Vous êtes sur la page 1sur 11

ANALISA KASUS TERKAIT DENGAN TINDAKAN MEDIS YANGTIDAK

BERDASARKAN KONSEP PATIENT SAFETY

OLEH :

KELOMPOK 2

1.KHAIRUNISA
2.ELA LORENZA
3.MINHATUL HASANAH
4.IVA ANNISHA NOVIRA
5.L. YUSRIF. S
6.M. JAZRIN
7.FE TAUFIK HIDAYAT

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
TAHUN
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Mutu pelayanan di rumah sakit pada saat ini masih belum memadai. Menurut
Wijono (1999), mutu merupakan gambaran total sifat dari suatu jasa pelayanan yang
berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan. Mutu
dalam pelayanan di rumah sakit berguna untuk mengurangi tingkat kecacatan atau
kesalahan. Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah
sakit. Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan di rumah sakit
dan hal itu terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit. Sejak awal tahun 1900,
institusi rumah sakit selalu meningkatkan mutu pada tiga elemen yaitu struktur, proses,
dan outcome dengan berbagai macam program regulasi yang berwenang misalnya
antara lain penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit, ISO, Indikator Klinis dan lain
sebagainya. Namun harus diakui, pada pelayanan yang berkualitas masih terjadi
Kejadian Tidak Diduga (KTD) (Dep Kes R.I 2006).
Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan pasien koma, pelaporan dan analisis accident, kemampuan
belajar dari accident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko (Dep Kes R.I, 2006).

B. TUJUAN
a. Tujuan umum
Tujuan umum laporan ini adalah untuk mengidentifikasi Tindakan Medis yang Tidak
Berkaitan dengan Konsep Patient Safety.
b. Tujuan khusus
· Mengidentifikasi Tindakan Medis yang Tidak Berkaitan dengan Konsep Patient Safety.
· Mengidentifikasi tindakan medis yang seharusnya dilakukan terkait dengan kasus

BAB II
PEMBAHASAN
A. Kasus
Kasus An. Az. di Rumah Sakit S (padang) umur 3 tahun pada tanggal 14 februari 2012,
pasien di rawat di ruangan melati Rs. S padang dengan diagnosa Demam kejang .
Sesuai order dokter infus pasien harus diganti dengan didrip obat penitoin namun
perawat yang tidak mengikuti operan jaga langsung mengganti infuse pasien tanpa
melihat bahwa terapi pasien tersebut infusnya harus didrip obat penitoin. Beberapa
menit kemudian pasien mengalami kejang-kejang, untung keluarga pasien cepat
melaporkan kejadian ini sehingga tidak menjadi tambah parah dan infusnya langsung
diganti dan ditambah penitoin.

B. Analisis
Dalam kasus ini terlihat jelas bahwa kelalaian perawat dapat membahayakan
keselamatan pasien. Seharusnya saat pergantian jam dinas semua perawat memiliki
tanggung jawab untuk mengikuti operan yang bertujuan untuk mengetahui keadaan
pasien dan tindakan yang akan dilakukan maupun dihentikan. Supaya tidak terjadi
kesalahan pemberian tindakan sesuai dengan kondisi pasien.
Pada kasus ini perawat juga tidak menjalankan prinsip 6 benar dalam pemberian obat.
Seharusnya perawat melihat terapi yang akan diberikan kepada pasien sesuai order,
namun dalam hal ini perawat tidak menjalankan prinsip benar obat.
Disamping itu juga, terkait dengan hal ini perawat tidak mengaplikasikan konsep patient
safety dengan benar, terbukti dari kesalahan akibat tidak melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan yang menyebabkan ancaman keselamatan pasien.

C. Pengembangan Dan Penerapan Solusi Serta Monitoring Atau Evaluasi


Berdasarkan kasus diatas solusi untuk pemecahan masalah mengenai perawat yang
tidak mengikuti operan pergantian jam dinas. Perawat harus mengetahui standar
keselamatan pasien sesuai dengan uraian DepKes, sebagai berikut :
Standar Keselamatan Pasien RS (KARS – DepKes)
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan asuhan berkesinambungan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja, untuk melakukan evaluasi dan
meningkatkan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Uraian tujuh standar tersebut diatas adalah sebagai berikut:


Standar I. Hak pasien
Standar: Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang
rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak
Diharapkan.
Kriteria: Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan, dokter penanggung jawab
pelayanan wajib membuat rencana pelayanan, dokter penanggung jawab pelayanan
wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya
tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk
kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.

Standar II. Mendidik pasien dan keluarga


Standar: RS harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria : Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS
harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban
dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut
diharapkan pasien dan keluarga dapat : Memberikan informasi yang benar, jelas,
lengkap dan jujur, mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga,
mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti, memahami dan
menerima konsekuensi pelayanan, mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS,
memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa dan emenuhi kewajiban finansial
yang disepakati.

Standar III. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.


Standar : RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar
tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria : Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien
masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan
dan saat pasien keluar dari RS, terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan
kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada
seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar,
terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk
memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi
dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya, terdapat komunikasi
dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat tercapainya proses
koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.

Standar IV. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi


dan program peningkatan keselamatan pasien.
Standar : RS harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara
intensif Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan
kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria : Setiap RS harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik, mengacu
pada visi, misi, dan tujuan RS, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah
klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko
bagi pasien sesuai dengan "Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien RS", setiap RS
harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait dengan: pelaporan
insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan, setiap RS
harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua Kejadian Tidak Diharapkan,
dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi, setiap RS harus
menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan
sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin.

Standar V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien


Standar: Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan
pasien secara terintegrasi dalam organsasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Rumah sakit”, pimpinan menjamin berlangsungnya program
proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau
mengurangi kejadian tidak diharapkan, pimpinan mendorong dan menumbuhkan
komunikasi dan oordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan
keputusan tentang keselamatan pasien, pimpinan mengalokasikan sumber daya yang
adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan menigkatkan kinerja rumah sait serta
meningkatkan keselamatan pasien dan pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas
konribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
Kriteria: Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien,
tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis kejadian yang memerlukan
perhatian, mulai dari “kejadian nyaris cedera (Near miss) sampai dengan “Kejadian
Tidak Diharapkan” (Adverse event), Tersedia mekanisme kerja untuk menjmin bahwa
semua komponen dari rumah sakit terintregrasi dan berpatisipasi dalam program
keselamatan pasien, tersedia prosedure “cepat tanggap” terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan
penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.

Standar VI: mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas
Standar: rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan
untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisiplin dalam pelayanan pasien.
Kriteria: Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi
bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-
masing, setiap rumah sakit harus megintregasikan topik keselamatan pasien dalam
setiap kegiatan in-service training dan memberi pedoman yan jelas tentang pelaporan
insiden dan setiap rumah sakit harus menyelenggarkan pelatihan tentang kerjasama
kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam
rangka melayani pasien.

Standar VII: Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Standar: Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keelamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal,
transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria: Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan
keselamatan pasien, tesedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi
untuk merevisi manajemen informasi yang ada.
Sesuai dengan defenisi patient safety, menurut Cooper et al (2000) bahwa “patient
safety as the avoidance, prevention, and amelioration of adverse outcomes or injuries
stemming from the processes of healthcare.” Pengertian ini maksudnya bahwa patient
safety merupakan penghindaran, pencegahan, dan perbaikan dari kejadian yang tidak
diharapkan atau mengatasi cedera-cedera dari proses pelayanan kesehatan. Jika perawat
mengetahui dan mengaplikasikan dengan benar konsep patient safety, perawat akan
sebisa mungkin meminimalisir kesalahan atau mencegah terjadinya kejadian yang tidak
diharapkan.
Perawat seharusnya menerapkan prinsip 6 benar dalam pemberian obat, sebagai berikut
:
1. Tepat Obat : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, menanyakan ada
tidaknya alergi obat, menanyakan keluhan pasien sebelum dan setelah memberikan
obat, mengecek label obat, mengetahui reaksi obat, mengetahui efek samping obat,
hanya memberikan obat yang didiapkan diri sendiri.
2. Tepat dosis : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek hasil
hitungan dosis dengan perawat lain, mencampur/mengoplos obat.
3. Tepat waktu : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek tanggal
kadarluarsa obat, memberikan obat dalam rentang 30 menit.
4. Tepat pasien : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, memanggil nama
pasien yang akan diberikan obat, mengecek identitas pasien pada papan/kardeks di
tempat tidur pasien
5. Tepat cara pemberian : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek
cara pemberian pada label/kemasan obat.
6. Tepat dokumentasi : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mencatat
nama pasien, nama obat, dosis, cara, dan waktu pemberian obat (Kozier, B. Erb, G. &
Blais, K. (1997).
Sebagai seorang kepala ruangan hal yang harus dilakukan dalam pemecahan masalah
ini adalah menegur perawat yang bersangkutan terhadap kelalaian tindakan yang dilakukan.
Selalu mengobservasi berjalannya operan pergantian jam dinas dilaksananakan dengan tepat
agar tidak terjadi kesalahan lagi.
Sebagai seorang kepala ruangan menjelaskan kepada keluarga tindakan yang akan dilakukan
yaitu pemberian peritoin untuk mengatasi kejang.

D. STANDAR OPERATIONAL PROCEDURE PENANGANAN KEJANG


Definisi
· Tindakan Untuk Mengatasi Kejang.
Tujuan
· Agar Demam Kejang Teratasi
· Agar Tidak Terjadi Kejang Berulang
Petugas
· Perawat
Peralatan
1. Medis

· Diazepam Injeksi 2 Ml : 5 Ampul


· Diazepam Supp 5 Mg Dan 10 Mg : 5 Buah
· Phenobarbital Injeksi : 5 Ampul
· Phenitoin Injeksi : 5 Ampul
· Diazepam 2 Mg Tablet : 1 Botol
· Parasetamol Tablet : 1 Botol
· Parasetamol Sirup : 3 Botol
· Ibuprofen 200 Mg Tablet : 1 Botol
· Ibuprofen Sirup : 3 Botol
· Termometer Oral : 1 Buah
· Termometer Rectal : 1 Buah
· Infus Set : 5 Buah
· Abbocath No.22 Dan 24 : 5 Buah
· Wing Needle : 5 Buah
· Cairan Nacl : 5 Kolf
· Cairan D 5% : 5 Kolf
· Cairan Rl : 5 Kolf
· Spuit Injeksi Disposable 1 Cc, 2.5 Cc, 3 Cc Dan 5 Cc :
Masing-Masing 2 Buah
· Kapas : 1 Toples
· Alkohol 70 % : 250 Cc
· Bengkok : 2 Buah
· Handscoon : 1 Box
· Reflex Hammer : 1 Buah
· Stetoskop : 2 Buah
· Tabung O2 Dengan Face Mask : 1 Buah
· Tounge Spatle Dengan Balutan Kassa Steril : 3 Buah
· Kassa Steril : 3 Pak

2. Non Medis

· Ruangan 3 X 4 M, Dengan Ventilasi Dan Penerangan Yang Cukup : 1 Buah


· Bed Pemeriksaan Sesuai Standar ( Tinggi 70 Cm, Lebar 70 Cm, Panjang 2 M ) : 1 Buah
· Bantal, Sprei, Perlak, Selimut : Masing-Masing 1 Buah
· Meja Kursi : 1 Set , Meja Alat : 1 Buah
· Lampu Bohlam 18 W : 1 Buah
· Kantong Obat Emergency
· Bolpoint, Pensil, Penghapus, Penggaris : Masing-Masing 2 Buah
· Buku Resep : 1 Buah
· Rekam Medik : 10 Set
· Lembar Rujukan : 10 Lembar
· Inform Concent : 10 Lembar
· Standar Infus : 1 Buah
· Timbangan Injak : 1 Buah
· Timbangan Badan Bayi : 1 Buah
· Jam Dinding Dengan Jarum Detik : 1 Buah
· Senter : 1 Buah
· Wastafel Dengan Air Mengalir : 1 Buah
· Sabun (Batang Atau Cair, Yang Antiseptik Maupun Non Antiseptik)
· Wadah Sabun Yang Berlubang Supaya Air Bisa Terbuang Keluar
· Handuk / Lap Sekali Pakai (Tisu, Atau Kain Yang Dicuci Setelah Sekali Pakai) Untuk
Mengeringkan Tangan
· Tempat Sampah Medik Beralas Plastik Dan Tertutup, Tutup Dapat Di Buka Dengan
Menginjak Pembuka Tutup Di Bagian Bawah Tempat Sampah : 1 Buah
· Tempat Sampah Non Medik Beralas Plastik :1 Buah

Prosedur Pelaksanaan
Tahap Prainteraksi :
· Melakukan Verifikasi Program Pengobatan Klien
· Mencuci Tangan
· Menyiapkan Alat
Tahap Orientasi :
· Memberikan Salam Kepada Klien
· Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada klien/ kleuarga
· Bila anak datang dalam keadaan masih kejang lakukan penanganan darurat kejang
Tahap Kerja penanganan gawat darurat kejang :
1. Meminta ibu membaringkan klien ke atas tempat tidur pemeriksaan
2. Memberitahu keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi kejang dan
membuat inform concent
3. Memperbaiki sirkulasi udara ruangan dengan mempersilakan selain petugas untuk keluar
ruangan dan membaringkan anak terlentang di tempat tidur membuka baju anak dan meletakkan
posisi leher sedikit ekstensi (mendongak ke atas) dengan cara meminta bantuan petugas lain /
pengantar untuk memegang dagu anak
4. Memakai handscoon pada kedua tangan petugas
5. Menjelaskan kepada pengantar bahwa akan dimasukan spatel ke dalam mulut anak untuk
mencegah gigitan pada lidah dan membaringkan anak terlentang di atas tempat tidur sambil
mengambil spatel lidah dan membungkusnya dengan kasa steril, lalu membuka mulut anak
dengan cara menekan kedua belah pipi dan meletakan spatel di atas lidah
6. Membaringkan anak di tempat tidur yang datar dengan posisi miring, kaki bagian atas
ditekuk untuk mencegah bahaya tersedak ludah atau muntahan
7. Membebaskan jalan nafas dengan cara melonggarkan pakaian
8. Menjelaskan kepada pengantar / keluarga bahwa akan dilakukan tindakan pemberian obat
melalui dubur untuk mengobati kejangnya, dengan mengucapkan, “Bu / pak, kami akan
memasukkan obat melalui dubur anak bapak / ibu untuk mengobati kejangnya “
9. Memberikan diazepam melalui dubur untuk mengatasi kejangnya dengan cara sebagai
berikut :
a. Mengambil diazepam suppositoria ( dosis sebanyak 5 mg untuk BB < 10 kg atau 10 mg
untuk BB > 10 kg atau 5 mg untuk anak di bawah 3 tahun dan 7,5 mg untuk anak di atas 3
tahun )
b. Petugas membuka celana dalam anak dengan posisi bokong anak menghadap ke petugas
c. Memposisikan anak di tempat tidur yang datar dibantu oleh seorang paramedis dengan
posisi miring, kaki bagian atas dibengkokkan pada bagian pangkal paha anak dan kaki bagian
bawah lurus
d. Membuka dubur penderita dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri sampai tampak
lubang dubur
e. Membersihkan dubur anak dengan betadin yang dilarutkan dengan air dengan sekali usap
dari atas ke bawah
f. Membuka tutup kemasan diazepam suppositoria dengan memutar tutup berlawanan arah
jarum jam
g. Memasukkan ujung kemasan diazepam suppositoria ke dalam dubur anak dengan arah
sejajar tulang belakang anak sampai seluruh leher kemasan masuk ke dalam dubur anak
h. Menekan tube kemasan diazepam suppositoria bagian luar sampai seluruh isi kemasan
masuk ke dalam dubur anak
i. Dan dalam keadaan tube kemasan bagian luar masih tertekan mencabut tube kemasan
dengan tangan kanan, sementara tangan kiri merapatkan lipatan bokong anak selama beberapa
saat sampai diazepam tidak mengalir keluar
j. Setelah diazepam tidak mengalir keluar, melepaskan tangan kiri yang merapatkan lipatan
bokong anak
10. Apabila tidak tersedia diazepam suppositoria maka bisa diberikan diazepam injeksi secara
intravena dengan dosis 0,3 – 0,5 mg per kg BB, dengan cara sebagai berikut :
a. Menjelaskan kepada pengantar / keluarga bahwa akan dilakukan tindakan pemberian obat
melalui pembuluh darah anaknya untuk mengobati kejangnya : “Bu / pak, kami akan
memasukkan obat melalui pembuluh darah anak bapak / ibu untuk mengobati kejangnya “
b. Menyiapkan diazepam injeksi, spuit 3 cc, kapas alkohol, tourniquet, wing needle ukuran 20
atau 24 atau 26 ( sesuai dengan besar kecilnya vena )
c. Mengambil diazepam injeksi kemudian mematahkan leher ampulnya lalu dihisap dengan
spuit 3 cc, mengeluarkan gelembung udara dari dalam spuit dengan cara menghadapkan jarum
spuit ke atas lalu piston di tarik ke bawah kemudian didorong ke atas sehingga semua udara
keluar dari spuit
d. Mencari vena anak yang paling tampak jelas pada tangan atau kaki
e. Setelah menemukan pembuluh darah vena dipasang tourniquet di atas lokasi vena ± 5–10
cm (tergantung usia anak)
f. Melakukan desinfeksi lokasi yang akan di pasang wing needle dengan cara mengusapkan
kapas alkohol, melingkar dari dalam ke luar
g. Membuka penutup wing needle lalu menusukkannya ke pembuluh darah vena yang telah
dipilih dengan lubang jarum menghadap ke atas
h. Mengamati apakah tampak darah mengalir keluar dari wing needle, apabila tidak keluar
darah dari wing needle maka dilakukan pemasangan wing needle di bagian pembuluh darah
vena yang lain, apabila sudah keluar darahnya maka wing needle di tutup kembali.
i. Segera membuka kembali tourniquet
j. Memfiksasi wing needle ke tangan anak dengan plester dengan cara melekatkan plester di
batas wing needle yang masuk ke dalam vena
11. Menunggu selama 5 menit sambil memastikan jalan napas tidak tersumbat
12. Memberikan oksigen melalui face mask 2 ml/menit
13. Menurunkan suhu tubuh dengan melepaskan pakaian anak lalu mengompres memakai air
biasa atau hangat, dengan cara :
a. Mengisi air dalam waskom kemudian mencelupkan handuk ke dalam waskom lalu di peras
b. Mengompreskan handuk basah di seluruh tubuh terutama pelipatan ketiak kanan-kiri,
pelipatan paha dan dahi
c. Memberikan antipiretik parasetamol sirup dosis 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali
sehari atau obat antipiretik lain seperti ibuprofen dosis 5 – 20 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari,
bila anak sudah tidak kejang .
14. Mengawasi tanda-tanda gangguan pernafasan dengan menghitung jumlah pernafasan dalam
satu menit, melihat ada tidaknya tarikan dinding dada, melihat ada tidaknya pernafasan cuping
hidung
15. Apabila kejang teratasi maka dilanjutkan pemberian fenobarbital secara IV langsung
setelah kejang berhenti dengan dosis awal :
a. bayi 1 bln - 1 thn : 50 mg
b. > 1 tahun : 75 mg
c. Dilanjutkan dengan dosis rumatan diberikan 4 jam kemudian :
1) Dua hari pertama 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
2) Hari berikutnya 4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
16. Apabila kejang belum teratasi maka ulangi pemberian diazepam perektal atau IV seperti
prosedur sebelumnya
17. Menunggu selama 5 menit sambil diulangi observasi pada point 3 di atas
18. Apabila kejang belum teratasi juga maka diberikan phenitoin dosis awal 10 – 20 mg/kgBB
IV secara pelan-pelan 1 mg/kgBB/menit
19. Apabila kejang berhenti dengan phenitoin maka dilanjutkan pemberian phenitoin dengan
dosis 4 – 8 mg/kgBB/hari, 12 – 24 jam setelah dosis awal
20. Apabila kejang tidak teratasi dengan pemberian phenitoin, merujuk rumah sakit dengan
cara :
a. Membuatkan surat rujukan ke RS sambil memberitahukan kepada keluarga penderita bahwa
anak akan di rujuk ke rumah sakit oleh karena pertolongan pertama yang dilakukan di
puskesmas belum berhasil : “ Bu / pak, anak bapak / ibu harus dirujuk ke RS..............., karena
keadaannya semakin memburuk dan untuk menanganinya dibutuhkan peralatan serta obat-
obatan yang belum tersedia disini, apakah bapak / ibu setuju?” Bila setuju, kami akan
membuatkan surat rujukan ke RS yang dituju.”Anak bapak / ibu akan kami antarkan ke RS
dengan menggunakan pusling”
b. Memasang infus NaCl dengan cara :
1. Menyiapkan cairan NaCl dan infus set kemudian robek pembungkus infus set dan buka
penutup NaCl lalu tusukkan infus set ke ujung botol cairan dalam posisi tegak lurus lalu kaitkan
cairan ke tiang infus
2. Membuka klem infus dengan memutar rel klem ke arah bawah secara perlahan agar cairan
masuk ke dalam slang infus sementara ujung slang infus di pegang dengan tangan yang lain
sehingga cairan infus keluar kemudian memutar rel klem ke atas agar cairan tidak lagi keluar
3. Memasang ujung slang infus pada ujung wing needle
4. Mengatur tetesan cairan :
- BB 10 kg pertama 4ml/kgBB/jam
- BB 10 kg kedua 2ml/kgBB/jam
- BB 10 kg selanjutnya 1ml/kgBB/jam
- Misalnya berat badan 15 kg maka kebutuhan cairan rumatan adalah (10x4) + (5x2) =
40+10 = 50 ml/jam
Tahap terminasi
· Mengevaluasi tindakan yang baru dilakukan
· Berpamitan dengan klien
· Membereskan dan kembalikan alat ketempat semula
· Mencuci tangan
· Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Keselamatan pasien merupakan upaya untuk melindungi hak setiap orang terutama dalam
pelayanan kesehatan agar memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu dan aman.
Peran-peran perawat dalam mewujudkan patient safety di rumah sakit dapat dirumuskan antara
lain sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat mematuhi standar pelayanan dan SOP
yang telah ditetapkan; menerapkan prinsip-prinsip etik dalam pemberian pelayanan
keperawatan; memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang asuhan yang
diberikan; menerapkan kerjasama tim kesehatan yang handal dalam pemberian pelayanan
kesehatan; menerapkan komunikasi yang baik terhadap pasien dan keluarganya, peka, proaktif
dan melakukan penyelesaian masalah terhadap kejadian tidak diharapkan; serta
mendokumentasikan dengan benar semua asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien
dan keluarga.

B. SARAN

Adapun saran untuk para perawat yang mengaplikasikannya di lingkungan rumah sakit agar
selalu mengutamakan keselamatan pasien berdasarkan procedure yang telah di tentukan.

DAFTAR PUSTAKA

Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia.(2006). Konsensus


Penatalaksanaan Kejang Demam.

Knudsen FU. Rectal Administration of Diazepamin Solution in The Acute Treatment of


Convulsion in Infants and Children.

Soetomenggolo TS. (1999). Buku Ajar Neurologi Anak.

Fukuyama Y, dkk. Practical Guidelines for Fhysician in The Management of Febrile Seizures.

Depkes RI. Prosedur Perawatan Dasar.

Vous aimerez peut-être aussi