ini
kurangnya keinginan Setelah dilakukan berhubungan dengan anatomi
untuk mencari tindakan keperawatan dan fisiologi, dengan cara yang
informasi, tidak selama …. pasien tepat.
mengetahui sumber- menunjukkan 3. Gambarkan tanda dan gejala
sumber informasi. pengetahuan tentang yang biasa muncul pada
proses penyakit dengan penyakit, dengan cara yang
kriteria hasil: tepat
DS: Menyatakan secara  Pasien dan keluarga 4. Gambarkan proses penyakit,
verbal adanya masalah menyatakan dengan cara yang tepat
DO: ketidakakuratan pemahaman tentang 5. Identifikasi kemungkinan
mengikuti instruksi, penyakit, kondisi, penyebab, dengan cara yang
perilaku tidak prognosis dan program tepat
sesuai pengobatan 6. Sediakan informasi pada pasien
 Pasien dan keluarga tentang kondisi, dengan cara
mampu melaksanakan yang tepat
prosedur yang 7. Sediakan bagi keluarga
dijelaskan secara informasi tentang kemajuan
benar pasien dengan cara yang tepat
 Pasien dan keluarga 8. Diskusikan pilihan terapi atau
mampu menjelaskan penanganan
kembali apa yang 9. Dukung pasien untuk
dijelaskan perawat/tim mengeksplorasi atau
kesehatan lainnya mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
10.Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan, dengan
cara yang tepat

4) Nyeri akut b.d agen cidera (fisik) luka operasi


Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan/ Masalah Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Kolaborasi Hasil
Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan dengan:  Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri
Agen injuri (biologi,  pain control, secara komprehensif termasuk
kimia, fisik, psikologis),  comfort level lokasi, karakteristik, durasi,
kerusakan jaringan Setelah dilakukan frekuensi, kualitas dan faktor
tinfakan keperawatan presipitasi
DS: selama …. Pasien tidak 2. Observasi reaksi nonverbal
- Laporan secara verbal mengalami nyeri, dengan dari ketidaknyamanan
DO: kriteria hasil: 3. Bantu pasien dan keluarga
- Posisi untuk menahan  Mampu mengontrol untuk mencari dan menemukan
nyeri nyeri (tahu penyebab dukungan
- Tingkah laku berhati- nyeri, mampu 4. Kontrol lingkungan yang
hati menggunakan tehnik dapat mempengaruhi nyeri
- Gangguan tidur (mata nonfarmakologi untuk seperti suhu ruangan,
sayu, tampak capek, mengurangi nyeri, pencahayaan dan kebisingan
sulit atau gerakan mencari bantuan) 5. Kurangi faktor presipitasi
kacau, menyeringai)  Melaporkan bahwa nyeri
- Terfokus pada diri nyeri berkurang dengan 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
sendiri menggunakan untuk menentukan intervensi
- Fokus menyempit manajemen nyeri 7. Ajarkan tentang teknik non
(penurunan persepsi  Mampu mengenali nyeri farmakologi: napas dala,
waktu, kerusakan (skala, intensitas, relaksasi, distraksi, kompres
proses berpikir, frekuensi dan tanda hangat/ dingin
penurunan interaksi nyeri) 8. Berikan analgetik untuk
dengan orang dan  Menyatakan rasa mengurangi nyeri: ……...
lingkungan) nyaman setelah nyeri 9. Tingkatkan istirahat
- Tingkah laku berkurang 10. Berikan informasi tentang
distraksi, contoh
:  Tanda vital dalam nyeri seperti penyebab nyeri,
jalan-jalan, menemui rentang normal berapa lama nyeri akan
orang lain dan/atau  Tidak mengalami berkurang dan antisipasi
aktivitas, aktivitas gangguan tidur ketidaknyamanan dari
berulang-ulang) prosedur
- Respon autonom 11. Monitor vital sign sebelum
(seperti diaphoresis, dan sesudah pemberian
perubahan tekanan analgesik pertama kali
darah, perubahan
nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic
dalam tonus otot
(mungkin dalam
rentang dari lemah ke
kaku)
- Tingkah laku
ekspresif (contoh :
gelisah, merintih,
menangis, waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh
kesah)
- Perubahan dalam
nafsu makan dan
minum

D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan merupakan bagian dari proses keperawatan.
Tujuan implementasi adalah mengatasi masalah yang terjadi pada manusia.
Setelah rencana keperawatan disusun, maka rencana tersebut diharapkan dalam
tindakan nyata untuk mencapai tujuan yang diharapkan, tindakan tersebut harus
terperinci sehingga dapat diharapkan tenaga pelaksanaan keperawatan dengan
baik dan sesuai dengan waktu yang ditentukan Implementasi ini juga dilakukan
oleh perawat dan harus menjunjung tinggi harkat dan martabat sebagai manusia
yang unik (Hidayat, 2002).
E. EVALUASI
Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah
direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan
kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan(Hidayat, 2002).
Menurut Rohman dan Walid (2009), evaluasi keperawatan ada 2 yaitu:
1. Evaluasi proses (formatif) yaitu valuasi yang dilakukan setiap selesai
tindakan. Berorientasi pada etiologi dan dilakukan secara terus-menerus
sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai
2. Evaluasi hasil (sumatif) yaitu evaluasi yang dilakukan setelah akhir
tindakan keperawatan secara paripurna. Berorientasi pada masalah
keperawatan dan menjelaskan keberhasilan atau ketidakberhasilan.
Rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan
kerangka waktu yang ditetapkan

DAFTAR PUSTAKA

International, NANDA.(2012). Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2012-2014.


Jakarta : EGC
Mansjoer, arif., 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ke 3. Jakarta : FK UI

Manuaba, I.B.G. (2009). Buku Ajar Patologi Obstetri. Jakarta: EGC

Mitayani. (2011). Asuhan Kperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Mochtar Rustam. 2011. Sinopsis Obstentri Fisiologi dan Obstentri Patofisiologi. Edisi 3
Jilid I. Jakarta. EGC

Sujiyati. (2008). Asuhan Patologi Kebidanan.Jakarta : Numed

Vous aimerez peut-être aussi